Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL

"TINJAUAN YURIDIS PENGOPERASIAN DRONE BAWAH


LAUT TERHADAP KEDAULATAN WILAYAH LAUT NKRI
BERDASARKAAN HUKUM INTERNASIONAL"

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana


Hukum

Oleh:
KALVIN WAHYU JULIUS
NIM 195010107111120

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2021
HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Skripsi : "TINJAUAN YURIDIS PENGOPERASIAN


DRONE BAWAH LAUT TERHADAP KEDAULATAN WILAYAH LAUT NKRI
BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL"

Identitas Penulis :
a. Nama : Kalvin Wahyu Julius
b. NIM : 195010107111120
Konsentrasi : Hukum Internasional
Jangka waktu penelitian :

Disetujui pada tanggal :

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Dewi Cahyandari, S.H., M.H. Lucky Endrawati Dr, S.H., M.H
NIP 197503161998022001 NIP 2016079001312001

Mengetahui,
Ketua Bagian
Departemen Hukum Internasional

Dr. Patricia Audrey Ruslijanto, S.H., M.Kn.


NIP 198501012009122005

1
Daftar Isi
A. Judul Penelitian...................................................................................3
B. Latar Belakang.....................................................................................3
C. Orisinalitas Penelitian..........................................................................5
D. Rumusan Masalah................................................................................6
E. Tujuan Penelitian.................................................................................6
F. Manfaat Penelitian...............................................................................7
G. Kajian Pustaka.....................................................................................7
1. Konsep Drone Bawah Laut................................................................7
2. UNCLOS 1982..................................................................................8
3. Kedaulatan Wilayah Laut NKRI berdasarkan UNCLOS..........................9
4. Hukum Diplomatik............................................................................9
H. Metode Penelitian..............................................................................11
1. Jenis Penelitian...............................................................................11
2. Pendekatan Penelitian.....................................................................11
3. Jenis Data......................................................................................12
4. Teknik Pengumpulan Data...............................................................12
5. Teknik Analisa Bahan Hukum...........................................................13
6. Sistematika Penulisan.....................................................................13
Jadwal Penelitian...................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................16

2
A. Judul Penelitian
"Tinjauan Yuridis Pengopersian Drone Bawah Laut Terhadap Kedaulatan
Wilayah Laut NKRI Berdasarkan Hukum Internasional"

B. Latar Belakang
Teknologi pada zaman sekarang makin maju dikarenakan perkembangan
dari ilmu pengetahuan yang selalu berkembang. Perkembangan ini memunculkan
berbagai dampak terhadap gejala sosial di masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan
suatu aturan-aturan yang sesuai dengan perkembangan di masyarakat itu sendiri,
dan harus beriringan dengan perkembangan zaman. Sehingga peraturan yang ada
sesuai dengan kenyataan yang ada di masyarakat.
Baik hukum nasional, maupun hukum internasional sudah seharusnya
memuat peraturan-peraturan yang mengatur sesuai dengan keadaan sekarang.
Dimana bidang-bidang hukum tersebut semakin berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman. Tidak terlepas salah satunya adalah hukum laut, yang
merupakan aspek penting dalam bidang hukum Internasional, karena tiga
perempat dari bumi ini terdiri atas lautan dengan berbagai sumber daya alamnya
yang berfungsi untuk kehidupan manusia.
Negara Indonesia sendiri yang merupakan negara maritim dan memilki
beribu-ribu pulau dengan area teritorial laut yang sangat luas. Hal ini dibuktikan
dengan daratan Indonesia seluas 1.904.569 km2 dan lautannya seluas 3.288.683
km2 yang membentang sepanjang khatulistiwa dan terletak antara benua Asia dan
Australia.1 Oleh karena itu sebagai negara yang berdaulat Indonesia harus
menjamin wilayah laut nya dengan hukum nasional maupun hukum Internasional.
Maka dari itu ketika ditemukan Drone bawah laut di perairan Indonesia (Sulawesi
Selatan) yang diduga milik negara asing, menjadi sebuah permasalahan bagi
kedaulatan Kesatuan Negara Rebublik Indonesia.
Peneliti Hukum laut dari Universitas Padjadjaran R. Achmad Gusman Catur
Siswandi, Phd. menjerlaskan drone bawah laut atau yang biasa disebut seaglider
atau autonomous underwater vehicle (AUV) merupakan bagian dari

1
National Ocean Service, What Is An Ocean Glider? (online),
https://oceanservice.noaa.gov/facts/ocean-gliders.html, (20 Maret 2021)

3
perkembangan teknologi riset di bidang kelautan. Alat ini umum digunakan untuk
melakukan survei hidrografi, pengumpulan data bawah laut, hingga eksplorasi
dasar laut. Namun ditemukannya drone bawah laut ini di perairan terotorial suatu
negara khususnya Indonesia, negara yang bersangkutan seharus memiliki izin dari
negara pantainya.2 Ditemukannya drone tersebut menjadi sebuah bukti nyata
bahwa Indonesia memiliki lautan dengan potensi sumberdaya alam yang tinggi di
dunia, dan negara lain ingin mengetahui hal tersebut3
Adanya Drone bawah laut ini merupakan salah satu contoh dari
perkembangan ilmu pengetahuan yang tidak diikuti dari perkembangan hukum itu
sendiri. Konvensi PBB tentang Hukum Laut atau UNCLOS tahun 1982 sendiri belum
mengatur secara spesifik tentang penggunaan drone atau AUV di laut.4 Walaupun
UNCLOS telah mengatur mengenai riset ilmiah kelautan, yaitu negara pantai punya
kewenangan penuh memberikan izin bagi kegiatan riset ilmiah keluatan terutama
jika dilakukan di wilayah teritorialnya.
Dengan adanya kekosongan hukum tersebut, khususnya pada hukum laut
Internasional (UNCLOS), negara Indonesia perlu mengidentifikasi drone yang
ditemukan tersebut dan mengambil langkah diplomatik terhadap negara yang
bersangkutan, karena Negara tersebut telah melanggar kedaulatan Indonesia
yang dilindungi oleh konvensi hukum laut Internasional, yaitu United Nations
Convention on the Law of the Sea (“UNCLOS”) yang telah diratifikasi oleh Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on
The Law of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut).

2
Arif, Maulana, Temuan “Seaglider” di Perairan Indonesia, Ahli Hukum Laut Unpad: Harus Ditelusuri
(online). https://www.unpad.ac.id/2021/01/temuan-seaglider-di-perairan-indonesia-ahli-hukum-
laut-unpad-harus-ditelusuri/UNPAD, (27 Maret 2020)
3
Juwana, Hikmahanto, Penemuan ‘Drone’ Bawah Laut di Perairan Indonesia dari Perspektif
Hukum Laut Internasional (online),
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5ff4187080f6d/penemuan-i-drone-i-bawah-
laut-di-perairan-indonesia-dari-perspektif-hukum-laut-internasional/, (15 Maret 2021)
4
United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 1982)

4
C. Orisinalitas Penelitian
No Nama Peneliti Judul dan Rumusan Masalah
dan asal Tahun
instansi Penelitian
1. Finda Luthfiany, "Tinjauan 1) Bagaimana regulasi
Ustidivanissa, Yuridis pengoperasian pesawat tanpa awak
Rinitami Pengoperasian ditinjau dari konvensi internasional
Njatrijani, Agus Pesawat Tanpa dan perundang- undangan nasional?
Pramono. Awak Terhadap 2) Bagaimana bentuk
Fakultas Hukum, Keselamatan pertanggungjawaban operator atau
Universitas Penerbangan di pemilik drone apabila terjadi risiko
Diponegoro Wilayah NKRI" akibat pengoperasian drone?
Pada penelitian ini berbeda dengan
proposal penelitian yang hendak
dilakukan, karena penelitian tersebut
berfokus pada drone udara,
sedangkan penelitian yang akan
dilakukan adalah drone bawah laut
yang memiliki dasar hukum yang
berbeda.
2. Ayyan Abdul "UUV 1) Apa itu pengertian drone?
Kadir Sallum, M4rescue" 2) Kapan dan oleh siapa UUV
Mauryan Pengembangan M4RESCUE tersebut digunakan?
Firmansyah. Drone Kapal 3) Mengapa alat ini dapat
Fakultas Selam mempermudah tim evakuasi dalam
Elektonika, menemukan BlackBox pesawat?.
Institut Penelitian ini berfokus pada alat
Teknologi drone bawah laut itu sendiri, tanpa
Telkom melakukan analisis yuridis terhadap
Surabaya penerapannya di hukum laut
Internasional. Hal ini berbeda pada
fokus penelitian yang hendak

5
dilakukan karena melakukan tinjauan
yuridis terhadap hukum
Internasional.
3. Neni Ruheni, "Aspek-Aspek 1) Pengertian drone bawah laut?
Nurul Chotidjah. Hukum 2) Bagaimana hukum nasional
Fakultas Hukum Pengoperasian Indonesia mengatur terkait drone
Universitas Drone Bawah bawah laut?
Sebelas Maret berdasarkan Penelitian ini melakukan tinjauan
Hukum yuridis terhadap hukum nasional
Nasinal" Indonesia. Sedangkan penelitian
yang hendak dilakukan adalah
terhadap hukum Internasional,
khususnya UNCLOS.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat ditarik rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apa langkah diplomatik yang dapat di lakukan Indonesia apabila drone
bawah laut tersebut ditemukan asal negaranya?
2. Bagaimana UNCLOS yang merupakan Konvensi Hukum Laut Internasional
sebagai dasar hukum mewadahi permasalahan drone bawah laut
yang melanggar teritorial sebuah negara?

E. Tujuan Penelitian
1. Merumuskan langkah Indonesia dalam melakukan hubungan diplomatik
dengan negara yang bersangkutan, apabila nanti diketahui pemilik drone
tersebut, sehingga dapat tetap terjalin hubungan yang baik antar negara.
2. Menganalisis permasalahan hukum Internasional terkait drone bawah laut
yang memasuki negara pantai tanpa izin dengan berdasar UNCLOS yang
merupakan dasar dari hukum laut Internasional, khususnya Konvensi ini
tidak mengatur secara khusus terkait drone bawah laut.

6
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis
dan secara praktis, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk menambah ilmu pengetahuan, memperluas cakrawala dan cara berfikir
penulis serta melatih kemampuan dalam melakukan penelitian hukum dan
menuangkannya dalam bentuk tulisan.
b. Untuk memperdalam ilmu hukum, khususnya Hukum Internasional. Hasil dari
penelitian ini dapat dijadikan bahan dan sumber literatur dalam memperluas
pengetahuan, khususnya mengenai pengaturan hukum Internasional dalam
penggunaan dan penerapan Underwater Drone,
c. Menerapkan ilmu teoritis yang didapatkan di kenyataan yang ada di dalam
masyarkat.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat berperan bagi pembuat kebijakan dan
perancang peraturan perundang-undangan, karena kasus yang dianalisis ini baru
pertama kali dialami Indonesia dan hukum Internasional tidak mengatur nya
secara detail. Begitu juga bagi profesi hukum, kiranya penelitian ini dapat berguna
dalam memperluas literasi terkait hukum Internasional.

G. Kajian Pustaka
1. Konsep Drone Bawah Laut
Drone bawah laut atau yang biasa disebut seaglider atau autonomous
underwater vehicle (AUV) adalah kendaraan bawah air otonom atau bisa bergerak
tanpa awak yang digunakan untuk mengambil data di lautan. Seaglider biasanya
untuk mengumpulkan data di lokasi terpencil, aman, dan dengan biaya yang relatif
rendah. Alat ini dapat dilengkapi dengan berbagai sensor untuk memantau suhu,
salinitas, arus, dan kondisi laut lainnya. Informasi itu menciptakan gambaran yang
lebih lengkap tentang apa yang terjadi di lautan, yang mungkin tidak dapat
terdeteksi dari satelit atau kapal penelitian besar.5

5
Apdillah, Dony, Autonomous Underwater Vehicle untuk Survei dan Pemantauan Laut,
Jurnal Rekayasa Elektronika, Volume 13, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian
Bogor, Bogor, 2017, hlm 97.

7
Seaglider melakukan perjalanan melalui laut tanpa bantuan manusia.
Dalam beroperasi, seaglider diprogram dengan titik arah perjalanan dan kemudian
dibebaskan untuk mengumpulkan data laut selama berhari-hari, minggu, atau
bulan. Setelah mengumpulkan data untuk jangka waktu yang ditentukan, glider
menyelesaikan perjalanannya, kemudian dapat muncul dan mengirimkan posisinya
sehingga orang-orang dapat datang mengambilnya. Seaglider beroperasi di
tempat-tempat yang sulit dijangkau manusia. Dengan biaya relatif murah,
seaglider tetap dapat mengumpulkan data dalam cuaca ekstrem, misalnya di
tengah badai.6

2. UNCLOS 1982 (United Nations Convention on The Law The Sea 1982)
Didorong oleh keinginan untuk menyelesaikan semua masalah yang
bertalian dengan hukum laut, menyadari bahwa masalah-masalah ruang samudera
adalah berkaitan erat satu sama lain dan perlu dianggap sebagai suatu kebulatan,
mengakui secara layak kedaulatan semua Negara, terbentuklah UNCLOS yang
merupakan hasil konferensi-konferensi PBB mengenai hukum laut Internasional
UNCLOS 1982 memuat ketentuan-ketentuan hukum internasional yang
mengatur tentang kedaulatan negara atas wilayah laut. Konvensi ini diratifikasi
oleh Indonesia pada tahun 1985 melalui Undang-Undang Nomoe 17 Tahun 1985
tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea (Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982).7 Dengan ratifikasi
tersebut, Indonesia harus menindaklanjuti berbagai hak dan kewajiban yang
berasal dari UNCLOS karena Indonesia termasuk negara pihak dari Konvensi
Hukum Laut Internasional tersebut. Dengan demikian, kedaulatan dan hak
berdaulat serta yurisdiksi Republik Indonesia atas ruang perairan serta segala
kekayaan alam yang terdapat di permukaan laut dan udara di atasnya, di dalam
kolom air serta di dasar laut dan tanah di bawahnya telah diakui oleh Hukum
Internasional. Oleh karena itu terbuka peluang seluas-luasnya untuk dimanfaatkan
bagi peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.8

6
Arief, Hidayat,Seaglider tiga kali ditemukan di perairan Indonesia dalam dua tahun
terakhir 'bukti intrusi kedaulatan dan ketiadaan alat deteksi' (online),
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-55559222 (27 Maret 2021)
7
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS 1982,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3319, Tahun 1985
8
Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Laut Internasional, Angkasa Offset, Bandung, 1983, hlm. 1.

8
3. Kedaulatan Wilayah Laut NKRI berdasarkan UNCLOS
Montego Bay, Jamaika, 10 Desember 1984 (ditetapkan oleh 160 negara),
diberlakukan 16 Nopember 1994 dengan syarat sekurang-kurangnya 60 negara
sudah meratifikasi dan telah menetapkan hal-hal penting sebagai berikut:
a. Kedaulatan penuh negara (full sovereign of the state) meliputi laut
pedalaman (water on the landward side), laut teritorial (territorial sea) dan selat
(straight) yang digunakan untuk pelayaran internasional;
b. Negara memiliki yurisdiksi khusus dan terbatas yaitu zona tambahan
(contiguous zone);
c. Negara mempunyai yurisdiksi ekslusif untuk memanfaatkan sumber daya
alamnya, yaitu: zona ekonomi ekslusif (economic exclusive zone) dan landas
kontinen (continent shelf);
d. Berada di bawah suatu pengaturan internasional khusus, yaitu daerah
dasar laut samudra dalam, atau lebih dikenal sebagai “Kawasan” (sea-bed area
atau Area); dan,
e. Tidak berada di bawah kedaulatan maupun yurisdiksi negara manapun,
yaitu laut lepas – high sea (mare liberium).9
Karena itu, dengan adanya pengakuan penuh atas kedaulatan negara
kepulauan khususnya Indonesia, maka akan terjaminnya keamanan dan integritas
nasional. Dengan ini kapal-kapal asing yang dulu dengan bebasnya masuk ke
dalam perairan Indonesia, sekarang tidak bisa lagi, kecuali telah meminta ijin atau
sudah memiliki perjanjian dengan pemerintah Indonesia.10

4. Hukum Diplomatik
Pengertian Hukum Diplomatik masih belum berkembang. Para sarjana
Hukum Internasional masih belum banyak menuliskan secara khusus, karena pada
hakekatnya Hukum Diplomatik merupakan bagian dari Hukum Internasional yang
sebagian sumber hukum nya sama dengan sumber Hukum Internasional, seperti
konvensi-konvensi internasional yang ada. Namun apa yang ditulis oleh Elleen

9
United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 1982)
10
Afriansyah, Arie, Kewenangan Negara Pantai Dalam Mengelola Wilayah Laut, Jurnal Hukum,
Volume 15, Fakultas Hukum Universitas Dipenogoro, Bandung, 2015, hlm 4

9
Denza11 mengenai “Diplomatik Law” pada hakekatnya hanya menyangkut
komentar mengenai Konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik. Banyak para
penulis hanya memberikan batasan dan arti “diplomasi” sendiri, walaupun diantara
mereka masih belum ada keseragaman.
Menurut Sir Ernest Satow, diplomasi diberikan batasan sebagai berikut:
“Diplomacy is the application of intelligence and tact to the conduct of official
relations between the Goverments of independent states, extending sometimes
also to their relations with vassal States; or more briefly still, the conduct of
business between States by peaceful means”
Arti diplomasi juga disebutkan dalam “Oxford English Dictionary” menurut
Harold Nicholson arti yang adalah paling tepat dan luas yaitu :
1. The management of internal relations by means of negitiation;
2. The method by which these relations are adjusted and managed by
ambassadors and envoys;
3. The business or art of the diplomatist;
4. Skill or address in the conduct of international intercourse and negotiations.
Batasan tersebut hampir sama dengan batasan yang telah diberikan oleh
Brownlie“.diplomacy comprises any means by which states establish or maintain
mutual relations, communicate with each other or carry out political or legal
transactions, in each case through their authorized agents"
Dari batasan dan pengertian sebagai tersebut diatas dapat ditarik
kesimpulan adanya beberapa faktor yang penting yaitu: hubungan antar bangsa
untuk merintis kerjasama dan persahabatan, hubungan tersebut dilakukan melalui
pertukaran misi diplomatik termasuk para pejabatnya, para pejabat tersebut harus
diakui statusnya sebagai pejabat diplomatik dan agar para pejabat itu dapat
melakukan tugas diplomatik-nya dengan efisien mereka perlu diberikan hak-hak
istimewa dan kekebalan yang didasarkan atas aturan-aturan dalam hukum
kebiasaan internasional serta perjanjian-perjanjian lainnya yang menyangkut
hubungan diplomatik antar negara.12

11
Elleen Denza, Commentary on the Vienna Convention on Diplomatic Relations, Oceania
Publications, Inc. Dobbs Ferry, New York,1976, hlm 4
12
I Gede Pasek Eka Wisanjaya, Buku Ajar Hukum Diplomatik, Universitas Andalas, Bali, 2016, hlm
2

10
Dengan demikian pengertian Hukum Diplomatik pada hakekatnya
merupakan ketentuan atau prinsip-prinsip Hukum Internasional yang mengatur
hubungan diplomatik antar negara yang dilakukan atas dasar permufakatan
bersama dan ketentuan atau prinsip-prinsip tersebut dituangkan di dalam
instrumen-instrumen hukum sebagai hasil dari kodifikasi hukum kebiasaan
internasional dan pengembangan kemajuan Hukum Internasional.

H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Untuk mencapai tujuan dari penelitian hukum ini maka digunakan metode
penelitian guna mendapatkan suatu jawaban atas perumusan masalah seperti
yang telah diuraikan di atas. Adapun metode penelitian yang digunakan oleh
penulis adalah metode penelitian hukum yurisdis normatif (normative legal
research)13
Pada penelitian hukum yuridis normatif yang diteliti hanya bahan pustaka
atau data sekunder, yang dapat mencakup bahan hukum primer, sekunder dan
tersier. Pendekatan Yuridis Normatif yaitu penelitian yang melibatkan studi
kepustakaan untuk menemukan inventarisasi hukum positif untuk menemukan
asas-asas dan dasar-dasar falsafah hukum positif, perbandingan, sejarah, serta
penemuan hukum in concreto menggunakan literatur, buku-buku referensi, dan
lain sebagainya.14 Atau dapat dikatakan pendekatan yang dilakukan dengan cara
mempelajari teori-teori dan konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah.

2. Pendekatan Penelitian
a. Pendekatan Peraturan Perundang-Undangan (statue approach)
Pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan yang dilakukan
dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan dan regulasi yang
bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani. Dalam metode pendekatan
perundang-undangan peneliti perlu memahami hirarkhi, dan asas-asas dalam
peraturan perundang-undangan. Khususnya dalam penelitian ini adalah sebuah

13
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996 hlm. 43.
14
Op. cit, hlm. 53.

11
Konvensi Internasional, yakni Konvensi UNCLOS yang mengatur mengenai Hukum
Laut Internasional
b. Pendekatan Kasus (case approach)
Pendekatan kasus dilakukan dengan menelaah kasus yang berkaitan
dengan isu hukum yang dijadikan topik pembahasan dalam sebuah penulisan15.
Dimana kasus yang dianalisis adalah ditemukannya drone bawah laut yang
ditemukan di sekitar perairan Sulawesi yang diduga milik negara lain.

3. Jenis data
Jenis data yang diperlukan oleh penulis yakni studi kepustakaan yakni
sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan yang
berhubungan dengan apa yang diteliti. Data tersebut didapatkan melalui penelitian
melalui buku, jurnal dan sumber hukum.
a. Bahan hukum primer, yaitu data-data yang diperoleh dari hasil penelitian melalui
buku-buku, instrumen-instrumen hukum, dan bahan bacaan lainnya yang
berhubungan dengan penelitian penulis. Bahan-bahan hukum yang mengikat,
yakni :
- United Nations Convention on the Law of the Sea 1982.
- International Maritime Organisations Convention 2014.
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1985 tentang
Pengesahan atas UNCLOS 1982.
b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai data primer,
jurnal, karya dari kalangan hukum, berita dan sebagainya.
c. Bahan hukum tersier atau penunjang, yakni bahan-bahan yang memberi
petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder. Contohnya,
Kamus English-Indonesia-English, Kamus Hukum, Ensiklopedia dan lain-lain.

4. Teknik Pengumpulan Data


Penelitian hukum ini dilakukan dengan pengumpulan bahan hukum melalui
studi kepustakaan, yaitu dengan mempelajari bahan hukum primer, sekunder dan
tersier yang ada kaitannya dengan pengoperasian drone bawah laut.

15
I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori
Hukum, Kencana, Jakarta, 2017, hlm. 157-162.

12
5. Teknik Analisi Bahan Hukum
Metode penafsiran yang digunakan dalam penelitian ilmu hukum normatif
memiliki dua metode. Pertama, penafsiran gramatikal yaitu penafsiran menurut
tata bahasa dan kata-kata yang merupakan alat bagi pembuat peraturan atau
regulasi untuk menyatakan maksud dan kehendaknya. Kedua, penafsiran
sistematis yaitu penafsiran yang menghubungkan pasal yang satu dengan pasal
yang lain dalam suatu peratuan yang bersangkutan atau pada perundang-
undangan yang bersangkutan atau pada perundang- undangan hukum lainnya,
atau membaca penjelasan suatu perundang-undangan, sehingga dapat mengerti
maksudnya. Kemudian dalam penelitian ini selain metode interprestasi, teknik
analisis bahan hukum yang digunakan adalah content analysis. Content analysis
(analisis isi) menunjukan pada metode analisis yang integratif dan secara
konseptual cenderung diarahkan untuk menemukan, mengidentifikasi, mengolah,
dan menganalisis bahan hukum untuk memahami makna signifikan dan
relevasinya.16

6. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman materi, maka penelitian ini dibagi
menjadi lima bab yang berurutan dan saling berhubungan satu dengan yang lain.
Dibawah ini adalah uraian isi dari setiap bab secara garis besar dapat dilihat
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bagian ini berisi mengenai judul, latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian dan manfaat penelitian.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Pada bagian ini mengkaji doktrin atau pendapat para ahli mengenai topik yang
berasal dari referensi yang sah.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bagian ini membahas mengenai metode-metode yang dilakukan guna
memenuhi data penulisan yang diperlukan, antara lain Jenis Penelitian,

16
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta , 2007, hal
174

13
Pendekatan Penelitian, Jenis dan Sumber Bahan Hukum, Teknik Penelusuran
Bahan Hukum, Teknik Analisis Bahan Hukum dan Sistematika Penulisan.
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan membahas mengenai kasus-kasus yang terjadi di Indonesia
terkait di temukannya drone bawah laut yang diperkirakan milik negara lain, dan
menganalisis terkait tindakan diplomatik yang dapat dilakukan Indonesia
berdasarkan UNLOS yang merupakan Konvensi Hukum Laut Internasional.
BAB V PENUTUP
Pada bagian ini akan diuraikan kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan yang
telah dituliskan sebelumnya, serta saran-saran dari penulis mengenai
permasalahan yang diangkat ini.

14
JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN
No Kegiatan Bulan ke

I II III IV V VI

1 Persiapan x
2 Melakukan Studi Pustaka x
3 Menyusun Instrumen x
Penelitian
4 Penelitian Bahan Hukum x
5 Menganalisis Data x
6 Menulis Laporan Skripsi x

15
DAFTAR PUSTAKA
Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Laut Internasional, Angkasa Offset,
Bandung, 1983, hlm. 1.
Afriansyah, Arie, Kewenangan Negara Pantai Dalam Mengelola Wilayah
Laut, Jurnal Hukum, Volume 15, Fakultas Hukum Universitas Dipenogoro,
Bandung, 2015, hlm 4
Elleen Denza, Commentary on the Vienna Convention on Diplomatic
Relations, Oceania Publications, Inc. Dobbs Ferry, New York,1976, hlm 4
I Gede Pasek Eka Wisanjaya, Buku Ajar Hukum Diplomatik, Universitas
Andalas, Bali, 2016, hlm 2
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1996 hlm. 43.
I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam
Justifikasi Teori Hukum, Kencana, Jakarta, 2017, hlm. 157-162.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty,
Yogyakarta , 2007, hal 174
JURNAL
Apdillah, Dony, Autonomous Underwater Vehicle untuk Survei dan
Pemantauan Laut, Jurnal Rekayasa Elektronika, Volume 13, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2017, hlm 97.
Arief, Hidayat,Seaglider tiga kali ditemukan di perairan Indonesia
dalam dua tahun terakhir 'bukti intrusi kedaulatan dan ketiadaan alat
deteksi' (online), https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-55559222 (27 Maret
2021)
UNDANG-UNDANG
United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 1982)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1985 tentang
Pengesahan UNCLOS 1982, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3319, Tahun 1985
INTERNET
National Ocean Service, What Is An Ocean Glider? (online),
https://oceanservice.noaa.gov/facts/ocean-gliders.html, (20 Maret 2021)
Arif, Maulana, Temuan “Seaglider” di Perairan Indonesia, Ahli Hukum Laut
Unpad: Harus Ditelusuri (online). https://www.unpad.ac.id/2021/01/temuan-
seaglider-di-perairan-indonesia-ahli-hukum-laut-unpad-harus-ditelusuri/UNPAD,
(27 Maret 2020)

16
Juwana, Hikmahanto, Penemuan ‘Drone’ Bawah Laut di Perairan
Indonesia dari Perspektif Hukum Laut Internasional (online),
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5ff4187080f6d/penemuan-i-
drone-i-bawah-laut-di-perairan-indonesia-dari-perspektif-hukum-laut-
internasional/, (15 Maret 2021)

17

Anda mungkin juga menyukai