Makalah
Disusun oleh:
FAKULTAS SYARI’AH
1445 H/2024M
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat, karunia serta
kasih sayang-Nya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai Yurisdiksi dengan sebaik
mungkin. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi terakhir, penutup para
Nabi sekaligus satu-satunya uswatun hasanah kita, Nabi Muhammad SAW. Tidak lupa pula
saya ucapkan terimakasih kepada Ibu Ema Nurkhaerani, M.H. selaku dosen mata kuliah
Hukum Internasional dalam penulisan makalah ini, Kami menyadari masih banyak terdapat
kesalahan dan kekeliruan, baik yang berkenan dengan materi pembahasan maupun dengan
teknik pengetikan, walaupun demikian inilah usaha maksimal saya selaku penulis usahakan.
Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan
diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna memperbaiki kesalahan
sebagaimana mestinya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap Negara merdeka memiliki kedaulatan untuk mengatur segala sesuatu yang ada
maupun yang terjadi di wilayah atau teritorialnya. Sebagai implementasi dimilikinya
kedaulatan, Negara berwenang untuk menetapkan ketentuan-ketentuan hukum dan untuk
menegakkan atau menetapkan ketentuan-ketentuan hukum nasionalnya terhadap suatu
peristiwa, dan perbuatan. Kewenangan ini dikenal sebagai yurisdiksi Negara dalam hukum
internasional. Yurisdiksi Negara dalam hukum internasional jelas berperan sangat penting
dalam tiap-tiap Negara, dengan demikian tiap Negara berwenang untuk menetapkan
ketentuan-ketentuan hukum nasionalnya terhadap suatu peristiwa, dan perbuatan apapun yang
terjadi di wilayah atau teritorialnya.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari yurisdiksi
2. Apa yang dimaksud dengan yurisdiksi teritorial dan apa saja yang meliputi di
dalamnya
3. Apa itu pelabuhan-pelabuhan
4. Apa itu yurisdiksi teritorial terhadap orang asing
5. Apa itu yurisdiksi teritorial terhadap kejahatan internasional
6. Apa itu pembebasan dan pembatasan terhadap yurisdiksi teritorial
7. Apa itu terhadap negara asing dan kepala negara asing
8. Apa itu perwakilan diplomatik dan konsuler
9. Apa itu kapal milik negara asing
10. Apa itu angkatan bersenjata di negara asing
11. Apa itu yurisdiksi terhadap individu
12. Apa itu yurisdiksi menurut prinsip perlindungan
13. Apa itu yurisdiksi menurut prinsip universal/perompakan
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengertian yurisdiksi
2. Untuk mengetahui apa saja yang meliputi yurisdiksi teritorial dan apa yang dimaksud
dengan yurisdiksi teritorial
4
3. Untuk mengetahui pelabuhan-pelabuhan
4. Untuk mengetahui yurisdiksi teritorial terhadap orang asing
5. Untuk mengetahui yurisdiksi teritorial terhadap kejahatan internasional
6. Untuk mengetahui pembebasan dan pembatasan terhadap yurisdiksi teritorial
7. Untuk mengetahui terhadap negara asing dan kepala negara asing
8. Untuk mengetahui perwakilan diplomatik dan konsuler
9. Untuk mengetahui kapal milik negara asing
10. Untuk mengetahui angkatan bersenjata di negara asing
11. Untuk mengetahui yurisdiksi terhadap individu
12. Untuk mengetahui yurisdiksi menurut prinsip perlindungan
13. Untuk mengetahui yurisdiksi menurut prinsip universal/perompakan
5
BAB II
ISI
A.Pengertian Yurisdiksi
Kata yurisdiksi (jurisdiction) berasal dari kata yurisdictio. Kata yurisdictio berasal dari
dua kata yaitu yuris dan dictio. Yuris berarti kepunyaan hukum atau kepunyaan menurut
hukum. Adapun, dictio yang berarti ucapan, sabda atau sebutan. Dalam praktik kata
yurisdiksi sering memiliki beberapa arti seperti di pengadilan Inggris dalam kasus custody of
children dinyatakan bahwa para pihak dilarang melakukan “out of the jurisdiction of the
court” terhadap anak-anak yang berarti melarang membawa anak-anak keluar dari Inggris.
Kata jurisdiction di sini berarti territory. Dalam Piagam PBB, sering digunakan istilah
domestic jurisdiction yang artinya kewenangan domestik. 1
1.) Menurut Wayan Parthiana, kata yurisdiksi berarti kekuasaan atau kewenangan yang
dimiliki suatu badan peradilan atau badan-badan negara lainnya yang berdasarkan atas
hukum yang berlaku. Bila yurisdiksi dikaitkan dengan negara maka akan berarti
kekuasaan atau kewenangan negara untuk menetapkan dan memaksakan (to declare
and to enforce) hukum yang dibuat oleh negara atau bangsa itu sendiri.
2.) Menurut Shaw, dalam bahasa yang lebih sederhana bahwa yurisdiksi adalah
kompetensi atau kekuasaan hukum negara terhadap orang, benda dan peristiwa
hukum. 2
3.) Menurut Imre Anthony Csabafi dalam bukunya “The Consept of State Yurisdiction in
International Space Law” mengemukakan pengertian tentang yurisdiksi negara.
“Yurisdiksi negara dalam hukum publik internasional berarti hak dari suatu negara
untuk mengatur atau mempengaruhi dengan langkah-langkah atau tindakan yang
bersifat legislatif, eksekutif atau yudikatif atas hak-hak individu, milik atau harta
kekayaannya, perilaku-perilaku atau peristiwa-peristiwa yang tidak semata-mata
merupakan masalah dalam negeri”.
1
Dr. Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar Edisi Kedua, (Jakarta: RajaGrafindo, 2012), 231.
2
Berliani Rombo, (Tinjaun Yuridis Berdirinya Suatu Negara Berdasarkan Hukum Internasional)11:2, (sep,
2023), 7.
6
4.) Menurut John O'Brien, ada tiga macam yurisdiksi yang dimiliki oleh negara yang
berdaulat yaitu
Kewenangan negara untuk membuat ketentuan-ketentuan hukum terhadap
orang, benda, peristiwa maupun perbuatan di wilayah teritorinya (legislative
jurisdiction or prescriptive jurisdiction).
Kewenangan negara untuk memaksakan berlakunya ketentuan-ketentuan
hukum nasionalnya (executive jurisdiction or enforcement jurisdiction) .
Kewenangan Pengadilan negara untuk mengadili dan memberikan putusan
hukum (yuridicial jurisdiction).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Yurisdiksi adalah kekuasaan atau
kewenangan hukum suatu negara atas orang, benda, atau peristiwa (hukum).3
B. Yurisdiksi Tetorial
Setiap negara memiliki yurisdiksi terhadap tindak kejahatan yang dilakukan di dalam
wilayah teritorialnya. Tindak kejahatan yang dimaksud dalam hal ini bukan hanya terjadi di
dalam wilayah darat negara yang bersangkutan melainkan juga di wilayah laut teritorial dan
dalam kasus-kasus tertentu di jalur tambahan serta di zona lainnya yang termasuk di wilayah
laut lepas. 4
3
Dian Khoreanita Pratiwi, Wahyu Nugroho, (Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia Dalam Pemberantasan
Perompakan Dan Perampokan Laut Berdasarkan Hukum Internasional) 2:2 (Oktober, 2017), 5.
4
Arya Pradipa, M. Jodi Setianto, (Peran Dan Fungsi Mempelajari Hukum Internasional Bagi Mahasiswa)10:3,
(September, 2022), 219.
7
pemanfaatan dan penyalahgunaan hasil-hasil iptek ini oleh orang-orang yang terlibat dalam
pelanggaran hukum maupun tindak pidana di dalam wilayah suatu negara. 5
1.1 Pelabuhan-Pelabuhan
Pelabuhan merupakan bagian dari perairan pedalaman dan sepenuhnya menjadi bagian
dari teritorial negara sebagai wilayah tanahnya sendiri. Apabila tindakan pidana atau
pelanggaran dilakukan di atas kapal-kapal yang sedang bersandar di pelabuhan, maka
yurisdiksi bergantung pada praktek yang dianut oleh Negara Pantai pemilik pelabuhan
tersebut. Namun, bila terkait permasalahan ekonomi internal kapal tersebut kewenangannya
tetap berada pada pemerintah Negara Bendera Kapal. 7
5
Berliani Rombo, (Tinjaun Yuridis Berdirinya Suatu Negara Berdasarkan Hukum Internasional)11:2, (sep,
2023), 7.
6
Agustina, Renaldi Timoti Ponto, (Perlindungan Hukum Terhadap Warga NegaraAsingdalam Perspektif Hukum
Internasional), 5:2 (Juli-Desember 2023)
7
Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, (Sinar Grafika, Bandung, 2004), 145.
8
1.2 Yurisdiksi Teritorial Terhadap Orang Asing
Yurisdiksi teritorial suatu negara terhadap orang asing sama halnya yurisdiksi tetorial
negara terhadap warga negaranya. Tidak ada perlakuan khusus yang diberikan kepada orang
asing. Tetapi, setiap orang asing yang berada dalam yurisdiksi teritorial suatu negara dapat
meminta pembebasan dari yurisdiksi teritorial negara tersebut dengan memberikan alasan-
alasan sebagai berikut:
1. Dengan adanya imunitas khusus, maka orang asing tersebut tidak tunduk pada hukum
nasional negara yang memiliki yurisdiksi teritorial.
2. Bahwa hukum nasional negara yang memiliki yurisdiksi teritorial tersebut tidak sesuai
dengan hukum internasional. 8
(4) Kepaniteraan
8
Bambang Iriana Djajaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Terjemahan, (Jakarta, Sinar Grafika, 2010),
277
9
(3) Kejahatan perang
Berkenaan dengan kejahatan agresi Mahkamah baru dapat melaksanakan jurisdiksi setelah
suatu ketentuan disahkan sesuai dengan pasal 121 dan 123 yang mendefinisikan kejahatan
dan menetapkan kondisi-kondisi di mana Mahkamah menjalankan jurisdiksi berkenaan
dengan kejahatan ini. Ketentuan semacam itu haruslah sesuai dengan ketentuan-ketentuan
terkait dari Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Mengenai genosida (genocide) diatur dalam Pasal 6 Statuta, diartikan sebagai setiap
perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk menghancurkan, seluruhnya atau untuk
sebagian, suatu kelompok nasional, etnis, ras atau keagamaan, seperti misalnya:
(b)Menimbulkan luka fisik atau mental yang serius terhadap para anggota kelompok tersebut
(e) Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok itu kepada kelompok lain
Mengenai Kejahatan terhadap Kemanusiaan diatur dalam Pasal 7 Statuta yang mengartikan
salah satu dari perbuatan berikut ini apabila dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas
atau sistematik yang ditujukan kepada suatu kelompok penduduk sipil, dengan mengetahui
adanya serangan itu :
(a) Pembunuhan.
(b) Pemusnahan.
(c) Perbudakan.
10
(e) Pemenjaraan atau perampasan berat atas kebebasan fisik dengan melanggar aturan-aturan
dasar hukum internasional.
(f) Penyiksaan.
(h)Penganiayaan terhadap suatu kelompok yang dapat diidentifikasi atau kolektivitas atas
dasar politik, ras, nasional, etnis, budaya, agama, gender sebagai didefinisikan dalam ayat 3,
atau atas dasar lain yang secara universal diakui sebagai tidak diizinkan berdasarkan hukum
internasional, yang berhubungan dengan setiap perbuatan yang dimaksud dalam ayat ini atau
setiap kejahatan yang berada dalam jurisdiksi Mahkamah.
(k)Perbuatan tak manusiawi lain dengan sifat sama yang secara sengaja menyebabkan
penderitaan berat, atau luka serius terhadap badan atau mental atau kesehatan fisik. 9
5. Organisasi Internasional. 10
9
Abdul Muthalib Tahar, S.H., M.Hum, HUKUM INTERNASIONAL&PERKEMBANGANNYA, (Lampung,
Ubl Press, 2021), 135
10
Masyhur Effendi, Moh. Ridwan, Muslich Subandi, Pengantar dan Dasar-Dasar Hukum Internasional, (IKIP
Malang, Malang, 1995,) 89.
11
1.5 Terhadap Negara Asing dan Kepala Negara Asing
Atas dasar prinsip par im parem non habet imperium maka negara asing memiliki
imunitas di depan pengadilan nasional. Bila semula imunitas yang dimiliki negara asing ini
bersifat absolut maka kini berkembang menjadi restriktif. Dengan doktrin tindakan negara
maka tindakan negara dibedakan menjadi jure imperii dan jure gestionis. Negara dipandang
imun hanya ketika tindakan yang dilakukannya termasuk dalam jure imperii. Adapun bila
tindakannya masuk kategori jure gestionis, berkaitan dengan masalah komersial, maka negara
tidak lagi imun. Negara dianggap sudah menanggalkan imunitasnya ketika ia sudah masuk ke
masalah komersial. Masalah yang muncul dalam praktik adalah tidak mudahnya membuat
parameter yang tegas antara tindakan mana yang bersifat publik atau jure imperii dan mana
yang komersial atau jure gestionis. Bila Departemen Perhubungan Indonesia menyewa atau
membeli kapal-kapal dari perusahaan asing untuk kepentingan jasa angkutan laut maka jelas
tindakan ini masuk kategori jure gestionis karena bersifat komersial. Negara akan mendapat
keuntungan dengan pengoperasian kapal-kapal tersebut. Namun, akan berbeda kasusnya
Departemen Pertahanan dan Keamanan suatu negara membeli semen dan bahan bangunan
dari perusahaan asing untuk kepentingan Pembangunan.
Imunitas suatu negara asing atau kepala negara dari yurisdiksi tidak mutlak dalam
segala hal, tergantung kepada sifat hakikat dari pemulihan yang diupayakan. Hal-hal berikut
merupakan proses perkara kekecualian dari kaidah imunitas antara lain:
1) Perkara-perkara yang berkenaan dengan alas hak terhadap tanah di dalam yurisdiksi
teritorial, yang bukan tanah dimana bangunan- bangunan kedutaan didirikan.
2) Suatu dana di pengadilan (dana perwalian) yang diuruskan yang mana menyangkut
kepentingan negara asing atau pemegang kedaulatan asing, tetapi tidak demikian apabila
pihak yang diuruskan perwalian dananya itu juga merupakan pemerintah negara asing yang
berdaulat.
4) Berakhirnya suatu perusahaan yang dalam aset-asetnya negara asing atau pemegang
kedaulatan asing mengklaim suatu kepentingan.11
11
Dewa Gede Sudika, Pengantar Hukum Internasional, ( Lakeisha, Klaten-Jawa Tengah, 2021)
12
1.6 Perwakilan Diplomatik dan Konsuler
Hukum internasional sudah sejak lama mengakui bahwa diplomat sebagai individu memiliki
kekebalan terhadap yurisdiksi (pengadilan) negara. Seperti halnya dengan imunitas negara,
kekebalan terhadap pejabat diplomat adalah pengecualian terhadap jurisdiksi teritorial negara.
Menurut Dixon, hukum menenai kekebalan diplomatik ini bercabang dua. Pertama, pejabat
diplomat diberikan hak-hak istimewa di dalam sistem hukum dari negara penerima. Kedua,
negara penerima wajib melindungi pejabat diplomat dan harta bendanya dengan tujuan agar
ia dapat melaksanakan fungsinya dengan efisien. Pada dasarnya pengaturan tentang hal ini
bermuara dalam konvensi wina tahun 1961 dan 1963.12
12
Dr. Sefriani, S.H., M.Hum, Hukum Internasional Suatu Pengantar, (Jakarta, Rajagafindo Persada, 2016), 240
13
2. Zona Tambahan: 24 mil laut diukur dari garis dasar pantai.
3. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE): 200 mil laut diukur dari garis dasar
pantai.
Hak Negara Pantai:
1. Menegakkan hukum dan peraturannya di laut teritorialnya, termasuk di
atas kapal asing yang sedang melakukan pelanggaran.
2. Memeriksa kapal asing yang dicurigai melakukan pelanggaran.
3. Menangkap dan menahan kapal asing yang terbukti melakukan
pelanggaran.
Kewajiban Negara Pantai:
1. Memberikan hak lintas damai kepada kapal-kapal semua negara di laut
teritorialnya.
2. Menghormati kekebalan kapal perang asing.
3. Melaksanakan penegakan hukum dengan cara yang proporsional dan tidak
diskriminatif.13
13
Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS) 1982
14
3. Kerusakan yang disebabkan oleh angkatan bersenjata asing
Jika angkatan bersenjata asing menyebabkan kerusakan pada properti atau orang
di negara tuan rumah, mereka dapat dimintai pertanggungjawaban oleh pengadilan
negara tuan rumah.14
14
I Gusti Agung Ngurah Agung,Yurisdiksi Negara Terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia Oleh Perusahaan
Transnasional, (Jurnal Kerthanegara, Universitas Udayana, 2023)
15
Negara memiliki yurisdiksi atas orang asing yang melakukan kejahatan di
luar negeri yang mengancam keamanan atau integritas negara.
Asas Universalitas
Negara memiliki yurisdiksi atas kejahatan tertentu yang dianggap sebagai
kejahatan terhadap kemanusiaan, di mana pun kejahatan itu dilakukan. 15
15
Muhammad Taufiq, Yurisdiksi Personal Aktif dan Pasif dalam Hukum Pidana Internasional , (Jurnal Hukum
Internasional, Universitas Islam Indonesia, 2021)
16
Hikmahanto Juwana, Prinsip Yurisdiksi Universal dan Perkembangannya dalam Hukum Internasional (Jurnal
Hukum Internasional, 2010)
16
diperlukan titik pertautan antara Negara yang akan melaksanakan yurisdiksinya
dengan pelaku, korban dan tempat dilakukannya kejahatan itu sendiri. Satu-
satunya pertimbangan yang diperlukan adalah apakah pelaku berada di
wilayahnya atau tidak? Tidak mungkin suatu Negara bisa melaksanakan yurisdiksi
universal bila pelaku tidak berada di wilayahnya. Akan merupakan pelanggaran
hukum internasional bila Negara memaksa menangkap seseorang yang berada di
wilayah Negara lain. 17
c. Setiap Negara hanya dapat melaksanakan yurisdiksi universalnya terhadap pelaku
serious crime atau yang lazim disebut internastional crime.
17
Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, edisi revisi, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2002), hlm.162.
17
c. Arena sifatnya yang sangat membahayakan masyarakat internasional maka sangat
beralasan untuk tidak hanya memberikan yurisdiksi pada suatu Negara saja yang jika
dalam keadaan normal memang berhak untuk melaksanakannya.
d. Hukum internasional klasik menyebutkan kejahatan perang (war crime) dan piracy
sebagai kejahatan internasional yang kepadanya dapat diterapkan yurisdiksi universal.
Pasal 404 Restatement (Third) of the Foreign Relations Law of United States
menyebutkan yurisdiksi universal diberlakukan terhadap piracy, perdagangan budak,
attack or hijacking of aircraft, genocide, war crimes dan terrorism. ICTY
memasukkan pelanggaran berat Konvensi Jenewa 1949, pelanggaran hukum atau
kebiasaan perang, genocide, dan kejahatan kemanusiaan sebagai kejahatan
internasional yang memerlukan yurisdiksi universal.
18
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kata yurisdiksi (jurisdiction) berasal dari kata yurisdictio. Kata yurisdictio berasal
dari dua kata yaitu yuris dan dictio. Yuris berarti kepunyaan hukum atau kepunyaan
menurut hukum. Adapun, dictio yang berarti ucapan, sabda atau sebutan. Yang berarti
yurisdiksi adalah kekuasaan atau kewenangan hukum suatu negara atas orang, benda,
atau peristiwa (hukum).
Yurisdiksi teritorial merupakan kewenangan suatu negara untuk menegakkan
hukumnya atas semua orang, benda, dan peristiwa yang terjadi di wilayahnya.
Pelabuhan merupakan bagian dari perairan pedalaman dan sepenuhnya menjadi
bagian dari teritorial negara sebagai wilayah tanahnya sendiri.
Yurisdiksi teritorial suatu negara terhadap orang asing sama halnya yurisdiksi tetorial
negara terhadap warga negaranya. Tidak ada perlakuan khusus yang diberikan kepada
orang asing.
Kejahatan internasional yang dimaksud adalah terbatas pada kejahatan paling serius
yang menyangkut masyarakat internasional secara keseluruhan. Kejahatan ini diatur
dalam Statuta Roma 1998 tentang Mahkamah Pidana Internasional/International
Criminal Court (ICC).
Pembebasan dan pembatasan terhadap yurisdiksi teritorial, Dalam hal ini terdapat
pengecualian yang memberikan imunitas yang berlaku dan dapat dinikmati oleh:
1. Negara dan kepala negara asing
2. Perwakilan diplomatik dan konsuler
3. Kapal-kapal milik negara asing
4. Angkatan bersenjata negara asing
5. Organisasi Internasional.
dasar prinsip par im parem non habet imperium maka negara asing memiliki imunitas
di depan pengadilan nasional. Bila semula imunitas yang dimiliki negara asing ini
bersifat absolut maka kini berkembang menjadi restriktif. Dengan doktrin tindakan
negara maka tindakan negara dibedakan menjadi jure imperii dan jure gestionis.
19
Menurut Dixon, hukum menenai kekebalan diplomatik ini bercabang dua. Pertama,
pejabat diplomat diberikan hak-hak istimewa di dalam sistem hukum dari negara
penerima. Kedua, negara penerima wajib melindungi pejabat diplomat dan harta
bendanya dengan tujuan agar ia dapat melaksanakan fungsinya dengan efisien.
Kapal milik negara asing, prinsip ini merupakan prinsip penting dalam hukum laut
internasional yang memberikan kewenangan kepada negara pantai untuk menegakkan
hukumnya di wilayah lautnya, termasuk di atas kapal asing.
Angkatan bersenjata di negara asing, prinsip kekebalan kedaulatan (sovereign
immunity), yang menyatakan bahwa suatu negara tidak dapat dihukum oleh
pengadilan negara lain. Namun, terdapat pengecualian terhadap prinsip kekebalan
kedaulatan, di mana angkatan bersenjata asing dapat tunduk pada yurisdiksi teritorial
negara tuan rumah.
Yurisdiksi terhadap individu adalah kewenangan suatu negara untuk membuat hukum,
menegakkan hukum, dan mengadili individu atas tindakan mereka.
Yurisdiksi menurut prinsip perlindungan merupakan prinsip negara memiliki
yurisdiksi terhadap orang asing yang melakukan kejahatan yang sangat serius yang
mengancam kepentingan vital negara, keamanan, integritas, dan kedaulatan, serta
kepentingan vital ekonomi negara.
Yurisdiksi menurut prinsip universal/perompakan, Prinsip ini merupakan bahwa setiap
Negara mempunyai yurisdiksi untuk mengadili seseorang tanpa mengindahkan lokasi
maupun warga Negara orang tersebut dalam batasan bahwa tindak pidana tersebut
mengusik kehidupan seluruh komunitas internasional.
Saran
Pemakalah menganjurkan para pembaca untuk lebih mencari wawasan yang luas mengenai
materi yurisdiksi dan tidak terpaku kepada makalah ini saja.
20
DAFTAR PUSTAKA
Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, edisi revisi, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2002).
Dr. Sefriani, S.H., M.Hum: Hukum Internasional Suatu Pengantar, (Jakarta, Pt Rajagrafindo
Persada,2016).
Dewa Gede Sudika, Pengantar Hukum Internasional, Lakeisha, Klaten-Jawa Tengah, 2021
Arya Pradipa, M. Jodi Setianto, (Peran Dan Fungsi Mempelajari Hukum Internasional Bagi
Mahasiswa) Vol.10 No.3, (September, 2022)
Muhammad Taufiq, Yurisdiksi Personal Aktif dan Pasif dalam Hukum Pidana Internasional ,
(Jurnal Hukum Internasional, Universitas Islam Indonesia, 2021)
I Gusti Agung Ngurah Agung,Yurisdiksi Negara Terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Oleh Perusahaan Transnasional, (Jurnal Kerthanegara, Universitas Udayana, 2023)
21
22