Anda di halaman 1dari 22

YURISDIKSI

Makalah

Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur

Matakuliah: Hukum Internasional

Dosen: Ema Nurkhaerani, M.H.

Disusun oleh:

Sandy Al Faris (2283130006)

Fikri Fatoni (2283130010)

Nadya Riyanti R (2283130029)

Sahrul Khuesari (2283130093)

JURUSAN HUKUM TATANEGARA (KELAS A)

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SYEKH NURJATI CIREBON

1445 H/2024M
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat, karunia serta
kasih sayang-Nya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai Yurisdiksi dengan sebaik
mungkin. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi terakhir, penutup para
Nabi sekaligus satu-satunya uswatun hasanah kita, Nabi Muhammad SAW. Tidak lupa pula
saya ucapkan terimakasih kepada Ibu Ema Nurkhaerani, M.H. selaku dosen mata kuliah
Hukum Internasional dalam penulisan makalah ini, Kami menyadari masih banyak terdapat
kesalahan dan kekeliruan, baik yang berkenan dengan materi pembahasan maupun dengan
teknik pengetikan, walaupun demikian inilah usaha maksimal saya selaku penulis usahakan.
Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan
diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna memperbaiki kesalahan
sebagaimana mestinya.

Cirebon, 4 April 2024

Penulis

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... 3


BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 4
Latar Belakang .................................................................................................................. 4
Rumusan Masalah ............................................................................................................. 4
Tujuan Penelitian............................................................................................................... 4
BAB II ISI ............................................................................................................................ 6
Pengertian Yurisdiksi ......................................................................................................... 6
Yurisdiksi Teritorial ........................................................................................................... 7
1.1 Pelabuhan-Pelabuhan................................................................................................... 8
1.2 Yurisdiksi Teritorial Terhadap Orang Asing .................................................................. 9
1.3 Yurisdiksi Teritorial Terhadap Kejahatan Internasional ................................................ 9
1.4 Pembebasan dan Pembatasan Terhadap Yurisdiksi Teritorial ...................................... 11
1.5 Terhadap Negara Asing dan Kepala Negara Asing ..................................................... 12
1.6 Perwakilan Diplomatik dan Konsuler ........................................................................ 13
1.7 Kapal Milik Negara Asing ......................................................................................... 13
1.8 Angkatan Bersenjata Di Negara Asing ....................................................................... 14
Yurisdiksi Terhadap Individu ........................................................................................... 15
Yurisdiksi Menurut Prinsip Perlindungan ........................................................................ 16
Yurisdiksi Menurut Prinsip Universal/Perompakan ........................................................ 166
BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 19
Kesimpulan ..................................................................................................................... 19
Saran ............................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 21

3
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Setiap Negara merdeka memiliki kedaulatan untuk mengatur segala sesuatu yang ada
maupun yang terjadi di wilayah atau teritorialnya. Sebagai implementasi dimilikinya
kedaulatan, Negara berwenang untuk menetapkan ketentuan-ketentuan hukum dan untuk
menegakkan atau menetapkan ketentuan-ketentuan hukum nasionalnya terhadap suatu
peristiwa, dan perbuatan. Kewenangan ini dikenal sebagai yurisdiksi Negara dalam hukum
internasional. Yurisdiksi Negara dalam hukum internasional jelas berperan sangat penting
dalam tiap-tiap Negara, dengan demikian tiap Negara berwenang untuk menetapkan
ketentuan-ketentuan hukum nasionalnya terhadap suatu peristiwa, dan perbuatan apapun yang
terjadi di wilayah atau teritorialnya.

Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari yurisdiksi
2. Apa yang dimaksud dengan yurisdiksi teritorial dan apa saja yang meliputi di
dalamnya
3. Apa itu pelabuhan-pelabuhan
4. Apa itu yurisdiksi teritorial terhadap orang asing
5. Apa itu yurisdiksi teritorial terhadap kejahatan internasional
6. Apa itu pembebasan dan pembatasan terhadap yurisdiksi teritorial
7. Apa itu terhadap negara asing dan kepala negara asing
8. Apa itu perwakilan diplomatik dan konsuler
9. Apa itu kapal milik negara asing
10. Apa itu angkatan bersenjata di negara asing
11. Apa itu yurisdiksi terhadap individu
12. Apa itu yurisdiksi menurut prinsip perlindungan
13. Apa itu yurisdiksi menurut prinsip universal/perompakan

Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengertian yurisdiksi
2. Untuk mengetahui apa saja yang meliputi yurisdiksi teritorial dan apa yang dimaksud
dengan yurisdiksi teritorial

4
3. Untuk mengetahui pelabuhan-pelabuhan
4. Untuk mengetahui yurisdiksi teritorial terhadap orang asing
5. Untuk mengetahui yurisdiksi teritorial terhadap kejahatan internasional
6. Untuk mengetahui pembebasan dan pembatasan terhadap yurisdiksi teritorial
7. Untuk mengetahui terhadap negara asing dan kepala negara asing
8. Untuk mengetahui perwakilan diplomatik dan konsuler
9. Untuk mengetahui kapal milik negara asing
10. Untuk mengetahui angkatan bersenjata di negara asing
11. Untuk mengetahui yurisdiksi terhadap individu
12. Untuk mengetahui yurisdiksi menurut prinsip perlindungan
13. Untuk mengetahui yurisdiksi menurut prinsip universal/perompakan

5
BAB II

ISI

A.Pengertian Yurisdiksi
Kata yurisdiksi (jurisdiction) berasal dari kata yurisdictio. Kata yurisdictio berasal dari
dua kata yaitu yuris dan dictio. Yuris berarti kepunyaan hukum atau kepunyaan menurut
hukum. Adapun, dictio yang berarti ucapan, sabda atau sebutan. Dalam praktik kata
yurisdiksi sering memiliki beberapa arti seperti di pengadilan Inggris dalam kasus custody of
children dinyatakan bahwa para pihak dilarang melakukan “out of the jurisdiction of the
court” terhadap anak-anak yang berarti melarang membawa anak-anak keluar dari Inggris.
Kata jurisdiction di sini berarti territory. Dalam Piagam PBB, sering digunakan istilah
domestic jurisdiction yang artinya kewenangan domestik. 1

Menurut beberapa ahli mendefinisikan yurisdiksi sebagai berikut:

1.) Menurut Wayan Parthiana, kata yurisdiksi berarti kekuasaan atau kewenangan yang
dimiliki suatu badan peradilan atau badan-badan negara lainnya yang berdasarkan atas
hukum yang berlaku. Bila yurisdiksi dikaitkan dengan negara maka akan berarti
kekuasaan atau kewenangan negara untuk menetapkan dan memaksakan (to declare
and to enforce) hukum yang dibuat oleh negara atau bangsa itu sendiri.
2.) Menurut Shaw, dalam bahasa yang lebih sederhana bahwa yurisdiksi adalah
kompetensi atau kekuasaan hukum negara terhadap orang, benda dan peristiwa
hukum. 2
3.) Menurut Imre Anthony Csabafi dalam bukunya “The Consept of State Yurisdiction in
International Space Law” mengemukakan pengertian tentang yurisdiksi negara.
“Yurisdiksi negara dalam hukum publik internasional berarti hak dari suatu negara
untuk mengatur atau mempengaruhi dengan langkah-langkah atau tindakan yang
bersifat legislatif, eksekutif atau yudikatif atas hak-hak individu, milik atau harta
kekayaannya, perilaku-perilaku atau peristiwa-peristiwa yang tidak semata-mata
merupakan masalah dalam negeri”.

1
Dr. Sefriani, Hukum Internasional Suatu Pengantar Edisi Kedua, (Jakarta: RajaGrafindo, 2012), 231.
2
Berliani Rombo, (Tinjaun Yuridis Berdirinya Suatu Negara Berdasarkan Hukum Internasional)11:2, (sep,
2023), 7.

6
4.) Menurut John O'Brien, ada tiga macam yurisdiksi yang dimiliki oleh negara yang
berdaulat yaitu
 Kewenangan negara untuk membuat ketentuan-ketentuan hukum terhadap
orang, benda, peristiwa maupun perbuatan di wilayah teritorinya (legislative
jurisdiction or prescriptive jurisdiction).
 Kewenangan negara untuk memaksakan berlakunya ketentuan-ketentuan
hukum nasionalnya (executive jurisdiction or enforcement jurisdiction) .
 Kewenangan Pengadilan negara untuk mengadili dan memberikan putusan
hukum (yuridicial jurisdiction).

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Yurisdiksi adalah kekuasaan atau
kewenangan hukum suatu negara atas orang, benda, atau peristiwa (hukum).3

B. Yurisdiksi Tetorial
Setiap negara memiliki yurisdiksi terhadap tindak kejahatan yang dilakukan di dalam
wilayah teritorialnya. Tindak kejahatan yang dimaksud dalam hal ini bukan hanya terjadi di
dalam wilayah darat negara yang bersangkutan melainkan juga di wilayah laut teritorial dan
dalam kasus-kasus tertentu di jalur tambahan serta di zona lainnya yang termasuk di wilayah
laut lepas. 4

Yurisdiksi teritorial merupakan kewenangan suatu negara untuk menegakkan hukumnya


atas semua orang, benda, dan peristiwa yang terjadi di wilayahnya. Menurut Starke,
yurisdiksi ini dapat diartikan sebagai hak, kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki oleh
suatu negara untuk membuat peraturan-peraturan hukum, melaksanakan dan memaksakan
berlakunya peraturan-peraturan tersebut dalam hubungannya dengan orang, benda, hal atau
masalah yang berada atau yang terjadi di dalam batas-batas wilayah dari negara yang
bersangkutan.

Dalam hukum internasional, dikenal adanya perluasan yurisdiksi teritorial (the


extension of territorial jurisdiction) yang timbul akibat kemajuan iptek, khususnya teknologi
transportasi, komunikasi dan informasi serta hasil-hasilnya. Kemajuan iptek ini ditampung
dan diakomodasi oleh masyarakat dan hukum internasional, guna mengantisipasi

3
Dian Khoreanita Pratiwi, Wahyu Nugroho, (Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia Dalam Pemberantasan
Perompakan Dan Perampokan Laut Berdasarkan Hukum Internasional) 2:2 (Oktober, 2017), 5.
4
Arya Pradipa, M. Jodi Setianto, (Peran Dan Fungsi Mempelajari Hukum Internasional Bagi Mahasiswa)10:3,
(September, 2022), 219.

7
pemanfaatan dan penyalahgunaan hasil-hasil iptek ini oleh orang-orang yang terlibat dalam
pelanggaran hukum maupun tindak pidana di dalam wilayah suatu negara. 5

Perluasan yurisdiksi teritorial dibedakan oleh dua pendekatan yaitu:

1) Prinsip teritorial subyektif (the subjective territorial principle).


Prinsip ini menjelaskan bahwa tiap negara menjalankan yurisdiksinya agar dapat
menuntut dan menghukum perbuatan pidana yang dilakukan di dalam wilayahnya,
tetapi perbuatan itu diselesaikan atau dituntaskan di wilayah negara lain.
2) Prinsip teritorial obyektif (the objective territorial principle).
Prinsip ini menjelaskan bahwa dalam penerapan yurisdiksi teritorial mereka terhadap
tindak pidana atau tindakan lainnya yang dilakukan di negara lain, tetapi dilaksanakan
atau diselesaikan di dalam wilayah mereka atau tindakan yang menimbulkan akibat
yang sangat berbahaya terhadap ketertiban sosial dan ekonomi di dalam wilayah
mereka.

Menurut prinsip yurisdiksi teritorial, negara mempunyai yurisdiksi terhadap semua


persoalan dan kejadian di dalam wilayahnya. Prinsip ini adalah prinsip yang paling mapan
dan penting dalam hukum internasional. Bahwa negara harus memiliki yurisdiksi terhadap
semua orang dan benda di dalam batas-batas teritorialnya dan dalam semua perkara perdata
dan pidana yang timbul di dalam batas-batas teritorial ini. 6

1.1 Pelabuhan-Pelabuhan
Pelabuhan merupakan bagian dari perairan pedalaman dan sepenuhnya menjadi bagian
dari teritorial negara sebagai wilayah tanahnya sendiri. Apabila tindakan pidana atau
pelanggaran dilakukan di atas kapal-kapal yang sedang bersandar di pelabuhan, maka
yurisdiksi bergantung pada praktek yang dianut oleh Negara Pantai pemilik pelabuhan
tersebut. Namun, bila terkait permasalahan ekonomi internal kapal tersebut kewenangannya
tetap berada pada pemerintah Negara Bendera Kapal. 7

5
Berliani Rombo, (Tinjaun Yuridis Berdirinya Suatu Negara Berdasarkan Hukum Internasional)11:2, (sep,
2023), 7.
6
Agustina, Renaldi Timoti Ponto, (Perlindungan Hukum Terhadap Warga NegaraAsingdalam Perspektif Hukum
Internasional), 5:2 (Juli-Desember 2023)
7
Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, (Sinar Grafika, Bandung, 2004), 145.

8
1.2 Yurisdiksi Teritorial Terhadap Orang Asing
Yurisdiksi teritorial suatu negara terhadap orang asing sama halnya yurisdiksi tetorial
negara terhadap warga negaranya. Tidak ada perlakuan khusus yang diberikan kepada orang
asing. Tetapi, setiap orang asing yang berada dalam yurisdiksi teritorial suatu negara dapat
meminta pembebasan dari yurisdiksi teritorial negara tersebut dengan memberikan alasan-
alasan sebagai berikut:

1. Dengan adanya imunitas khusus, maka orang asing tersebut tidak tunduk pada hukum
nasional negara yang memiliki yurisdiksi teritorial.

2. Bahwa hukum nasional negara yang memiliki yurisdiksi teritorial tersebut tidak sesuai
dengan hukum internasional. 8

1.3 Yurisdiksi Teritorial Terhadap Kejahatan Internasional


Kejahatan internasional yang dimaksud adalah terbatas pada kejahatan paling serius
yang menyangkut masyarakat internasional secara keseluruhan. Kejahatan ini diatur dalam
Statuta Roma 1998 tentang Mahkamah Pidana Internasional/International Criminal Court
(ICC). Statuta ini di samping mengatur jenis-jenis kejahatan yang masuk yurisdiksi
Mahkamah, juga mengatur tentang hukum acara, dan organ-organ Mahkamah.

Adapun mengenai organ-organ Mahkamah sesuai Pasal 34 Statuta terdiri atas :

(1) Pimpinan (Presidency)

(2) Divisi Banding, Divisi Peradilan, dan Divisi Pra-Peradilan

(3) Pununtut Umum (the Office of the Prosecutor)

(4) Kepaniteraan

Mengenai jurisdiksi Mahkamah Pasal 5 Statuta menentukan bahwa Jurisdiksi Mahkamah


terbatas pada kejahatan paling serius yang menyangkut masyarakat internasional secara
keseluruhan. Mahkamah mempunyai jurisdiksi sesuai dengan Statuta berkenaan dengan
kejahatan-kejahatan berikut :

(1) Kejahatan genosida

(2) Kejahatan terhadap kemanusiaan

8
Bambang Iriana Djajaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Terjemahan, (Jakarta, Sinar Grafika, 2010),
277

9
(3) Kejahatan perang

(4) Kejahatan agresi

Berkenaan dengan kejahatan agresi Mahkamah baru dapat melaksanakan jurisdiksi setelah
suatu ketentuan disahkan sesuai dengan pasal 121 dan 123 yang mendefinisikan kejahatan
dan menetapkan kondisi-kondisi di mana Mahkamah menjalankan jurisdiksi berkenaan
dengan kejahatan ini. Ketentuan semacam itu haruslah sesuai dengan ketentuan-ketentuan
terkait dari Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Ad. 1. Kejahatan genosida.

Mengenai genosida (genocide) diatur dalam Pasal 6 Statuta, diartikan sebagai setiap
perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk menghancurkan, seluruhnya atau untuk
sebagian, suatu kelompok nasional, etnis, ras atau keagamaan, seperti misalnya:

(a) Membunuh anggota kelompok tersebut

(b)Menimbulkan luka fisik atau mental yang serius terhadap para anggota kelompok tersebut

(c)Secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan atas kelompok tersebut yang


diperhitungkan akan menyebabkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau untuk sebagian

(d)Memaksakan tindakan-tindakan yang dimaksud untuk mencegah kelahiran dalam


kelompok tersebut

(e) Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok itu kepada kelompok lain

Ad. 2. Kejahatan terhadap kemanusiaan.

Mengenai Kejahatan terhadap Kemanusiaan diatur dalam Pasal 7 Statuta yang mengartikan
salah satu dari perbuatan berikut ini apabila dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas
atau sistematik yang ditujukan kepada suatu kelompok penduduk sipil, dengan mengetahui
adanya serangan itu :

(a) Pembunuhan.

(b) Pemusnahan.

(c) Perbudakan.

(d) Deportasi atau pemindahan paksa penduduk.

10
(e) Pemenjaraan atau perampasan berat atas kebebasan fisik dengan melanggar aturan-aturan
dasar hukum internasional.

(f) Penyiksaan.

(g)Perkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostitusi, penghamilan paksa, pemaksaan


sterilisasi, atau suatu bentuk kekerasan seksual lain yang cukup berat.

(h)Penganiayaan terhadap suatu kelompok yang dapat diidentifikasi atau kolektivitas atas
dasar politik, ras, nasional, etnis, budaya, agama, gender sebagai didefinisikan dalam ayat 3,
atau atas dasar lain yang secara universal diakui sebagai tidak diizinkan berdasarkan hukum
internasional, yang berhubungan dengan setiap perbuatan yang dimaksud dalam ayat ini atau
setiap kejahatan yang berada dalam jurisdiksi Mahkamah.

(i) Penghilangan paksa

(j) Kejahatan apartheid

(k)Perbuatan tak manusiawi lain dengan sifat sama yang secara sengaja menyebabkan
penderitaan berat, atau luka serius terhadap badan atau mental atau kesehatan fisik. 9

1.4 Pembebasan dan Pembatasan Terhadap Yurisdiksi Teritorial


Dalam hal ini terdapat pengecualian yang memberikan imunitas yang berlaku dan
dapat dinikmati oleh:

1. Negara dan kepala negara asing

2. Perwakilan diplomatik dan konsuler

3. Kapal-kapal milik negara asing

4. Angkatan bersenjata negara asing

5. Organisasi Internasional. 10

9
Abdul Muthalib Tahar, S.H., M.Hum, HUKUM INTERNASIONAL&PERKEMBANGANNYA, (Lampung,
Ubl Press, 2021), 135
10
Masyhur Effendi, Moh. Ridwan, Muslich Subandi, Pengantar dan Dasar-Dasar Hukum Internasional, (IKIP
Malang, Malang, 1995,) 89.

11
1.5 Terhadap Negara Asing dan Kepala Negara Asing
Atas dasar prinsip par im parem non habet imperium maka negara asing memiliki
imunitas di depan pengadilan nasional. Bila semula imunitas yang dimiliki negara asing ini
bersifat absolut maka kini berkembang menjadi restriktif. Dengan doktrin tindakan negara
maka tindakan negara dibedakan menjadi jure imperii dan jure gestionis. Negara dipandang
imun hanya ketika tindakan yang dilakukannya termasuk dalam jure imperii. Adapun bila
tindakannya masuk kategori jure gestionis, berkaitan dengan masalah komersial, maka negara
tidak lagi imun. Negara dianggap sudah menanggalkan imunitasnya ketika ia sudah masuk ke
masalah komersial. Masalah yang muncul dalam praktik adalah tidak mudahnya membuat
parameter yang tegas antara tindakan mana yang bersifat publik atau jure imperii dan mana
yang komersial atau jure gestionis. Bila Departemen Perhubungan Indonesia menyewa atau
membeli kapal-kapal dari perusahaan asing untuk kepentingan jasa angkutan laut maka jelas
tindakan ini masuk kategori jure gestionis karena bersifat komersial. Negara akan mendapat
keuntungan dengan pengoperasian kapal-kapal tersebut. Namun, akan berbeda kasusnya
Departemen Pertahanan dan Keamanan suatu negara membeli semen dan bahan bangunan
dari perusahaan asing untuk kepentingan Pembangunan.

Imunitas suatu negara asing atau kepala negara dari yurisdiksi tidak mutlak dalam
segala hal, tergantung kepada sifat hakikat dari pemulihan yang diupayakan. Hal-hal berikut
merupakan proses perkara kekecualian dari kaidah imunitas antara lain:

1) Perkara-perkara yang berkenaan dengan alas hak terhadap tanah di dalam yurisdiksi
teritorial, yang bukan tanah dimana bangunan- bangunan kedutaan didirikan.

2) Suatu dana di pengadilan (dana perwalian) yang diuruskan yang mana menyangkut
kepentingan negara asing atau pemegang kedaulatan asing, tetapi tidak demikian apabila
pihak yang diuruskan perwalian dananya itu juga merupakan pemerintah negara asing yang
berdaulat.

3) Tindakan-tindakan perwakilan, seperti tindakan pemegang surat utang, apabila negara


asing atau pemegang kedaulatan asing itu adalah pemegang surat utang.

4) Berakhirnya suatu perusahaan yang dalam aset-asetnya negara asing atau pemegang
kedaulatan asing mengklaim suatu kepentingan.11

11
Dewa Gede Sudika, Pengantar Hukum Internasional, ( Lakeisha, Klaten-Jawa Tengah, 2021)

12
1.6 Perwakilan Diplomatik dan Konsuler
Hukum internasional sudah sejak lama mengakui bahwa diplomat sebagai individu memiliki
kekebalan terhadap yurisdiksi (pengadilan) negara. Seperti halnya dengan imunitas negara,
kekebalan terhadap pejabat diplomat adalah pengecualian terhadap jurisdiksi teritorial negara.
Menurut Dixon, hukum menenai kekebalan diplomatik ini bercabang dua. Pertama, pejabat
diplomat diberikan hak-hak istimewa di dalam sistem hukum dari negara penerima. Kedua,
negara penerima wajib melindungi pejabat diplomat dan harta bendanya dengan tujuan agar
ia dapat melaksanakan fungsinya dengan efisien. Pada dasarnya pengaturan tentang hal ini
bermuara dalam konvensi wina tahun 1961 dan 1963.12

1.7 Kapal Milik Negara Asing


Prinsip ini merupakan prinsip penting dalam hukum laut internasional yang memberikan
kewenangan kepada negara pantai untuk menegakkan hukumnya di wilayah lautnya,
termasuk di atas kapal asing. Hak dan kewajiban negara pantai dalam menegakkan hukum di
laut teritorialnya diatur dalam UNCLOS 1982 dan hukum nasional.
 Dasar Hukum:
1. Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS) 1982
2. Pasal 2 ayat 1 yang berbunyi “ Kedaulatan suatu negara di laut
teritorialnya, tunduk pada ketentuan Konvensi ini, meluas ke kolom air di
atas dasar laut dan tanah di bawahnya, serta sumber daya alamnya, di
sepanjang laut teritorial."
3. Pasal 19 ayat 2: "Kapal-kapal semua Negara menikmati hak lintas damai
di laut teritorial."
4. Pasal 27 ayat 3: "Negara pantai dapat menerapkan hukum dan
peraturannya terhadap kapal asing yang melakukan pelanggaran hukum
dan peraturannya di laut teritorialnya.
 Hukum Nasional:
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penegakan
Hukum di Bidang Kelautan.
 Batasan Yurisdiksi Teritorial:
1. Laut Teritorial: 12 mil laut diukur dari garis dasar pantai.

12
Dr. Sefriani, S.H., M.Hum, Hukum Internasional Suatu Pengantar, (Jakarta, Rajagafindo Persada, 2016), 240

13
2. Zona Tambahan: 24 mil laut diukur dari garis dasar pantai.
3. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE): 200 mil laut diukur dari garis dasar
pantai.
 Hak Negara Pantai:
1. Menegakkan hukum dan peraturannya di laut teritorialnya, termasuk di
atas kapal asing yang sedang melakukan pelanggaran.
2. Memeriksa kapal asing yang dicurigai melakukan pelanggaran.
3. Menangkap dan menahan kapal asing yang terbukti melakukan
pelanggaran.
 Kewajiban Negara Pantai:
1. Memberikan hak lintas damai kepada kapal-kapal semua negara di laut
teritorialnya.
2. Menghormati kekebalan kapal perang asing.
3. Melaksanakan penegakan hukum dengan cara yang proporsional dan tidak
diskriminatif.13

1.8 Angkatan Bersenjata Di Negara Asing


Secara umum, angkatan bersenjata suatu negara yang ditempatkan di negara asing tidak
tunduk pada yurisdiksi teritorial negara tuan rumah. Hal ini didasarkan pada prinsip
kekebalan kedaulatan (sovereign immunity), yang menyatakan bahwa suatu negara tidak
dapat dihukum oleh pengadilan negara lain. Namun, terdapat pengecualian terhadap prinsip
kekebalan kedaulatan, di mana angkatan bersenjata asing dapat tunduk pada yurisdiksi
teritorial negara tuan rumah dalam beberapa situasi tertentu, seperti:
1. Perjanjian internasional
Negara-negara dapat membuat perjanjian yang secara eksplisit mengatur yurisdiksi
atas angkatan bersenjata asing yang ditempatkan di wilayahnya. Contohnya,Status of
Forces Agreement (SOFA), yang mengatur hak dan kewajiban angkatan bersenjata
Amerika Serikat di negara-negara lain.
2. Tindak pidana serius
Jika anggota angkatan bersenjata asing melakukan tindak pidana serius di negara
tuan rumah, seperti pembunuhan, pemerkosaan, atau terorisme, mereka dapat
diadili oleh pengadilan negara tuan rumah.

13
Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS) 1982

14
3. Kerusakan yang disebabkan oleh angkatan bersenjata asing
Jika angkatan bersenjata asing menyebabkan kerusakan pada properti atau orang
di negara tuan rumah, mereka dapat dimintai pertanggungjawaban oleh pengadilan
negara tuan rumah.14

C. Yurisdiksi Terhadap Individu


Yurisdiksi terhadap individu adalah kewenangan suatu negara untuk membuat hukum,
menegakkan hukum, dan mengadili individu atas tindakan mereka. Yurisdiksi terhadap
individu dapat didasarkan pada berbagai faktor, termasuk:
 Kewarganegaraan
Negara memiliki yurisdiksi atas warganya di mana pun mereka berada di
dunia.
 Keberadaan
Negara memiliki yurisdiksi atas individu yang berada di wilayahnya, termasuk
orang asing.
 Perbuatan
Negara memiliki yurisdiksi atas individu yang melakukan tindakan di
wilayahnya, bahkan jika mereka bukan warga negara dan tidak berada di
wilayahnya saat ini.
 Pasal
Negara dapat memiliki yurisdiksi atas individu berdasarkan pasal-pasal
tertentu dalam hukum internasional, seperti perjanjian ekstradisi atau konvensi
tentang kejahatan tertentu.
 Asas Nasional Aktif
Negara memiliki yurisdiksi atas warga negaranya yang melakukan kejahatan
di luar negeri.
 Asas Nasional Pasif
Negara memiliki yurisdiksi atas orang asing yang melakukan kejahatan di luar
negeri yang merugikan negara atau warganya.
 Asas Perlindungan

14
I Gusti Agung Ngurah Agung,Yurisdiksi Negara Terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia Oleh Perusahaan
Transnasional, (Jurnal Kerthanegara, Universitas Udayana, 2023)

15
Negara memiliki yurisdiksi atas orang asing yang melakukan kejahatan di
luar negeri yang mengancam keamanan atau integritas negara.
 Asas Universalitas
Negara memiliki yurisdiksi atas kejahatan tertentu yang dianggap sebagai
kejahatan terhadap kemanusiaan, di mana pun kejahatan itu dilakukan. 15

D. Yurisdiksi Menurut Prinsip Perlindungan


Yurisdiksi menurut prinsip perlindungan merupakan prinsip negara memiliki
yurisdiksi terhadap orang asing yang melakukan kejahatan yang sangat serius yang
mengancam kepentingan vital negara, keamanan, integritas, dan kedaulatan, serta
kepentingan vital ekonomi negara. Beberapa contoh kejahatan yang masuk yurisdiksi
perlindungan antara lain spying, plots to overthrow the government, forging currency,
immigration and ekonomic violation.16

E. Yurisdiksi Menurut Prinsip Universal/Perompakan


Prinsip ini merupakan bahwa setiap Negara mempunyai yurisdiksi untuk mengadili
seseorang tanpa mengindahkan lokasi maupun warga Negara orang tersebut dalam batasan
bahwa tindak pidana tersebut mengusik kehidupan seluruh komunitas internasional.
Yurisdiksi universal adalah yurisdiksi yang bersifat unik dengan beberapa ciri menonjol
sebagai berikut:
a. Setiap Negara berhak untuk melaksanakan yurisdiksi universal. Frase “setiap
negara” mengarah hanya pada negara yang merasa bertanggung jawab untuk turut
serta secara aktif menyelamatkan masyarakat internasional dari bahaya yang
ditimbulkan oleh serious crime, sehingga merasa wajib untuk menghukum
pelakunya. Rasa bertanggung jawab tersebut harus dibuktikan dengan tidak
adanya niat untuk melindungi pelaku dengan memberikan safe heaven dalam
wilayah negaranya.
b. Setiap Negara yang ingin melaksanakan yurisdiksi universal tidak perlu
mempertimbangkan siapa dan berkewarganegaraan apa pelaku, juga korban dan
dimana serious crime dilakukan. Dengan kata lain dapat dikatakan tidak

15
Muhammad Taufiq, Yurisdiksi Personal Aktif dan Pasif dalam Hukum Pidana Internasional , (Jurnal Hukum
Internasional, Universitas Islam Indonesia, 2021)
16
Hikmahanto Juwana, Prinsip Yurisdiksi Universal dan Perkembangannya dalam Hukum Internasional (Jurnal
Hukum Internasional, 2010)

16
diperlukan titik pertautan antara Negara yang akan melaksanakan yurisdiksinya
dengan pelaku, korban dan tempat dilakukannya kejahatan itu sendiri. Satu-
satunya pertimbangan yang diperlukan adalah apakah pelaku berada di
wilayahnya atau tidak? Tidak mungkin suatu Negara bisa melaksanakan yurisdiksi
universal bila pelaku tidak berada di wilayahnya. Akan merupakan pelanggaran
hukum internasional bila Negara memaksa menangkap seseorang yang berada di
wilayah Negara lain. 17
c. Setiap Negara hanya dapat melaksanakan yurisdiksi universalnya terhadap pelaku
serious crime atau yang lazim disebut internastional crime.

Berdasarkan karakteristik yang dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat


yurisdiksi universal berbeda dengan yurisdiksi yang lain karena tidak memerlukan titik
pertautan antara Negara yang melaksanakan yurisdiksinya dengan pelaku, korban, dan tindak
pidana itu sendiri. Kekosongan hukum dapat diatasi dengan diberikannya wewenang oleh
hukum internasional kepada setiap Negara untuk melaksanakan yurisdiksi universal.
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, selama ini yurisdiksi universal hanya dapat
diterapkan dalam kasus-kasus international crime menurut hakim Supreme Court Amerika
Serikat dalam Hostage Case adalah: “an international crime is such an act universally
recognized as criminal, which is considered as agrave matter of international concern and for
some valid reason cannot be left within the state that would have control over it under normal
circumatances”
Dengan demikian, untuk menjadi international crime harus memenuhi beberapa syarat
sebagai berikut:
a. Perbuatan itu diakui universal sebagai tindak pidana, sudah dirumuskan
sebagai tindak pidana dalam semua system hukum pidana di semua Negara. Semua
Negara mengutuk (condemn) perbuatan itu dan menentukan hukumannya yang layak.
b. Tindak pidana itu harus memenuhi kriteria tertentu sebagai international crime,
yaitu bahwa pelakunya merupakan musuh umat manusia dan tindakannya
bertentangan dengan kepentingan umat manusia sehingga penegakan hukum
internasionalnya harus dilakukan, dengan melalui hukum kebiasaan internasional
maupun perjanjian internasional, dengan menghukum pelakunya.

17
Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, edisi revisi, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2002), hlm.162.

17
c. Arena sifatnya yang sangat membahayakan masyarakat internasional maka sangat
beralasan untuk tidak hanya memberikan yurisdiksi pada suatu Negara saja yang jika
dalam keadaan normal memang berhak untuk melaksanakannya.
d. Hukum internasional klasik menyebutkan kejahatan perang (war crime) dan piracy
sebagai kejahatan internasional yang kepadanya dapat diterapkan yurisdiksi universal.
Pasal 404 Restatement (Third) of the Foreign Relations Law of United States
menyebutkan yurisdiksi universal diberlakukan terhadap piracy, perdagangan budak,
attack or hijacking of aircraft, genocide, war crimes dan terrorism. ICTY
memasukkan pelanggaran berat Konvensi Jenewa 1949, pelanggaran hukum atau
kebiasaan perang, genocide, dan kejahatan kemanusiaan sebagai kejahatan
internasional yang memerlukan yurisdiksi universal.

18
BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
 Kata yurisdiksi (jurisdiction) berasal dari kata yurisdictio. Kata yurisdictio berasal
dari dua kata yaitu yuris dan dictio. Yuris berarti kepunyaan hukum atau kepunyaan
menurut hukum. Adapun, dictio yang berarti ucapan, sabda atau sebutan. Yang berarti
yurisdiksi adalah kekuasaan atau kewenangan hukum suatu negara atas orang, benda,
atau peristiwa (hukum).
 Yurisdiksi teritorial merupakan kewenangan suatu negara untuk menegakkan
hukumnya atas semua orang, benda, dan peristiwa yang terjadi di wilayahnya.
 Pelabuhan merupakan bagian dari perairan pedalaman dan sepenuhnya menjadi
bagian dari teritorial negara sebagai wilayah tanahnya sendiri.
 Yurisdiksi teritorial suatu negara terhadap orang asing sama halnya yurisdiksi tetorial
negara terhadap warga negaranya. Tidak ada perlakuan khusus yang diberikan kepada
orang asing.
 Kejahatan internasional yang dimaksud adalah terbatas pada kejahatan paling serius
yang menyangkut masyarakat internasional secara keseluruhan. Kejahatan ini diatur
dalam Statuta Roma 1998 tentang Mahkamah Pidana Internasional/International
Criminal Court (ICC).
 Pembebasan dan pembatasan terhadap yurisdiksi teritorial, Dalam hal ini terdapat
pengecualian yang memberikan imunitas yang berlaku dan dapat dinikmati oleh:
1. Negara dan kepala negara asing
2. Perwakilan diplomatik dan konsuler
3. Kapal-kapal milik negara asing
4. Angkatan bersenjata negara asing
5. Organisasi Internasional.
 dasar prinsip par im parem non habet imperium maka negara asing memiliki imunitas
di depan pengadilan nasional. Bila semula imunitas yang dimiliki negara asing ini
bersifat absolut maka kini berkembang menjadi restriktif. Dengan doktrin tindakan
negara maka tindakan negara dibedakan menjadi jure imperii dan jure gestionis.

19
 Menurut Dixon, hukum menenai kekebalan diplomatik ini bercabang dua. Pertama,
pejabat diplomat diberikan hak-hak istimewa di dalam sistem hukum dari negara
penerima. Kedua, negara penerima wajib melindungi pejabat diplomat dan harta
bendanya dengan tujuan agar ia dapat melaksanakan fungsinya dengan efisien.
 Kapal milik negara asing, prinsip ini merupakan prinsip penting dalam hukum laut
internasional yang memberikan kewenangan kepada negara pantai untuk menegakkan
hukumnya di wilayah lautnya, termasuk di atas kapal asing.
 Angkatan bersenjata di negara asing, prinsip kekebalan kedaulatan (sovereign
immunity), yang menyatakan bahwa suatu negara tidak dapat dihukum oleh
pengadilan negara lain. Namun, terdapat pengecualian terhadap prinsip kekebalan
kedaulatan, di mana angkatan bersenjata asing dapat tunduk pada yurisdiksi teritorial
negara tuan rumah.
 Yurisdiksi terhadap individu adalah kewenangan suatu negara untuk membuat hukum,
menegakkan hukum, dan mengadili individu atas tindakan mereka.
 Yurisdiksi menurut prinsip perlindungan merupakan prinsip negara memiliki
yurisdiksi terhadap orang asing yang melakukan kejahatan yang sangat serius yang
mengancam kepentingan vital negara, keamanan, integritas, dan kedaulatan, serta
kepentingan vital ekonomi negara.
 Yurisdiksi menurut prinsip universal/perompakan, Prinsip ini merupakan bahwa setiap
Negara mempunyai yurisdiksi untuk mengadili seseorang tanpa mengindahkan lokasi
maupun warga Negara orang tersebut dalam batasan bahwa tindak pidana tersebut
mengusik kehidupan seluruh komunitas internasional.

Saran
Pemakalah menganjurkan para pembaca untuk lebih mencari wawasan yang luas mengenai
materi yurisdiksi dan tidak terpaku kepada makalah ini saja.

20
DAFTAR PUSTAKA

Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, edisi revisi, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2002).

Abdul Muthalib Tahar, S.H., M.Hum.: HUKUM INTERNASIONAL &


PERKEMBANGANNYA, ( Lampung, Ubl Press, 2021)

Dr. Sefriani, S.H., M.Hum: Hukum Internasional Suatu Pengantar, (Jakarta, Pt Rajagrafindo
Persada,2016).

Dewa Gede Sudika, Pengantar Hukum Internasional, Lakeisha, Klaten-Jawa Tengah, 2021

Berliani Rombo, (Tinjaun Yuridis Berdirinya Suatu Negara Berdasarkan Hukum


Internasional)Vol.11 No.2, (sep, 2023)
Dian Khoreanita Pratiwi, Wahyu Nugroho, (Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia Dalam
Pemberantasan Perompakan Dan Perampokan Laut Berdasarkan Hukum Internasional) Vol.2
No.2 (Oktober, 2017)

Arya Pradipa, M. Jodi Setianto, (Peran Dan Fungsi Mempelajari Hukum Internasional Bagi
Mahasiswa) Vol.10 No.3, (September, 2022)

Berliani Rombo, (Tinjaun Yuridis Berdirinya Suatu Negara Berdasarkan Hukum


Internasional) Vol.11 No.2, (sep, 2023)

Hikmahanto Juwana, Prinsip Yurisdiksi Universal dan Perkembangannya dalam Hukum


Internasional (Jurnal Hukum Internasional, 2010)

Muhammad Taufiq, Yurisdiksi Personal Aktif dan Pasif dalam Hukum Pidana Internasional ,
(Jurnal Hukum Internasional, Universitas Islam Indonesia, 2021)

I Gusti Agung Ngurah Agung,Yurisdiksi Negara Terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Oleh Perusahaan Transnasional, (Jurnal Kerthanegara, Universitas Udayana, 2023)

Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS) 1982

Bambang Iriana Djajaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Terjemahan, (Jakarta, Sinar


Grafika, 2010)

Agustina, Renaldi Timoti Ponto, (Perlindungan Hukum Terhadap Warga NegaraAsingdalam


Perspektif Hukum Internasional), Vol.5 No.2 (Juli-Desember 2023)

21
22

Anda mungkin juga menyukai