Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL

YURISDIKSI

Oleh:
Siti Nurfaiza Umasugi (202221013)

Dosen Pengampu:
Dr. J. A. Y. Wattimena, SH. LLM
Ekberth V. Noya, SH. MH

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis panjatkan puji syukur kehadiran Allah SWT atas karunia dan
Rahmat-NYA, sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Makalah yang disajikan ini
berjudul “YURISDIKSI” yang pada hakekatnya berisi mengenai dasar- dasar yurisdiksi
itu sendiri. Makalah ini dimaksudkan untuk membantu siapa saja yang ingin
mempelajari hal- hal yang terkait dengan judul, juga bertujuan untuk mencukupi
kebutuhan penulis minimal bagi mata kuliah Hukum Internasional.

Penulis sudah berusaha dengan sebaik- baiknya untuk memenuhi tujuan di atas tapi
tidaklah luput dari segala kelemahan dan kekurangan. Oleh sebab itu, penulis sangat
menghargai setinnggi- tingginya atas kritik atau saran, demi mencapai kesempurnaanya.
Semoga bermanfaat, terimakasih dan maaf.

Ambon, 3 mei 2023.

Penulis

Siti N. Umasugi

2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang……………………………………………………..4
B. Rumusan masalah…………………………………………………..5
C. Tujuan dan manfaat……………………………………………...….5

BAB II PEMBAHASAN

A. Hubungan antara yurisdiksi dan kedaulatan negara………………..6


B. Macam- macam yurisdiksi………………………………………….7
C. Prinsip umum yurisdiksi……………………………………………9
D. Prinsip yurisdiksi negara dan kaitannya dengan hukum
internasional......................................................................................10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………...…17
B. Saran……………………………………………………………….17
C. Daftar Pustaka……………………………………………………...18

3
BAB II PENDAHULUAN
Latar Belakang
Yurisdiksi adalah kewenangan bedasarkan hukum, yang mana kewenangan ini bukan
lah hal yang berdiri sendiri, melainkan bedasarkan hukum dan dibatasi oleh nilai-nilai
hukum. Yurisdiksi secara etimologi, berasal dari Bahasa inggris jurisdiction atau Latin
jurisdictio. Kata ini terdiri dari dua kata, juris yang artinya ‘kepunyaan hukum’ atau
'kepunyaan menurut hukum', kepunyaan yang berartu hak, kekuasaan, atau kewenangan.
dan dictio yang artinya adalah 'sabda', ‘ucapan’ atau ‘sebutan’. Yurisdiksi dapat
disimpulkan menurut bahasa Latin sebagai berikut:

1. Kepunyaan seperti yang ditentukan oleh hukum;


2. Hak menurut hukum;
3. Kekuasaan menurut hukum, dan;
4. Kewenangan menurut hukum.
Yurisdiksi merupakan kewenangan suatu negara yang berdaulat untuk menerapkan
ketentuan hukum atas oarng maupun benda yang dapat ditundukkan oleh hukum
nasional negara yang bersangkutan.1 Menurut Malcolm N. Shaw (1986:342)Yurisdiksi
itu menyangkut kewenangan negara untuk mempengaruhi orang-orang, harta benda dan
keadaan serta merefleksikan adanya prinsip dasar mengenai Kedaulatan Negara (State
Souvereig-nty), persamaan negara-negara (equality of states) dan tidak campur tangan
2
dalam urusan domestik (non-interference in domestic affairs). Yurisdiksi merupakan
aplikasi dari kedaulatan. Negara berdaulat dapat memaksakan pentaatan hukumnya.
(Brown Lie). Yurisdiksi adalah wewenang yang diberikan oleh Hukum Internasional
untuk menuntut dan mengadili (Harvard Research Draft). Yurisdiksi adalah
kesanggupan suatu negara menurut HI untuk membentuk dan melaksanakan hukumnya.

1
BAB VIII- YURISDIKSI NEGARA, dapat diakses melalui
https://www.studocu.com/id/document/universitas-lambung-mangkurat/hukum-
internasional/bab-viii-yurisdiksi-negara/35416876, halaman 1.
2
Devica Rully, Yurisdiksi, dapat di akses melalui
https://bahan--ajar-esaunggul-ac-id.webpkgcache.com/doc/-/s/bahan-ajar.esaunggul.ac.id/kum401/wp-
content/uploads/sites/1365/2019/12/KULIAH-VIII.pptx.

4
(American Law Institute).3 Pengertian yurisdiksi negara jauh lebih luas daripada
pengertian kedaulatan negara, sebab tidak hanya terbatas pada apa yang dinamakan
yurisdiksi teritorial sebagai konsekuensi adanya kedaulatan teritorial, akan tetapi juga
mencakup yurisdiksi negara yang bukan yurisdiksi teritorial (yurisdiksi ekstra teritorial
atau extra territorial jurisdiction) yang eksistensinya bersumber dari hukum
internasional, seperti yurisdiksi negara pada jalur tambahan, ZEE, landas kontinen, laut
bebas, ruang angkasa dan sebagainya.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis
mengidentifikasi masalah yang akan diteliti sebagai berikut :

E. Hubungan antara yurisdiksi dan kedaulatan negara?


F. Macam- macam yurisdiksi?
G. Prinsip umum yurisdiksi?
H. Prinsip yurisdiksi negara dan kaitannya dengan hukum internasional?

Tujuan dan Manfaat


Makalah ini mencoba untuk menjelaskan dasar- dasar mengenai yurisdiksi baik di
Indonesia maupun di internasional. Diharapkan dapat membantu dan berguna bagi siapa
saja yang ingin memperoleh informasi terkait yurisdiksi. Dengan menerapkan yurisdiksi
stabilitas dan kedaulatan negara akan terjamin. Sehubungan dengan topik makalah ini,
maka penulis akan mendasarkan pada sumber- sumber terpercaya yang penulis baca.
Dan tujuan akhir dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Hukum Internasional
penulis.

BAB II PEMBAHASAN
3
Ibid, halaman 5

5
Yurisdiksi dan Kedaulatan Negara
Terminologi Yurisdiksi akan sangat berkaitan dengan kedaulatan dan kewenangan
negara-negara. Setiap negara berdaulat yang telah diakui pasti memiliki yurisdiksi untuk
menunjukkan kewibawaannya pada rakyatnya atau pada masyarakat internasional.
Diakui secara universal baik setiap negara memiliki kewenangan untuk mengatur
tindakan-tindakan dalam teritorinya sendiri dan tindakan lainnya yang dapat merugikan
kepentingan yang harus dilindunginya. Dalam kaitannya dengan prinsip dasar
kedaulatan negara, suatu negara yang berdaulat menjalankan
yurisdiksi/kewenangannnya dalam wilayah negara itu. Berdasarkan kedaulatannya itu,
maka dapat diturunkan hak, kekuasaan, atau kewenangan negara untuk mengatur
masalah intern dan ekstern. Dengan kata lain dari kedaulatannya itulah diturunkan atau
lahir yurisdiksi negara. Dengan hak, kekuasaan, atau dengan yurisdiksi tersebut suatu
negara mengatur secara lebih rinci dan jelas masalah-masalah yang dihadapinya
sehingga terwujud apa yang menjadi tujuan negara itu. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa hanya negara berdaulat yang dapat memiliki yurisdiksi menurut
4
hukum internasional. Henry Perrits berpendapat, bahwa masalah yurisdiksi berkaitan
dengan kedaulatan negara (sovereignity), dan didukung pula oleh Joel P. Trachtman
dengan penekanan pada masalah insititusi yang berkompeten. Latar belakang teori yang
diajukan oleh Tracthman karena munculnya institusi ekonomi dan hukum, dan institusi
ekonomi itu sendiri, yang kemudian hubungan antara keduanya adalah sebagai batas

teknik produksi dan batas produksi secara struktural. Yurisdiksi Negara merupakan

konsekuensi logis dari adanya azas kedaulatan ataupun hak-hak tertentu yang dapat
dimiliki negara. Kesimpulannya, Kedaulatan memberikan “freedom to act” kepada
negara untuk melaksanakan yurisdiksinya. Kedaulatan memberikan kebebasan kepada
negara untuk menetapkan siapa saja yang akan terkena oleh yurisdiksinya. Kedaulatan
memberikan keleluasan kepada negara untuk menolak hukum lain selain hukumnya
sendiri. Hukum internasional membatasi kedaulatan negara dengan yurisdiksi negara
lain. Jadi, suatu negara yang berdaulat menjalankan yurisdiksi/kewenangannnya dalam

4
Leonard Marpaung, YURISDIKSI NEGARA MENURUT HUKUM
INTERNASIONAL, Jakarta 16 Maret 2017.

6
wilayah negara itu. Berdasarkan kedaulatannya itu, maka dapat diturunkan hak,
kekuasaan, atau kewenangan negara untuk mengatur masalah intern dan ekstern.

Macam- macam yurisdiksi


1) Yurisdiksi legislatif (Jurisdiction to prescribe) Yurisdiksi legislatif adalah wewenang
negara untuk membuat hukum sesuai dengan masyarakat dan keadaan yang ada dalam
beberapa pasal KUHP.
2) Yurisdiksi untuk mengadili ( Jurisdiciton to adjudicate) Yurisdiksi untuk mengadili
didefinisikan sebagai wewenang negara terhadap seseorang untuk melakukan proses
pemeriksaan pengadilan , dalam masalah kriminal. Pada yurisdiksi ini, masalah yang
muncul adalah “choice of forum”.
3) Yurisdiksi untuk melaksanakan (Jurisdiction to enforce) Yurisdiksi untuk
melaksanakan berhubungan dengan wewenang suatu negara untuk melakukan
penghukuman terhadap terdakwa sesuai hukum yang berlaku, baik melalui pengadilan
atau melalui tindakan non-hukum lainnya (sanksi administratif).5

Ketiga macam jurisdiksi yang dikemukakan di atas, dapat diterapkan dalam bidang
penegakan hukum pidana sehingga menjadi sebagai berikut jurisdiksi legislatif adalah
kewenangan pembuatan hukum substantif atau dapat juga disebut jurisdiksi formulatif;
jurisdiksi judisial merupakan kewenangan mengadili atau menerapkan hukum , dapat
pula disebut sebagai jurisdiksi aplikatif atau jurisdiksi judisial; jurisdiksi eksekutif
adalah kewenangan melaksanakan kepatuhan hukum yang dibuat , dapat pula disebut
jurisdiksi eksekutif.6
Yurisdiksi dalam konteks organ yudisial berkaitan erat dengan kewenangan yang kedua
ini karena kewenangan untuk memaksakan berlakunya hukum pada umumnya
diserahkan pada cabang yudisial dari kekuasaan negara. Dalam konteks organ yudisial,
Black mendefinisikan yurisdiksi sebagai kekuatan pengadilan untuk memutuskan suatu
masalah kontroversi mengandaikan adanya pengadilan yang dibentuk dengan kontrol
atas subyek dan para pihak. Black mendefinisikan kekuasaan pengadilan untuk
menyelidiki fakta, menerapkan hukum, membuat keputusan dan menyatakan penilaian.
Itu ada ketika pengadilan memiliki kesadaran kelas kasus yang melibatkan pihak-pihak

5
Ayu Putriyanti, YURISDIKSI DI INTERNET / CYBERSPACE, Media Hukum,
Vol.IX, No2, No ISSN 1411-3759, 2009.
6
Barda Nawawi Arief, Sari Kuliah Perbandingan Hukum, Materi Kuliah Program Pasca
Sarjana Ilmu Hukum UNDIP 2001,halaman 259.

7
yang tepat adalah presen dan titik untuk memutuskan adalah dalam kekuasaan
pengadilan. Sedang Macam-Macam Yurisdiksi Internasional ialah;
1. Yurisdiksi Personal
Yurisdiksi personal adalah kewenangan yang dimiliki oleh mahkamah untuk megadili
para pelaku kejahatan atau tindak pidana yang berupa orang-orang atau individu yang
bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan sebagaimana yang telah di tentukan
Statuta Roma sebagaimana dimuat dan diatur dalam Pasal 25 ayat (1) sehingga dalam
hal ini negara bukan yurisdiksi personal bagi Mahkamah atau subjek hukum
internasional lainnya kecuali individu.
Hal yang khusus dari yurisdiksi personal yaitu mengenai pelaku kejahatan internasional
yang usianya kurang dari 18 (delapan belas) tahun, maka Mahkamah tidak memiliki
wewenang untuk mengadilinya di persidangan Mahkamah sehingga dapat dimintakan
pertanggungjawabkan berdasarkan hukum nasional negara-negara yang bersangkutan
sebagaimana dimuat dan diatur dalam Pasal 26 Statuta Roma Tahun 1998.
2. Yurisdiksi Teritorial
Yurisdiksi teritorial adalah kewenangan Mahkamah dalam menjalankan tugas dan
fungsi sebagai badan peradilan internasional berdasarkan lokasi atau wilayah hukum
atas perbuatan kejahatan internasional itu terjadi. Pada dasarnya yurisdiksi ini berlaku di
wilayah negara-negara peserta dalam Statuta Roma tahun 1998 yang apabila terjadi
kejahatan lintas batas teritorial negara.
Akan tetapi dalam hubungannya terhadap negara-negara yang menolak atau tidak
menjadi anggota dalam Statuta Roma tahun 1998, Mahkmah tidak dapat menerapkan
yurisdiksinya terhadap kejahatan yang terjadi di wilayah negara tersebut. Maka dengan
demikian para pelaku kejahatan berada diluar jangkuan yurisdiksi Mahkamah yang juga
tidak mendapat kekebalan (immunitas) dari Mahkamah.
3. Yurisdiksi Temporal
Yurisdiksi temporal adalah kewenangan Mahkamah sebagaimana dimuat dan diatur
dalam Pasal (1) dan (2) Statuta Roma tahun 1998 yang menyatakan bahwa Mahkamah
hanya memiliki yurisdiksi atas kejahatan yang dilakukan setelah mulai berlakunya
Statuta ini. Mahkamah tidak memiliki yuridiksi atas kejahatan yang terjadi sebelumnya.
Hal ini sesuai dengan salah satu asas hukum pidana internasional yaitu asas non-
retroaktif sebagaimana berdasarkan ketentuan yang dimuat dan diatur dalam Pasal 24
ayat (1) Statuta Roma tahun 1998. Mengenai yurisdksi temporal yang ada pada
Mahkamah bahwa tidak memberlakukan asas daluwarsa (lapse of time) atas keempat
jenis kejahatan yang tunduk pada yurisdiksi sebagaimana yang tercantum di dalam
Statuta Roma tahun 1998, yaitu:

1. Kejahatan genosida (the crime of genocide);


2. Kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity);
3. Kejahatan perang (war crime); dan
4. Kejahatan agresi (the crimes of aggression).

Hal ini sesuai dalam ketentuan yang dimuat dan diatur pada Pasal 29 Statuta Roma 1998
yang menyatakan bahwa tidak ada satu atau lebih kejahatan dalam yurisdiksi
Mahkamah yang tunduk pada pembatasan waktu untuk melakukan penuntutan terhadap
pelaku kejahatan tersebut.

4. Yurisdiksi Kriminal

8
Yurisdiksi kriminal adalah yurisdiksi yang dimiliki oleh Mahkamah dalam menjalankan
tugasnya untuk mengadili kejahatan-kejahatan internasional yang termasuk atau diatur
dalam Statuta Roma tahun 1998. Dalam yurisdiksi kriminal Mahkamah telah dimuat
dan diatur dalam Pasal 5 Statuta Roma tahun 1998 yang menyatakan kejahatan dalam
yurisdiksi Mahkamah, antara lain sebagai berikut:

1. Kejahatan genosida (the crime of genocide);


2. Kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity);
3. Kejahatan perang (war crime); dan
4. Kejahatan agresi (the crimes of aggression).

Dari masing-masing jenis kejahatan-kejahatan internasional tersebut di atas didalam


Statuta juga menjelaskan secara rinci mengenai definisi ataupun arti mengenai kejahatan
yang dimaksud seperti pada ketentuan yang dimuat dan diatur dalam Pasal 19 Statuta
Roma tahun 1998 yang menerangkan tentang perlunya dirumuskan secara lebih rinci
mengenai unsur-unsur masing-masing kejahatan (elemen of crimes) dalam membatu
untuk menafsirkan atau menerapkan ketentuan terkait pasal yang menunjukkan jenis
kejahatan yang dimaksud dalam Statuta Roma 1998 (Wati, 2014).7

Prinsip umum yurisdiksi

Hukum Internasional tidak membatasi yurisdiksi yang dijalankan oleh setiap negara,
kecuali jika pembatasan itu telah dibuktikan adanya sebagai prinsip HI. Negara tidak
akan menjalankan yurisdiksi atas peristiwa, orang dan benda yang tidak ada sangkut
pautnya dengan negara tersebut (Starke, 1989). Negara tidak boleh melaksanakan
wewenangnya (yurisdiksi) di wilayah negara lain (Martin Dixon, 1990).

Negara tidak dapat mengambil tindakan-tindakan di wilayah negara lain dengan cara
melaksanakan hukum nasionalnya tanpa persetujuan negara tersebut  Treaty or
Consent. (Brown Lie, 1979)

 The enforcement of that jurisdiction can generally take place only within
its own territory.

 Any enforcement of that jurisdiction is confined to its own territory and


and must not without special agreement be exercise in any form in the
territory of another state.

Prinsip- prinsip yurisdiksi Negara


7
Erismady Prayatna, Pengertian dan Macam-Macam Yurisdiksi Internasional, di akses
melalui https://www.erisamdyprayatna.com/2022/03/pengertian-dan-macam-macam-
yurisdiksi.html.

9
1). Yurisdiksi Teritorial. Setiap negara memiliki yurisdiksi terhadap kejahatan-kejahatan
yang dilakukan di dalam wilayah teritorialnya. Dalam hukum internasional, dikenal
adanya perluasan yurisdiksi teritorial (the extention of territorial jurisdiction) yang
timbul akibat kemajuan iptek, khususnya teknologi transportasi, komunikasi dan
informasi serta hasil-hasilnya. Perluasan yurisdiksi teritorial dibedakan oleh dua
pendekatan yaitu:

a. Prinsip teritorial subyektif (the subjective territorial principle). Prinsip ini


memperkenankan suatu negara untuk mengklaim dan menyatakan yurisdiksinya
terhadap suatu tindak pidana yang mulai dilakukan atau terjadi di dalam wilayah
negaranya walaupun berakhir atau diselesaikan di negara lain.

b. Prinsip teritorial obyektif (the objective territorial principle). Prinsip ini


memperkenankan suatu negara untuk mengklaim dan menyatakan yurisdiksinya
terhadap suatu tindak pidana yang terjadi di luar negeri (negara lain), tetapi berakhir
atau diselesaikan dan membahayakan negaranya sendiri. Menurut prinsip yurisdiksi
teritorial, negara mempunyai yurisdiksi terhadap semua persoalan dan kejadian di dalam
wilayahnya. Prinsip ini adalah prinsip yang paling mapan dan penting dalam hukum
internasional. Menurut Hakim Lord Macmillan suatu negara memiliki yurisdiksi
terhadap semua orang, benda, perkara-perkara pidana atau perdata dalam batas-batas
wilayahnya sebagai pertanda bahwa negara tersebut berdaulat.

Prinsip teritorial ini terbadi atas dua : suatu tindak pidana yang dimulai di suatu negara
dan berakhir di negara lain. Contoh Kasus Kapal Ikan (KII/KIA) yang menggunakan
alat tangkap trawl di Maritime Unresolved Area Selat Malaka dapat menjadi yurisdiksi
Negara Indonesia maupun Malaysia Dari uraian di atas tampak terdapat hubungan yang
sangat erat antara wilayah suatu negara dengan kewenangan yurisdiksinya. Menurut
Glanville Williams, hubungan yang erat tersebut dapat dijelaskan karena adanya faktor-
faktor berikut:

1. Negara dimana suatu perbuatan tindak pidana kejahatan dilakukan biasanya


mempunyai kepentingan yang paling kuat untuk menghukumnya.

2. Biasanya si pelaku kejahatan ditemukan di negara tempat ia melakukan tindak


pidana.

10
3. Biasanya, pengadilan setempat (local forum) dimana tindak pidana terjadi adalah
yang paling tepat, karena saksi-saksi (dan mungkin barang buktinya) dapat ditemukan di
negara tersebut.

4. Adanya fakta bahwa dengan tersangkutnya lebih dari satu sistem hukum yang
berbeda, maka akan janggal bila seseorang tunduk pada dua sistem hukum.

Menurut hasil penelitian Universitas Harvard, pertimbangan lain dalam menerapkan


yurisdiksi teritorial ini adalah bahwa negara dimana si pelaku tindak pidana. Meskipun
yurisdiksi berkaitan erat dengan wilayah, namun keterkaitan ini tidaklah mutlak
sifatnya. Negara-negara lain pun dapat mempunyai yurisdiksi untuk mengadili suatu
perbuatan yang dilakukan di luar negeri. Disamping itu, ada beberapa orang (subyek
hukum) tertentu memiliki kekebalan terhadap yurisdiksi wilayah suatu negara meskipun
mereka berada di dalam negara tersebut.

2). Yurisdiksi Personal. Dalam hukum internasional diakui atau dikenal adanya
yurisdiksi personal atau yurisdiksi perseorangan (personal jurisdiction). Suatu negara
dapat mengklaim yurisdiksinya berdasarkan azas personalitas (jurisdiction according to
personality principle). Yurisdiksi personal adalah yurisdiksi terhadap seseorang, apakah
dia adalah warganegara atau orang asing. Dalam hal ini orang yang bersangkutan tidak
berada dalam wilayahnya atau dalam batas-batas teritorial dari negara yang mengklaim
yurisdiksi tersebut. Negara yang mengklaim atau menyatakan yurisdiksinya baru dapat
menjalankan yurisdiksi atau kekuasaan hukumnya apabila orang yang bersangkutan
sudah datang dan berada dalam 4 batas-batas teritorialnya, apakah dia datang dengan
cara suka rela atau dengan cara terpaksa, misalnya melalui proses ekstradisi. Menurut
prinsip yurisdiksi personal, suatu negara dapat mengadili warga negaranya karena
kejahatan yang dilakukannya di mana pun juga. Sebaliknya, adalah kewajiban negara
untuk memberikan perlindungan diplomatik kepada warga negaranya di luar negeri.
Ketentuan ini telah diterima secara universal. Menurut praktek internasional dewasa ini,
yurisdiksi terhadap individu dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
a. Prinsip nasionalitas aktif. Menurut prinsip ini negara dapat melaksanakan yurisdiksi
terhadap warga negaranya. Semua prinsip lain yang berkaitan dengan hal ini adalah
negara tidak wajib menyerahkan warga negaranya yang telah melakukan suatu tindak
pidana ke luar negeri.

11
b. Prinsip nasionalitas pasif. Prinsip ini membenarkan negara untuk menjalankan
yurisdiksi apabila seorang warga negaranya menderita kerugian.
Dasar pembenaran prinsip nasionalitas ini adalah bahwa setiap negara berhak
melindungi warga negaranya di luar negeri , dan apabila negara teritorial di mana tindak
pidana itu terjadi tidak menghukum orang yang menyebabkan kerugian tersebut, maka
negara asal korban berwenang menghukum tindak pidana itu, apabila orang itu berada
di wilayahnya

3). Prinsip Perlindungan, suatu negara dapat melaksanakan yurisdiksinya terhadap


warga-warga asing yang melakukan kejahatan di luar negeri yang diduga dapat
mengancam kepentingan keamanan, integritas, dan kemerdekaan negara. Penerapan
prinsip ini dibenarkan sebagai dasar untuk penerapan yurisdiksi suatu negara. Latar
belakang pembenaran ini adalah perundang-undangan nasional pada umumnya tidak
mengatur atau tidak menghukum perbuatan yang dilakukan di dalam suatu negara yang
dapat mengancam atau mengganggu keamanan, integritas, dan kemerdekaan orang lain.
Misalnya, berkomplot untuk menggulingkan pemerintahannya, menyelundupkan mata
uang asing, kegiatan spionase, atau perbuatan yang melanggar perundang-undangan
imigrasinya. Prinsip ini dibenarkan atas dasar perlindungan kepentingan negara yang
sangat vital. Hal ini dibenarkan karena pelaku bisa saja melakukan suatu tindak pidana
yang menurut hukum dimana ia tinggal tidak dikategorikan sebagai tindak pidana, dan
manakala ekstradisi terhadapnya tidak dimungkinkan (ditolak) bila tindak pidana
tersebut termasuk kejahatan politik. Dalam prakteknya kemudian yurisdiksi
perlindungan berkembang terhadap adanya proteksi dari sistem peradilan dan policy
suatu negara dimana warganegara diantara beberapa negara melakukan hubungan
dagang.
Contoh kasus Yurisdiksi perlindungan bisa meliputi persoalan kegiatan investasi dan
bisnis antar warganegara beberapa negara. Dalam kasus seperti ini bahkan berkaitan
dengan yurisdiksi proses peradilan antar negara yang kerap memunculkan konflik
yurisdiksi. Salah satu kasus Merek Sony yang terjadi di Selandia Baru, di mana
Pengadilan Selandia Baru harus membuat suatu penilaian dan putusan pengadilan
terkait dengan pelanggaran Undang-Undang Hak Cipta Selandia Baru dan Undang-

12
Undang Hak Cipta Hongkong dan Inggris. Pengadilan dalam menetapkan pilihan
hukum, umumnya dapat memilih dua pilihan:
(a) Pengadilan menerapkan hukum dari forum (lex fori), apabila hukum yang diterapkan
menyangkut hukum prosedural atau hukum acara; atau
(b) Pengadilan menerapkan hukum di tempat mana transaksi dibuat atau tempat
kejadian yang menimbulkan perkara litigasi pertama kali (lex loci) jika menyangkut
hukum subtantif. Yurisdiksi peradilan diletakkan pada kedudukan fairness bagi para
pihak dan ruang lingkup legitimasi dari kedaulatan forum pengadilan yang boleh
mengadili suatu sengketa khusus yang berlaku umum. Yurisdiksi juga terkait dengan
kewenangan asal suatu peradilan. Suatu peradilan mungkin ditujukan baik sebagai
pengadilan untuk yuridiksi umum (general jurisdiction) ataupun yurisdiksi khusus
(special jurisdiction).

4). Prinsip Yurisdiksi Universal. Menurut prinsip ini, setiap negara mempunyai
yurisdiksi terhadap tindak kejahatan yang mengancam masyarakat internasional.
Yurisdiksi ini lahir tanpa melihat dimana kejahatan dilakukan atau warga negara yang
melakukan kejahatan. Lahirnya prinsip yurisdiksi universal terhadap jenis kejahatan
yang merusak terhadap masyarakat internasional sebenarnya juga disebabkan karena
tidak adanya badan peradilan internasional yang khusus mengadili kejahatan yang
dilakukan orang-perorang (individu). Hukum internasional mengakui adanya yurisdiksi
berdasarkan azas universal (universal jurisdiction). Semua negara tanpa terkecuali dapat
mengklaim dan menyatakan yurisdiksinya berdasarkan azas universal. Terdapat
beberapa tindak pidana tertentu yang karena sifat atau karakternya memungkinkan atau
memperkenankan semua negara tanpa terkecuali untuk mengklaim dan menyatakan
kewenangannya atas suatu tindak pidana yang bertentangan dengan nilai-nilai
kemanusiaan dan keadilan tanpa menghiraukan siapa pelakunya (warganegaranya
sendiri atau orang asing), siapa korbannya (warganegaranya sendiri atau orang asing),
juga tanpa menghiraukan tempat terjadinya maupun waktu terjadinya. Tindak-tindak
pidana yang dimaksudkan antara lain adalah kejahatan perang (war crimes), kejahatan
terhadap perdamaian dunia (crimes against international peace), kejahatan
kemanusiaan (crimes against humanity), perompakan laut (piracy), pembajakan udara
(hijacking), kejahatan terorisme (terrorism) dan berbagai kejahatan kemanusiaan

13
lainnya yang dinilai dapat membahayakan nilainilai kemanusiaan dan keadilan. Dalam
hubungan ini sering tidak dapat dihindari adanya persaingan yurisdiksi di antara
berbagai negara yang mempunyai kepentingan, yaitu antara negara tempat terjadinya
suatu tindak pidana seperti itu dengan negara korban, negara tempat pelakunya berada
atau melarikan diri dan sebagainya. Untuk dapat mengklaim dan menyatakan yurisdiksi
terhadap tindak pidana seperti itu, maka negara-negara yang berkepentingan masing-
masing seharusnya telah membuat peraturan peraturan hukum nasional yang dapat
digunakan untuk menangani tindak pidana seperti itu. Kejahatan-kejahatan yang telah
diterima sebagai kejahatan yang tunduk pada prinsip yurisdiksi universal adalah
pembajakan di laut (perompakan) dan kejahatan perang. Yurisdiksi universal terhadap
perompak telah diterima cukup lama oleh hukum internasional. Setiap negara dapat
menahan dan menghukum setiap tindakan pembajakan di laut.
“All states shall co-operate to the fullest possible extent in the repression of piracy on
the high seas or in any other place outside the jurisdiction of any state”
Kejahatan perang juga telah diterima universal sebagai kejahatan yang tunduk kepada
yurisdiksi setiap negara meskipun jenis kejahatan ini sangat sensitif dan lebih berat
bobot politiknya. Komisi Kejahatan perang PBB (the United Nations War Crimes
Commision) menyatakan bahwa hak untuk menghukum kejahatan tidak terbatas pada
negara yang warga negaranya menderita atau kepala negara yang wilayahnya dipakai
sebagai tempat dilaksanakannya kejahatan. Namun hak tersebut dimiliki oleh setiap
negara yang merdeka. Pembatasan tertentu yang diterapkan oleh hukum internasional
yaitu terhadap kepala negara, wakil diplomatik, kapal perang, dan angkatan bersenjata
asing yang ada di wilayah suatu negara. Dalam hal-hal tertentu, yurisdiksi teritorial
kebal (tidak berlaku) terhadap:
a. .Negara dan Kepala Negara Asing; Suatu negara bebas berbuat apapun di dalam
negerinya, sepanjang perbuatan tersebut tidak mengganggu ketentraman dan ketertiban
negara lain atau tidak melanggar hukum internasional. Atau dengan kata lain, suatu
negara adalah imun terhadap yurisdiksi pengadilan negara lainnya. Begitu juga dengan
kepala negara, yang diidentikkan sebagai negara itu sendiri. Kepala negara memiliki
imunitas (kekebalan) penuh (doctrine of absolute immunity). Imunitas suatu negara
asing atau kepala negara dari yurisdiksi tidak mutlak dalam segala hal, tergantung

14
kepada sifat hakikat dari pemulihan yang diupayakan. Hal-hal berikut merupakan proses
perkara kekecualian dari kaidah imunitas antara lain:
1) Perkara-perkara yang berkenaan dengan alas hak terhadap tanah di dalam yurisdiksi
teritorial, yang bukan tanah dimana bangunanbangunan kedutaan didirikan.
2) Suatu dana di pengadilan (dana perwalian) yang diuruskan yang mana menyangkut
kepentingan negara asing atau pemegang kedaulatan asing, tetapi tidak demikian
apabila pihak yang diuruskan perwalian dananya itu juga merupakan pemerintah negara
asing yang berdaulat.
3) Tindakan-tindakan perwakilan, seperti tindakan pemegang surat utang, apabila
negara asing atau pemegang kedaulatan asing itu adalah pemegang surat utang.
4) Berakhirnya suatu perusahaan yang dalam aset-asetnya negara asing atau pemegang
kedaulatan asing mengklaim suatu kepentingan.
b. Perwakilan Diplomatik dan Konsuler; Imunitas yuridiksional terhadap agen-agen
diplomatik ditetapkan dalam Pasal 31-32 Konvensi Wina tentang Hubungan-hubungan
Diplomatik 1961. Mereka menikmati imunitas absolut dari yurisdiksi kriminal negara
tuan rumah dan imunitas dari yurisdiksi sipil dan administratif kecuali dalam tiga hal
khusus yang dinyatakan dalam Pasal 31, yaitu:
1) Tindakan-tindakan untuk medapatkan kembali harta benda tidak bergerak yang
semata-mata pribadi,
2) Tindakan-tindakan yang berkaitan dengan suksesi dimana mereka terlibat dalam
kapasitas yang benar-benar pribadi,
3) Tindakan-tindakan yang berkaitan dengan suatu aktivitas profesi atau komersial
pribadi yang dilakukan oleh mereka.
c.. Kapal Pemerintah Negara Asing; Kapal pemerintah yang statusnya berasal dari
kedaulatan negaranya tidak tunduk pada yurisdiksi suatu negara, baik waktu kapal
berada di laut lepas, laut teritorial, atau perairan pedalaman negara pantai. Meski kapal-
kapal pemerintah menikmati kekebalan, namun mereka diharapkan untuk menaati
peraturan perundang-undangan negara pantai.69 Setiap pelanggaran terhadapnya,
negara pantai dapat mengusir kapal-kapal pemerintah itu dan mengajukan protes
diplomatik.
d. Angkatan Bersenjata Negara Asing; Angkatan bersenjata yang diterima di wilayah
negara asing menikmati suatu imunitas terbatas, tetapi bukan sutau imunitas absolut,

15
dari yurisdiksi teritorial negara tersebut. Besarnya imunitas tersebut tergantung pada
keadaan-keadaan di mana angkatan bersenjata tersebut diterima oleh pemegang
kedaulatan teritorial, dan khususnya pada ada atau tidaknya suatu perjanjian tegas antara
negara tuan rumah dan negara pengirim yang mengatur syarat-syarat mengenai
masuknya angkatan bersenjata tersebut di wilayah itu.
e .Organisasi Internasional. Dalam suatu negara, organisasi internasional memiliki
kekebalan tertentu terhadap yurisdiksi negara setempat. Kekebalan ini dipandang perlu
untuk melaksanakan tujuan-tujuan dari organisasi internasional. Namun sampai sejauh
mana oraganisasi internasional itu menikmati kekebalan menurut hukum (kebiasaan)
internasional masih belum ada kejelasan. Dalam praktek, kekebalan ini biasanya diatur
oleh suatu perjanjian internasional.
Rebecca M.M Wallace berpendapat bahwa : dasar-dasar yurisdiksi tidak diurutkan
dalam hierarki apapun. Tidak ada negara yang dapat menuntut hak yang lebih tinggi
semata-mata berdasarkan atas asas melaksanakan yurisdiksi. Suatu negara dapat secara
sah memiliki yurisdiksi bersamaan dengan negara lain, negara yang akan melaksanakan
yurisdiksi akan ditentukan oleh faktor-faktor lain, misalnya kehadiran fisik dari
pelanggar yang bersangkutan.
Apa yang dituntut hukum internasional kini adalah eksistensi hubungan nyata antara
pelanggar yang bersangkutan dan negara yang melaksanakan yurisdiksinya. Menurut
hukum internasional, setiap negara baik berpantai (coastal state)maupun tidak berpantai
(land locked state) mempunyai hak untuk melayarkan kapalnya di bawah benseranya di
laut lepas (Pasal 90 UNCLOS 1982). Pelaksanaan yurisdiksi suatu negara di laut lepas
ini sesuai dengan prinsip universal, yaitu setiap negara mempunyai yurisdiksi untuk
mengadili tindak kejahatan tertentu (yang terjadi atau dilakukan di laut lepas).

 Kedaulatan negara hanya


dapat dilaksanakan di wilayah
teritorialnya, dan akan berakhir

16
pada saat wilayah atau teritorial
negara lain dimulai.
 Meski suatu negara
memiliki yurisdiksi untuk
mengadili seseorang
berdasarkan berbagai
yurisdiksi dalam Hukum
Internasional, namun tidak
dapat begitu saja dilaksanakan
apabila
orangnya sudah melarikan diri
ke luar negeri.
 Keterbatasan kedaulatan
teritorial dapat dijembatani
melalui kerjasama dengan
negara-

17
negara lain untuk proses
penegakan hukum.
 Biasanya ada perjanjian
bilateral atau multilateral
sebagai dasar
- Tidak bersifat mutlak
- Tanpa perjanjian, kerjasama
penegakan hukum dapat
dilaksanakan berdasarkan Asas
Resiprositas (asas timbal balik)
Kerjasama Antar Negara dalam
Menerapkan Yurisdiksi
 Kedaulatan negara hanya
dapat dilaksanakan di wilayah
teritorialnya, dan akan berakhir
pada saat wilayah atau teritorial
negara lain dimulai.
18
 Meski suatu negara
memiliki yurisdiksi untuk
mengadili seseorang
berdasarkan berbagai
yurisdiksi dalam Hukum
Internasional, namun tidak
dapat begitu saja dilaksanakan
apabila
orangnya sudah melarikan diri
ke luar negeri.
 Keterbatasan kedaulatan
teritorial dapat dijembatani
melalui kerjasama dengan
negara-
negara lain untuk proses
penegakan hukum.

19
 Biasanya ada perjanjian
bilateral atau multilateral
sebagai dasar
- Tidak bersifat mutlak
- Tanpa perjanjian, kerjasama
penegakan hukum dapat
dilaksanakan berdasarkan Asas
Resiprositas (asas timbal balik)
Kerjasama Antar Negara dalam
Menerapkan Yurisdiksi
 Kedaulatan negara hanya
dapat dilaksanakan di wilayah
teritorialnya, dan akan berakhir
pada saat wilayah atau teritorial
negara lain dimulai.
 Meski suatu negara
memiliki yurisdiksi untuk
20
mengadili seseorang
berdasarkan berbagai
yurisdiksi dalam Hukum
Internasional, namun tidak
dapat begitu saja dilaksanakan
apabila
orangnya sudah melarikan diri
ke luar negeri.
 Keterbatasan kedaulatan
teritorial dapat dijembatani
melalui kerjasama dengan
negara-
negara lain untuk proses
penegakan hukum.
 Biasanya ada perjanjian
bilateral atau multilateral
sebagai dasar
21
- Tidak bersifat mutlak
- Tanpa perjanjian, kerjasama
penegakan hukum dapat
dilaksanakan berdasarkan Asas
Resiprositas (asas timbal balik)
Pada prinsipnya wilayah udara yang terdapat di atas wilayah darat, perairan pedalaman,
dan laut wilayah termasuk kedalam yurisdiksi suatu negara. Hal ini terlihat dari pasal 1
Konvensi Chicago 1944 tentang Penerbangan Sipil Internasional : “Kedaulatan negara
di ruang udara di atas wilayah teritorialnya bersifat utuh dan penuh (complete and
exclusive sovereignity)”. Ketentuan ini merupakan salah satu tiang pokok hukum
8
internasional yang mengatur ruang udara.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Yuridiksi adalah kekuasaan atau kewenangan hukum negara terhadap orang, benda atau
peristiwa (hukum). Hanya negara berdaulat yang dapat memiliki yurisdiksi menurut Hukum
Internasional. Yurisdiksi merupakan aplikasi dari kedaulatan, dan keduanya saling berhubungan.
Suatu negara tidak dapat melaksanakan yurisdiksi melalui pengadilannya terhadap tindakan-
tindakan negara lain, kecuali negara tersebut menyetujuinya. Suatu pengadilan yang dibentuk
berdasarkan perjanjian internasiol tidak dapat mengadili tindakan suatu negara yg bukan
merupakan anggota atau peserta dari perjanjian internasional tersebut. Pengadilan suatu negara

8
Leonard Marpaung, YURISDIKSI NEGARA MENURUT HUKUM
INTERNASIONAL, Jakarta 16 Maret 2017. Diakses pada
https://diskumal.tnial.mil.id/fileartikel/artikel-20180511-152350.pdf.

22
tidak berhak mempersoalkan keabsahan suatu tindakan negara lain yg dilaksanakan di dalam
wilayahnya.

B. Saran
1. Menetapkan undang-undang yang jelas: Kejelasan undang-undang akan membantu
meminimalkan kebingungan dan konflik terkait yurisdiksi.
2. Memperkuat sistem peradilan: sistem peradilan yang independen dan efektif. Pemisahan
kekuasaan antara kehakiman, eksekutif, dan legislatif sangat penting untuk memastikan
adanya keseimbangan kekuasaan dan penerapan hukum yang adil. Memperkuat lembaga
peradilan, memberikan pelatihan yang memadai kepada hakim dan pejabat hukum, dan
memastikan kepatuhan terhadap prosedur hukum yang benar adalah langkah-langkah
penting untuk memperbaiki yurisdiksi negara.
3. Kerja sama internasional: Negara-negara perlu menjalin kerja sama internasional dalam hal
yurisdiksi untuk mengatasi tindakan kriminal lintas batas dan masalah hukum lainnya.
Perjanjian ekstradisi, harmonisasi hukum, dan mekanisme kerja sama antar negara dapat
membantu meningkatkan yurisdiksi negara dalam menangani kejahatan transnasional.
4. Peningkatan kapasitas hukum: Suatu negara harus berupaya meningkatkan kapasitas
hukumnya dalam hal yurisdiksi. Ini melibatkan pelatihan yang tepat untuk petugas penegak
hukum, hakim, dan pejabat hukum lainnya. Memastikan tersedianya sumber daya yang
cukup untuk penegakan hukum, termasuk anggaran yang memadai, juga merupakan
langkah penting untuk memperkuat yurisdiksi negara.
5. Harmonisasi hukum dalam negeri: Dalam banyak negara, ada keragaman hukum di tingkat
regional atau lokal. Untuk meningkatkan yurisdiksi negara secara keseluruhan, penting
untuk mengharmonisasikan hukum di seluruh wilayah negara tersebut. Upaya dapat
dilakukan untuk mengoordinasikan undang-undang, prosedur hukum, dan praktik peradilan
di seluruh negara.
6. Meningkatkan transparansi: Suatu negara harus memperkuat transparansi dalam proses
hukum dan yurisdiksinya. Ini melibatkan memberikan akses yang lebih besar kepada
masyarakat untuk memahami dan terlibat dalam proses hukum. Informasi mengenai
yurisdiksi dan proses peradilan harus tersedia secara publik, termasuk putusan pengadilan
dan peratur.
Daftar pustaka
Atmasasmita, Romli.Pengantar Hukum Pidana Internasional, Bandung: Refika
Aditama, 2003
Wahid, Abdul dan Muhammad Labib. Kejahatan Mayantara (Cybercrime), (Cet 1,PT
Refika Aditama), Bandung, 2005
Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2006 Budi
Agus Riswandi, Hukum Cyberpace, Gita Nagari, Yogyakarta, 2006.
J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional, terjemahan oleh Bambang Iriana
Djajaatmadja, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 305.
Sapriyun, Pengertian Yurisdiksi Definisi Negara Dalam Hukum Internasional, Teritorial,
Personal, Perlindungan, Universal, 2016.

23
Erismyadi, pengertian dan macam- macam yurisdiksi internasional
https://www.erisamdyprayatna.com/2022/03/pengertian-dan-macam-macam-
yurisdiksi.html.
Ayu putriyanti, YURISDIKSI DI INTERNET / CYBERSPACE, 2009

HALIMATUL MARYANI, Yurisdiksi Negara dalam Pencegahan dan Pemberantasan


Illegal Fishing di Indonesia,
https://www.researchgate.net/publication/334066650_Yurisdiksi_Negara_dalam
_Pencegahan_dan_Pemberantasan_Illegal_Fishing_di_Indonesia.
Sony suntan, Modul 11 (Yurisdiksi) Fix,
https://id.scribd.com/document/582213852/Modul-11-Yurisdiksi-Fix. 2022.

24

Anda mungkin juga menyukai