PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang dihuni begitu banyak suku, ras,
dan agama yang membuatnya memiliki keanekaragaman budaya. Salah
satunya adalah permainan layang-layang atau yang lebih dikenal dengan
istilah layangan. Layang-layang atau layangan merupakan lembaran bahan
tipis berkerangka bambu yang diterbangkan ke udara dan terhubung
dengan tali atau benang ke daratan atau pengendali. Layang-layang sendiri
merupakan permainan tradisional yang memanfaatkan kekuatan hembusan
angin sebagai alat pengangkatnya. Layang-layang atau layangan tidak
hanya dikenal di Indonesia namun juga dikenal luas di seluruh dunia.
Keberadaan layang-layang yang pada awalnya hanya merupakan
hiburan masyarakat, kini telah berganti peran menjadi budaya di
masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Bali. Layang-layang juga
telah menjadi permainan yang sangat digemari oleh seluruh kalangan, baik
anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Hal ini dapat dilihat dari
perlombaan layang-layang yang secara rutin diadakan dan juga jumlah
peserta yang mengikuti perlombaan layang-layang yang diadakan oleh
Pelangi Bali pada tahun 2014 tercatat sebanyak 1.132 peserta.
Perkembangan permainan layang-layang dewasa inipun tidak seperti
perkembangan kebudayaan lainnya yang ditinggalkan masyarakat atau
malah menggeser masyarakat kearah yang negatif. Permainan ini selain
menjadi permainan dan budaya, keberadaan layang-layang juga memiliki
andil besar dalam menjaga kearifan lokal, hal ini sangatlah sejalan dengan
ide sila ketiga Pancasila yang berbunyi “Persatuan Indonesia.”. Potensinya
sebagai budaya dan penjaga kearifan lokal ini juga dimanfaatkan oleh
pemerintah kabupaten dan kota di wilayah provinsi Bali sebagai aset wisata
yang dapat menopang perekonomian.
Namun seiring berjalannya waktu, layang-layang menjadi suatu
ancaman keselamatan di balik potensi ekonomi, sosial, dan budaya yang
dimilikinya. Peristiwa ini dikarenakan banyaknya masyarakat yang
menerbangkan layang-layang tidak pada tempatnya yang akan
1
mengakibatkan adanya kerusakan maupun korban jiwa akibat dari pada
penerbangan layang-layang tersebut.
Pada Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa:
“Negara Indonesia merupakan negara hukum”.
Indonesia sebagai negara hukum seharusnya dapat memberikan
kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum termasuk dalam hal ini
adalah memberikan jaminan keselamatan bagi pengguna jasa penerbangan
dan juga masyarakat di sekitar area KKOP (Kawasan Keselamatan
Operasional Penerbangan) Bandar Udara. Hal ini sejalan dengan bunyi
pasal 28A UUD NRI 1945 yang menyatakan:
“Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya.”
Adapun peraturan mengenai layang-layang diatur dalam SUB
BAGIAN B Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 9 Tahun 2009,
namun dalam aturan ini tidak mengatur masalah terkait seperti yang
dijabarkan diatas. Melalui pandangan ini maka perlu adanya pengaturan
tentang tata cara menerbangkan layang-layang yang mampu menjamin
keamanan dan keselamatan seluruh pihak.
B. Identifikasi Masalah
a) Penerbangan Layang-Layang yang jumlahnya mencapai puluhan di
kawasan KKOP Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai sehingga
menimbulkan gangguan terhadap keselamatan penerbangan pesawat.
b) Dengan diterbangkannya puluhan layang-layang tersebut,
menyebabkan kenyamanan dan keselamatan pengguna jasa
penerbangan terganggu
c) Terjadinya kecelakaan pesawat akibat banyaknya layang-layang yang
beterbangan dikawasan KKOP Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai
d) Terjadinya kerusakan mesin dan melemahkan tingkat compliance
Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai di mata dunia Internernasional.
e) Penurunan kredibilitas Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai yang telah
menduduki kategori 1 Federal Aviation Administration (FAA)
disebabkan kelemahan standar keselamatan dan keamanan.
2
C. Tujuan dan Kegunaan
Sesuai dengan latar belakang dan identifikasi masalah yang tertera di
atas maka tujuan disusunnya naskah akademik ini adalah sebagai berikut :
a) Untuk memberikan solusi terhadap permasalahan layang-layang di
balik potensi ekonomi, sosial, dan budaya yang ada.
b) Untuk mensosialisasikan tentang pengadaptasian KKOP berdasarkan
aturan ICAO yang ada di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai kepada
masyarakat.
c) Untuk memberikan keselamatan dan kenyamanan bagi pengguna
jasa penerbangan serta masyarakat di sekitar KKOP Bandar Udara I
Gusti Ngurah Rai.
d) Agar tidak ada penerbangan layang-layang yang membahayakan
keselamatan pengguna jasa penerbangan serta masyarakat di sekitar
KKOP Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai.
D. Metode
Penyusunan naskah akademik ini menggunakan Metode Penelitian
Hukum, yaitu metode yuridis empiris atau sosiolegal adalah penelitian yang
diawali dengan penelitian normatif yang dilanjutkan dengan observasi yang
mendalam berdasarkan fakta yang ada di masyarakat, untuk mendapatkan
data non hukum yang terkait dan berpengaruh terhadap peraturan
perundang-undangan yang diteliti.1
Penyusunan Naskah Akademik ini yang pada dasarnya merupakan
suatu kegiatan penelitian penyusunan Naskah Akademik - digunakan
metode yang berbasiskan metode penelitian hukum. 2
3
D.1 Jenis Penelitian
Di dalam penelitian hukum terdapat dua model jenis penelitian yaitu:
3
3 Rony Hanitijo Soemitro, 1985, Metodologi Penelitian Hukum, Ghia Indonesia Jakarta,
1985, h. 9.
4 Jan Gijsels,2005, Mark Van Hocke ( terjemahan B. Arief Sidharta ) Apakah Teori Hukum
4
pendekatan perbandingan (comparative approach), pendekatan historis
(historical approach), dan pendekatan filsafat (philosophical approach).
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan
(statute approach) dan pendekatan konsep hukum (conceptual approach).
Pendekatan perundang-undangan ( statute approach ), dilakukan
dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
penerbangan, yaitu UU No. 1 Tahun 2009.
Pendekatan konsep hukum ( conceptual approach ) dilakukan dengan
menelaah pandangan-pandangan mengenai pendelegasian kewenangan
sesuai dengan penelitian ini.5
5
a. Studi dokumenter dan kepustakaan untuk bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder.
b. Untuk bahan informatif dilakukan dengan studi lapangan yaitu
wawancara dan FGD (focus group discussion).
D.5. Analisis
Terhadap bahan-bahan hukum yang terkumpul dilakukan
interpretasi secara hermeneutikal yaitu Berdasarkan pemahaman tata
bahasa (gramatikal) yakni Berdasarkan makna kata dalam konteks
kalimatnya, aturan hukum dipahami dalam konteks latar belakang sejarah
pembentukannya (historikal) dalam kaitannya dengan tujuan yang ingin
diwujudkannya (teleologikal) yang menentukan isi hukum positif itu (untuk
menemukan ratio legis-nya) serta dalam konteks hubungannya dengan
aturan hukum positif yang lainnya (sistimatikal) dan secara kontekstual
merujuk pada faktor-faktor kenyataan kemasyarakatan dan kenyataan
ekonomi (sosiologikal) dengan mengacu pandangan hidup serta nilai-nilai
cultural dan kemanusiaan fundamental (philosophical) dalam proyeksi ke
masa depan (futurelogikal).7
6
BAB II
A. Kajian Teoritis
8 Hasani, Ismail dan Abdullah, A. Gani. Pengantar Ilmu Perundang-undangan, FSH UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006, hal 30.
9 Ismail dan Gani, hal 31.
10 Ismail dan Gani, hal 31.
7
hukum dasar atau sumber hukum bagi pembentukan konstitusi atau
undang-undang dasar dari suatu negara (Staatsverfassung), termasuk
norma pengubahannya yang berada dibawahnya. Hakikat hukum suatu
Staats-fundamentalnorm ialah syarat bagi berlakunya suatu konstitusi atau
undang-undang dasar, menurutnya sebuah Staats-fundamentalnorm ada
terlebih dahulu sebelum adanya konstitusi atau undang-undang dasar.11
Selanjutnya Nawiasky mengatakan norma tertinggi yang oleh Hans Kelsen
disebut sebagai norma dasar (basic norm) dalam suatu negara sebaiknya
tidak disebut sebagai staatsgrundnorm melainkan staatsfundamentalnorm
atau norma fundamental negara. Grundnorm mempunyai kecenderungan
untuk tidak berubah atau bersifat tetap, sedangkan di dalam suatu negara
norma fundamental negara itu dapat berubah sewaktu-waktu karena
adanya pemberontakan dan kuteta dan sebagainya. Hal itu biasanya
bersifat mutlak12
Berdasarkan pembahasan diatas maka dalam membentuk undang-
undang atau norma hukum, menurut Attamimi pemerintah bersama
legislatif dapat merujuk pada teori Nawiasky dan teori Hans Kelsen,
Penerapan hirarki norma tersebut pada struktur dan tata hukum di
Indonesia, berdasarkan teori tersebut, struktur tata hukum Indonesia13:
8
yang harus dilakukan terlebih dahulu ialah memahami pengertian dari
hukum dan norma itu sendiri.
Norma itu sendiri merupakan bahasa latin yang dapat diartikan sebagai
suatu ketertiban, preskripsi atau perintah. Sistem norma yang berlaku bagi
manusia sekurang-kurangnya terdiri atas norma moral, norma agama,
norma etika atau kesopanan dan norma hukum. Norma hukum adalah
sistem aturan yang diciptakan oleh lembaga kenegaraan yang ditunjuk
melalui mekanisme tertentu. Artinya, hukum diciptakan dan diberlakukan
oleh institusi yang memiliki kewenangan dalam membentuk dan
memberlakukan hukum, yaitu badan legislatif. Hukum merupakan norma
yang memuat sanksi yang tegas. Di Indonesia, istilah hukum digunakan
dalam kehidupan sehari-hari untuk menunjukkan norma yang berlaku di
Indonesia. Hukum Indonesia adalah suatu sistem norma atau sistem
aturan yang berlaku di Indonesia. Sistem aturan tersebut diwujudkan
dalam perundang-undangan.
9
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Di samping jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang
disebutkan diatas, terdapat peraturan perundangan-undangan yang diluar
hierarki. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan juga mengatur jenis dan
hierarki peraturan perundang-undangan yang lain, selengkapnya berbunyi
sebagai berikut:
(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagai
mana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang
ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung,
Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank
Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat
yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas
perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,
Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat
(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Untuk menilai apakah suatu peraturan perundang-undangan yang
lebih rendah tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi perlu dilakukan pengujian undang-undang. Baik di dalam
kepustakaan maupun praktek dikenal adanya 2 (dua) macam hak menguji,
yaitu hak menguji formal (formele toetsingsrecht) dan hak menguji material
(material toetsingsrecht)
10
Pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004 tentang tata urutan perundang-undangan,
jenis dan hierarki perundang-undangan menyebutkan bahwa hierarki
perundang-undangan Indonesia meliputi; pertama UUD 1945, yang
merupakan peraturan negara atau sumber hukum tertinggi dan menjadi
sumber bagi peraturan perundang-undangan lainnya. Kedua,
UU/Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu), kewenangan penyusunan
undang-undang berada pada DPR denga persetujuan bersama dengan
presiden. Dalam kepentingan yang memaksa presiden bisa mengeluarkan
Perpu. Ketiga, Peraturan Pemerintah (PP), yang berhak menetapkan PP
adalah presiden. Dalam hal ini presiden melakukan sendiri tanpa
persetujuan dari DPR. Keempat adalah Peraturan Presiden, di dalamnya
berisi materi yang diperintahkan oleh undang-undang atau materi untuk
melaksanakan peraturan pemerintah. Selanjutnya adalah Peraturan Daerah
(Perda). Perda ini meliputi Perda provinsi, Perda kabupaten/kota dan
peraturan desa atau peraturan yang setingkat. Adapun wewenang untuk
menetapkan Perda berada pada kepala daerah atas persetujuan DPRD.
11
Larangan Menaikkan Layang-Layang Di Kawasan Bandar Udara Ngurah
Rai, Pemerintah Provinsi Bali memiliki wewenang untuk membuat
peraturan mengenai peraturan daerah tersebut. Peraturan Daerah Provinsi
Bali tentang Larangan Menaikkan Layang-Layang Di Kawasan Bandar
Udara Ngurah Rai ini berhubungan dengan tujuan Bangsa Indonesia yang
tertuang pada pembukaan UUD 1945 alinea 4 yaitu:
12
yakni, “Setiap orang dilarang berada di daerah di bandar udara,
membuat halangan (obstacle), dan/atau melakukan kegiatan lain di
kawasan keselamatan operasi penerbangan yang dapat membahayakan
keselamatan dan keamanan penerbangan, kecuali memperoleh izin
dari otoritas bandar udara”.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 1986
Tentang Penyediaan dan Penggunaan Tanah serta Ruang Udara di
sekitar Bandar Udara. Dijelaskan dalam pasal 5, mengenai kawasan di
sekitar bandar udara harus bebas dari penghalang termasuk layang –
layang dan permainan sejenisnya yang dapat menghalangi kelancaran
penerbangan. Tertulis “Kawasan di sekitar bandar udara yang
merupakan kawasan pendekatan dan lepas landas, kawasan
kemungkinan bahaya kecelakaan, kawasan di atas permukaan
horizontal dalam, permukaan kerucut, dan permukaan transisi dengan
batas - batas tertentu harus bebas dari penghalang”.
3. Anex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization). Bandar
Udara adalah Area tertentu di daratan atau perairan (termasuk
bangunan, instalasi dan peralatan) yang diperuntukkan baik secara
keseluruhan atau sebagian untuk kedatangan, keberangkatan dan
pergerakan pesawat14. Menurut PT Angkasa Pura II (Persero), Bandar
Udara adalah Lapangan udara, termasuk segala bangunan dan
peralatan yang merupakan kelengkapan minimal untuk menjamin
tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk masyarakat15. Tujuan
Penerbangan dan Kebandarudaraan Penerbangan dan
Kebandarudaraan juga diselenggarakan dengan tujuan16:
a. Mewujudkan penyelenggaraan yang tertib, teratur, selamat,
aman, nyaman, dengan harga yang wajar dan menghindari
praktek persaingan usaha yang tidak sehat;
b. Memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang
melalui udara dengan mengutamakan dan melindungi
14 Martono, Hukum Angkutan Udara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2016, hal 49.
15 Martono, hal 50.
16 Martono, hal 51.
13
angkutan udara dalam rangka memperlancar kegiatan
perekonomian nasional;
c. Membina jiwa kedirgantaraan;
d. Menjunjung kedaulatan Negara;
e. Menciptakan daya saing dengan mengembangkan teknologi dan
industri angkutan udara nasional;
f. Menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan
pembangunan nasional;
g. Memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka
perwujudan Wawasan Nusantara;
h. Meningkatkan ketahanan nasional;
i. Mempererat hubungan antar bangsa.
4. Penetapan Lokasi Bandar Udara dalam UURI No. 1 Tahun 2009
tentang Penerbangan, Penetapan lokasi Bandar Udara ini memuat
titik koordinat Bandar Udara dan rencana induk Bandar Udara.
Penetapan lokasi Bandar Udara dilakukan dengan memperhatikan17:
a. Rencana induk nasional Bandar Udara;
b. Keselamatan dan keamanan penerbangan;
c. Keserasian dan keseimbangan dengan budaya setempat dan kegiatan
lain terkait di lokasi Bandar Udara;
d. Kelayakan ekonomis, finansial, sosial, pengembangan wilayah, teknis
pembangunan, dan pengoperasian serta;
e. Kelayakan lingkungan.
14
dengan Aerodrome Reference Code (Kode Referensi Landas Pacu) dan
Runway Classification (Klasifikasi Landas Pacu) dari suatu bandar udara.
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan terbagi atas:
(1). Kawasan Ancangan Pendaratan dan Lepas Landas adalah suatu
kawasan perpanjangan kedua ujung landasan, di bawah lintasan pesawat
udara setelah lepas landas atau akan mendarat, yang dibatasi oleh ukuran
tertentu.
(2). Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan adalah sebagian dari
kawasan pendekatan yang berbatasan langsung dengan ujung-ujung
landasan dan mempunyai ukuran panjang dan lebar tertentu, yang dapat
menimbulkan kemungkinan terjadinya kecelakaan, dikawasan tersebut.
(3). Kawasan Di bawah Permukaan Horizontal Dalam adalah bidang datar di
atas dan di sekitar bandar udara yang dibatasi oleh radius dan ketinggian
dengan ukuran tertentu untuk kepentingan pesawat udara melakukan
terbang rendah pada waktu akan mendarat atau setelah lepas landas.
(4). Kawasan Dibawah Permukaan Horizontal Luar adalah bidang datar di
sekitar bandar udara yang dibatasi oleh radius dan ketinggian dengan
ukuran tertentu untuk kepentingan keselamatan dan efisiensi operasi
penerbangan antara lain pada waktu pesawat melakukan pendekatan
untuk mendarat dan gerakan setelah tinggal landas atau gerakan dalam hal
mengalami kegagalan dalam pendaratan pesawat di area landing.
(5). Kawasan Di bawah Permukaan Kerucut adalah bidang dari suatu
kerucut yang bagian bawahnya dibatasi oleh garis perpotongan dengan
horizontal dalam dan bagian atasnya dibatasi oleh garis perpotongan
dengan permukaan horizontal luar, masing-masing dengan radius dan
ketinggian tertentu dihitung dari titik referensi yang ditentukan.
(6). Kawasan Di bawah Permukaan Transisi adalah bidang dengan
kemiringan tertentu sejajar dengan dan berjarak tertentu dari poros
landasan , pada bagian bawah dibatasi oleh titik perpotongan dengan garis
- garis datar yang ditarik tegak lurus pada poros landasan dan pada bagian
atas dibatasi oleh garis perpotongan dengan permukaan horizontal dalam.
15
B. Kajian Terhadap Asas/ Prinsip Yang Terkait Dengan Penyusunan
Norma.
Menurut Ashidiqqie dalam pembentukan peraturan harus
memperhatikan setiap asas yang mungkin dapat dipenuhi agar tercipta
keadilan dan keselarasan dengan norma dasar18. Asas ini merupakan hasil
dari penelitian dan kajian dalam pemecahan permasalahan seputar
peraturan daerah yang terkait dengan pelarangan menaikan layang-layang
disekitar bandar udara, asas ini berfungsi sebagai landasan nilai, mengapa
dan bagaimana Peraturan Daerah (PERDA) yang akan dibuat nantinya akan
dilaksanakan. Asas tersebut meliputi beberapa lingkupan asas diantaranya
:
1. Asas Pengayoman
Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Daerah harus berfungsi
memberikan perlindungan untuk menciptakan ketentraman dalam
masyarakat.
2. Asas Kemanusiaan
Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Daerah harus mencerminkan
perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan
martabat setiap warga negara dan penduduk indonesia.
3. Asas Kekeluargaan
Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Daerah harus mencerminkan
musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan
keputusan.
4. Asas Kenusantaraan
Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Daerah senantiasa
memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah
merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
16
5. Asas Keadilan ,Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Daerah harus
mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.
6. Asas Ketertiban dan Kepastian Hukum ,Bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Daerah harus dapat mewujudkan ketertiban dalam
masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
7. Asas Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan ,Bahwa setiap
Materi Muatan Peraturan Daerah harus mencerminkan keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat
dan kepentingan bangsa dan negara.
17
Penerbangan tidak serta merta dapat menanggulangi permasalahan
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) terutama di kawasan
sekitar bandara agar tidak mengganggu aktivitas penerbangan pesawat
udara. Penyelenggaraan Undang - Undang ini belum dapat menekan
ancaman keselamatan penerbangan akibat benda-benda asing yang ada di
ruang angkasa, misalnya bahaya permainan layang-layang dan permainan
sejenis di daerah KKOP. Hal-hal tersebut jelas berdampak buruk bagi
kepentingan umum, keluhan dari Maskapai menyangkut lintasan terbang
pesawat yang merasa terganggu oleh penggunaan layang-layang, drone,
laser, dan sebagainya. Adanya kejadian dan kecelakaan yang disebabkan
karena permainan layang-layang atau sejenisnya, dapat mengakibatkan
korban jiwa, kerusakan mesin dan melemahnya tingkat compliance Bandar
Udara I Gusti Ngurah Rai di mata dunia Internasional.
18
Kawasan Bandar Udara Ngurah Rai ini adalah suatu keniscayaan, karena
akan berdampak sangat positif bagi kehidupan masyarakat. Peranan
Pemerintah Daerah bersama-sama dengan Bupati/Walikota, Penyelenggara
Bandar Udara, Lurah, Camat, Kelian Dinas, Prajuru Adat ,dan Sekeha
Teruna untuk melaksanakan penyuluhan tentang Peraturan Daerah ini
kepada masyarakat dalam memsosialisasikan terkait Larangan Menaikkan
Layang-Layang Di Kawasan Bandar Udara Ngurah Rai untuk menciptakaan
keselamatan baik bagi pihak penumpang maupun penduduk lokal.
Keberadaan peminat layang layang dan pelestariannya itu masih bisa
dilakukannya pelestariannya dengan melakukan festival layang layang,
tetapi tetap mengutamakan peraturan yang akan berlaku, maka dari itu
festival tidak boleh dilaksanakan di areal bandara. Keberadaan masyarakat
sendiri harus turut ikut serta dalam menjaga keamanan dan keselamatan
penerbangan di bandara.
19
berarti dengan manfaat yang akan diperoleh jika Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi Bali tentang Larangan Menaikkan Layang-Layang Di
Kawasan Bandar Udara Ngurah Rai ini, menjadi Peraturan Daerah dan
mengikat seluruh warga Bali.
20
BAB III
19 Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
21
instansi berwenang lainnya dan masyarakat di sekitar Bandar Udara.
Namun jika tidak dikelola dengan semestinya, dapat menimbulkan
gangguan terhadap keselamatan penerbangan, menyebabkan terjadinya
kecelakaan dan menjadi beban biaya karena sebagian dari kerusakan
maupun kerugian membutuhkan biaya ganti rugi serta melemahkan
tingkat compliance Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai dimata
internasional, dan juga mengancam predikat bahwa Indonesia saat ini
sudah menduduki kategori 1 Federal Aviatioan Administration ( FAA )
terkait standar keselamatan dan keamanan.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2009
tentang Penerbangan dimana dalam Pasal 201 ayat (3) ditentukan
bahwa:
”Penetapan lokasi Bandar Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan memperhatikan keselamatan dan keamanan
penerbangan, seluruh instansi penerbangan dituntut untuk dapat
memberikan pelayanan penerbangan yang sebaik-baiknya kepada
masyarakat”.20
Untuk itu setiap unit pelayanan penerbangan diharapkan mampu
menciptakan kondisi yang menyebabkan keselamatan dan keamanan
dalam proses penerbangan.
Larangan menaikkan layang-layang telah diatur dalam Peraturan
daerah Provinsi Bali No 9 Tahun 2000 Tentang Larangan Menaikkan
Layang-Layang dan Permainan Sejenis di Bandar Udara I Gusti Ngurah
Rai dan sekitarnya.21 Akan tetapi di dalam Peraturan daerah ini masih
terdapat beberapa kekurangan dan belum memberikan solusi berkaitan
dengan keselamatan dan kenyamanan bagi pengguna jasa penerbangan
pesawat di sekitar area Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan
(KKOP). Pemerintah Provinsi Bali melarang kepada setiap orang atau
masyarakat untuk tidak menaikkan layang-layang dan permainan
sejenis di sekitar Bandar Udara Ngurah Rai agar tidak menimbulkan
gangguan bagi arus penerbangan di sekitar Bandar Udara. Namun pada
22
kenyataannya hingga saat ini, masih banyak ditemui layang-layang yang
mengudara dikawasan Keselamatan Operasional Penerbangan ( KKOP ).
Peraturan Perundang-undangan yang menjadi dasar hukum
pembentukan Peraturan daerah Provinsi Bali yang mengatur tentang
Menerbangkan Layang-Layang di Wilayah Udara Kawasan Keselamatan
Operasional Penerbangan Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai antara lain:
(a) Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar NRI 1945 menentukan
Pemerintah Daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan
peraturan-peraturan lainnya untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan.22
(b) Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan
Daerah-daerah tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa
Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655;
Tambahan Lembaran Negara Repbulik Indonesia Nomor 1649).23
(c) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587),
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5657).24
(d) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956).25
23
(e) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan
Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2001 Nomor 9).26
(f) Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 – 2029. 27
Perundang-Undangan
24
pemerintah daerah Kabupaten/Kota adalah mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi daerah dan tugas
pembantuan (sesual dengan pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945).
Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintah yang oleh undang-undang ditentukan sebagai
urusan pemerintah pusat (Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945). 30
30 Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
31 Pasal 210 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan
25
Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan
Daerah-daerah tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara
Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655; Tambahan
Lembaran Negara Repbulik Indonesia Nomor 1649)
Pasal 4
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 31 ayat 1 Undang-
undang No. 1 tahun 1957, urusan rumah tangga dan kewajiban daerah
meliputi:
Pasal 101
26
b. membahas dan memberikan persetujuan Rancangan Perda Provinsi
tentang APBD Provinsi yang diajukan oleh gubernur;
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda Provinsi dan
APBD provinsi;
d. memilih gubernur;
e. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian gubernur kepada
Presiden melalui Menteri untuk mendapatkan pengesahan
pengangkatan dan pemberhentian;
f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah
provinsi terhadap rencana perjanjian internasional di Daerah
provinsi;
g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional
yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah provinsi;
h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban gubernur dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah provinsi;
i. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan
Daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat
dan Daerah provinsi; dan
j. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan ketentuan ini maka DPRD Provinsi Bali memiliki tugas
dan wewenang yang salah satunya untuk membentuk Perda Provinsi
bersama Gubernur yakni mengenai Pengaturan Menaikkan Layang-
Layang di Kawasan Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai dan sekitarnya.
Pasal 5
27
Di atas Permukaan Horizontal Dalam, Permukaan Kerucut, dan
Permukaan Transisi dengan batas-batas tertentu harus bebas dari
penghalang.
Dari ketentuan tersebut dijelaskan bahwa kawasan di sekitar Bandar
Udara harus bebas dari penghalang terutama dalam hal yang berkaitan
dengan pengaturan ini adalah layang-layang yang dapat menjadi
penghalang dalam penerbangan.
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan
Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2001 nomor 9,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4075);
Pasal 40
(1) Penyelenggara bandar udara wajib memasang rambu dan marka pada
sisi udara dan sisi darat bandar udara.
Pasal 50
28
Pada pasal 50 ayat 1 huruf e berisi mengenai gangguan lainnya yang
dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan yang
termasuk pula mengenai Larangan Menaikkan Layang-Layang Di Bandar
Udara Ngurah Rai dan Sekitarnya.
pasal 25
29
olah raga, penyediaan fasiltas pendidikan dan pelatihan,
pengisian bahan bakar kendaraan bermotor; dan periklanan.
30
3. Pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari
pengoperasian pesawat dan kegiatan kebandarudaraan;
4. Pemanfaatan untuk pangkalan udara dan kegiatan pertahanan
dan keamanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
5. Dalam hal mendirikan, mengubah, atau melestarikan
bangunan, serta menanam atau memelihara pepohonan di
dalam kawasan keselamatan operasi penerbangan tidak boleh
melebihi batas ketinggian kawasan keselamatan operasi
penerbangan, kecuali untuk fasilitas operasi penerbangan;dan
6. Pengaturan zonasi kegiatan permainan atau lomba layang-
layang.
Berdasarkan ketentuan pasal 25 ayat 2 huruf e angka 6 maka
perlu untuk dibuatkan suatu Pengaturan zonasi Penerbangan
Layang-layang di kawasan Bandara Ngurah Rai.
Pasal 28
31
Berdasarkan ketentuan pasal 28 ayat 1 dan 5 maka perlu
dibuatkan suatu pengaturan khusus di masing-masing Bandar Udara
di daerah Indonesia yakni berupa Peraturan daerah yang berfungsi
untuk menetralisir daerah bandara dari gangguan dan kegiatan yang
dapat membahayakan penerbangan.32
32
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
A. Landasan Filosofis
UUD NRI Tahun 1945 sebagai grundnorm pada Pasal 18 ayat (5)
Perubahan ke-2 menyatakan bahwa :
“Pemerintah Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya,
kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan
sebagai urusan pemerintah”.33
Makna dari Pasal tersebut bahwa, Pemerintah Daerah diberikan
kewenangan yang seluas-luasnya untuk merekayasa dan mengembangkan
daerahnya. Sehubungan dengan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali
yang mengatur tentang Menerbangkan Layang-Layang di Wilayah Udara
Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan Bandar Udara I Gusti
Ngurah Rai, maka Pemerintah Provinsi Bali memiliki wewenang untuk
membuat peraturan mengenai peraturan daerah tersebut. Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Menerbangkan Layang-Layang di
Wilayah Udara Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan Bandar
Udara I Gusti Ngurah Rai ini berhubungan dengan tujuan Bangsa
Indonesia yang tertuang pada pembukaan UUD NRI 1945 alinea ke-empat
yaitu :
Membentuk suatu pemerintahan Negara Republik Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia;
1. Memajukan kesejahteraan umum;
2. Mencerdaskan kehidupan bangsa;
3. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Sesuai dengan tujuan tersebut, pada dasarnya setiap bentuk
pelayanan kepada masyarakat memerlukan adanya pengaturan dari
Pemerintah yang diberi kewenangan untuk mengaturnya. Semua itu
menuntut adanya campur tangan dari negara dalam pengaturannya.
33 Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
33
Pengaturan terhadap pengendalian kawasan keamanan dan keselamatan
penerbangan juga berkaitan dengan tujuan agar terhindar dari berbagai
masalah yang mungkin timbul. Hal ini guna menciptakan suatu ketertiban
umum agar timbul kesejahteraan untuk semua pihak.
Selain itu, seperti yang tertera dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945
yang menyatakan :
“Negara Indonesia adalah negara hukum”.34
Pada Pasal ini mengartikan bahwa Negara Indonesia berhak
menentukan dan mengatur segala sesuatu yang berkepentingan dan
berpengaruh terhadap keadaan negara. Salah satu yang berhak diatur
adalah kebudayaan layang-layang. Lebih lengkap lagi, kebudayaan di
Indonesia diatur dalam Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI 1945.
Meskipun kebudayaan layang-layang ini berskala nasional, namun
pemerintah dapat membuat pengaturan yang bersifat lokal. Hal ini
didukung oleh Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945 yang menyatakan :
“Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan”.35
Pemerintah Daerah Provinsi Bali mendapat kewenangan seluas-
luasnya untuk mengembangkan daerah termasuk keamanan dan
pelayanan publik. Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang
Menerbangkan Layang-Layang di Wilayah Udara Kawasan Keselamatan
Operasional Penerbangan Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai adalah sebuah
peraturan yang dibuat untuk menertibkan sebuah kebudayaan yang dapat
menggangu keamanan lainnya.
Selain itu, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali ini juga sejalan
dengan Visi dan Misi Pemerintah Daerah Provinsi Bali yaitu :
Visi :
Visi yang hendak dicapai dalam periode Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah Provinsi Bali adalah Bali Mandara yakni
Terwujudnya Bali yang Maju, Aman, Damai dan Sejahtera.
34 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
35 Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
34
Misi :
1. Mewujudkan Bali yang Berbudaya, Metaksu, Dinamis, Maju dan
Modern;
2. Mewujudkan Bali yang Aman, Damai, Tertib, Harmonis, serta Bebas
dari Berbagai Ancaman;
3. Mewujudkan Bali yang Sejahtera dan Sukerta Lahir Batin.
Isi dari Tri Hita Karana, yaitu :
1. Parahyangan : keharmonisan hubungan antara manusia dengan
Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa);
2. Pawongan : keharmonisan hubungan antara sesama Umat manusia;
3. Palemahan : keharmonisan hubungan antara Umat manusia
dengan alam lingkungan.
Keterkaitannya antara visi misi Pemerintah Daerah Provinsi Bali
dengan Tri Hita Karana tersebut yaitu dimana visi misi Pemerintah Daerah
Provinsi Bali bertujuan mewujudkan masyarakat yang tertib, aman, damai,
harmonis dan Tri Hita Karana merupakan suatu konsepnya untuk
menciptakan keharmonisan dan kedamaian hubungan yang meliputi
hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan sesama umat manusia dan
hubungan manusia dengan alam lingkungannya. Ini merupakan suatu
pembenar dari adanya peraturan untuk penertiban layang – layang agar
terciptanya keamanan dan ketertiban yang dicita – cita kan oleh pemerintah
dan masyarakat Bali.
B. Landasan Sosiologis
Pada dasarnya rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang
Larangan Menaikkan Layang-Layang di Kawasan Bandar Udara Ngurah Rai
merupakan bagian kebijakan pemerintah daerah dalam rangka
menigkatkan keamanan dan keselamatan yang lebih berorientasi pada nilai
ketertiban dalam meningkatkan keamanan dan keselamatan masyarakat
khususnya di Bali. Bali merupakan pulau yang memiliki kebudayaan yang
beranekaragam termasukberbagai jenis permainan tradisionalnya yang
menjadi daya tarik wisatawan seperti halnya permainan layang-layang.
Masyarakat adat di Bali telah mewarisi kegatan “melayangan” dari zaman
35
dulu dan akan terus berlangsung sebagai adat istiadat dan kebiasaan.
Namun, tanpa disadari permainan ini juga dapat menyebabkan masalah
misalnya dalam lingkup penerbagan di Bandar Udara Ngurah Rai.
Capt. Jurry Soeryo, Penerbang Pesawat Indonesia Air Asia Extra,
menyatakan bahwa ancaman yang paling utama atas keselamatan
penerbangan bukanlah permasalahan cuaca, tetapi benda – benda asing
yang ada di ruang udara termasuk burung, layang – layang, laser dan
sejenisnya. “Pesawat yang saya tebangkan SYD – DPS sempat tidak
diperbolehkan mendarat karena adanya layang – layang di dekat ujung
runway 27 sehingga pesawat saya harus berputar – putar. Bali merupakan
muka Indonesia di mata dunia jangan sampai wisatawan internasional
merasa terganggu dengan adanya hal itu.”
Semua persoalan yang terkait dengan keamanandan keselamatan
dalam penerbangan tetap harus merupakan tanggung jawab bersama, baik
oleh pemerintah maupun masyarakat karena bagaimanapun kondisi
kehidupan yang jauh lebih baik harus senantiasa menjadi cita-cita
bersama. Dalam mewujudkan kebersamaan, mutlak harus adanya peran
aktif dari para pengambil kebijakan untuk merumuskan kebijakan-
kebijakannya yang ssuai dengan prinsip keadilan sosial yaitu harus mampu
dirasakan oleh selurh lapisan masyarakat Bali melalui pemberdayaan
potensi masyarakat dalam mendukung terciptanya keselarasan antar adat
istiadat di Bali serta keamanan dan keselamatan dalam dunia penerbangan.
C. Landasan Yuridis
Landasan yuridis ini merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi
permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan
mempertimbangkan aturan yang ada, yang akan diubah, atau yang akan di
cabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan
substansi atau materi yang diatur sehingga perlu di bentuk Peraturan
Perundang-undangan yang baru. Kajian dari segi yuridis ini dimaksudkan
untuk melihat Peraturan Perundang-undangan yang menjadi instrument
36
hukum sebagai dasar dalam Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali
tentang Menerbangkan Layang-Layang di Wilayah Udara Kawasan
Keselamatan Operasional Penerbangan Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai.
Dengan adanya kajian yuridis, diharapkan materi dan substansi yang ada
dalam Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Menerbangkan
Layang-Layang di Wilayah Udara Kawasan Bandar Udara I Gusti Ngurah
Rai tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan terkait yang
menjadi dasar penyusunan rancangan peraturan daerah ini adalah sebagai
berikut :
1. UUD NRI 1945.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1976 tentang
Perubahan dan Penambahan berapa Pasal dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana Bertalian dengan Perluasan Berlakunya
Ketentuan Perundang-Undangan Pidana, Kejahatan Penerbangan
dan Kejahatan terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001
tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan.
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai
Daerah Otonom.
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 1986
tentang Penyediaan dan Penggunaan Tanah Serta Ruang Udara di
Sekitar Bandar Udara.
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2001
tentang Kebandaraan.
9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 43 Tahun 2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan, sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor KM 20 Tahun 2008.
37
10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 44 Tahun 2005 tentang
Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-7112-2005
mengenai Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan sebagai
Standar Wajib.
11. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 214/AU 403/PHB-87
tentang Batas-Batas Keselamatan Operasi Penerbangan Disekitar
Bandar Udara Ngurah Rai - Bali.
12. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Larangan Menaikan Layang-Layang dan Permainan Sejenis di
Bandara Udaya Ngurah Rai dan sekitarnya.
13. Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Ketertiban Umum.
38
BAB V
39
C. Ruang Lingkup Materi Muatan
A. JUDUL
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI
TENTANG
MENERBANGKAN LAYANG – LAYANG DI WILAYAH UDARA KAWASAN
KESELAMATAN OPERASIONAL PENERBANGAN BANDAR UDARA I GUSTI
NGURAI RAI
B. PEMBUKAAN
1. Frasa
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
2. Jabatan
GUBERNUR BALI,
3. Konsiderans
Menimbang : a. bahwa wilayah ruang udara di Bandar Udara I
Gusti Ngurah Rai dan sekitarnya yang
merupakan wilayah pergerakan pesawat
udara baik yang mendarat maupun berangkat
membutuhkan jaminan keamanan dan
keselamatan penerbangan;
b. bahwa kawasan-kawasan di Bandar Udara I
Gusti Ngurah Rai dan sekitarnya merupakan
kawasan keselamatan operasional
penerbangan pada batas-batas tertentu harus
bebas dari penghalang;
c. bahwa dalam meningkatkan pengawasan
terhadap penerbangan layang-layang di
wilayah udara kawasan keselamatan
operasional penerbangan Bandar Udara I
Gusti Ngurah Rai;
40
d. bahwa sehubungan dengan huruf a, huruf b
dan huruf c perlu menetapkan batas-batas
kawasan keselamatan operasional
penerbangan yang bebas dari gangguan
layang-layang di Bandar Udara I Gusti
Ngurah Rai dan sekitarnya dengan Peraturan
Daerah.
4. Dasar Hukum
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar NRI
1945 menentukan Pemerintah Daerah berhak
menetapkan Peraturan Daerah dan peraturan-
peraturan lainnya untuk melaksanakan
otonomi dan tugas pembantuan.36
2. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958
tentang Pembentukan Daerah-daerah tingkat I
Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara
Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 1655; Tambahan Lembaran Negara
Repbulik Indonesia Nomor 1649).37
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
244, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
41
tentang Pemerintahan Daerah Menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 24, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5657).38
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4956).39
5. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001
tentang Keamanan dan Keselamatan
Penerbangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 Nomor 9).40
6. Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16 Tahun
2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Bali Tahun 2009 – 2029. 41
Penerbangan
41 Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang
42
5. Diktum
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI BALI
MEMUTUSKAN :
C. BATANG TUBUH
1. Ketentuan Umum
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang
Menerbangkan Layangan-Layang di Bandara Udara I Gusti
Ngurah Rai menentukan beberapa pengertian, definisi,
singkatan, dan akronim dalam ketentuan umum, yaitu:
a Daerah adalah Provinsi Bali.
b Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Bali.
c Gubernur adalah Gubernur Bali.
d Kepolisian Daerah Bali yang selanjutnya disingkat POLDA
adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia.
e Penyelenggara Bandar Udara adalah Unit Pelaksanaan
Teknis/Satuan Kerja Bandara Udara atau Badan Usaha
Kebandarudaraan.
f Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai adalah lapangan terbang
yang dipergunakan untuk lepas landas dan/atau mendarat
pesawat udara, naik dan turunnya penunjang,
membongkar dan/atau memuat pos, barang, hewan, dan
tanaman termasuk segala fasilitas penumpang
penyelenggaraan kegiatannya serta dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat
perpindahan antara modal transportasi.
43
g Layang-layang adalah benda yang dibuat dari kain/kertas
atau bahan lain dengan diberi kerangka yang terdapat titik
berat/keseimbangan sehingga dapt diterbangkan dengan
ditarik melalui tali yang dipasang pada kerangka tersebut
dengan melawan arus angin bertiup.
h Penerbangan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
penggunaan wilayah udara, pesawat udara, bandara
udara, angkutan udara, keamanan dan keselamatan
penerbangan serta kegiatan dan fasilitas penumpang lain
yang terkait.
i Pesawat Udara adalah pesawat udara yang lebih berat dari
udara, bersayap tetap dan dapat terbang dengan
tenaganya sendiri.
j Kawasan udara terlarang (prohibited area) adalah ruang
udara tertentu diatas daratan dan/atau perairan, dengan
pembatasan yang bersifat permanen dan menyeluruh bagi
semua pesawat udara.
k Kawasan udara terbatas (restricted area) adalah ruang
udara tertentu diatas daratan dan/ atau perairan dengan
pembatasan bersifat tidak tetap dan hanya dapat
digunakan untuk operasional penerbangan Negara dan
pada waktu tidak digunakan (tidak aktif), kawasan ini
dapat dipergunakan untuk penerbangan sipil.
l Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan yang
selanjutnya disingkat KKOP adalah wilayah daratan
dan/atau perairan serta ruang udara di sekitar Bandar
Udara yang digunakan untuk kegiatan operasi
penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan
penerbangan.
m Controlled airspace adalah jenis ruang udara yang
diberikan pelayanan lalu lintas penerbangan berupa
pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan (air traffic
control service), pelayanan informasi penerbangan (flight
44
information service) dan pelayanan kesiagaan (alerting
service).
n Uncontrolled airspace adalah jenis ruang udara yang
diberikan pelayanan lalu lintas penerbangan berupa
pelayanan informasi penerbangan (flight information
service), pelayanan kesiagaan (alerting service) dan
pelayanan saran lalu lintas penerbangan (air traffic
advisory service).
c. Pengawasan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berwenang melakukan
pengawasan penerbangan layang-layang mulai dari
ketinggian, kawasan dan jarak menerbangkan layang-layang
di sekitar bandara. Pengawasan penerbangan layang-layang
dilaksanakan oleh menteri/dinas/instansi yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
penerbangan, Kepolisian, keamanan dan ketertiban.
46
d. Larangan Penerbangan Layang-Layang
Rancangan Perda ini mengatur mengenai larangan yang
harus dipatuhi oleh setiap orang, yaitu terkait dengan
larangan untuk:
1. Menerbangkan layang-layang pada Kawasan Udara
Terlarang (Prohibited Area), Kawasan Udara Terbatas
(Restricted Area), Kawasan Keselamatan Operasional
Penerbangan (KKOP).
2. Menerbangkan layang-layang pada Controlled airspace
dan Uncontrolled airspace pada ketinggian lebih dari 500
ft (150m) diatas permukaan laut (dpl).
3. Menerbangkan layang-layang pada jarak kurang dari
500m dari batas terluar suatu kawasan udara terlarang
(prohibited area) atau kawasan udara terbatas (restricted
area).
47
f. Ketentuan Penyidikan
Penyidik Pejabat Polisi Daerah Bali memiliki wewenang
dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana yang
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pidana. Wewenang
penyidik tersebut adalah:
1. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti
keterangan atau laporan agar keterangan atau laporan
menjadi lengkap dan jelas;
2. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan
mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran
perbuatan yang dilakukan;
3. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang
pribadi atau badan;
4. Melakukan pemeriksaan;
5. Melakukan penggeledahan dan penyitaan untuk
mendapatkan barang bukti;
6. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas;
7. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan
ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang
berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau
dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud;
8. Mengambil gambar seseorang yang terkait dengan
tindak pidana;
9. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan
diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
10. Menghentikan penyidikan.
Penyidik harus memberitahukan dimulainya penyidikan
(SPDP) dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada
penuntut umum sesuai dengan hukum acara pidana.
48
3. Ketentuan Sanksi
Pada dasarnya pelanggaran ketentuan terhadap peraturan ini
dapat dilakukan baik oleh perseorangan maupun kelompok.
Untuk menjamin adanya ketertiban dan keamanan lalu lintas
penerbangan di Bandar Udara Ngurah Rai maka dipandang
perlu adanya sanksi baik berupa sanksi administratif maupun
sanksi pidana, dalam hal ini mengacu pada Peraturan Menteri
Dalam Negeri RI Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Pembentukan
Produk Hukum Daerah.
1. Sanksi Administratif:
a. Teguran lisan;
b. Teguran tertulis;
c. Penghentian sementara kegiatan;
d. Penghentian tetap kegiatan;
e. Pencabutan sementara izin;
f. Pencabutan tetap izin;
g. Denda administratif; dan/atau
h. Sanksi administratif lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
2. Sanksi Pidana:
Selain dikenakan sanksi administratif terhadap pelanggar
agar memberikan efek jera perlu diadakan sanksi pidana
dengan ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam)
bulan atau pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah).
4. Ketentuan Peralihan
Dengan mulai berlakunya Peraturan daerah mengenai
menerbangkan layang-layang dikawasan bandara I Gusti
Ngurah Rai ini, maka semua peraturan pelaksanaan yang
mengatur tentang menerbangkan layang-layang tetap berlaku
49
sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan
peraturan baru berdasarkan Undang-undang ini.
5. Ketentuan Penutup
Peraturan Daerah Provinsi Bali Tentang Menerbangkan Layang
Layang Di Wilayah Udara Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai dilaksanakan
oleh Instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang penerbangan dan Polisi Daerah Bali. Peraturan Daerah
ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan dan dengan mulai
berlakunya Peraturan Daerah ini maka semua peraturan
pelaksanaan yang mengatur tentang menerbangkan layang-
layang tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau
belum diganti dengan peraturan perundang – undangan yang
baru.
D. PENUTUP
Penutup merupakan bagian akhir dari peraturan daerah yang
memuat:
a. Rumusan perintah pengundangan dan penempatan Peraturan
Perundang-undangan dalam Lembaran Daerah atau Berita
Daerah yang berbunyi sebagai berikut: “Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi
Bali”.
50
c. Pengundangan atau penetapan Peraturan Perundang-undangan
memuat:
1. Tempat dan tanggal pengundangan;
2. Nama jabatan yang berwenang mengundangkan;
3. Tanda tangan;
4. Nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar,
pangkat, golongan, dan nomor induk pegawai.
51
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
52
1.8. Ketentuan Peralihan
1.9. Ketentuan Penutup
53
c. Landasan Yuridis Guna mewujudkan ketertiban penerbangan layang-
layang, maka diperlukan suatu pengaturan yaitu
Peraturan Daerah.
54
Berdasarkan keseluruhan tersebut di atas Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi Bali tentang Menerbangkan Layang-layang di Wilayah
Udara Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan Bandar Udara I
Gusti Ngurah Rai dirumuskan simpulan dasar hukum penyusunan
rancangan peraturan daerah ini adalah sebagai berikut :
55
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai
Daerah Otonom.
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 1986
tentang Penyediaan dan Penggunaan Tanah Serta Ruang Udara di
Sekitar Bandar Udara.
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2001
tentang Kebandaraan.
10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 43 Tahun 2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan, sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor
KM 20 Tahun 2008.
11. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 44 Tahun 2005 tentang
Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-7112-2005
mengenai Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan sebagai
Standar Wajib.
12. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 214/AU 403/PHB-87
tentang Batas-Batas Keselamatan Operasi Penerbangan Disekitar
Bandar Udara Ngurah Rai - Bali.
13. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Larangan Menaikan Layang-Layang dan Permainan Sejenis di
Bandara Udaya Ngurah Rai dan sekitarnya.
14. Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Ketertiban Umum.
B. Saran
56
2. Meningat hal tersebut diatas, maka penyusunan Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi Bali tentang Larangan Menerbangkan Layang-layang di
Wilayah KKOP perlu segera diwujudkan.
57
DAFTAR PUSTAKA
58
DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 – 2029
59