Anda di halaman 1dari 59

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang dihuni begitu banyak suku, ras,
dan agama yang membuatnya memiliki keanekaragaman budaya. Salah
satunya adalah permainan layang-layang atau yang lebih dikenal dengan
istilah layangan. Layang-layang atau layangan merupakan lembaran bahan
tipis berkerangka bambu yang diterbangkan ke udara dan terhubung
dengan tali atau benang ke daratan atau pengendali. Layang-layang sendiri
merupakan permainan tradisional yang memanfaatkan kekuatan hembusan
angin sebagai alat pengangkatnya. Layang-layang atau layangan tidak
hanya dikenal di Indonesia namun juga dikenal luas di seluruh dunia.
Keberadaan layang-layang yang pada awalnya hanya merupakan
hiburan masyarakat, kini telah berganti peran menjadi budaya di
masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Bali. Layang-layang juga
telah menjadi permainan yang sangat digemari oleh seluruh kalangan, baik
anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Hal ini dapat dilihat dari
perlombaan layang-layang yang secara rutin diadakan dan juga jumlah
peserta yang mengikuti perlombaan layang-layang yang diadakan oleh
Pelangi Bali pada tahun 2014 tercatat sebanyak 1.132 peserta.
Perkembangan permainan layang-layang dewasa inipun tidak seperti
perkembangan kebudayaan lainnya yang ditinggalkan masyarakat atau
malah menggeser masyarakat kearah yang negatif. Permainan ini selain
menjadi permainan dan budaya, keberadaan layang-layang juga memiliki
andil besar dalam menjaga kearifan lokal, hal ini sangatlah sejalan dengan
ide sila ketiga Pancasila yang berbunyi “Persatuan Indonesia.”. Potensinya
sebagai budaya dan penjaga kearifan lokal ini juga dimanfaatkan oleh
pemerintah kabupaten dan kota di wilayah provinsi Bali sebagai aset wisata
yang dapat menopang perekonomian.
Namun seiring berjalannya waktu, layang-layang menjadi suatu
ancaman keselamatan di balik potensi ekonomi, sosial, dan budaya yang
dimilikinya. Peristiwa ini dikarenakan banyaknya masyarakat yang
menerbangkan layang-layang tidak pada tempatnya yang akan

1
mengakibatkan adanya kerusakan maupun korban jiwa akibat dari pada
penerbangan layang-layang tersebut.
Pada Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa:
“Negara Indonesia merupakan negara hukum”.
Indonesia sebagai negara hukum seharusnya dapat memberikan
kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum termasuk dalam hal ini
adalah memberikan jaminan keselamatan bagi pengguna jasa penerbangan
dan juga masyarakat di sekitar area KKOP (Kawasan Keselamatan
Operasional Penerbangan) Bandar Udara. Hal ini sejalan dengan bunyi
pasal 28A UUD NRI 1945 yang menyatakan:
“Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya.”
Adapun peraturan mengenai layang-layang diatur dalam SUB
BAGIAN B Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 9 Tahun 2009,
namun dalam aturan ini tidak mengatur masalah terkait seperti yang
dijabarkan diatas. Melalui pandangan ini maka perlu adanya pengaturan
tentang tata cara menerbangkan layang-layang yang mampu menjamin
keamanan dan keselamatan seluruh pihak.

B. Identifikasi Masalah
a) Penerbangan Layang-Layang yang jumlahnya mencapai puluhan di
kawasan KKOP Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai sehingga
menimbulkan gangguan terhadap keselamatan penerbangan pesawat.
b) Dengan diterbangkannya puluhan layang-layang tersebut,
menyebabkan kenyamanan dan keselamatan pengguna jasa
penerbangan terganggu
c) Terjadinya kecelakaan pesawat akibat banyaknya layang-layang yang
beterbangan dikawasan KKOP Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai
d) Terjadinya kerusakan mesin dan melemahkan tingkat compliance
Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai di mata dunia Internernasional.
e) Penurunan kredibilitas Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai yang telah
menduduki kategori 1 Federal Aviation Administration (FAA)
disebabkan kelemahan standar keselamatan dan keamanan.

2
C. Tujuan dan Kegunaan
Sesuai dengan latar belakang dan identifikasi masalah yang tertera di
atas maka tujuan disusunnya naskah akademik ini adalah sebagai berikut :
a) Untuk memberikan solusi terhadap permasalahan layang-layang di
balik potensi ekonomi, sosial, dan budaya yang ada.
b) Untuk mensosialisasikan tentang pengadaptasian KKOP berdasarkan
aturan ICAO yang ada di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai kepada
masyarakat.
c) Untuk memberikan keselamatan dan kenyamanan bagi pengguna
jasa penerbangan serta masyarakat di sekitar KKOP Bandar Udara I
Gusti Ngurah Rai.
d) Agar tidak ada penerbangan layang-layang yang membahayakan
keselamatan pengguna jasa penerbangan serta masyarakat di sekitar
KKOP Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai.

D. Metode
Penyusunan naskah akademik ini menggunakan Metode Penelitian
Hukum, yaitu metode yuridis empiris atau sosiolegal adalah penelitian yang
diawali dengan penelitian normatif yang dilanjutkan dengan observasi yang
mendalam berdasarkan fakta yang ada di masyarakat, untuk mendapatkan
data non hukum yang terkait dan berpengaruh terhadap peraturan
perundang-undangan yang diteliti.1
Penyusunan Naskah Akademik ini yang pada dasarnya merupakan
suatu kegiatan penelitian penyusunan Naskah Akademik - digunakan
metode yang berbasiskan metode penelitian hukum. 2

1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-


Undangan
2 Soelistyowati Irianto dan Sidharta, 2009, Metode Penelitian Hukum Konstelasi Dan

Refleksi,Yayasan Obor, h. 177-178.

3
D.1 Jenis Penelitian
Di dalam penelitian hukum terdapat dua model jenis penelitian yaitu:
3

a. Metode penelitian hukum normative atau penelitian doctrinal,


mempergunakan data sekunder berupa ; peraturan perundang-
undangan, keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana hukum
terkemuka, Analisis data sekunder dilakukan secara normative
kualitatif yaitu yuridis kualitataif.
b. Metode penelitian hukum sosiologis / empiris, mempergunakan
semua metode dan tehnik-tehnik yang lasim dipergunakan di dalam
metode-metode penelitian ilmu-ilmu sosial / empiris.
Bertitik tolak dari pemasalahan yang diangkat dalam kajian ini, maka
jenis penelitian dalam kajian ini mempergunakan penelitian hukum
normative dan empiris. Dalam beberapa kajian jenis penelitian seperti ini
juga disebut dengan penelitian dogmatik.4 Dalam penelitian hukum
normatif, untuk mengkaji persoalan hukumnya dipergunakan bahan-bahan
hukum yang terdiri dari bahan hukum primer ( primary sources or
authorities ) dan bahan-bahan hukum sekunder ( secondary sources or
authorities ). Bahan-bahan hukum primer dapat berupa peraturan
perundang-undangan, bahan-bahan hukum sekunder dapat berupa
makalah, buku-buku yang ditulis oleh para ahli dan bahan hukum berupa
kamus bahasa hukum dan kamus bahasa Indonesia. Dan dilanjutkan
dengan observasi yang mendalam berdasarkan fakta yang ada di
masyarakat, untuk mendapatkan data non hukum yang terkait dan
berpengaruh terhadap peraturan perundang-undangan yang diteliti.

D.2. Metode Pendekatan


Penelitian hukum mengenal beberapa metode pendekatan, yaitu
pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep
(conseptual approach), pendekatan analitis (analytical approach),

3 Rony Hanitijo Soemitro, 1985, Metodologi Penelitian Hukum, Ghia Indonesia Jakarta,
1985, h. 9.
4 Jan Gijsels,2005, Mark Van Hocke ( terjemahan B. Arief Sidharta ) Apakah Teori Hukum

Itu ? , Laboratorium Hukum Universitas Parahyangan Bandung, h. 109-110.

4
pendekatan perbandingan (comparative approach), pendekatan historis
(historical approach), dan pendekatan filsafat (philosophical approach).
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan
(statute approach) dan pendekatan konsep hukum (conceptual approach).
Pendekatan perundang-undangan ( statute approach ), dilakukan
dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
penerbangan, yaitu UU No. 1 Tahun 2009.
Pendekatan konsep hukum ( conceptual approach ) dilakukan dengan
menelaah pandangan-pandangan mengenai pendelegasian kewenangan
sesuai dengan penelitian ini.5

D.3. Sumber Bahan Hukum


Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder.6 Bahan hukum primer adalah segala dokumen
resmi yang memuat ketentuan hukum, dalam hal ini adalah UU
Kearsiapan dan UU Pemda serta peraturan perundang-undangan yang lain
yang terkait dengan pendelegasian kewenangan mengatur pada peraturan
perundang-undangan.
Bahan hukum sekunder adalah dokumen atau bahan hukum yang
memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer seperti hasil
penelitian atau karya tulis para ahli hukum yang memiliki relevansi dengan
penelitian ini, termasuk di dalamnya kamus dan ensiklopedia.
Bahan hukum informatif berupa informasi dari lembaga atau pejabat,
baik dari lingkungan Pemerintah maupun para pihak dari PT. Angkasa Pura
serta informasi dari seka layang-layang dan masyarakat yang dapat
digunakan sebagai penunjang dan untuk mengkonfirmasi bahan hukum
primer dan sekunder.

D.4. Pengumpulan Bahan Hukum


Metode pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara:

5 Ibid, hal. 19.


6 C.F.G.Sunaryati Hartono, 1994, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad ke 2 ,
Alumni, Bandung, hal. 134.

5
a. Studi dokumenter dan kepustakaan untuk bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder.
b. Untuk bahan informatif dilakukan dengan studi lapangan yaitu
wawancara dan FGD (focus group discussion).

D.5. Analisis
Terhadap bahan-bahan hukum yang terkumpul dilakukan
interpretasi secara hermeneutikal yaitu Berdasarkan pemahaman tata
bahasa (gramatikal) yakni Berdasarkan makna kata dalam konteks
kalimatnya, aturan hukum dipahami dalam konteks latar belakang sejarah
pembentukannya (historikal) dalam kaitannya dengan tujuan yang ingin
diwujudkannya (teleologikal) yang menentukan isi hukum positif itu (untuk
menemukan ratio legis-nya) serta dalam konteks hubungannya dengan
aturan hukum positif yang lainnya (sistimatikal) dan secara kontekstual
merujuk pada faktor-faktor kenyataan kemasyarakatan dan kenyataan
ekonomi (sosiologikal) dengan mengacu pandangan hidup serta nilai-nilai
cultural dan kemanusiaan fundamental (philosophical) dalam proyeksi ke
masa depan (futurelogikal).7

7 Arif Shidarta, Hukum Progresif dan Sisi Filosofisnya: Persepsi Epistimologis,


Hermeneutis, dan Metafisika, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Prospek
Hukum Progresif di Indonesia, di Undip Semarang 20 Juli 2009, hlm 21.

6
BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS

A. Kajian Teoritis

A.1 Hirarki Norma

Penelitian menggunakan teori hirarki milik Hans Kelsen, menurutnya


norma dasar merupakan norma tertinggi untuk membentuk suatu sistem,
norma tersebut tidak lagi dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi lagi,
norma dasar dapat juga dikatakan sebagai pre-supposed dimana
masyarakat menetapkan terlebih dahulu norma-norma dasar yang ada
untuk kemudian menetapkan norma yang berada dibawahnya8. Menurut
Hans Kelsen norma hukum harus bersumber pada norma diatasnya dan
norma tertinggi dalam hukum adalah sumber utama hukum, biasanya
berupa ideologi atau cita-cita bersama sebuah masyarakat untuk mengatur
struktur masyarakatnya, sumber hukum menjadi dasar bagi norma hukum
dibawahnya, tidak ada yang sejajar didalam dasar sumber hukum. Hans
Kelsen berpendapat bahwa rusaknya norma dasar sebagai norma tertinggi
akan mengakibatkan rusaknya struktur norma dibawahnya, sehingga
norma yang berada di bawah harus selalu sesuai dengan norma yang
berada diatasnya.9.
Menurut Hans Kelsen bahwa selain norma itu berlapis-lapis dan
berjenjang-jenjang, norma hukum dari suatu negara itu juga berkelompok-
kelompok, dan pengelompokan norma hukum dalam suatu negara biasanya
terdiri atas empat kelompok besar antara lain yaitu sebagai berikut10:
1. Kelompok I :Staatsfundamentalnorm (Norma Fundamental Negara);
2. Kelompok II :Staatsgrundgesetz (Aturan Dasar/Aturan Pokok Negara);
3. KelompokIII :Formell Gesetz (Undang-Undang ”Formal”);
4. Kelompok IV :Verordnung & Autonome Satzung (Aturan pelaksana)
Menurut Hans Kelsen, isi dari staatsfundamentalnorm merupakan norma

8 Hasani, Ismail dan Abdullah, A. Gani. Pengantar Ilmu Perundang-undangan, FSH UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006, hal 30.
9 Ismail dan Gani, hal 31.
10 Ismail dan Gani, hal 31.

7
hukum dasar atau sumber hukum bagi pembentukan konstitusi atau
undang-undang dasar dari suatu negara (Staatsverfassung), termasuk
norma pengubahannya yang berada dibawahnya. Hakikat hukum suatu
Staats-fundamentalnorm ialah syarat bagi berlakunya suatu konstitusi atau
undang-undang dasar, menurutnya sebuah Staats-fundamentalnorm ada
terlebih dahulu sebelum adanya konstitusi atau undang-undang dasar.11
Selanjutnya Nawiasky mengatakan norma tertinggi yang oleh Hans Kelsen
disebut sebagai norma dasar (basic norm) dalam suatu negara sebaiknya
tidak disebut sebagai staatsgrundnorm melainkan staatsfundamentalnorm
atau norma fundamental negara. Grundnorm mempunyai kecenderungan
untuk tidak berubah atau bersifat tetap, sedangkan di dalam suatu negara
norma fundamental negara itu dapat berubah sewaktu-waktu karena
adanya pemberontakan dan kuteta dan sebagainya. Hal itu biasanya
bersifat mutlak12
Berdasarkan pembahasan diatas maka dalam membentuk undang-
undang atau norma hukum, menurut Attamimi pemerintah bersama
legislatif dapat merujuk pada teori Nawiasky dan teori Hans Kelsen,
Penerapan hirarki norma tersebut pada struktur dan tata hukum di
Indonesia, berdasarkan teori tersebut, struktur tata hukum Indonesia13:

1. Staatsfundamentalnorm: Pancasila (Pembukaan UUD 1945);


2. Staatsgrundgesetz: Batang Tubuh UUD 1945, TAP MPR, dan Konvensi
Ketatanegaraan;
3. Formell Gesetz: Undang-Undang;
4. Verordnung & Autonome Satzung: secara hierarkis mulai dari Peraturan
Pemerintah hingga Keputusan Bupati atau Walikota.
Hukum dan norma merupakan dua hal yang tak terpisahkan dalam
kehidupan manusia. Kedua hal tersebut saling berkaitan dan biasa disebut
dalam satu kesatuan. Baik hukum maupun norma berperan dalam
mengatur kehidupan manusia atau individu dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Untuk lebih memahami keterkaitan antara keduanya, hal
11 Ismail dan Gani, hal 32.
12 Jimly Asshiddiqie, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2016, hal 172.
13 Asshiddiqie, hal 173.

8
yang harus dilakukan terlebih dahulu ialah memahami pengertian dari
hukum dan norma itu sendiri.

Hukum memiliki pengertian yang beragam karena memiliki ruang lingkup


dan aspek yang luas. Hukum dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan,
disiplin, kaedah, tata hukum, petugas (hukum), keputusan penguasa,
proses pemerintahan, perilaku yang ajeg atau sikap tindak yang teratur dan
juga sebagai suatu jalinan nilai-nilai. Hukum juga merupakan bagian dari
norma, yaitu norma hukum.

Norma itu sendiri merupakan bahasa latin yang dapat diartikan sebagai
suatu ketertiban, preskripsi atau perintah. Sistem norma yang berlaku bagi
manusia sekurang-kurangnya terdiri atas norma moral, norma agama,
norma etika atau kesopanan dan norma hukum. Norma hukum adalah
sistem aturan yang diciptakan oleh lembaga kenegaraan yang ditunjuk
melalui mekanisme tertentu. Artinya, hukum diciptakan dan diberlakukan
oleh institusi yang memiliki kewenangan dalam membentuk dan
memberlakukan hukum, yaitu badan legislatif. Hukum merupakan norma
yang memuat sanksi yang tegas. Di Indonesia, istilah hukum digunakan
dalam kehidupan sehari-hari untuk menunjukkan norma yang berlaku di
Indonesia. Hukum Indonesia adalah suatu sistem norma atau sistem
aturan yang berlaku di Indonesia. Sistem aturan tersebut diwujudkan
dalam perundang-undangan.

Dalam sistem perundang-undangan dikenal adanya hierarki


peraturan perundang-undangan. Ada peraturan perundang-undangan yang
mempunyai tingkatan yang tinggi dan ada yang mempunyai tingkatan lebih
rendah. Pengaturan mengenai jenis dan hierarki peraturan perundang-
undangan diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, selengkapnya
berbunyi sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

9
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Di samping jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang
disebutkan diatas, terdapat peraturan perundangan-undangan yang diluar
hierarki. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan juga mengatur jenis dan
hierarki peraturan perundang-undangan yang lain, selengkapnya berbunyi
sebagai berikut:
(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagai
mana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang
ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung,
Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank
Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat
yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas
perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,
Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat
(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Untuk menilai apakah suatu peraturan perundang-undangan yang
lebih rendah tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi perlu dilakukan pengujian undang-undang. Baik di dalam
kepustakaan maupun praktek dikenal adanya 2 (dua) macam hak menguji,
yaitu hak menguji formal (formele toetsingsrecht) dan hak menguji material
(material toetsingsrecht)

10
Pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004 tentang tata urutan perundang-undangan,
jenis dan hierarki perundang-undangan menyebutkan bahwa hierarki
perundang-undangan Indonesia meliputi; pertama UUD 1945, yang
merupakan peraturan negara atau sumber hukum tertinggi dan menjadi
sumber bagi peraturan perundang-undangan lainnya. Kedua,
UU/Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu), kewenangan penyusunan
undang-undang berada pada DPR denga persetujuan bersama dengan
presiden. Dalam kepentingan yang memaksa presiden bisa mengeluarkan
Perpu. Ketiga, Peraturan Pemerintah (PP), yang berhak menetapkan PP
adalah presiden. Dalam hal ini presiden melakukan sendiri tanpa
persetujuan dari DPR. Keempat adalah Peraturan Presiden, di dalamnya
berisi materi yang diperintahkan oleh undang-undang atau materi untuk
melaksanakan peraturan pemerintah. Selanjutnya adalah Peraturan Daerah
(Perda). Perda ini meliputi Perda provinsi, Perda kabupaten/kota dan
peraturan desa atau peraturan yang setingkat. Adapun wewenang untuk
menetapkan Perda berada pada kepala daerah atas persetujuan DPRD.

Pembahasan di atas telah menunjukan bahwa ada hubungan yang sangat


dekat antara hukum dan norma. Dalam kehidupan sehari-hari, hukum
Indonesia juga dianggap sebagai sistem norma yang berlaku di Indonesia
yang mengatur kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara.

A.2 Tentang Larangan Menaikkan Layang-Layang Di Kawasan Bandar


Udara Ngurah Rai.

Berdasarkan hirarki norma diatas maka dalam kajian pelarangan


penerbangan layang-layang di kawasan Bandar Udara Ngurah Rai tertuju
pada Undang-undang Dasar 1945 sebagai grundnorm pada Pasal 18 ayat
(5) Perubahan ke-2 mengamanatkan bahwa : “Pemerintah Daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang
oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat”. Makna
dari Pasal tersebut di atas, bahwa Pemerintah Daerah diberikan
kewenangan yang seluas-luasnya untuk merekayasa dan mengembangkan
daerahnya. Sehubungan dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang

11
Larangan Menaikkan Layang-Layang Di Kawasan Bandar Udara Ngurah
Rai, Pemerintah Provinsi Bali memiliki wewenang untuk membuat
peraturan mengenai peraturan daerah tersebut. Peraturan Daerah Provinsi
Bali tentang Larangan Menaikkan Layang-Layang Di Kawasan Bandar
Udara Ngurah Rai ini berhubungan dengan tujuan Bangsa Indonesia yang
tertuang pada pembukaan UUD 1945 alinea 4 yaitu:

Membentuk suatu pemerintahan Negara Republik Indonesia yang


melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
,Memajukan kesejahteraan umum / bersama, Mencerdaskan kehidupan
bangsa, Ikut berperan aktif dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban
dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi dan kedilan
sosial.
Sesuai dengan tujuan tersebut, pada dasarnya setiap bentuk
pelayanan kepada masyarakat memerlukan adanya pengaturan dari
Pemerintah yang diberi kewenangan untuk mengaturnya. Semua itu
menuntut adanya campur tangan dari negara dalam pengaturannya.
Pengaturan terhadap pengendalian kawasan keamanan dan keselamatan
penerbangan juga berkaitan dengan tujuan agar terhindar dari berbagai
masalah yang mungkin timbul. Hal ini guna menciptakan suatu ketertiban
umum agar timbul kesejahteraan untuk semua pihak dan keamanan
semua masyarakat.

A.3 Konsep & Teori Yang Menjadi Landasan Dalam Penelitian

Pada level Formell Gesetz dan Verordnung & Autonome Satzung,


urgensi Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Larangan Menaikkan
Layang-Layang Di Kawasan Bandar Udara Ngurah Rai didukung oleh norma
hukum Peraturan perundang-undangan yang berkaitan keselamatan
penerbangan,

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, dalam


pasal 210 menyebutkan larangan untuk menaikkan layang – layang
dan permainan sejenisnya di dan sekitar bandar udara. Adapun isi
pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

12
yakni, “Setiap orang dilarang berada di daerah di bandar udara,
membuat halangan (obstacle), dan/atau melakukan kegiatan lain di
kawasan keselamatan operasi penerbangan yang dapat membahayakan
keselamatan dan keamanan penerbangan, kecuali memperoleh izin
dari otoritas bandar udara”.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 1986
Tentang Penyediaan dan Penggunaan Tanah serta Ruang Udara di
sekitar Bandar Udara. Dijelaskan dalam pasal 5, mengenai kawasan di
sekitar bandar udara harus bebas dari penghalang termasuk layang –
layang dan permainan sejenisnya yang dapat menghalangi kelancaran
penerbangan. Tertulis “Kawasan di sekitar bandar udara yang
merupakan kawasan pendekatan dan lepas landas, kawasan
kemungkinan bahaya kecelakaan, kawasan di atas permukaan
horizontal dalam, permukaan kerucut, dan permukaan transisi dengan
batas - batas tertentu harus bebas dari penghalang”.
3. Anex 14 dari ICAO (International Civil Aviation Organization). Bandar
Udara adalah Area tertentu di daratan atau perairan (termasuk
bangunan, instalasi dan peralatan) yang diperuntukkan baik secara
keseluruhan atau sebagian untuk kedatangan, keberangkatan dan
pergerakan pesawat14. Menurut PT Angkasa Pura II (Persero), Bandar
Udara adalah Lapangan udara, termasuk segala bangunan dan
peralatan yang merupakan kelengkapan minimal untuk menjamin
tersedianya fasilitas bagi angkutan udara untuk masyarakat15. Tujuan
Penerbangan dan Kebandarudaraan Penerbangan dan
Kebandarudaraan juga diselenggarakan dengan tujuan16:
a. Mewujudkan penyelenggaraan yang tertib, teratur, selamat,
aman, nyaman, dengan harga yang wajar dan menghindari
praktek persaingan usaha yang tidak sehat;
b. Memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang
melalui udara dengan mengutamakan dan melindungi

14 Martono, Hukum Angkutan Udara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2016, hal 49.
15 Martono, hal 50.
16 Martono, hal 51.

13
angkutan udara dalam rangka memperlancar kegiatan
perekonomian nasional;
c. Membina jiwa kedirgantaraan;
d. Menjunjung kedaulatan Negara;
e. Menciptakan daya saing dengan mengembangkan teknologi dan
industri angkutan udara nasional;
f. Menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan
pembangunan nasional;
g. Memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka
perwujudan Wawasan Nusantara;
h. Meningkatkan ketahanan nasional;
i. Mempererat hubungan antar bangsa.
4. Penetapan Lokasi Bandar Udara dalam UURI No. 1 Tahun 2009
tentang Penerbangan, Penetapan lokasi Bandar Udara ini memuat
titik koordinat Bandar Udara dan rencana induk Bandar Udara.
Penetapan lokasi Bandar Udara dilakukan dengan memperhatikan17:
a. Rencana induk nasional Bandar Udara;
b. Keselamatan dan keamanan penerbangan;
c. Keserasian dan keseimbangan dengan budaya setempat dan kegiatan
lain terkait di lokasi Bandar Udara;
d. Kelayakan ekonomis, finansial, sosial, pengembangan wilayah, teknis
pembangunan, dan pengoperasian serta;
e. Kelayakan lingkungan.

A.4) Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP).

Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan adalah wilayah daratan


dan/atau perairan dan ruang udara di sekitar bandar udara yang
dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin
keselamatan penerbangan. Pada KKOP tidak dibenarkan adanya bangunan
atau benda tumbuh, baik yang tetap (fixed) maupun dapat berpindah
(mobile), yang lebih tinggi dari batas ketinggian yang diperkenankan sesuai

17 Martono, hal 59.

14
dengan Aerodrome Reference Code (Kode Referensi Landas Pacu) dan
Runway Classification (Klasifikasi Landas Pacu) dari suatu bandar udara.
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan terbagi atas:
(1). Kawasan Ancangan Pendaratan dan Lepas Landas adalah suatu
kawasan perpanjangan kedua ujung landasan, di bawah lintasan pesawat
udara setelah lepas landas atau akan mendarat, yang dibatasi oleh ukuran
tertentu.
(2). Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan adalah sebagian dari
kawasan pendekatan yang berbatasan langsung dengan ujung-ujung
landasan dan mempunyai ukuran panjang dan lebar tertentu, yang dapat
menimbulkan kemungkinan terjadinya kecelakaan, dikawasan tersebut.
(3). Kawasan Di bawah Permukaan Horizontal Dalam adalah bidang datar di
atas dan di sekitar bandar udara yang dibatasi oleh radius dan ketinggian
dengan ukuran tertentu untuk kepentingan pesawat udara melakukan
terbang rendah pada waktu akan mendarat atau setelah lepas landas.
(4). Kawasan Dibawah Permukaan Horizontal Luar adalah bidang datar di
sekitar bandar udara yang dibatasi oleh radius dan ketinggian dengan
ukuran tertentu untuk kepentingan keselamatan dan efisiensi operasi
penerbangan antara lain pada waktu pesawat melakukan pendekatan
untuk mendarat dan gerakan setelah tinggal landas atau gerakan dalam hal
mengalami kegagalan dalam pendaratan pesawat di area landing.
(5). Kawasan Di bawah Permukaan Kerucut adalah bidang dari suatu
kerucut yang bagian bawahnya dibatasi oleh garis perpotongan dengan
horizontal dalam dan bagian atasnya dibatasi oleh garis perpotongan
dengan permukaan horizontal luar, masing-masing dengan radius dan
ketinggian tertentu dihitung dari titik referensi yang ditentukan.
(6). Kawasan Di bawah Permukaan Transisi adalah bidang dengan
kemiringan tertentu sejajar dengan dan berjarak tertentu dari poros
landasan , pada bagian bawah dibatasi oleh titik perpotongan dengan garis
- garis datar yang ditarik tegak lurus pada poros landasan dan pada bagian
atas dibatasi oleh garis perpotongan dengan permukaan horizontal dalam.

15
B. Kajian Terhadap Asas/ Prinsip Yang Terkait Dengan Penyusunan
Norma.
Menurut Ashidiqqie dalam pembentukan peraturan harus
memperhatikan setiap asas yang mungkin dapat dipenuhi agar tercipta
keadilan dan keselarasan dengan norma dasar18. Asas ini merupakan hasil
dari penelitian dan kajian dalam pemecahan permasalahan seputar
peraturan daerah yang terkait dengan pelarangan menaikan layang-layang
disekitar bandar udara, asas ini berfungsi sebagai landasan nilai, mengapa
dan bagaimana Peraturan Daerah (PERDA) yang akan dibuat nantinya akan
dilaksanakan. Asas tersebut meliputi beberapa lingkupan asas diantaranya
:

1. Asas Pengayoman
Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Daerah harus berfungsi
memberikan perlindungan untuk menciptakan ketentraman dalam
masyarakat.
2. Asas Kemanusiaan
Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Daerah harus mencerminkan
perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan
martabat setiap warga negara dan penduduk indonesia.
3. Asas Kekeluargaan
Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Daerah harus mencerminkan
musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan
keputusan.
4. Asas Kenusantaraan
Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Daerah senantiasa
memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan Materi
Muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah
merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.

18 Asshiddiqie, hal 181.

16
5. Asas Keadilan ,Bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Daerah harus
mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.
6. Asas Ketertiban dan Kepastian Hukum ,Bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Daerah harus dapat mewujudkan ketertiban dalam
masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
7. Asas Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan ,Bahwa setiap
Materi Muatan Peraturan Daerah harus mencerminkan keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat
dan kepentingan bangsa dan negara.

C. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Yang Ada Serta


Permasalahan Yang Dihadapi Masyarakat.

Musim layang-layang telah di Bali sering kali berpotensi mengakibatkan


bahaya dan gangguan terhadap penerbangan. Namun, layang-layang
dilarang mengudara di sekitar Bandara Ngurah Rai karena dikhawatirkan
mengganggu keselamatan penerbangan, menurut General Manager PT
Angkasa Pura I Bandara Ngurah Rai layang-layang yang tidak terkendali
sangat beresiko terhadap keselamatan penerbangan dan kelancaran lalu
lintas angkutan udara yang sesuai dengan standar internasional, festival
dan musim layang-layang dibali memang merupakan hobi yang menarik
wisatawan dan menjadi tradisi namun ketika layang-layang putus sangat
riskan bagi keselamatan penerbangan. Dalam release General Manager PT
Angkasa Pura I Bandara Ngurah Rai menyebutkan bahwa PT Angkasa Pura
berhadap terdapat kerja sama dengan pihak pemerintahan desa, adat,
daerah tingkat dua dan kepala lingkungan setempat akan melakukan
sweeping terhadap layang-layang di udara yang dinaikkan oleh masyarakat
atau diikatkan di batang pohon. Kawasan yang dilarang untuk menaikkan
layang-layang spesifik pada radius sekitar 0-9 km dari Bandara Ngurah Rai,
9-18 km dengan maksimum ketinggian 200 meter, serta 18-54 km dengan
maksimum ketinggian 300 meter. Namun release ini tidak efektif karena
layang-layang berukuran raksasa tetap mengudara di atas Kota Denpasar,
Kuta, dan Jimbaran. Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2009 Tentang

17
Penerbangan tidak serta merta dapat menanggulangi permasalahan
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) terutama di kawasan
sekitar bandara agar tidak mengganggu aktivitas penerbangan pesawat
udara. Penyelenggaraan Undang - Undang ini belum dapat menekan
ancaman keselamatan penerbangan akibat benda-benda asing yang ada di
ruang angkasa, misalnya bahaya permainan layang-layang dan permainan
sejenis di daerah KKOP. Hal-hal tersebut jelas berdampak buruk bagi
kepentingan umum, keluhan dari Maskapai menyangkut lintasan terbang
pesawat yang merasa terganggu oleh penggunaan layang-layang, drone,
laser, dan sebagainya. Adanya kejadian dan kecelakaan yang disebabkan
karena permainan layang-layang atau sejenisnya, dapat mengakibatkan
korban jiwa, kerusakan mesin dan melemahnya tingkat compliance Bandar
Udara I Gusti Ngurah Rai di mata dunia Internasional.

D. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru Yang Akan Diatur


Dalam Undang – Undang atau Perda Terhadap Aspek Kehidupan
Masyarakat Dan Dampaknya Terhadap Aspek Beban Keuangan Negara.

Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan diatur


dalam Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Larangan
Menaikkan LayangLayang di Kawasan Bandar Udara Ngurah Rai, akan
memiliki implikasi, baik terhadap aspek kehidupan masyarakat, maupun
terhadap aspek beban keuangan negara.

1. Aspek Kehidupan Masyarakat


Bandara Ngurah Rai adalah bandara yang berada di Bali tepatnya di tengah
jalur antara Kuta Utara dan Kuta selatan di mana banyak obyek pariwisata
sehingga menunjang kearifan budaya lokal baik perlombaan layang-layang,
drone, laser dan sebagainya yang berpotensi menimbulkan gangguan pada
aktivitas penerbangan (obstacle) yang berada di Kawasan Keselamatan
Operasi Penerbangan (KKOP) terutama kawasan sekitar bandara agar tidak
mengganggu aktivitas penerbangan pesawat udara. Oleh sebab itu,
hadirnya suatu peraturan perundang-undangan dalam bentuk Peraturan
Daerah Provinsi Bali tentang Larangan Menaikkan Layang-Layang Di

18
Kawasan Bandar Udara Ngurah Rai ini adalah suatu keniscayaan, karena
akan berdampak sangat positif bagi kehidupan masyarakat. Peranan
Pemerintah Daerah bersama-sama dengan Bupati/Walikota, Penyelenggara
Bandar Udara, Lurah, Camat, Kelian Dinas, Prajuru Adat ,dan Sekeha
Teruna untuk melaksanakan penyuluhan tentang Peraturan Daerah ini
kepada masyarakat dalam memsosialisasikan terkait Larangan Menaikkan
Layang-Layang Di Kawasan Bandar Udara Ngurah Rai untuk menciptakaan
keselamatan baik bagi pihak penumpang maupun penduduk lokal.
Keberadaan peminat layang layang dan pelestariannya itu masih bisa
dilakukannya pelestariannya dengan melakukan festival layang layang,
tetapi tetap mengutamakan peraturan yang akan berlaku, maka dari itu
festival tidak boleh dilaksanakan di areal bandara. Keberadaan masyarakat
sendiri harus turut ikut serta dalam menjaga keamanan dan keselamatan
penerbangan di bandara.

2. Aspek Beban Keuangan Negara.


Sebagaimana dimaklumi bersama, bahwa penerapan sistem baru, apalagi
yang berkaitan dengan diberlakukannya suatu peraturan perundang-
undangan dalam bentuk Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Larangan
Menaikkan Layang-Layang Di Kawasan Bandar Udara Ngurah Rai,
dipastikan akan memiliki dampak terhadap aspek beban keuangan negara.
Namun, dalam hal ini, kewajiban penyelenggara, khususnya yang duduk di
Legisiatif dan Eksekutif, harus berusaha semaksimal mungkin untuk
mengatur kehidupan masyarakat, dalam rangka pencapaian masyarakat
yang tertib, aman, dan damai, serta sejahtera. Aspek beban keuangan
negara yang dikeluarkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN), mulai dari pembuatan Naskah Akademik, dan draf Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Larangan Menaikkan Layang-
Layang Di Kawasan Bandar Udara Ngurah Rai yang melibatkan banyak
pihak sebagai stake- holder. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan
antara para DPRD dengan Gubernur, yang tentunya memerlukan dana,
pengusul sangat yakin bahwa beban keuangan daerah ini sangat tidak

19
berarti dengan manfaat yang akan diperoleh jika Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi Bali tentang Larangan Menaikkan Layang-Layang Di
Kawasan Bandar Udara Ngurah Rai ini, menjadi Peraturan Daerah dan
mengikat seluruh warga Bali.

20
BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

A. Kondisi Hukum atau Peraturan Perundang-Undangan yang Mengatur


Mengenai Substansi atau Materi yang Akan Diatur
Pembentukan Peraturan daerah diatur dalam Pasal 18 ayat (6)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyatakan bahwa :
”Pemerintah daerah berhak menetapkan Peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lainnya untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan”.19
Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa Pemerintah daerah berhak
untuk membuat Peraturan daerah guna menunjang kepastian hukum
dalam masyarakat utamanya dalam hal ini adalah Peraturan daerah
yang mengatur mengenai Menerbangkan Layang-layang di Wilayah
Udara Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan Bandar Udara I
Gusti Ngurah Rai, dengan tujuan untuk memberikan kenyamanan dan
keselamatan dalam lalu lintas penerbangan.
Adapun definisi dari Penerbangan adalah segala sesuatu yang
berkaitan dengan penggunaan wilayah udara, pesawat udara, bandara
udara, angkutan udara, keamanan dan keselamatan penerbangan serta
kegiatan dan fasilitas penumpang lain yang terkait. Mengenai Bandar
Udara yang dipergunakan untuk lepas landas dan/atau mendarat
pesawat dalam penyelenggaraan kegiatannya, fasilitas keselamatan
penerbangan, dan usaha penunjang penerbangan lainnya memerlukan
operasi penerbangan yang penggunaannya harus memenuhi persyaratan
guna terciptanya keselamatan penerbangan.
Pengelolaan keselamatan penerbangan harus ditangani dengan baik
melalui pembinaan dan pengawasan terhadap pelanggaran menaikkan
layang-layang, ini dilaksanakan secara terpadu antara Pemerintah
daerah, Bupati/Walikota, Penyelenggara Bandar Udara, Camat, Kepala
Desa, Lurah, Kelihan Dinas, Prajuru adat, Sekeha Teruna, Instansi-

19 Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

21
instansi berwenang lainnya dan masyarakat di sekitar Bandar Udara.
Namun jika tidak dikelola dengan semestinya, dapat menimbulkan
gangguan terhadap keselamatan penerbangan, menyebabkan terjadinya
kecelakaan dan menjadi beban biaya karena sebagian dari kerusakan
maupun kerugian membutuhkan biaya ganti rugi serta melemahkan
tingkat compliance Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai dimata
internasional, dan juga mengancam predikat bahwa Indonesia saat ini
sudah menduduki kategori 1 Federal Aviatioan Administration ( FAA )
terkait standar keselamatan dan keamanan.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2009
tentang Penerbangan dimana dalam Pasal 201 ayat (3) ditentukan
bahwa:
”Penetapan lokasi Bandar Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan memperhatikan keselamatan dan keamanan
penerbangan, seluruh instansi penerbangan dituntut untuk dapat
memberikan pelayanan penerbangan yang sebaik-baiknya kepada
masyarakat”.20
Untuk itu setiap unit pelayanan penerbangan diharapkan mampu
menciptakan kondisi yang menyebabkan keselamatan dan keamanan
dalam proses penerbangan.
Larangan menaikkan layang-layang telah diatur dalam Peraturan
daerah Provinsi Bali No 9 Tahun 2000 Tentang Larangan Menaikkan
Layang-Layang dan Permainan Sejenis di Bandar Udara I Gusti Ngurah
Rai dan sekitarnya.21 Akan tetapi di dalam Peraturan daerah ini masih
terdapat beberapa kekurangan dan belum memberikan solusi berkaitan
dengan keselamatan dan kenyamanan bagi pengguna jasa penerbangan
pesawat di sekitar area Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan
(KKOP). Pemerintah Provinsi Bali melarang kepada setiap orang atau
masyarakat untuk tidak menaikkan layang-layang dan permainan
sejenis di sekitar Bandar Udara Ngurah Rai agar tidak menimbulkan
gangguan bagi arus penerbangan di sekitar Bandar Udara. Namun pada

20 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan


21 Peraturan daerah Provinsi Bali No 9 Tahun 2000

22
kenyataannya hingga saat ini, masih banyak ditemui layang-layang yang
mengudara dikawasan Keselamatan Operasional Penerbangan ( KKOP ).
Peraturan Perundang-undangan yang menjadi dasar hukum
pembentukan Peraturan daerah Provinsi Bali yang mengatur tentang
Menerbangkan Layang-Layang di Wilayah Udara Kawasan Keselamatan
Operasional Penerbangan Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai antara lain:
(a) Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar NRI 1945 menentukan
Pemerintah Daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan
peraturan-peraturan lainnya untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan.22
(b) Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan
Daerah-daerah tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa
Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655;
Tambahan Lembaran Negara Repbulik Indonesia Nomor 1649).23
(c) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587),
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5657).24
(d) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956).25

22 Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar NRI 1945


23 Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah tingkat I
Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
24 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
25 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

23
(e) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan
Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2001 Nomor 9).26
(f) Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 – 2029. 27

(g) Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 2 Tahun 2012 Tentang


Kepariwisataan Budaya Bali.28

B. Posisi Dari Undang-Undang atau Peraturan Daerah yang Baru Dalam


Keterkaitan / Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Lain.
Materi Pokok tentang Pengaturan Menerbangkan Layang-Layang di
Wilayah Udara Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan Bandar
Udara I Gusti Ngurah Rai yang hendak diatur dalam Peraturan Daerah
yang sedang disusun Naskah Akademiknya, mempunyai keterkaitan
dengan sejumlah peraturan Perundang-Undang. Keterkaitan tersebut
akan disusun dengan mempergunakan rujukan ketentuan Pasal 7 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan sesuai dengan jenis dan hierarki
peraturan Perundangan-Undangan.29
Adapun Peraturan Perundang-Undangan yang menjadi dasar hukum
pembentukan Peraturan daerah Provinsi Bali adalah:
Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang menyatakan bahwa:
“Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lainnya untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan”.
Ketentuan ini merupakan landasan hukum konstitusional bagi
pembentukan Peraturan daerah. Pemerintah daerah Provinsi,

26 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan


Penerbangan
27 Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 – 2029


28 Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 2 Tahun 2012 Tentang Kepariwisataan Budaya Bali
29 Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan

24
pemerintah daerah Kabupaten/Kota adalah mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi daerah dan tugas
pembantuan (sesual dengan pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945).
Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintah yang oleh undang-undang ditentukan sebagai
urusan pemerintah pusat (Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945). 30

Sebagai dasar hukum formal, pembentukan Peraturan daerah itu


adalah Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Sebagaimana juga ditentukan pada pedoman 39
teknik penyusunan Peraturan Perundang-Undangan lampiran Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa dasar hukum
pembentukan peraturan daerah adalah Pasal 18 ayat (6) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan mengatur
larangan mengenai kegiatan yang dapat membahayakan keselamatan
dan keamanan penerbangan. Dalam Pasal 210 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2009 tentang Penerbangan dinyatakan setiap orang dilarang
berada di daerah tertentu di Bandar udara, membuat halangan (obstacle)
dan/atau melakukan kegiatan lain di kawasan keselamatan operasi
penerbangan yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan
penerbangan kecuali memperoleh izin dari otoritas Bandar udara. 31

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang


Penerbangan seluruh masyarakat dituntut untuk dapat menaati dengan
tidak melanggar Peraturan tersebut. Dalam pengimplementasian
ketentuan tersebut, setiap daerah diharapkan dapat membuat aturan
dengan berlandaskan undang-undang ini, yang membuat masyarakat
mengerti menaikkan laying-layang di sekitaran Bandar Udara I Gusti
Ngurah Rai dapat mengganggu penerbangan.

30 Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
31 Pasal 210 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan

25
Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan
Daerah-daerah tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara
Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655; Tambahan
Lembaran Negara Repbulik Indonesia Nomor 1649)
Pasal 4
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 31 ayat 1 Undang-
undang No. 1 tahun 1957, urusan rumah tangga dan kewajiban daerah
meliputi:

A. Urusan Tata-Usaha Daerah;

1. Menyusun dan menyelenggarakan sekretariat serta pembagiannya


menurut yang diperlukan;

2. Menyelenggarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan urusan


kepegawaian, perbendaharaan, pemeliharaan harta dan milik daerah,
serta lain-lain hal untuk melancarkan pekerjaan daerah.

B. Koordinasi dari kepentingan bersama dari daerah tingkat bawahan dan


pengawasan atas jalannya pemerintahan daerah bawahan itu.

C. Urusan perhubungan antara daerah dan antar kepulauan diwilayah


daerahnya.

D. Urusan-urusan lain di lapangan perekonomian dan kesejahteraan

Berdasarkan ketentuan tersebut Pemerintah Provinsi Bali mempunyai


kewenangan untuk mengatur urusan rumah tangga termasuk didalamnya
urusan Keselamatan Penerbangan Di Bandar Udara Ngurah Rai.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan


Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)

Pasal 101

(1) DPRD provinsi mempunyai tugas dan wewenang:

a. membentuk Perda Provinsi bersama gubernur;

26
b. membahas dan memberikan persetujuan Rancangan Perda Provinsi
tentang APBD Provinsi yang diajukan oleh gubernur;
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda Provinsi dan
APBD provinsi;
d. memilih gubernur;
e. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian gubernur kepada
Presiden melalui Menteri untuk mendapatkan pengesahan
pengangkatan dan pemberhentian;
f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah
provinsi terhadap rencana perjanjian internasional di Daerah
provinsi;
g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional
yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah provinsi;
h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban gubernur dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah provinsi;
i. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan
Daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat
dan Daerah provinsi; dan
j. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan ketentuan ini maka DPRD Provinsi Bali memiliki tugas
dan wewenang yang salah satunya untuk membentuk Perda Provinsi
bersama Gubernur yakni mengenai Pengaturan Menaikkan Layang-
Layang di Kawasan Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai dan sekitarnya.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 1986


tentang Penyediaan dan Penggunan Tanah serta Ruang Udara di sekitar
Bandar Udara (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 75 ; Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3343);

Pasal 5

(1) Kawasan di sekitar Bandar Udara yaitu Kawasan Pendekatan dan


Lepas Landas, Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan, Kawasan

27
Di atas Permukaan Horizontal Dalam, Permukaan Kerucut, dan
Permukaan Transisi dengan batas-batas tertentu harus bebas dari
penghalang.
Dari ketentuan tersebut dijelaskan bahwa kawasan di sekitar Bandar
Udara harus bebas dari penghalang terutama dalam hal yang berkaitan
dengan pengaturan ini adalah layang-layang yang dapat menjadi
penghalang dalam penerbangan.
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan
Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2001 nomor 9,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4075);
Pasal 40

(1) Penyelenggara bandar udara wajib memasang rambu dan marka pada
sisi udara dan sisi darat bandar udara.

Pasal 50

(1) Penyelenggara bandar udara wajib menjaga lingkungan bandar udara


guna menghindari terjadinya:

a. populasi burung di lingkungan kerja bandar udara;


b. populasi binatang lain yang berkeliaran di sisi udara;
c. gangguan terhadap higiene dan sanitasi;
d. gangguan kebisingan; dan
e. gangguan lainnya yang dapat membahayakan keamanan dan
keselamatan penerbangan.
Berdasarkan penjelasan ketentuan pasal 40 maka di setiap Bandar
Udara termasuk pula di Bandar Udara Ngurah Rai wajib terpasangnya
rambu dan marka pada sisi udara dan sisi darat bandar udara untuk
memberikan larangan, perintah, peringatan dan petunjuk bagi orang yang
berada di sekitar kawasan Bandar Udara.

28
Pada pasal 50 ayat 1 huruf e berisi mengenai gangguan lainnya yang
dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan yang
termasuk pula mengenai Larangan Menaikkan Layang-Layang Di Bandar
Udara Ngurah Rai dan Sekitarnya.

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Arahan


Peraturan Zonasi Sistem Provinsi

pasal 25

(2) arahan peraturan zonasi bandar udara sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf a, meliputi:

a. Kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan operasional


kebandarudaraan, kegiatan penunjang pelayanan jasa
kebandarudaraan, penunjang pelayanan keselamatan operasi
penerbangan, dan kegiatan pertahanan dan keamanan negara;

b. Kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan


pelayanan jasa terkait bandar udara meliputi kegiatan :

1. Kegiatan pelayanan operasi pesawat udara di bandar udara,


meliputi : penyediaan hanggar pesawat udara, perbengkelan
pesawat udara, pergudangan, catering pesawat udara,
pelayanan teknis penanganan pesawat udara di darat (ground
handling), pelayanan penumpang dan bagasi; serta,
penanganan kargo dan pos.
2. Kegiatan pelayanan penumpang dan barang, meliputi :
penyediaan penginapan/hotel dan transit hotel, penyediaan
toko dan restoran, penyimpanan kendaraan bermotor,
pelayanan kesehatan, perbankan dan/atau penukaran uang
dan transportasi darat.
3. Jasa terkait untuk memberikan nilai tambah bagi pengusahaan
bandar udara, meliputi: penyediaan tempat bermain dan
rekreasi, penyediaan fasilitas perkantoran, penyediaan fasilitas

29
olah raga, penyediaan fasiltas pendidikan dan pelatihan,
pengisian bahan bakar kendaraan bermotor; dan periklanan.

c. Kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang


membahayakan keamanan dan keselamatan operasional
penerbangan, membuat halangan (obstacle), dan/atau kegiatan lain
yang mengganggu fungsi bandar udara.

d. Sarana dan prasarana minimal, meliputi:

1. Terhubungkan oleh sistem jaringan jalan nasional;dan


2. Memiliki pelayanan jasa kebandarudaraan meliputi pelayanan
jasa pesawat udara, penumpang, barang, dan pos yang meliputi
penyediaan dan/atau pengembangan:

a. fasilitas untuk kegiatan pelayanan pendaratan, lepas landas,


manuver, parkir, dan penyimpanan pesawat udara;
b. fasilitas terminal untuk pelayanan angkutan penumpang,
kargo, dan pos;
c. fasilitas elektronika, listrik, air, dan instalasi limbah
buangan;dan
d. lahan untuk bangunan, lapangan, dan industri serta gedung
atau bangunan yang berhubungan dengan kelancaran
angkutan udara.

e. Ketentuan lain yang dibutuhkan, meliputi:

1. Bandar udara yang ditetapkan sebagai bandar udara


internasional merupakan simpul jaringan antar bandar udara
pengumpul domestik dan internasional, antar bandar udara
pengumpul, dengan bandar udara pengumpan, dan akses
jaringan jalan ke dan dari bandar udara;
2. Memiliki rencana induk bandar udara;

30
3. Pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari
pengoperasian pesawat dan kegiatan kebandarudaraan;
4. Pemanfaatan untuk pangkalan udara dan kegiatan pertahanan
dan keamanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
5. Dalam hal mendirikan, mengubah, atau melestarikan
bangunan, serta menanam atau memelihara pepohonan di
dalam kawasan keselamatan operasi penerbangan tidak boleh
melebihi batas ketinggian kawasan keselamatan operasi
penerbangan, kecuali untuk fasilitas operasi penerbangan;dan
6. Pengaturan zonasi kegiatan permainan atau lomba layang-
layang.
Berdasarkan ketentuan pasal 25 ayat 2 huruf e angka 6 maka
perlu untuk dibuatkan suatu Pengaturan zonasi Penerbangan
Layang-layang di kawasan Bandara Ngurah Rai.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: Km 11 Tahun 2010


Tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional

Pasal 28

(1)Setiap orang dilarang :

a. berada di daerah tertentu di bandar udara;


b. membuat halangan (obstacle); dan/atau
c. melakukan kegiatan lain di kawasan keselamatan operasi
penerbangan yang dapat membahayakan keselamatan dan
keamanan penerbangan.
(5) Melakukan kegiatan lain di kawasan keselamatan operasi
penerbangan yang dapat membahayakan keselamatan dan
keamanan penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, seperti kegiatan bermain layang-Iayang, bermain balon
udara, menggembala ternak, menggunakan frekuensi radio yang
mengganggu komunikasi penerbangan, melintasi landasan dan
kegiatan lain yang menimbulkan asap.

31
Berdasarkan ketentuan pasal 28 ayat 1 dan 5 maka perlu
dibuatkan suatu pengaturan khusus di masing-masing Bandar Udara
di daerah Indonesia yakni berupa Peraturan daerah yang berfungsi
untuk menetralisir daerah bandara dari gangguan dan kegiatan yang
dapat membahayakan penerbangan.32

C. Status Dari Pengaturan Perundang-Undangan Yang Ada


Dalam Peraturan daerah Provinsi Bali No 9 Tahun 2000 Tentang
Larangan Menaikkan Layang-Layang dan Permainan Sejenis di Bandar
Udara Ngurah Rai dan sekitarnya, Pemerintah Provinsi Bali menegaskan
kepada setiap orang atau masyarakat untuk tidak menaikkan layang-
layang dan permainan sejenis di sekitar Bandar Udara I Gusti Ngurah
Rai agar tidak menimbulkan gangguan bagi arus penerbangan di sekitar
Bandar Udara, apabila melanggar peraturan tersebut maka akan
dijatuhkan sanksi pidana sebagaimana berlaku dalam peraturan daerah
tersebut. Namun pada kenyataannya hingga saat ini, peraturan yang
berisi pengaturan menerbangkan layang-layang untuk kawasan Bandara
Udara I Gusti Ngurah Rai dan sekitarnya belum khusus mengatur
mengenai \ radius jarak atau titik letak diperbolehkannya layang-layang
dinaikkan.
Mengingat pentingnya Penataan Ruang bagi Permainan Layang-
Layang baik terhadap keselamatan masyarakat khususnya terhadap
keselamatan dan keamanan arus penerbangan di Kawasan Keselamatan
Operasional Penerbangan ( KKOP ) Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai,
maka diperlukan Peraturan daerah yang baru yang dapat memberikan
solusi terkait permasalahan yang dihadapi. Dengan adanya Peraturan
daerah yang baru ini, maka semua peraturan pelaksananaan yang
mengatur tentang menerbangkan layang-layang masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan
baru berdasarkan Peraturan daerah ini.

32Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655; Tambahan Lembaran Negara


Repbulik Indonesia Nomor 1649

32
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

A. Landasan Filosofis
UUD NRI Tahun 1945 sebagai grundnorm pada Pasal 18 ayat (5)
Perubahan ke-2 menyatakan bahwa :
“Pemerintah Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya,
kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan
sebagai urusan pemerintah”.33
Makna dari Pasal tersebut bahwa, Pemerintah Daerah diberikan
kewenangan yang seluas-luasnya untuk merekayasa dan mengembangkan
daerahnya. Sehubungan dengan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali
yang mengatur tentang Menerbangkan Layang-Layang di Wilayah Udara
Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan Bandar Udara I Gusti
Ngurah Rai, maka Pemerintah Provinsi Bali memiliki wewenang untuk
membuat peraturan mengenai peraturan daerah tersebut. Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Menerbangkan Layang-Layang di
Wilayah Udara Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan Bandar
Udara I Gusti Ngurah Rai ini berhubungan dengan tujuan Bangsa
Indonesia yang tertuang pada pembukaan UUD NRI 1945 alinea ke-empat
yaitu :
Membentuk suatu pemerintahan Negara Republik Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia;
1. Memajukan kesejahteraan umum;
2. Mencerdaskan kehidupan bangsa;
3. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Sesuai dengan tujuan tersebut, pada dasarnya setiap bentuk
pelayanan kepada masyarakat memerlukan adanya pengaturan dari
Pemerintah yang diberi kewenangan untuk mengaturnya. Semua itu
menuntut adanya campur tangan dari negara dalam pengaturannya.

33 Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

33
Pengaturan terhadap pengendalian kawasan keamanan dan keselamatan
penerbangan juga berkaitan dengan tujuan agar terhindar dari berbagai
masalah yang mungkin timbul. Hal ini guna menciptakan suatu ketertiban
umum agar timbul kesejahteraan untuk semua pihak.
Selain itu, seperti yang tertera dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945
yang menyatakan :
“Negara Indonesia adalah negara hukum”.34
Pada Pasal ini mengartikan bahwa Negara Indonesia berhak
menentukan dan mengatur segala sesuatu yang berkepentingan dan
berpengaruh terhadap keadaan negara. Salah satu yang berhak diatur
adalah kebudayaan layang-layang. Lebih lengkap lagi, kebudayaan di
Indonesia diatur dalam Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI 1945.
Meskipun kebudayaan layang-layang ini berskala nasional, namun
pemerintah dapat membuat pengaturan yang bersifat lokal. Hal ini
didukung oleh Pasal 18 ayat (6) UUD NRI 1945 yang menyatakan :
“Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan”.35
Pemerintah Daerah Provinsi Bali mendapat kewenangan seluas-
luasnya untuk mengembangkan daerah termasuk keamanan dan
pelayanan publik. Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang
Menerbangkan Layang-Layang di Wilayah Udara Kawasan Keselamatan
Operasional Penerbangan Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai adalah sebuah
peraturan yang dibuat untuk menertibkan sebuah kebudayaan yang dapat
menggangu keamanan lainnya.
Selain itu, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali ini juga sejalan
dengan Visi dan Misi Pemerintah Daerah Provinsi Bali yaitu :
Visi :
Visi yang hendak dicapai dalam periode Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah Provinsi Bali adalah Bali Mandara yakni
Terwujudnya Bali yang Maju, Aman, Damai dan Sejahtera.

34 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
35 Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

34
Misi :
1. Mewujudkan Bali yang Berbudaya, Metaksu, Dinamis, Maju dan
Modern;
2. Mewujudkan Bali yang Aman, Damai, Tertib, Harmonis, serta Bebas
dari Berbagai Ancaman;
3. Mewujudkan Bali yang Sejahtera dan Sukerta Lahir Batin.
Isi dari Tri Hita Karana, yaitu :
1. Parahyangan : keharmonisan hubungan antara manusia dengan
Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa);
2. Pawongan : keharmonisan hubungan antara sesama Umat manusia;
3. Palemahan : keharmonisan hubungan antara Umat manusia
dengan alam lingkungan.
Keterkaitannya antara visi misi Pemerintah Daerah Provinsi Bali
dengan Tri Hita Karana tersebut yaitu dimana visi misi Pemerintah Daerah
Provinsi Bali bertujuan mewujudkan masyarakat yang tertib, aman, damai,
harmonis dan Tri Hita Karana merupakan suatu konsepnya untuk
menciptakan keharmonisan dan kedamaian hubungan yang meliputi
hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan sesama umat manusia dan
hubungan manusia dengan alam lingkungannya. Ini merupakan suatu
pembenar dari adanya peraturan untuk penertiban layang – layang agar
terciptanya keamanan dan ketertiban yang dicita – cita kan oleh pemerintah
dan masyarakat Bali.

B. Landasan Sosiologis
Pada dasarnya rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang
Larangan Menaikkan Layang-Layang di Kawasan Bandar Udara Ngurah Rai
merupakan bagian kebijakan pemerintah daerah dalam rangka
menigkatkan keamanan dan keselamatan yang lebih berorientasi pada nilai
ketertiban dalam meningkatkan keamanan dan keselamatan masyarakat
khususnya di Bali. Bali merupakan pulau yang memiliki kebudayaan yang
beranekaragam termasukberbagai jenis permainan tradisionalnya yang
menjadi daya tarik wisatawan seperti halnya permainan layang-layang.
Masyarakat adat di Bali telah mewarisi kegatan “melayangan” dari zaman

35
dulu dan akan terus berlangsung sebagai adat istiadat dan kebiasaan.
Namun, tanpa disadari permainan ini juga dapat menyebabkan masalah
misalnya dalam lingkup penerbagan di Bandar Udara Ngurah Rai.
Capt. Jurry Soeryo, Penerbang Pesawat Indonesia Air Asia Extra,
menyatakan bahwa ancaman yang paling utama atas keselamatan
penerbangan bukanlah permasalahan cuaca, tetapi benda – benda asing
yang ada di ruang udara termasuk burung, layang – layang, laser dan
sejenisnya. “Pesawat yang saya tebangkan SYD – DPS sempat tidak
diperbolehkan mendarat karena adanya layang – layang di dekat ujung
runway 27 sehingga pesawat saya harus berputar – putar. Bali merupakan
muka Indonesia di mata dunia jangan sampai wisatawan internasional
merasa terganggu dengan adanya hal itu.”
Semua persoalan yang terkait dengan keamanandan keselamatan
dalam penerbangan tetap harus merupakan tanggung jawab bersama, baik
oleh pemerintah maupun masyarakat karena bagaimanapun kondisi
kehidupan yang jauh lebih baik harus senantiasa menjadi cita-cita
bersama. Dalam mewujudkan kebersamaan, mutlak harus adanya peran
aktif dari para pengambil kebijakan untuk merumuskan kebijakan-
kebijakannya yang ssuai dengan prinsip keadilan sosial yaitu harus mampu
dirasakan oleh selurh lapisan masyarakat Bali melalui pemberdayaan
potensi masyarakat dalam mendukung terciptanya keselarasan antar adat
istiadat di Bali serta keamanan dan keselamatan dalam dunia penerbangan.

C. Landasan Yuridis
Landasan yuridis ini merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi
permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan
mempertimbangkan aturan yang ada, yang akan diubah, atau yang akan di
cabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan
substansi atau materi yang diatur sehingga perlu di bentuk Peraturan
Perundang-undangan yang baru. Kajian dari segi yuridis ini dimaksudkan
untuk melihat Peraturan Perundang-undangan yang menjadi instrument

36
hukum sebagai dasar dalam Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali
tentang Menerbangkan Layang-Layang di Wilayah Udara Kawasan
Keselamatan Operasional Penerbangan Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai.
Dengan adanya kajian yuridis, diharapkan materi dan substansi yang ada
dalam Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Menerbangkan
Layang-Layang di Wilayah Udara Kawasan Bandar Udara I Gusti Ngurah
Rai tidak bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan terkait yang
menjadi dasar penyusunan rancangan peraturan daerah ini adalah sebagai
berikut :
1. UUD NRI 1945.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1976 tentang
Perubahan dan Penambahan berapa Pasal dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana Bertalian dengan Perluasan Berlakunya
Ketentuan Perundang-Undangan Pidana, Kejahatan Penerbangan
dan Kejahatan terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan.
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001
tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan.
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai
Daerah Otonom.
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 1986
tentang Penyediaan dan Penggunaan Tanah Serta Ruang Udara di
Sekitar Bandar Udara.
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2001
tentang Kebandaraan.
9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 43 Tahun 2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan, sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor KM 20 Tahun 2008.

37
10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 44 Tahun 2005 tentang
Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-7112-2005
mengenai Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan sebagai
Standar Wajib.
11. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 214/AU 403/PHB-87
tentang Batas-Batas Keselamatan Operasi Penerbangan Disekitar
Bandar Udara Ngurah Rai - Bali.
12. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Larangan Menaikan Layang-Layang dan Permainan Sejenis di
Bandara Udaya Ngurah Rai dan sekitarnya.
13. Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Ketertiban Umum.

38
BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI


MUATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI

A. Sasaran yang Akan Diwujudkan


Sasaran yang akan diwujudkan dalam pembentukan Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Menerbangkan Layang-layang di
area Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai yaitu: untuk memperkecil timbulnya
gangguan terhadap keselamatan penerbangan di area KKOP Bandar Udara I
Gusti Ngurah Rai; menjamin ketertiban dan keamanan di area KKOP
Bandar UdaraI Gusti Ngurah Rai dari penerbangan layang-layang oleh
perseorangan maupun kelompok yang mengancam keselamatan
penerbangan; dan memberikan kepastian hukum bagi perseorangan atau
kelompok pemilik layang-layang di sekitar area KKOP Bandar Udara I Gusti
Ngurah Rai yang dapat mengancam keselamatan penerbangan.

B. Arah dan Jangkuan Pengaturan


Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Menerbangkan
Layang-Layang di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai disusun untuk
menyelesaikan permasalahan dalam hal penerbangan layang-layang
berkaitan dengan keselamatan dan kenyamanan bagi pengguna jasa
penerbangan pewasat di sekitar area KKOP dengan radius 15 kilometer dari
landasan pacu Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai yang meliputi ruang
udara, darat dan perairan serta mengadaptasi rancangan peraturan daerah
ini menjadi hukum nasional yang harus ditaati oleh masyarakat. Dalam
Rancangan Peraturan Daerah ini memuat materi mengenai persyaratan
pembuatan dan penerbangan layang-layang, pengawasan, larangan, peran
serta masyarakat, ketentuan penyidikan dan ketentuan sanksi
penerbangan layang-layang di sekitar area KKOP.

39
C. Ruang Lingkup Materi Muatan
A. JUDUL
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI
TENTANG
MENERBANGKAN LAYANG – LAYANG DI WILAYAH UDARA KAWASAN
KESELAMATAN OPERASIONAL PENERBANGAN BANDAR UDARA I GUSTI
NGURAI RAI

B. PEMBUKAAN
1. Frasa
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2. Jabatan
GUBERNUR BALI,

3. Konsiderans
Menimbang : a. bahwa wilayah ruang udara di Bandar Udara I
Gusti Ngurah Rai dan sekitarnya yang
merupakan wilayah pergerakan pesawat
udara baik yang mendarat maupun berangkat
membutuhkan jaminan keamanan dan
keselamatan penerbangan;
b. bahwa kawasan-kawasan di Bandar Udara I
Gusti Ngurah Rai dan sekitarnya merupakan
kawasan keselamatan operasional
penerbangan pada batas-batas tertentu harus
bebas dari penghalang;
c. bahwa dalam meningkatkan pengawasan
terhadap penerbangan layang-layang di
wilayah udara kawasan keselamatan
operasional penerbangan Bandar Udara I
Gusti Ngurah Rai;

40
d. bahwa sehubungan dengan huruf a, huruf b
dan huruf c perlu menetapkan batas-batas
kawasan keselamatan operasional
penerbangan yang bebas dari gangguan
layang-layang di Bandar Udara I Gusti
Ngurah Rai dan sekitarnya dengan Peraturan
Daerah.

4. Dasar Hukum
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar NRI
1945 menentukan Pemerintah Daerah berhak
menetapkan Peraturan Daerah dan peraturan-
peraturan lainnya untuk melaksanakan
otonomi dan tugas pembantuan.36
2. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958
tentang Pembentukan Daerah-daerah tingkat I
Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara
Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 1655; Tambahan Lembaran Negara
Repbulik Indonesia Nomor 1649).37
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
244, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

36Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar NRI 1945


37Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah tingkat I
Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur

41
tentang Pemerintahan Daerah Menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 24, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5657).38
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4956).39
5. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001
tentang Keamanan dan Keselamatan
Penerbangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 Nomor 9).40
6. Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16 Tahun
2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Bali Tahun 2009 – 2029. 41

7. Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 2 Tahun


2012 Tentang Kepariwisataan Budaya Bali.42

38 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah


39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
40 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan

Penerbangan
41 Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 – 2029


42 Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 2 Tahun 2012 Tentang Kepariwisataan Budaya Bali

42
5. Diktum
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI BALI

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : Peraturan Daerah Provinsi Bali Tentang Menerbangkan


Layang-Layang Di Wilayah Udara Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai

C. BATANG TUBUH
1. Ketentuan Umum
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang
Menerbangkan Layangan-Layang di Bandara Udara I Gusti
Ngurah Rai menentukan beberapa pengertian, definisi,
singkatan, dan akronim dalam ketentuan umum, yaitu:
a Daerah adalah Provinsi Bali.
b Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Bali.
c Gubernur adalah Gubernur Bali.
d Kepolisian Daerah Bali yang selanjutnya disingkat POLDA
adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia.
e Penyelenggara Bandar Udara adalah Unit Pelaksanaan
Teknis/Satuan Kerja Bandara Udara atau Badan Usaha
Kebandarudaraan.
f Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai adalah lapangan terbang
yang dipergunakan untuk lepas landas dan/atau mendarat
pesawat udara, naik dan turunnya penunjang,
membongkar dan/atau memuat pos, barang, hewan, dan
tanaman termasuk segala fasilitas penumpang
penyelenggaraan kegiatannya serta dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan penerbangan dan sebagai tempat
perpindahan antara modal transportasi.

43
g Layang-layang adalah benda yang dibuat dari kain/kertas
atau bahan lain dengan diberi kerangka yang terdapat titik
berat/keseimbangan sehingga dapt diterbangkan dengan
ditarik melalui tali yang dipasang pada kerangka tersebut
dengan melawan arus angin bertiup.
h Penerbangan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
penggunaan wilayah udara, pesawat udara, bandara
udara, angkutan udara, keamanan dan keselamatan
penerbangan serta kegiatan dan fasilitas penumpang lain
yang terkait.
i Pesawat Udara adalah pesawat udara yang lebih berat dari
udara, bersayap tetap dan dapat terbang dengan
tenaganya sendiri.
j Kawasan udara terlarang (prohibited area) adalah ruang
udara tertentu diatas daratan dan/atau perairan, dengan
pembatasan yang bersifat permanen dan menyeluruh bagi
semua pesawat udara.
k Kawasan udara terbatas (restricted area) adalah ruang
udara tertentu diatas daratan dan/ atau perairan dengan
pembatasan bersifat tidak tetap dan hanya dapat
digunakan untuk operasional penerbangan Negara dan
pada waktu tidak digunakan (tidak aktif), kawasan ini
dapat dipergunakan untuk penerbangan sipil.
l Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan yang
selanjutnya disingkat KKOP adalah wilayah daratan
dan/atau perairan serta ruang udara di sekitar Bandar
Udara yang digunakan untuk kegiatan operasi
penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan
penerbangan.
m Controlled airspace adalah jenis ruang udara yang
diberikan pelayanan lalu lintas penerbangan berupa
pelayanan pemanduan lalu lintas penerbangan (air traffic
control service), pelayanan informasi penerbangan (flight

44
information service) dan pelayanan kesiagaan (alerting
service).
n Uncontrolled airspace adalah jenis ruang udara yang
diberikan pelayanan lalu lintas penerbangan berupa
pelayanan informasi penerbangan (flight information
service), pelayanan kesiagaan (alerting service) dan
pelayanan saran lalu lintas penerbangan (air traffic
advisory service).

Adapun peraturan daerah ini memiliki Maksud dan Tujuan


sebagai berikut:
e) Untuk memberikan solusi terhadap permasalahan layang-
layang di balik potensi ekonomi, sosial, dan budaya yang
ada.
f) Untuk mensosialisasikan tentang pengadaptasian KKOP
berdasarkan aturan ICAO yang ada di Bandara I Gusti
Ngurah Rai kepada masyarakat.
g) Untuk memberikan keselamatan dan kenyamanan bagi
pengguna jasa penerbangansertamasyarakat di sekitar
KKOP Bandara.
h) Agar tidak ada penerbangan layang-layang yang
membahayakan keselamatan pengguna jasa penerbangan
serta masyarakat di sekitar KKOP Bandara.

2. Materi yang akan diatur


Untuk mengurangi terjadinya kecelakaan udara yang
diakibatkan oleh layang-layang maka ditentukan persyaratan
pembuatan dan penerbangan layang-layang, yaitu:
a. Persyaratan Pembuatan Layang-Layang:
1. Layang-layang yang diperbolehkan untuk diterbangkan
secara umum besarnya tidak lebih dari 5x5 meter.
2. Panjang tali layang layang tidak lebih dari 150 meter.
3. Berat layang-layang untuk perorangan tidak lebih dari
5kg. Berat layang-layang kelompok tidak lebih dari 25kg.
45
b. Persyaratan Penerbangan Layang-Layang:
1. Wajib memeriksa kelengkapan dan kelayakan layang-
layang sebelum diterbangkan.
2. Menerbangkan layang-layang dengan berat lebih dari
5kg wajib diterbangkan oleh minimal 3 (tiga) orang.
3. Saat layang-layang telah mengudara, wajib
memperhatikan transportasi udara yang melintas
disekitar layang-layang.
4. Menerbangkan layang-layang yang melebihi batas
persyaratan besar, berat dan panjang tali untuk
kepentingan festival, lomba dan pameran budaya wajib
mendapatkan izin dan pengawasan dari pihak setempat
yang berwenang.
5. Untuk kepentingan khusus yang dalam hal ini yaitu
festival, lomba dan pameran budaya, diizinkan melewati
batasan layang-layang umum tetapi lokasi penerbangan
layang-layang berada minimal 15 kilometer diluar
kawasan bandara dan ketinggian terbang layang-layang
tidak lebih dari 500 ft (150m) diatas permukaan laut
(dpl).

c. Pengawasan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah berwenang melakukan
pengawasan penerbangan layang-layang mulai dari
ketinggian, kawasan dan jarak menerbangkan layang-layang
di sekitar bandara. Pengawasan penerbangan layang-layang
dilaksanakan oleh menteri/dinas/instansi yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
penerbangan, Kepolisian, keamanan dan ketertiban.

46
d. Larangan Penerbangan Layang-Layang
Rancangan Perda ini mengatur mengenai larangan yang
harus dipatuhi oleh setiap orang, yaitu terkait dengan
larangan untuk:
1. Menerbangkan layang-layang pada Kawasan Udara
Terlarang (Prohibited Area), Kawasan Udara Terbatas
(Restricted Area), Kawasan Keselamatan Operasional
Penerbangan (KKOP).
2. Menerbangkan layang-layang pada Controlled airspace
dan Uncontrolled airspace pada ketinggian lebih dari 500
ft (150m) diatas permukaan laut (dpl).
3. Menerbangkan layang-layang pada jarak kurang dari
500m dari batas terluar suatu kawasan udara terlarang
(prohibited area) atau kawasan udara terbatas (restricted
area).

e. Peran Serta Masyarakat


Peraturan mengenai peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan Negara, dimaksudkan agar dalam
penyelenggaraan negara terjadi keseimbangan antara tugas
dan kewenangan penyelenggara dengan hak dan kewajiban
masyarakat atau warga negara. Masyarakat memiliki hak
untuk berperan serta secara aktif dalam berbagai bentuk
berdasarkan sesuai dengan kemampuan dalam
pemerintahan antara lain dengan berperan serta dalam
pengendalian dan pengawasan pengoperasian layang-
layang. Peran serta masyarakat dilakukan dalam hal
pengawasan Layang-layang dengan cara memberikan
laporan kepada instansi berwenang dalam hal terjadi
pelanggaran terhadap penerbangan layang-layang.
Pelaporan tersebut dapat dilakukan secara individu maupun
oleh kelompok masyarakat.

47
f. Ketentuan Penyidikan
Penyidik Pejabat Polisi Daerah Bali memiliki wewenang
dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana yang
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pidana. Wewenang
penyidik tersebut adalah:
1. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti
keterangan atau laporan agar keterangan atau laporan
menjadi lengkap dan jelas;
2. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan
mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran
perbuatan yang dilakukan;
3. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang
pribadi atau badan;
4. Melakukan pemeriksaan;
5. Melakukan penggeledahan dan penyitaan untuk
mendapatkan barang bukti;
6. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka
pelaksanaan tugas;
7. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan
ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang
berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau
dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud;
8. Mengambil gambar seseorang yang terkait dengan
tindak pidana;
9. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan
diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
10. Menghentikan penyidikan.
Penyidik harus memberitahukan dimulainya penyidikan
(SPDP) dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada
penuntut umum sesuai dengan hukum acara pidana.

48
3. Ketentuan Sanksi
Pada dasarnya pelanggaran ketentuan terhadap peraturan ini
dapat dilakukan baik oleh perseorangan maupun kelompok.
Untuk menjamin adanya ketertiban dan keamanan lalu lintas
penerbangan di Bandar Udara Ngurah Rai maka dipandang
perlu adanya sanksi baik berupa sanksi administratif maupun
sanksi pidana, dalam hal ini mengacu pada Peraturan Menteri
Dalam Negeri RI Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Pembentukan
Produk Hukum Daerah.

1. Sanksi Administratif:
a. Teguran lisan;
b. Teguran tertulis;
c. Penghentian sementara kegiatan;
d. Penghentian tetap kegiatan;
e. Pencabutan sementara izin;
f. Pencabutan tetap izin;
g. Denda administratif; dan/atau
h. Sanksi administratif lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

2. Sanksi Pidana:
Selain dikenakan sanksi administratif terhadap pelanggar
agar memberikan efek jera perlu diadakan sanksi pidana
dengan ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam)
bulan atau pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah).

4. Ketentuan Peralihan
Dengan mulai berlakunya Peraturan daerah mengenai
menerbangkan layang-layang dikawasan bandara I Gusti
Ngurah Rai ini, maka semua peraturan pelaksanaan yang
mengatur tentang menerbangkan layang-layang tetap berlaku

49
sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan
peraturan baru berdasarkan Undang-undang ini.

5. Ketentuan Penutup
Peraturan Daerah Provinsi Bali Tentang Menerbangkan Layang
Layang Di Wilayah Udara Kawasan Keselamatan Operasi
Penerbangan Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai dilaksanakan
oleh Instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang penerbangan dan Polisi Daerah Bali. Peraturan Daerah
ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan dan dengan mulai
berlakunya Peraturan Daerah ini maka semua peraturan
pelaksanaan yang mengatur tentang menerbangkan layang-
layang tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau
belum diganti dengan peraturan perundang – undangan yang
baru.

D. PENUTUP
Penutup merupakan bagian akhir dari peraturan daerah yang
memuat:
a. Rumusan perintah pengundangan dan penempatan Peraturan
Perundang-undangan dalam Lembaran Daerah atau Berita
Daerah yang berbunyi sebagai berikut: “Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi
Bali”.

b. Penandatanganan pengesahan atau penetapan Peraturan


Perundang-undangan memuat:
1. Tempat dan tanggal pengesahan atau penetapan;
2. Nama jabatan;
3. Tanda tangan pejabat; dan
4. Nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar,
pangkat, golongan, dan nomor induk pegawai.

50
c. Pengundangan atau penetapan Peraturan Perundang-undangan
memuat:
1. Tempat dan tanggal pengundangan;
2. Nama jabatan yang berwenang mengundangkan;
3. Tanda tangan;
4. Nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar,
pangkat, golongan, dan nomor induk pegawai.

d. Akhir bagian penutup yang berbunyi: “LEMBARAN DAERAH


PROVINSI BALI TAHUN 2018”

51
BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan

Pertama, permasalahan yang dihadapi berkenaan dengan Rancangan


Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Menerbangkan Layang-layang di
Wilayah Udara Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan Bandar
Udara I Gusti Ngurah Rai dasar kewenangan pembentukan diatur;
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan
Keselamatan Penerbangan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 50 Tahun 1986 tentang Penyediaan dalam Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang ;Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2009 tentang Penerbangandan Penggunan Tanah serta Ruang Udara
di sekitar Bandar Udara; Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun
2015 Tentang Arahan Peraturan Zonasi Sistem Provinsi; serta peraturan
perundang-undangan yang lain yang terkait dengan kewenangan mengatur
pada peraturan perundang-undangan. Permasalahan tersebut diatasi
dengan pembuatan Peraturan Daerah dalam rangka Menerbangkan Layang-
layang di Wilayah Udara Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan
Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai. Penjabaran dalam materi muatan yaitu
tentang :

1.1. Ketentuan Umum


1.2. persyaratan pembuatan dan penerbangan layang-layang,
1.3. Pengawasan
1.4. Larangan Penerbangan Layang-Layang
1.5. Peran Serta Masyarakat
1.6. Ketentuan Penyidikan
1.7. Ketentuan Sanksi

52
1.8. Ketentuan Peralihan
1.9. Ketentuan Penutup

Kedua, penyusunan Peraturan Daerah diperlukan sebagai dasar


penyelesaian masalah tersebut di atas sehingga Menerbangkan Layang-
layang di Wilayah Udara Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan
Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai memiliki landasan dan kepastian dalam
kaiatannya dengan memberikan solusi terhadap permasalahan layang-
layang di balik potensi ekonomi, sosial, dan budaya yang ada;
mensosialisasikan tentang pengadaptasian KKOP berdasarkan aturan ICAO
yang ada di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai kepada masyarakat; serta
memberikan keselamatan dan kenyamanan bagi pengguna jasa
penerbangan serta masyarakat di sekitar KKOP Bandar Udara I Gusti
Ngurah Rai.
Ketiga, konsep teori dan asas kaitannya dengan Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi Bali tentang Menerbangkan Layang-layang di Wilayah
Udara KKOP Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai
Keempat, pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis
pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang
Menerbangkan Layang-layang di Wilayah Udara KKOP Bandar Udara I
Gusti Ngurah Rai adalah:

a. Landasan Filosofis Demi terwujudnya pelayanan penerbangan yang


masyarakat yang tertib, aman dan damai, maka
perlu adanya upaya dalam meningkatkan
ketertiban dalam hal kawasan penerbangan layang-
layang

b. Landasan Sosiologis Permainan layang-layang yang sudah menjadi


kebiasaan bagi masyarakat tenyata dapat
mengancam keselamatan dalam penerbangan
sehinga perlu dilakukan pemahaman mengenai
wilayah Kawasan Keamanan Operasional
Penerbangan.

53
c. Landasan Yuridis Guna mewujudkan ketertiban penerbangan layang-
layang, maka diperlukan suatu pengaturan yaitu
Peraturan Daerah.

Kelima, Mengenai Sasaran yang akan diwujudkan, arah dan


jangkauan pengaturan materi muatan Peraturan Daerah yang akan
dibentuk adalah :

1. Sasaran yang akan diwujudkan adalah untuk memperkecil timbulnya


gangguan terhadap keselamatan penerbangan di area KKOP Bandar Udara I
Gusti Ngurah Rai; menjamin ketertiban dan keamanan di area KKOP
Bandar UdaraI Gusti Ngurah Rai dari penerbangan layang-layang dan
memberikan kepastian hukum bagi perseorangan atau kelompok pemilik
layang-layang di sekitar area KKOP Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai yang
dapat mengancam keselamatan penerbangan

2. Arah dan jangkauan disusun untuk menyelesaikan permasalahan dalam


hal penerbangan layang-layang berkaitan dengan keselamatan dan
kenyamanan bagi pengguna jasa penerbangan pewasat di sekitar area
KKOP dengan radius 15 kilometer dari landasan pacu Bandar Udara I Gusti
Ngurah Rai yang meliputi ruang udara, darat dan perairan serta
mengadaptasi rancangan peraturan daerah ini menjadi hukum nasional
yang harus ditaati oleh masyarakat.

3. Ruang lingkup materi muatan mengenai persyaratan pembuatan dan


penerbangan layang-layang, pengawasan, larangan, peran serta
masyarakat, ketentuan penyidikan dan ketentuan sanksi penerbangan
layang-layang di sekitar area KKOP.
Berdasarkan kajian yang telah di lakukan di BAB terdahulu, dapat
ditarik konklusi bahwa Pemerintah Daerah Provinsi Bali perlu menyusun
Peraturan Daerah sebagai dasar penyelesaian masalah yang terkait
Menerbangkan Layang-layang di Wilayah Udara Kawasan Keselamatan
Operasional Penerbangan Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai. Peraturan
Daerah tentang

54
Berdasarkan keseluruhan tersebut di atas Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi Bali tentang Menerbangkan Layang-layang di Wilayah
Udara Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan Bandar Udara I
Gusti Ngurah Rai dirumuskan simpulan dasar hukum penyusunan
rancangan peraturan daerah ini adalah sebagai berikut :

1. UUD NRI 1945.


2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587),
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5657).

3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956).

4. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan


Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2001 Nomor 9).

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1976 tentang


Perubahan dan Penambahan berapa Pasal dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana Bertalian dengan Perluasan Berlakunya
Ketentuan Perundang-Undangan Pidana, Kejahatan Penerbangan dan
Kejahatan terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan.
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan.

55
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai
Daerah Otonom.
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 1986
tentang Penyediaan dan Penggunaan Tanah Serta Ruang Udara di
Sekitar Bandar Udara.
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2001
tentang Kebandaraan.
10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 43 Tahun 2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan, sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor
KM 20 Tahun 2008.
11. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 44 Tahun 2005 tentang
Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-7112-2005
mengenai Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan sebagai
Standar Wajib.
12. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 214/AU 403/PHB-87
tentang Batas-Batas Keselamatan Operasi Penerbangan Disekitar
Bandar Udara Ngurah Rai - Bali.
13. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Larangan Menaikan Layang-Layang dan Permainan Sejenis di
Bandara Udaya Ngurah Rai dan sekitarnya.
14. Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Ketertiban Umum.

B. Saran

1. Diperlukan adanya kesadaran bersama dari masyarakat dan pemerintah


daerah untuk mewujudkan peran serta masyarakat yang nyata dalam
penyelenggaraan peraturan daerah

56
2. Meningat hal tersebut diatas, maka penyusunan Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi Bali tentang Larangan Menerbangkan Layang-layang di
Wilayah KKOP perlu segera diwujudkan.

3. Pemerintah diharapkan dapat lebih mengoptimalkan tempat bermain


layang-layang diluar wilayah KKOP seperti di wilayah mertasari sanur,
ditambahkan dengan fasilitas yang menunjang sehingga masyarakat tidak
bermain di wilayah KKOP dan mengganggu aktivitas penerbangan.

57
DAFTAR PUSTAKA

Arif Shidarta, 2009, Hukum Progresif dan Sisi Filosofisnya: Persepsi


Epistimologis, Hermeneutis, dan Metafisika, Makalah disampaikan pada
Seminar Nasional Prospek Hukum Progresif di Indonesia, di Undip
Semarang

C.F.G.Sunaryati Hartono, 1994, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir


Abad ke 2 , Alumni, Bandung

Hasani, Ismail dan Abdullah, A. Gani, 2006 Pengantar Ilmu Perundang-


undangan, FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jan Gijsels,2005, Mark Van Hocke ( terjemahan B. Arief Sidharta ) Apakah


Teori Hukum Itu ? , Laboratorium Hukum Universitas Parahyangan
Bandung

Jimly Asshiddiqie, 2016, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretariat


Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta,

Martono, Hukum Angkutan Udara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2016

Rony Hanitijo Soemitro, 1985, Metodologi Penelitian Hukum, Ghia Indonesia


Jakarta

Soelistyowati Irianto dan Sidharta, 2009, Metode Penelitian Hukum


Konstelasi Dan Refleksi,Yayasan Obor

58
DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Peraturan daerah Provinsi Bali No 9 Tahun 2000

Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-


daerah tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan


Keselamatan Penerbangan

Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 – 2029

Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 2 Tahun 2012 Tentang Kepariwisataan


Budaya Bali

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655; Tambahan Lembaran


Negara Repbulik Indonesia Nomor 1649

59

Anda mungkin juga menyukai