Anda di halaman 1dari 11

PENYELESAIAN SENGKETA CAROK DI MADURA KAITANNYA

DENGAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum dan Masyarakat

Dosen pengampu: Reine Rofiana, S.H., M.H.

Disusun Oleh kelompok

Apriliya Tribuani 1111170205

Ary Manohar 1111170139

Arya Pradana Putra 1111180232

Jafar Akbar Nahar 1111170150

Muhamad Aditya 1111170073

Widi Destriawati 1111170051

Kelas 5 G

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2019
KRONOLOGI KASUS

Masyarakat Madura dikenal memiliki budaya yang khas, unik, dan,


identitas budayanya itu dianggap sebagai jati diri individual maupun komunal
etnik Madura dalam berperilaku dan berkehidupan masyarakat Madura memegang
teguhCarok, Carok adalah pemulihan harga diri ketika diinjakinjak oleh orang
lain, yang berhubungan dengan harta, tahta, tanah, dan, wanita. Intinya adalah
demi kehormatan. Dalam ungkapan Madura Lebbi Bagus Pote Tollang atembang
Pote Mata.budaya Carok dalam masyarakat Madura sangat menarik untuk dikaji
setidaktidaknya disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: pertama bahwa tradisi
Carok memiliki konotasi dan persepektif yang negatif bagi masyarakat luas.
Carok diartikan pembunuhan sebagai upaya balas dendam, akan tetapi Carok
memiliki makna yang berbeda bagi masyarakat Madura karena berkaitan dengan
pemulihan harga diri. Berdasarkan adanya benturan makna atas Carok tersebut
maka hal ini menarik untuk diangkat sebagai tulisan. Carok merupakan salah satu
alternatif penyelesaian sengketa pada masyarakat Madura. Penyelesaian tersebut
merupakan penyelesaian dengan menggunakan jalur kekerasaan. Penyelesaian
dengan jalan kekerasaan ini sering kali menutup kemungkinan penyelesaian
sengketa secara damai.

Carok adalah sebuah pembelaan harga diri ketika diinjakinjak oleh orang
lain, yang berhubungan dengan harta, tahta, dan, wanita. Intinya adalah demi
kehormatan. Ungkapan etnografi yang menyatakan, etambang pote mata lebih
bagus pote tolang (dari pada hidup menanggung perasaan malu, lebih baik mati
berkalang tanah) yang menjadi motivasi Carok.

Semua kasus Carok diawali oleh konflik, meskipun konflik tersebut dilatar
belakangi oleh permasalahan berbeda (kasus masalah perempuan, kasus lainnya
tuduhan mencuri, perebutan warisan, pembalasan dendam), semuanya mengacu
pada akar yang sama, yaitu perasaan malo karena pelecehan harga diri (martabat).
Untuk memulihkan harga diri yang dilecehkan, mereka melekukan Carok, yang
ternyata selalu mendapat dukungan dari lingkungan sosial. Apapun cara Carok

1
yang dilakukan, semua pelaku Carok yang berhasil membunuh musuhnya
menunjukkan perasaan lega, puas, dan bangga. Pengertian harga diri (martabat)
dalam kaitannya dengan perasaanmalo yang ditimbulkannya ketika terjadi
pelecehan, kedua hal ini merupakan faktor pemicu utama orang Madura
melakukan Carok, selain faktor lainnya.1

Begitu pula kasus Carok lain yang terjadi di Madura, selalu bersumber dari
perasaan malo tidak selalu hanya muncul secara sepihak, tapi adakalanya pada
kedua pihak. Salah satu contoh kasus adalah Carok yang melibatkan Kamaluddin
dan Mokarram ketika melawan Mat Tiken. Kamalludin merasa malo karena
tindakan Mat Tiken yang mengganggu istrinya dimaknai sebagai pelecehan
terhadap harga dirinya sebagai seorang suami, oleh karena itu, Kamaluddin
merasa malo, kemudian melakukan Carok kepada Mat Tiken. Mokkaram yang
ikut membantu Kamaluddin ketika menghadapi Mat Tiken juga merasa ikutmalo,
karena Kamaluddin adalah saudara sepupunya, yang dalam kategori sistem
kekerabatan Madura termasuk dalam kategori taretan dalem. Cara Kamaluddin
dan Mokaram melakukan Carok tersebut, oleh Mat Tiken, dimaknai pula sebagai
pelecehan terhadap harga dirinya sehingga menimbulkan perasaan malo.Dengan
mengacu pada salah satu contoh kasus Carok tersebut, pelecehan harga diri sama
artinya dengan pelecehan terhadap kapasitas diri. Padahal, kapasitas diri seseorang
secara sosial tidak dapat dipisahkan dengan peran dan statusnya dalam
struktursosial. Peran dan status sosial ini dalam prakteknya tidak cukup hanya
disadari oleh individu yang bersangkutan, tetapi harus mendapat pengakuan dari
orang atau lingkungan sosialnya. Bahkan, pada setiap bentuk relasi sosial antara
satu orang dan yang lainnya harus saling menghargai peran dan status sosial
masingmasing akan tetapi, ada kalanya hal ini tidak dipatuhi. Bagi orang Madura,
tindakan tidak menghargai dan tidak mengakui atau mengingkari peran dan sosial
pada gilirannya timbullah perasaan malo. Dalam bahasa Madura, selain kata malo,
juga terdapat kata todus, yang dalam bahasa Indonesia selalu diterjemahkan
sebagai malu. Dalam konteks kehidupan sosial budaya Madura, antara malo dan
1
A. Latief Wiyata,”Carok; Konflik Kekerasaan dan Harga Diri Orang Madura”, LKIS,
Yogyakarta,  2002.

2
todus mempunyai pengertian yang sangat berbeda. Malo bukanlah suatu bentuk
lain dari perasaan todus. todus lebih merupakan suatu ungkapan keengganan
(tidak ada kemauan) melakukan sesuatu, karena adanya berbagai kendala yang
bersifat sosial budaya. Misalnya, menurut adaptasi kebiasaan yang berlaku di
Madura, seorang menantu ketika sedang berbicara dengan mertuanya tidak boleh
menatap wajahnya secara langsung. Setiap menantu akan merasa todus  untuk
berbicara kepada mertuanya dengan cara seperti itu. Jika kemudian menantu itu
tidak disengaja melanggar adat kebiasaan ini maka dia akan merasa todus  kepada
lingkungan sosialnya, dan akan disebut sebagai orang ta’tao todus (tidak tahu
malu) atau janggal (tidak mengerti etika kesopanan). Orang Madura yang malo
karena dilecehkan harga dirinya kemudian melakukan Carok disebut sebagai
pelaku Carok. Akan tetapi, ketika Carok benarbenar terjadi, yang dimaksud
dengan pelaku Carok adalah kedua belah pihak, baik pihak yang merasa harga
dirinya dilecehkan (yang menyerang) maupun pihak yang dianggap melakukan
pelecehan itu (yang diserang). Orang Madura yang malo  karena dilecehkan harga
dirinya kemudian melakukan Carok disebut sebagai pelaku Carok. Akan tetapi,
ketika Carok benarbenar terjadi, yang dimaksud dengan pelaku Carok adalah
kedua belah pihak, baik pihak yang merasa harga dirinya dilecehkan (yang
menyerang) maupun pihak yang dianggap melakukan pelecehan itu (yang
diserang). Orang Madura yang malo  karena dilecehkan harga dirinya kemudian
melakukan Carok disebut sebagai pelaku Carok. Akan tetapi, ketika Carok
benarbenar terjadi, yang dimaksud dengan pelaku Carok adalah kedua belah
pihak, baik pihak yang merasa harga dirinya dilecehkan (yang menyerang)
maupun pihak yang dianggap melakukan pelecehan itu (yang diserang). Orang
Madura yang malo  karena dilecehkan harga dirinya kemudian melakukan Carok
disebut sebagai pelaku Carok. Akan tetapi, ketika Carok benarbenar terjadi, yang
dimaksud dengan pelaku Carok adalah kedua belah pihak, baik pihak yang merasa
harga dirinya dilecehkan (yang menyerang) maupun pihak yang dianggap
melakukan pelecehan itu (yang diserang).

3
Carok pada masa lalu, merupakan perang tanding antara satu orang
melawan satu orang atau lebih. Sebelum perang tanding, masingmasing
mengadakan perjanjian mengenai penentuan tempat arenanya, hari dan waktunya.
Setelah disepakati, mereka melapor kepada penguasa setempat untuk Carok.
Arena Carok itu diberi tanda berupa bendera dan disaksikan banyak orang. Usai
membunuh musuhnya, pelaku tidak kabur, tapi dengan celurit yang masih
menempel darah segar, pelaku melapor kepada aparat untuk menyerahkan diri.

Sedangkan Carok yang terjadi sekarang tidak lagi saling berhadaphadapan


tapi mencari kelengahan musuhnya untuk melampiaskan niatnya. Usai membunuh
pelaku juga melarikan diri. “Memang ada satu, dua orang yang melapor ke
petugas, tapi itu jarang terjadi. Malah yang lebih banyak kabur menyelamatkan
diri.Walau pelaku sudah dihukum berat lebih 10 tahun, tidak membuat kapok
pelakunya. Dikatakan, yang paling memicu timbulnya Carok, manakala harga diri
dipermalukan.

Faktor Terjadinya Carok

Terjadinya carok dengan latar belakang atau motif sebagaimana kasus


tersebut diatas pada hakikatnya terkait dengan masalah harga diri seseorang atau
kelompok orang. Masalah harga diri ini kemudian menimbulkan suatu perasaan
yang dalam bahasa Madura disebut “malo” (malu) ketika terjadi pelecehan. Jadi
kasus-kasus carok yang terjadi pada orang Madura selalu bersumber pada
perasaan malo atau terhina pada diri si pelaku karena harga dirinya dilecehkan
oleh orang lain. Bagi orang Madura, tindakan tidak menghargai dan tidak
mengakui atau mengingkari peran dan status sosial sama artinya dengan
memperlakukan dirinya sebagai orang yang “tada’ ajina” (tidak berani) dan pada
gilirannya menimbulkan perasaan malo (malu). Dari perasaan malu ini
selanjutnya berakibat pada perseteruan dan berakhir pada carok di antara kedua
belah pihak dengan terbunuhnya salah satu pihak yang berseteru tersebut.

4
Faktor-faktor penyebab carok dan Kategori pelecehan harga diri menurut orang
Madura adalah: 1) Mengganggu istri atau anak perempuan orang lain; 2)
Lemahnya aturan hokum, yang membuat keadilan itu tidak terasa bagi mereka; 3)
Perlakuan semena-mena dan tidak adil dalam pembagian harta warisan; 4) Hal-hal
lain yang walaupun kadang hanya sepele tapi telah membuat seseorang atau suatu
kelompok tersinggung dan merasa harga dirinya dilecehkan; dan 5) Faktor
penyebab yang lain adalah balas dendam akibat peristiwa Carok lain yang terjadi
sebelumnya, dan hal ini biasanya dilakukan oleh pihak keluarga yang kalah.
Carok di Madura, juga dipicu oleh persoalan sebagai berikut:

1) Persaingan bisnis Persaingan bisnis juga merupakan salah satu penyebab


terjadinya carok bagi orang Madura. Bila bisnisnya merasa disaingi oleh
orang lain terutama persaingan tidak sehat, maka seseorang yang merasa
disaingi tersebut menaruh rasa dendam kepada orang yang menyainginya;

2) Mempertahankan martabat Martabat atau harga diri seseorang harus


dihormati dan dijunjung tinggi agar tidak menimbulkan konflik. Bila harga
diri seseorang dilecehkan, maka hal ini dapat menimbulkan konflik dengan
orang yang dianggap melecehkan. Pada diri seseorang yang martabat atau
harga dirinya dilecehkan itu terdapat perasaan malu. Perasaan malu ini
kemudian memunculkan perasaan benci yang sangat kuat, sehingga
seseorang itu tidak menerima atas perlakukan orang lain yang bersifat
sewenang-wenang. Martabat atau harga diri sangat mahal bagi orang
Madura, karena bila martabatnya dilecehkan oleh orang lain, maka
alternatif yang ditempuh adalah tindak kekerasan berupa carok yang bisa
menghilangkan nyawa seseorang;

3) Perebutan harta warisan Faktor penyebab terjadinya carok yang terjadi


pada kalangan masyarakat Madura juga dipicu oleh perebutan warisan
antara saudara kandung dengan saudara kandung, antara keponakan
dengan paman/bibi dan sebaliknya, dan antara saudara misan dengan
saudara misan. Harta warisan yang merupakan peninggalan orang tua

5
sangat rawan dan sering memicu terjadinya carok, bila pembagiannya
tidak beres. Di antara sesama saudara, keponakan dengan paman/bibi, dan
saudara misan dengan saudara misan saling menuntut bahwa harta warisan
itu adalah haknya. Di antara mereka tidak ada yang mau mengalah dan
sama-sama mengotot bahwa yang berhak terhadap harta warisan adalah
dirinya dengan berbagai alasan yang dilontarkan. Adanya saling menuntut
terhadap harta warisan, pada akhirnya menimbulkan suatu permusuhan
yang berkepanjangan di antara sesama keluarga dan saudara. Puncak dari
permusuhan ini pada akhirnya berakhir dengan carok antara sesama
keluarga atau antara sesama saudara sendiri;

4) Pembalasan dendam Dendam merupakan suatu keinginan keras seseorang


untuk membalas atas kejahatan yang telah diperbuat oleh orang lain.
Perasaan dendam ini bersemi dalam hati seseorang yang mengendap
begitu lama sebelum keinginannya tercapai. Perasaan dendam ini baru
berakhir pada diri seseorang apabila keinginan untuk membalas kejahatan
yang telah diperbuat oleh orang lain terlaksana dan tercapai dengan baik.
Perasaan dendam ini muncul pada diri seseorang sebagai akibat dari
adanya perlakukan tidak senonoh atau tindak kejahatan yang diperbuat
oleh orang lain terhadap diri atau keluarganya yang dianggap mencoreng
nama baik. Tercorengnya nama baik diri atau keluarganya sebagai akibat
dari tindak kejahatan yang dilakukan oleh orang lain sama halnya dengan
pelecehan terhadap harga diri seseorang atau keluarganya. Akibat adanya
pelecehan ini, maka yang ada pada diri seseorang itu hanya perasaan malu
yang sangat kuat, dan kemudian timbul perasaan dendam yang membara
pada diri seseorang tersebut.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik suatu pemahaman bahwa beberapa


factor penyebab terjadinya carok di Madura secara garis besarnya dapat
diklasifikasikan menjadi dua macam, yakni kasus carok yang bermotifkan
gangguan terhadap istri dan kasus carok yang bermotifkan selain gangguan
terhadap istri. Gangguan yang bermotifkan selain istri di antaranya mencakup

6
persaingan bisnis, mempertahankan martabat, perebutan harta warisan, dan
pembalasan dendam. Kasus carok, baik yang bermotifkan gangguan terhadap istri
maupun yang bermotifkan selain gangguan terhadap istri, pada hakikatnya
dipandang memiliki kedudukan yang sama oleh orang Madura. Artinya, kasus-
kasus tersebut samasama mendatangkan aib yang sangat memalukan, baik
terhadap diri sendiri maupun terhadap anggota keluarga yang lain. Dengan
demikian, alternatif yang ditempuh untuk menghilangkan rasa malu tersebut
adalah tindak kekerasan dalam bentuk carok, baik yang dilakukan secara
perorangan maupun secara kolektif.

PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI CAROK

Secara umum, dipersepsikan persengketaaan akan muncul karena adanya


konflik antara seseorang sebagai penggugat melawan orang lain sebagai tergugat.
Dan masingmasing pihak yang bersengketa kurangnya buktibukti dan saksisaksi
sehingga tidak mungkin untuk di selesaikan kejalur peradilan. Oleh sebab itu
pihak yang bersengketa, hanya bisa bicara, bersikukuh pada dalil masingmasing
dan tidak mempunyai yang lengkap untuk mencari fakta yang benar, maka mereka
menyelesaiakan sengketa melalui sumpah pocong. Bahwa persengketaan masalah
harta waris, tanah, persaingan bisnis, utang piutang dan gangguan terhadap istri
pada orang Madura diselesaikan melalui Carok.Namun tidak semua
persengketaan itu diselesaikan melalui kekerasaan dalam hal ini Carok. Untuk
mempertahankan harga diri dan kehormatan, bisa dilakukan dengan jalan
persahabatann dan perdamaian yaitu melalui sumpah pocong sebagai upaya
penyelesaian sengketa. Pelaksanaan sumpah pocong selalu dilaksanakan di
Masjid. Pada faktanya, pelaksanaan sumpah pocong selalu di Masjid karena akan
menambah keyakinan bagi orang yang di sumpah dan memiliki keampuhan dari
sumpah pocong tersebut.Sumpah pocong pada masyarakat Madura dalam
menyelesaikan sengketa memiliki makna, sehingga hal ini sangat mempengaruhi
pelaksanaannya. Dalam memaknai sesuatu peristiwa seperti sumpah pocong,
maka pengertian makna itu sendiri adalah nilai yang digunakan sebagai pedoman
oleh seseorang atau masyarakat untuk berprilaku, hal ini biasanya diikuti dengan

7
suatu tuntutan emosional. Secara emosional seseorang atau suatu masyarakat
merasa perilaku tertentu adalah benar dan perilaku yang lain salah.

ARGUMENTSI HUKUM

Carok dapat dikatagorikan sebagai suatu tindakan pidana (delik) terhadap


nyawa dan badan orang.bahkan dapat dikualifikasikan sebagai pembunuhan
berencana karena memenuhi unsurunsur dari pasal 340 KUHPidana dan dapat
pula dikategorikan ke dalam kejahatan terhadap badan (Pasal 354 KUHP).

Carok (baik yang disebabkan oleh gangguan pada istri, cemburu,


perebutan harta warisan, tersinggung, dan sebagainya) termasuk dalam kategori
kejahatan yang dapat menimbulkan penderitaan dan bahkan menghilangkan
nyawa seseorang, maka untuk kasus carok yang terjadi selama ini di Pamekasan
para pelakunya diancam dengan pasal 338 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana
(selanjutnya disingkat KUHP) dan 340 KUHP. Berikut dikemukakan kutipan
Pasal 338 KUHP dan 340 KUHP.Pasal 338 menyatakan bahwa “Barangsiapa
dengan sengaja merampas nyawa oranain, diancam karena pembunuhan dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun”.

Sedangkan Pasal 340 menyatakan bahwa “Barangsiapa dengan sengaja


dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.

Berdasarkan pasal 338 dan 340 KUHP tersebut nampak jelas bahwa tindak
pidana pembunuhan dengan carok termasuk kejahatan, dan bagi pelakunya (si
pembunuh) dikenakan hukuman sesuai pelanggaran yang telah diperbuatnya.
Namun hakim dalam menjatuhkan hukuman bagi pelaku pembunuhan dengan
carok di Pengadilan Negeri Pamekasan bertentangan dan tidak sama dengan
tuntutan jaksa penuntut umum terhadap penjatuhan pidananya kepada pelaku
tindak pidana pembunuhan carok, dimana hakim dalam menjatuhkan suatu

8
putusan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan carok masih cenderung
ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum.
Apabila terjadi pertentangan antara hukum negara dengan hukum yang ada
dalam suatu masyarakat selama kebudayaan (Tradisi) tidak bertentangan dengan
hukum positif Indonesia maka pelaksanaannya bisa diteruskan, misalnya dalam
kebudayaan Madura lainnya; Kerapan Sapi maka tidak jadi masalah untuk
dilanjutkan bahkan kalau bisadikembangkan, berbeda dengan Carok yang ditinjau
dari segi manapun buruk /dilarang baik agama, kesusilaan Apalagi Hukum
Nasional (KUH Pidana) maka harus mengedepankan Hukum Negara (State Law)
sehingga terjadi keadilan dan supremasi dalam bidang hukum sehingga kepastian
hukum terjaga.2

KESIMPULAN

Carok adalah tindakan pembalasan dendam yang disebabkan oleh


pelecehan harga diri seseorang terhadap orang lain. Tindakan pembalasan dendam
ini dilakukan dengan adu duel (menggunakan senjata celurit) hingga ada korban
yang mati, satu lawan satu dan antara lakilaki. Bisa saja dilakukan massal (Carok
massal), namun jarang terjadi. Motivasi Carok adalah pelecehan harga diri
terutama masalah perempuan, istri dan anggota keluarga, mempertahankan
martabat, perebutan harta warisan dan pembalasan dendam karena kakak
kandungnya dibunuh. Carok adalah solusi bagi masyarakat Madura dalam
menyelesaikan konflik, karena sejarah yang sudah berabadabad lamanya
membentuk mereka untuk tidak meyakinin dan mempercayai pengadilan atau
hukumyang berlaku. Carok mungkin bukan peredam konflik. Tetapi salah satu
unsur Carok yaitu remo, dapat menjadi peredam konflik karena merupakan tempat
berkumpulnya para jagoan desa. Carok bagi masyarakat Madura bukanlah sebagai
perbedaan yang perlu dinilai negatif atau dipertentangkan.

2
Muhammad Afif, “Penemuan Hukum Oleh Hakim Terhadap Kasus Carok Akibat Sengketa Tanah
Dalam Masyarakat Madura”, SOUMATERA LAW REVIEW, Vol. 1 No. 2, 2018

9
DAFTAR PUSTAKA

Buku:

A. Latief Wiyata,”Carok; Konflik Kekerasaan dan Harga Diri Orang Madura”,


LKIS, Yogyakarta,  2002.

Jurnal:

Muhammad Afif, “Penemuan Hukum Oleh Hakim Terhadap Kasus Carok Akibat
Sengketa Tanah Dalam Masyarakat Madura”, SOUMATERA LAW REVIEW, Vol. 1
No. 2, 2018

Internet:

https://www.esaunggul.ac.id/tradisi-carok-pada-masyarakat-adat-madura/ Diakses pada


tanggal 8-10-2019 (Pukul 13:00)

10

Anda mungkin juga menyukai