Carok merupakan sebuah tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Madura. Tradisi
sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah adat kebiasaan turun-temurun (dari
nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat. Tradisi carok pada masyarakat Madura
adalah sebuah pembelaan harga diri ketika diinjak-injak oleh orang lain, yang
berhubungan dengan harta, tahta, dan, wanita. Namun beberapa hal yang telah disebutkan
diatas, mengganggu istri orang atau perselingkuhan merupakan bentuk pelecehan harga
diri paling menyakitkan bagi laki-laki Madura.
Kemudian apabila seorang laki-laki yang dilecehkan harga dirinya,namun
kemudian ternyata tidak berani melakukan Carok, orang Madura akan mencemoohnya
sebagai tidak lakilaki (lolake). Bahkan, beberapa informan justru menyebutnya sebagai
bukan orang Madura, seperti dikatakan oleh GutteBakir, salah seorang blater dan jagoan
didesanya. Katanya, Mon lobangal aCarok ajjhangako oreng Madhura (jika tidak
berani melakukan Carokjangan mengaku sebagai orang Madura).
Carok dilakukan pada dasarnya adalah demi kehormatan. Ungkapan etnografi
yang menyatakan, etambang pote mata lebih bagus pote tolang (dari pada hidup
menanggung perasaan malu, lebih baik mati berkalang tanah) yang menjadi
motivasi dilakukanya Carok. Karena pada masyarakat Madura, pelecehan harga diri sama
artinya dengan pelecehan terhadap kapasitas diri. Oleh sebab itu utuk memulihkan harga
diri yang dilecehkan, mereka melakukan Carok.
Maka Carok adalah tindakan pembalasan dendam yang disebabkan oleh
pelecehan harga diri seseorang terhadap orang lain. Tindakan pembalasan dendam ini
dilakukan dengan adu duel (menggunakan senjata celurit) hingga ada korban yang mati,
satu lawan satu dan antara laki-laki. Bisa saja dilakukan massal (Carok massal), namun
jarang terjadi.
Motivasi Carok adalah pelecehan harga diri terutama masalah perempuan, istri
dan anggota keluarga, mempertahankan martabat, perebuatan harta warisan dan
pembalasan dendam karena kakak kandungnya dibunuh, dan sebagainya. Carok adalah
solusi bagi masyarakat Madura dalam menyelesaikan konflik, karena sejarah yang sudah
berabadabad lamanya membentuk mereka untuk tidak meyakini dan mempercayai
pengadilan atau hukum yang berlaku.
Carok sendiri sering dilakukan oleh masyarakat Madura melawan Masyarakat
diluar masyarakat Madura jika memang anggota masyarakat tersebut menyebabkan orang
Madura merasa kehilangan harga dirinya. Kejadian seperti ini sering sekali dijumpai
mengingat masyarakat Madura yang telah menyebar ke seluruh pelosok negeri dan
membaur dengan masyarakat adat yang lain.
Tidak jarang juga menimbulkan pertentangan, namun masyarakat Madura tidak
peduli dimanapun mereka tinggal akan tetap melakukan carok dan tidak pandang bulu.
Carok dilakukan sebagai sarana untuk pembalasan dendam yang dilakukan sebagai
penebusan malu atau untuk membersihkan nama baik melalui perkelahian menggunakan
Clurit, yang merupakan senjata tradisional masyarakat madura (serupa pedang yang
bentuknya melengkung kebawah) antara dua orang atau lebih sampai pada akhirnya salah
satu dari mereka (lawan mereka) yang sedang bertarung ada yang mati.
Dalam hal ini Carok bertentangan dengan KUHP (Kitab Undang Undang
Hukum Pidana) yang merupakan salah satu hukum positif ((Hukum yang sedang berlaku
di Indonesia). Berikut beberapa Pasal yang bertentangan dengna tradisi Carok yang ada
dalam KUHP;
Pasal 338 KUHP
Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena
makar mati, dengan hukuman penjara selama lamanya lima belas tahun.