Anda di halaman 1dari 3

PROYEK KEWARGANEGARAAN

Bacalah peristiwa dibawah ini dengan cermat dan teliti!


Etnosentrisme dalam Masyarakat Madura
(https://www.kompasiana.com/dwiputriindriyani)
Keunikan watak dan karakter yang dimiliki oleh masyarakat Madura sudah tidak
diragukan lagi oleh bangsa Indonesia. Masyarakat Madura dikenal sebagai masyarakat
yang memegang teguh rasa kekeluargaan dan budaya antar masyarakat Madura sendiri.
Karakter yang menonjol pada masyarakat Madura yakni kerja keras dan keras kepala.
Hal tersebut, membuat orang Madura mudah sekali terselut emosi apabila mereka
merasa terancam. Sehingga, masyarakat Madura tidak segan menghalalkan segala cara
untuk mempertahankan dirinya atau keluarganya dari ancaman tersebut.

Etnosentrisme dalam Budaya Carok


Carok merupakan sebuah pembelaan harga diri orang Madura ketika
martabatnya diinjal-injak oleh orang lain yang berhubungan dengan, harta, tahta dan
wanita. Pembelaan yang dilakukan oleh orang Madura ini dengan menggunakan sebilah
clurit dan mengajak berduel sang lawan sampai titik darah penghabisan.
Sehingga, tidak jarang budaya tersebut sering sekali menimbulkan korban jiwa
karena carok yang bringas tersebut. Tak jarang carok disebut-sebut menjadi arena
kekerasan. Anehnya, korban carok tidak dikubur di pemakaman umum, namu dikubur
di halaman rumah. Pakaian yang berlumuran darah setelah dikenanan oleh sang korban
disimpan di almari khusus supaya pengalaman traumatic terus berkobar untuk
mewariskan balas dendam ke anak cucunya. Menurut budayawan Sumeneep Ibnu
Hajar, sesungguhnya budaya carok adalah ikon atau ciri khas orang Madura, yang
sampai pada saat ini belum jelas asal-usul budaya carok tersebut.
Oleh sebab itu, banyak sekali kasus carok tersebut yang di muat di surat kabar
dan berita online. Sebagai contoh berita yang dimuat di MataMadura.com pada tanggal 9
April 2017. Dalam berita tersebut memuat dua kasus pencarokan sekaligus. Yang
pertama, kejadian tersebut berawal dari kematian Saraton ( 55 ). Banyak desas-desus
bahwa meninggalnya Saraton ini akibat disantet oleh tetangganya, Mustofa (55). Kedua
putra almarhum, Saliman (40) dan Habibi (30) mendatangi rumah Mustofa.
Dengan hal ini, Etnosentrisme pada budaya carok yang dilakukan oleh
masyarakat Madura sangatlah kurang diterima oleh masyarakat umum karena telah
keluar dari nilai historis dari carok itu sendiri. Bahwasannya, carok diciptakan untuk
melawan penindasan dan ketidaadilan yang dilakukan oleh Belanda.
Namun, yang dapat dirasakan kita sekarang pada kenyatannya carok
melambangkan tindakan kekerasan dan kriminalitas. Bahkan, clurit yang digunakan
untuk melakukan carok saat ini diindentikan dengan tindakan egois, anarkis, dan brutal.
Hal tersebut, dapat dibuktikan dengan praktek carok dianggap sebagai pelestarian
budaya oleh masyarakat Madura. Tidak hanya itu, budaya carok tersebut tidak akan
menyelesaikan masalah, malah justru memperumit masalah atau bahkan
memperpanjang masalah karena ada perasaan unsur balas dendam.
Budaya carok juga dapat mengubah pemikiran masyarakat Madura yang
dianggap salah, yakni jika menyelesaikan suatu masalah yang pelik atau harga dirinya
diinjak-injak seolah-olah jalan terakhir dan cara paling baik harus diselesaikan dengan
carok menggunakan clurit. Tidak hanya itu, dogma mengenai carok di masyarakat
Madura dikenal dengan istilah “Mon lo’bangal acarok ja’ngako oreng Madura”,artinya
jika tidak berani melakukan carok jangan mengaku orang Madura. “Lokana daging bias
ejai, lokana atr tada’tambahana kajabana ngero’dara”,Artinya jika daging yang terluka
masih ada obatnya, tetapi jika hati yang terluka tidak ada obatnya selain minum darah”.
Ungkapan- ungkapan ini yang kemudian mendukung eksistensi carok. Secara sepintas,
perilaku carok dinilai cara penyelesaian masalah yang tidak masuk akal dan tidak
manusiawi
Maraknya budaya carok di Pulau Madura menyebabkan sangat lumrah dijumpai
khususnya bagi kaum laki-laki. Dimana, mereka jika bepergian selalu membawa senjata.
Apalagi mereka yang dianggap sebagai jagoan di desanya. Menurut mereka, bila
berpergian tanpa senjata tajam seakan – akan ada sesuatu yang kurang dalam tubuhnya.
Dengan begitu, sikap tersebut dinilai membahayakan orang lain karena mereka semakin
membabi – buta dalam menghabisi atau musuh – musuhnya tanpa mempedulikan
apakah lawannyadalam keadaan siap atau tidak. Sehingga, carok yang bermakna dan
melambangkan kejantan laki – laki Madura bergeser menjadi aksi brutalisme dan
egoisme. Kenyataan kasus carok belakangan ini justru menunjukkan sisi
hitam dari kebudayaan dan pemikiran masyarakat Madura.
Setelah membaca peristiwa diatas silakan kalian jawab pertanyaan dibawah ini dengan
menggunakan bahasa kalian dan mengacu pada peristiwa diatas
1. Apa penyebab utama peristiwa tersebut?
2. Apa hubungan sikap etnosentrisme dengan peristiwa tersebut?
3. Bagaimana upaya mengatasi masalah tersebut!
4. Bagaimana sikap yang akan pilih, apabila kalian terlibat/ada dalam peristiwa
tersebut.

Jawab:

1. Disebabkan oleh harga diri seseorang (terutama laki-laki remaja) yang di


jatuhkan olah orang lai, dan ada istilah “harga diri di bawa mati” dan istilah
“Mon lo’bangal acarok ja’ngako oreng Madura”,artinya jika tidak berani
melakukan carok jangan mengaku orang Madura. “Lokana daging bias ejai,
lokana atr tada’tambahana kajabana ngero’dara”,Artinya jika daging yang
terluka masih ada obatnya, tetapi jika hati yang terluka tidak ada obatnya selain
minum darah”.

2. Sikap etnosentrisme adalah sikap yang menggunakan pandangan dan cara hidup
dari sudut pandangnya sebagai tolok ukur untuk menilai kelompok lain.Salah
satu contoh etnosentrisme di Indonesia adalah perilaku carok dalam masyarakat
Madura. Menurut Latief Wiyata, carok adalah tindakan atau upaya pembunuhan
yang dilakukan oleh seorang laki-laki apabila harga dirinya merasa terusik.
Secara sepintas, konsep carok dianggap sebagai perilaku yang brutal dan tidak
masuk akal.

3. a. Melakukan sosialisasi. b. Memberikan pendidikan agama.

c. Membuat hukum.

4. Semoga tidak terlibat dan melakukan peristiwa tersebut.

Anda mungkin juga menyukai