PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gerakan untuk merevitalisasi Pancasila saat ini semakin menunjukkan gejala yang
menggembirakan. Forum-forum ilmiah di berbagai tempat telah diselenggarakan baik oleh
masyarakat umum maupun kalangan akademisi. Sebagaimana dipahami selama ini bahwa
Pancasila adalah dasar negara, namun semangat untuk menumbuh kembangkan lagi Pancasila
perlu disarnbut dengan baik Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012
tentang Pendidikan Tinggi, secara eksplisit juga menyebutkan bahwa terkait dengan
kurikulum nasional setiap perguruan tinggi wajib menyelenggarakan mata kuliah Pancasila.
Lebih lanjut Munir, dkk. (2014: 1-2), mengatakan bahwa Pendidikan Pancasila sangat
tepat diwajibkan kembali penyelenggaraannya di semua jenjang pendidikan formal sebab
dengan demikian proses internalisasi dan institusionalisasi nilai-nilai Pancasila dapat
dilakukan secara sistemik terhadap anak didik dari tingkat bawah sampai ke tingkat
pendidikan tinggi, meskipun harus diakui bahwa dalam pelaksanaannya banyak hal yang
harus dievaluasi pada bangunan sistem pendidikan Pancasila tersebut sebagai berikut
Pertama, pendidikan Pancasila yang dilakukan terlalu fokus pada pembinaan kognitif tingkat
rendah (menghafal dan memahami) sehingga mengabaikan pembinaan afektif dan konatif.
Dalam idiom Taman Siswa, pendidikan Pancasila selama ini telah mengabaikan pembinaan
rasa dan karsa.
Padahal, pembinaan afektif dan konatif itulah yang memupuk kepekaan sosial, rasa
tanggung jawab, dan kemampuan bertindak (praksis) untuk mewujudkan Suatu tanggung
jawab moral. Kedua, berkaitan dengan hal pertama di atas, yaitu menyangkut persoalan
metodologi penyelenggaraan pendidikan Pancasila yang lebih bersifat pengajaran, padahal
intemalisasi dan/atau institusionalisasi nilai-nilai Pancasila terhadap anak didik diperhukan
juga metodologi instinutional building untuk membangun lingkungan yang ber-Pancasila atau
Pancasilais.
Ketiga, materi "pendidikan belum tersaji dengan baik, baik dari pendekatan vertikal
maupun horizontal. Pendekalan vertikal membutuhkan pemikiran evaluatif-integratif
terhadap kurikulum dan si labi pendidikan Pancasila dari tingkat sekolah dhsar sampai ke
peguruan tinggi. Sementara, pendekatan horizontal memerlukan keberkaitan rumusan
hubungan yang jelas antara materi pendidikan Pancasila dan materi-materi pendidikan
agama, kewarganegaraan, dan bahasa Indonesia. Pancasila adalah dasar negara dan
pandangan hidup bangsa. Namun, gejala yang terjadi pada berbagai kelompok masyarakat,
kalangan generasi muda. bahkan politisi dan aparatur negara saat ini, cenderung abai, lupa,
bahkan melecehkan nilai-nilai Pancasila. Penyebabnya dapat ditelusuri pada simpul- simpul
analisis berikut (Munir, dkk, 2014: 1).
1. Pancasila pernah dijadikan sebagai alat legitimasi kekuasaan oleh Orde Baru, maka
ketika Orde Baru tumbang, banyak orang mempertanyakan apakan Pancasila masih
perlu dipertahankan atau tidak.
2. Revitalisasi nilai-nilai Pancasila terlambat mengikuti perubahan yang berlangsung
sangat cepat sehingga nilai-nilai tersebut kurang aktual dan kontekstu
3. Tidak ada lagi lembaga yang secara khusus melestarikan, mengembangkan, dan
mensosialisasikan Pancasila.
4. Terjadinya inkonsistensi pada tataran nilai praksis, hal ini ditengarai dengan perilaku
penyelenggara negara, pemimpin pemerintahan, dan ini terjadi perlu dirunut