Anda di halaman 1dari 14

CRITICAL BOOK REVIEW

MK. ILMU SOSIAL &


BUDAYA DASAR

SKOR NILAI :

MANUSIA dan PERADABAN


DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1

ANESTA RYNALDO HENNI DALIMUNTHE LEONARDO SILALAHI MAGDALENA


SEMBIRING (4183321006) (4182121017) SIMBOLON (4183321012)
(4183121040)

MUHAMMAD ALI VALERY MAHDA WARDAH YESI HERAWATI


AL-FATTAH ZIKRI.S (4183121057) MARHAMAH E.SINAGA
(4183121025) (4181121026) (4181121002)

DOSEN PENGAMPU
Dra. Trisni Andayani, M.Si & Ayu Febriyani, S.Pd, M,Si

FISIKA DIK A 2018


PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami bisa
menyelesaikan tugas Critical Book Review ini dengan judul “ Manusia dan Peradaban”

Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami
dengan sangat lapang dada menerima segala saran dan kritikan dari pembaca, agar kami
dapat memperbaiki makalah ini dengan lebih baik.

Kami sangat berharap semoga makalah ini bisa memberikan manfaat maupun
inspirasi untuk pembaca dan khusunya lebih menambahkan wawasan ilmu yang lebih luas
lagi.

Medan, 29 Oktober 2019

Kelompok 1

DAFTAR ISI
ii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terkadang penemuan besar dapat memecahkan masalah yang besar dan yang kecil.
Namun sering sekali kita kesulitan memecahkan masalah-masalah yang kecil saja, sehingga
kita harus menggerakkan kemampuan inovatif dalam usaha penyelesaiannya.

Saat ini mahasiswa sangat kesulitan membedakan dan menyambungkan teori-teori


mengenai keragaman dan kesetaraan dalam Ilmu Sosial dan Budaya Dasar seiring
bertambahnya ilmu pengetahuan. Para penulis pun berlomba-lomba mengembangkan ilmu
tersebut seefisien mungkin sehingga mahasiswa dapat mudah memahami teori-teori tersebut.
Sekaligus berlomba dalam pembuatan konsep yang lebih baik dan mudah diingat oleh para
pembaca maupun mahasiswa.

Untuk itu dilakukan bedah buku atau pengkritikan buku mengenai kalkulus agar
mahasiswa maupun pembaca dapat membandingkan keunggulan dan kelemahan buku
tersebut dari berbagai pengarang guna untuk menambah wawasan tentang teori
matematimatika khususnyamengenai kalkulus.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana isi buku para pengarang dilihat dari segi kelebihan dan kekurangannya?
2. Apakah buku tersebut dapat dijadikan sumber referensi bagi pembaca?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui isi buku sesuai dengan pengarang dilihat dari segi kelebihan dan
kekurangannya.
2 Mengetahui apakah buku tersebut dapat dijadikan sumber referensi bagi pembaca.
2

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Identitas Buku

Identitas Buku I Identitas Buku II

Judul : Ilmu Sosial dan Budaya Dasar Judul :


Penulis : Drs. Dermawan Sembiring, M.Hum. Penulis :
Penerbit : Percetakan Universitas Negeri Medan ISBN
Tahun Terbit : 2015 Penerbit :
Jumlah Halaman : ix + 162 halaman Tahun terbit :
ISBN` : 978-602-7938-03-8 Dimensi Buku :
Tebal Buku

2.2 Intisari Buku

2.2.1 Intisari Buku I

BAB I “Manusia dan Kebudayaan”

1.1. Kebudayaan

Manusia adalah makhluk hidup yang berbudaya

1.2. Pengertian Peradaban

Dalam Bahasa Indonesia kata “Peradaban” berasal dari kata “Adab” yang berarti
akhlak atau kesopanan dan kehalusan budi pekerti. Seorang yang dikatakan beradab adalah
3

apabila dia dapat menunjukkan perilaku sopan dan mematuhi norma–norma yang berlaku
didalam kehidupannya bermasyarakat.
Dalam Bahasa Inggris istilah “Peradaban” disebut civilization yang berarti
“penyempurnaan pemikiran, tata karma, atau rasa”. (refinement of thought, manners, or
taste”) .(Webster’s , 2004 : 226 ).
“Peradaban” sering disama artikan dengan “budaya” yang melingkupi “kesenian, adat
istiadat, kebiasaan, kepercayaan, nilai, bahan perilaku dan kebiasaan yang merupakan cara
hidup”, tatap dalam definisi yang paling banyak digunakan, istilah “Peradaban” adalah
sebuah istilah deskriptif untuk pertanian dan budaya perkotaan yang relative kompleks,
dicirikan oleh ketergantungannya pada pertanian, perdagangan jarak jauh, pemerintahan
berbentuk negara, adanya spesialisasi pekerjaan, kependudukan, dan stratifikasi kelas.
“Peradaban” juga diartikan sebagai perilaku normatif dalam konteks masyarakat, kata
ini mulai dikenal luas sejak kaisar, Justinian, pada abad ke 6, dimana cara hidup di perkotaan
dianggap lebih unggul dari cara hidup “Liar” atau “Barbar”.
Peradaban adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyebut bagian-bagian atau
unsur-unsur suatu kebudayaan yang dianggap halus, maju, dan indah. Dalam definisi
peradaban juga mengandung adanya perkembangan pengetahuan dan kecakapan, sehingga
orang memungkinkan memiliki tabiat ”Beradab”. Karena itu, manusia beradab salah satunya
memiliki ciri mampu mengendalikan dirinya, yakni menyangkut sopan santun, budi bahasa,
dan kebudayaan suatu bangsa. Peradaban juga sering menunjuk pada kemajuan ekonomi,
teknologi, dan politik.
Albert Schweitzer, dalam The Philosophy of Civilization, menemukan dua jenis
pemikiran tentang peradaban dalam masyarakat. Pertama menyangkut peradaban yang murni
materi dan kedua menyangkut etika dan material. Ia memahami “Peradaban” sebagai totalitas
dari semua kemajuan yang dibuat oleh manusia di setiap wilayah tindakan dan dari setiap
sudut pandang sejauh kemajuan tersebut mendukung penyempurnaan spiritual individu
sebagai kemajuan dari semua kemajuan.
1.3. Peradaban Klasik Kuno
Peradaban klasik kuno sangat dipengaruhi oleh zaman pada periode antara 600 SM
dimana serangkaian orang bijak, nabi, agama dan filsuf reformasi, dari Cina, dan seni, yang
membuatnya unik. Dalam hal seperti ini, peradaban lebih rumit dari budaya. Sastra, seni
profesional, arsitektur, agama, adat istiadat dan kompleks terkait dengan para elite termasuk
dalam peradaban ini. Untuk memiliki lebih banyak, dan memperluas sarana yang digunakan
untuk melaksanakannya, peradaban senantiasa menyebar.
4

Namun sampai hari ini (2009), beberapa suku atau orang-orang tetap tidak beradab.
Budayanya disebut oleh beberapa orang sebagai budaya “primitif” walaupun bagi sebagian
orang istilah “primitif” ini mengandung arti merendahkan.
Istilah “primitif” berasal dari bahasa latin “primus” yang berarti budaya “pertama”.
Sebagai ganti istilah “primitif” banyak antropologi menggunakan istilah “non-melek” (buta
huruf) untuk mengambarkan orang–orang seperti ini. (Wikipedia free encyclopedia, 27
September 2009).
1.4. Gugus Peradaban Dunia.
Dunia beradab menyebar dengan invasi, konversi, keagamaan, perpanjangan
birokerasi kontrol dan perdagangan, serta dengan memperkenalkan pertanian dan budaya
menulis untuk orang-orang buta huruf yang dianggap tidak beradab. Beberapa orang mungkin
rela beradaptasi dengan perilaku beradab, tetapi peradaban juga disebarkan dengan
kekerasan: jika kelompok “non-melek (buta huruf) tidak ingin melaksanakan pertanian atau
menerima agama tertentu, sering dipaksa untuk berbuat yang demikian oleh orang-orang
yang beradab, dan biasanya mereka berhasil karena memiliki teknologi yang lebih maju.
Orang-orang mengangap dirinya beradab sering menggunakan agama untuk
membenarkan tindakannya, misalnya dengan mengklaim bahwa orang yang tidak beradab
adalah “primitif,” liar, biadab, atau sejenisnya, yang harus ditundukan oleh peradaban.
Budaya rumit yang berkaitan dengan peradaban cendrung menyebar dan
mempengaruhi budaya-budaya lain, kadang-kadang berasimilasi kedalam peradaban (contoh
Jepang, Vietnam, dan negara-negara tetangga). Banyak peradaban yang benar-benar besar
yang melingkupi banyak negara dan wilayah. Identitas budaya paling luas dari orang tersebut
adalah peradaban dimana dia hidup. Etiologi peradaban adalah bahasa Latin atau Romawi.
Didefenisikan sebagai penerapan keadilan dengan “sipil,” tetapi juga meneliti dan
merenungkan peradaban Yahudi atau Ibrani.
Peradaban Ibrani tidak didefenisikan sebagai ekspresi atau peluasan dari jebakan
subjektif dan budaya masyarakat , melainkan sebagai masyarakat manusia dan budaya
menjadi ekspresi objektif tambatan moral atau etika seperti yang diketahui, dipahami dan
diterapkan sesuai dengan “ajaran Musa” (Mosaic Covenant).
Suatu peradaban “manusia” akan menjadi ekspresi dan perluasan dua pilar
“peradaban” paling dasar yaitu bobot kejujuran yang distandarisasi dan ukuran-ukuran moral
dan konstitusi kesehatan. Segala sesuatu yang lain, apakah teknologi, ilmu pengetahuan, seni,
musik, dll, adalah dengan definisi ini dianggap sebagai komentar.
5

Memang, untuk tingkat wilayah permukaan masyarakat manusia, yaitu, kebudayaan


adalah “beradab,” adalah tingkat medan internal (karakteristik, keperibadian, atau subtansi)
dari orang-orang dan kepemimpinan yang harus juga “di inokulasikan” (inoculated) dan
ditanamkan dengan landasan moral. (Wikipedia free encyclopedia, 27 September 2009).
1.5. Indentitas Budaya
Sementara masyarakat lain menjadi beradab dengan budaya, orang Yahudi telah
beradab dengan standar “kesopanan” Bibel, sementara sebagian besar sentimen Roma
terfokus pada upaya memproleh keadilan yang dilakukan dengan cara “sipil”. Pada
prinsipnya Alkitab Ibrani atau pendekatan terhadap keadilan orang Yahudi, tidak pernah
terbatas pada subjektifitas atau sekedar penampilan, tetapi yang lebih penting, keadilan harus
didasarkan atas prinsip-prinsip objektif. “Pada akhirnya, tidak ada kebenaran atau
“peradaban” abadi bagi setiap manusia dalam ketiadaan moral yang tenang “( Ultimately,
there is no true or lasting “civility” for any man in the absence of moral composure).
Banyak sejarawan telah berpokus pada lingkup budaya yang luas ini dan
memperlakukan peradaban sebagai unit tunggal. Salah satu contohnya adalah pada awal abad
kedua puluh filsuf Oswal Spengler, 1911, meskipun menggunakan kata Jerman “Kultur.”
“Cultur” untuk yang kita sebut “peradaban” baru dengan potensibudaya baru yang terbentuk
di sekitar dan menarik simbol budaya baru.
Konsep “keterpaduan budaya” (unifed culture) tentang peradaban ini juga
mempengaruhi teori-teori sejawan Arnold J. Toynbee pada pertengahan abad kedua puluh.
Toynbee dalam bukunya, A study of History, mengeksplorasikan proses peradaban yang
menjajaki perkembangan dan merosotnya peradaban di berbagai wilayah dunia. Menurut
Toynbee peradaban umumnya merosot dan jatuh, karena kegagalan suatu “minoritas kreatif”
melalui kemerosotan moral atau keagamaan dari pada disebabkan ekonomi atau lingkungan.
1.6. Peradaban dan Teori Sistem
Dengan mengunakan teori sistem, kelompok teoritisi lain melihat peradabansebagai
suatu sustem yang kompleks, yaitu sebuah kerangka dimana sekelompok objek yang dapat
dianalisis bekerja sama untuk menghasilkan beberapa hasil. Peradaban dapat dilihat sebagai
jaringan kota-kota yang muncul dari budaya praperkota, dan didefenisikan oleh ekonomi,
politik, militer, diplomatik, dan budaya interaksi di antara mereka. Setiap organisasi adalah
suatu sistem sosila kompleks, dan peradaban adalah sebuah organisasi besar.
Ahli perkotaan “ (Urbanist), Jane Jacobs mendefinisikan kota sebagai mesin ekonomi
yang bekerja untuk menciptakan jaringan besar masyarakat. Menurut pendapatnya, proses
utama yang menciptakan jaringan kota tersebut adalah “pemindahan imfor” (“imfort
6

repleacement”), proses di mana “kelengkapan” kota- kota mulai menggantikan barang dan
jasa yang sebelumnya di impor dari kota-kota yang lebih maju. Perpindahan impor berhasil
menciptakan pertumbuhan ekonomi dikota-kota pinggiran tersebut dan memungkinkan kota
mengekspor barang-barang mereka ke kota-kota yang kurang berkembang didaerah-daerah
pedalaman untuk menciptakan jaringan ekonomi baru. Mereka mengekplorasi pembangunan
ekonomi diseluruh jaringan luas, bukan memperlakukan setiap masyarakat sebagai lingkup
budaya yang terisolasi.
Ahli teori sistem melihat banyak jenis hubungan antara kota-kota, termasuk hubungan
ekonomi, pertukaran budaya, dan politik atau diplomasi atau hubungan militer. Lingkaran ini
sering terjadi pada sekala yang berbeda. Sebagai contoh, sampai abad ke 19, jaringan
perdagangan jauh lebih besar daripada jaringan lingkup budaya atau politik. Rute
perdagangan yang luas, termasuk Sutra melalui Asia Tengah dan Samudra Hindia
menghubungkan rute laut Kekaisaran Romawi, Kekaisaran Persia, India, dan Cina, yang juga
didirikan 2000 tahun yang lalu. Ketika itu, peradaban tersebut hampir sama dengan politik,
diplomatik, militer atau hubungan budaya. Hal ini merupakan bukti pertama seperti
perdagangan jarak jauh dalam dunia kuno. Selama fase Uruk, Guillermo Algaze (2004)
berpendapat bahwa hubungan perdagangan yang menghubungkan Mesir, Mesopotamia, Iran,
dan Afganistan). Resin ditemukan kemudian di makam-makam kerajaan Ur yang
diperkirakan diperdagangkan dari Mozambik ke utara. (Wikipedia free encyclopedia , 27
September 2009).
1.7. Masa Depan Peradaban

Ilmuan politik Samuel P. Huntington mendefenisikan peradaban sebagai budaya tertinggi


kelompok masyarakat dan tingkat terluas dari identitas budaya yang membedakan manusia
dan spesies lain.”(the highest cultural grouping of people and the broadest levelof cultural
identity people have short of that which distinguishes humans from other species). Ia
mengemukakan wacana benturan peradaban” yang akan terjadi pada abd ke – 21. Menurut
pendapatnya, konflik antara peradaban akan menggantikan konflik antara Negara – bangsa
dan konflik ideologi yang menjadi ciri abad ke 19 dan abad ke – 20. (Huntington, dalam
Simon & Schuster,1996).
Saat ini, peradaban dunia berada dalam tahap yang telah menciptakan apa yang dapat
digolongkan sebagai sebuah masyarakat industri, menggantikan masyarakat agraris yang
mendahuluinya. Beberapa futuris percaya bahwa peradaban sedang mengalami transformasi
lain dan bahwa masyarakat dunia akan menjadi masyarakat informasi.
7

Beberapa ilmuan lingkungann melihat dunia memasuki fase peradaban Planetary,


yang dicirikan oleh pergeseran bebas dari terputusnya Negara–bangsa dalam meningkatkan
konektivitasnya dunia global dan lembaga–lembaga diseluruh dunia, tantangan lingkungan,
system ekonomi dan kesadaran. (Orion, 2008).
Untuk lebih memahami apa yang dimaksudkannya Planetary Fase peradaban dapat
dilihat dalam konteks penurunan dalam sumber daya alam dan meningkatnya konsumsi.
Skenario kelompok global yang menggunakan scenario analisis untuk sampai pada tiga pola
dasar berjangka yaitu :
1. Barvarisasi meningkatnya konflik baik dunia menyelesaikan merosotnya (breaking
down) benteng masyarakat.
2. Konvensional semesta alam, dimna kekuatan–kekuatan pasar atau reformasi
kebijakan perlahan–perlahan mengendapkan endapan praktek yang lebih
berkelanjutan dan.
3. Konvensional semesta alam, dimna kekuatan – kekuatan pasar atau reformasi
kebijakan perlahan – perlahan mengendapkan endapan praktek yang lebih
berkelanjutan.
Skala Kardashev mengklasifikasikan peradaban berdasarkan tingkat kemajuan
teknologi, terutama diukur oleh jumlah energi yang mampu dimanfaatkan dan membuat
ketentuan bagi peradaban yang jauh lebih berteknologi maju dari pada yang diketahui saat
ini.

1.8. Runtuhnya Peradaban

Peradaban tidak selalu langgeng dan maju atau meningkat dari waktu kewaktu .
Dalam sejarah dunia sering terjadi suatu peradaban besar runtuh dan diganti peradaban baru
yang dimulai lagi dari awal, khususnya peradaban yang bersifat materil. Banyak pendapat
yang telah dianjurkan tentang keruntuhan peradaban. Edward Gibbon dalam The Decline End
Fall Of Roman Empire, mulai tertarik pada tema keruntuhan peradaban yang mulai antara
periode Klasik Yunani Kuno dari Roma, sampai abad pertengahan dan masa Renaissance.
(Artsi, 2001).

Selama fase menengah, peningkatan populasi yang berlebih menyebabkan penurunan


dan tingkat konsumsi perkapita yang menyebabkan pemungutan pajak menjadi lebih sulit
sementara penerimaan Negara berhenti berkembang sedangkan pengeluaran Negara
bertambah akibat pertumbuhan penduduk yang dikendalikan Negara. Sebagai hasilnya,
8

selama fase ini Negara mulai mengalami masalah fiscal yang cukup besar. Pada tahap akhir
pra- keruntuhan kelebihan populasi menyebabkan penurunan lebih lanjut per kapita, surplus
produksi semakin berkurang, pendapatan Negara menyusut, sementara Negara membutuhkan
lebih banyak sumber daya untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk. Akhirnya keadaan
mengarah pada kelaparan, wabah, kerusakan Negara, dan demografis dan peradaban runtuh.
(Turchin, 2003:121-127).

Sehubungan dengan kebudayaan Maya di Amerika. Arthur Demarest dalam Acient


Maya: The Rise and Fall of a Rainforest Civilization berargumentasi dengan menggunakan
perspektif bukti holistic terbaru dari arkeologi, paleoecology, dan epigrafi, bahwa tidak ada
satu penjelasan yang cukup tetapi serangkaian erratic, berupa kompleks peristiwa, hilangnya
kesuburan tanah, kekeringan dan meningkatnya tingkat kekerasan internal dan eksternal
menyebabkan diintegrasi kerajaan–kerajaan Maya yang memulai spiral kemunduran dan
kehancuran.

Bukti sejarah menunjukkan bahwa peradaban masa lalu cenderung berlebihan


mengeksploitasi hutan mereka, dan penyalahgunaan sumber daya penting telah menjadi
faktor signifikan dalam penurunan mengeksploitasi masyarakat secara berlebihan.

Thomas, Homer-Dixon dalam The Upside of Down: Catasrophe, Creativity, and the
Renewal of Civilization, menganggap bahwa penurunan laba atas investasi energi. Energi
yang dikeluarkan untuk menghasilkan rasio energi merupakan pusat untuk membatasi
kelangsungan hidup peradaban . Tingkat kompleksitas sosial yang berhubungan erat dengan
pendapatnya, dengan jumlah energi lingkungan sekali pakai, memungkinkan sistem ekonomi
dan teknologi. Bila jumlah ini dikurangi peradaban harus mengakses sumber–sumber energi
baru atau mereka akan runtuh. (When this amount decreases civilizations either have to acces
new energy sources or they will collapse).

1.9. Peradaban dan Kritik

Dengan berbagai alasan, peradapan telah dikritik dari berbagai sudut pandang .
Beberapa kritikus berkeberatan dengan semua aspek peradapan. Kritikus lainya berpendapat
bahwa peradaban membawa campuran yang baik dan yang buruk. Beberapa tokoh
lingkungan seperti Derrick Jensen (2006) mengkritik peradapan yang mengeksploitasi
lingkungan. Hienberg (2007) menyorotinya dari sisi pertanian intensif dan petumbuhan
perkotaan. Ia berpendapat bahwa pertanian intensif dan petumbuhan perkotaan cenderung
9

menghancurkan pengaturan peradapan dan habitat alami, serta menguras sumber daya
dimana dia bergantung (depends). (“culture”. Wiktiory.25 Agustus 2007). Budaya seperti ini
disebutnya seperti “budaya Dominator” para pendukung bacaan ini percaya bahwa
masyarakat tradisional ini hidup dalam harmoni lebih besar dengan alam daripada masyarakat
dalam perdaban. Orang lebih bekerja dengan alam dari pada berusaha untuk
menaklukkannya. Gerakan hidup berkelanjutan adalah dorongna dari pada beberapa anggota
untuk mendapatkan kembali peradapan yang selaras dengan alam.

Peradaban bertentangan dengan filsafat primitivisme. Peradaban menuduh kaum


primitif membatasi potensi manusia, menindas yang lemah, dan merusak lingkungan.
Sementara paham praktivisme ingin kembali secara hidup yang lebih primitif, yang mereka
anggap sebagai yang terbaik bagi alam dan manusia. Pendukung termuka adalah Jhon
Zerzhan dan Derrick Jensen, sedangkan yang mengkritisi adalah Roger Sandall.
Tidak semua kritisi masa lalu dan perdaban masa kini percaya bahwa cara hidup
primitif adalah lebih baik. Karl Marx, berpendapat bahwa awal peradapanadalah awal dari
penindasan dan eksploitasi, tetapi dia percaya bahwa hal-hal ini pada akhirnya akan teratasi
dengan mendirikan komunisme diseluruh dunia. Dia membayangkan komunisme diseluruh
dunia. Dia membayangkan komunisme bukan sebagai ideal kembali kemasa lalu, tetapi
sebagai sebuah pendapat tahap baru.
Mengingat saat ini masalah peradaban dihubungkan dengan industri berkelanjutan,
Derrick Jensen, yang memposisikan peradaban menjadi inheren yang tidak berkelanjutan,
berpendapat bahwa kita perlu mengembangkan bentuk sosial “Pasca-Peradapan” sebagai
peradapan yang berbeda dari peradaban masa lalu dengan masyarakatnya yang pra-beradap.

1.10. Modernisasi
Kata modern berasal dari bahasa latin modo, modernus yang berarti “sekarang” (just
now). Dalam bahasaa prancis disebut moderne, kata ini memberikan juga pengertian tentng
karakteristik yang terjadi padaa masaa kini atau kesekarangan, dan bukan yang lama atau
kuno. Dalam pengertian lebih jauh kata modern juga dapat diartikan “siap dipakai” (up to
date) Modernisme sering dilawankan dengan tradisi, menjadi modern adalah merubah tradisi
(to be modern is to breaks tradision) dan meninggalkan masa lampau” (break to be the past),
berarti meninggalkan cara-cara hidup masa lalu dan berusaha mencari kesadaraan baru
dengan bentuk bentuk ekspresif. (Silverman, 1990 : 2)
10

Pemikiran bahwa manusia dapat menginterpretasi alam (Bacon) atau penemuan jagat
raya melalui intrument (Galleo), dan berpendapat bahwa manusia dapat membentuk dan
mengontrol kembali dunia melalui ilmu, merayakan pandangan dunia modern. Proyek
modernitas dibangun pada abaat ke-18 ole para filsuf pencerahan dalam usaha mereka untuk
memperoleh pengetahuan obyektif, moralitas, hukum universal dan otonomi seni. Filsuf
seperti Condercet ingin menciptakaan budaya khusus untuk memperkaya akumulasi
kehidupan ini. Tetapi yang terjadi dilapangan adalah kehidupan yang kontraks dengan
hrapaan-harapan ideal tokoh abad pencerhan tersebut.Secara teratur domain-domain
modernitas ini kemudian melembaga. Ilmu, moralitas dan seni dalam gagasaan modernitas ini
telah menjadi domain otonom yang terpisah dari kehidupa sehari hari. Struktur-struktur dari
kognitif-instrumental, moral–praktris dan rasionalitas estetika-ekspresif telah berada
dicengkraman para ahli-ahli khusus (Madan Sarup :1988 :130).

2.2.2 Intisari Buku II (Buku Pembanding)


11

DAFTAR PUSTAKA

Sembiring,Dermawan.2015.Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.Medan:Unimed

Syukri, Muhammad.2015.Ilmu Sosial Budaya Dasar.Medan:Rajawali Press

Anda mungkin juga menyukai