Anda di halaman 1dari 15

TRANSCULTURAL NURSING

Klasifikasi dan Variasi Kelompok Budaya Orang Madura

Dosen Pembimbing :

Wahyuningsih TN, S.Kep.Ns.,M.Kes

Disusun Oleh :

1. Herni Ayu Anugrahaeni P27820518005


2. Ajek Sasongko P27820518010
3. Yasvina Firyansari P27820518011
4. Nafidhatul Shinta P27820518015
5. Intan Retno Kumala P27820518021
6. Raisha Afanti Intania Putri P27820518023
7. Isnin Nur Khodiroh P27820518024
8. Miranda Mega Sholekah M. P27820518043
9. Devi Ayu Firnanda P27820518045

POLITEKNIK  KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

PRODI DIII KEPERAWATAN KAMPUS TUBAN

Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo No.02 Tuban


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan “Klasifikasi dan Variasi
Kelompok Budaya Orang Madura” ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.
Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Wahyuningsih TN, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku Dosen
mata kuliah Transcultural Nursing yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
pengetahuan kita mengenai makalah klasifikasi dan variasi kelompok budaya orang madura.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan
dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa sarana yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan, kami mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa
depan.

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……...……………………………………………………………….…….. i

Daftar Isi…………………………………………………………………………............... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang….……………………………………………………………… 1

1.2 Tujuan…………………………………………………………………….……..1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Budaya ...………......…………………………….…………………... 2

2.2 Karakteristik Budaya....……………………………………………………….. 4

2.3 Perilaku Budaya Kesehatan….……...………………………………………... 5

2.4 Variasi Kelompok Budaya Orang Madura........................................................ 6

BAB III PENUTUP

4.1 Kesimpulan ………………………………………………………………….. 11

4.2 Saran ……………………………………………………………………....... 11

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Madura adalah nama pulau yang terletak di sebelah utara Jawa Timur dan luasnya
5.250 km². Secara administrasi, Madura menjadi wilayah Propinsi Jawa Timur yang dibagi
menjadi empat kabupaten yaitu Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Pulau
Madura juga dikelilingi pulau-pulau yang lebih kecil yaitu Pulau Kambing, Gili Raja,
Genteng, Puteran, Iyang, Sapudi, dan Raas. Mengenai jumlah penduduk tidak ada data yang
pasti. Pada tahun 2009, penduduknya diperkirakan 19 juta jiwa, yang menyebar di Pulau
Madura sendiri dan sebagian ada yang tinggal di sebelah timur Jawa Timur, mulai dari
Pasuruhan sampai utara Banyuwangi.
Keperawatan transkultural merupakan suatu arah utama dalam keperawatan yang
berfokus pada study komparatif dan analisis tentang budaya dan sub budaya yang berbeda di
dunia yang menghargai perilaku caring, layanan keperawatan, niai-nilai, keyakinan tentang
sehat sakit, serta pola-pola tingkah laku yang bertujuan mengembangkan body of knowladge
yang ilmiah dan humanistik guna memberi tempat praktik keperawatan pada budaya tertentu
dan budaya universal (Marriner-Tomey, 1994). Teori keperawatan transkultural ini
menekankan pentingnya peran keperawatan dalam memahami budaya klien
Pemahaman yang benar pada diri perawat mengenai budaya klien, baik individu,
keluarga, kelompok, maupun masyarakat, dapat mencegah terjadinya culture shock maupun
culture imposition.Cultural shock terjadi saat pihak luar (perawat) mencoba mempelajari atau
beradaptasi secara efektif dengan kelompok budaya tertentu (klien) sedangkan culture
imposition adalah kecenderungan tenaga kesehatan (perawat), baik secara diam-diam mauoun
terang-terangan memaksakan nilai-nilai budaya, keyakinan, dan kebiasaan/perilaku yang
dimilikinya pda individu, keluarga, atau kelompok dari budaya lain karena mereka meyakini
bahwa budayanya lebih tinggi dari pada budaya kelompok lain.

1.2 TUJUAN
Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi dan variasi kelompok budaya berdasarkan praktek
perawatan diri yang berpatok berdasarkan teori transkultural.

1
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. DEFINISI BUDAYA

Budaya bisa diartikan dari berbagai sudut pandang. Berdasarkan wujudnya misalnya,
kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama yaitu kebudayaan material dan
nonmaterial. Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata,
konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan
dari suatu penggalian arkeologi : mangkuk tanah liat, perhiasan, senjata, dan seterusnya.
Kebudayaan material juga mencangkup barang-barang seperti televisi, pesawat terbang,
stadion olah raga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci. Kebudayaan
nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi,
misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
Perilaku dari berbagai kelompok masyarakat dunia berbeda-beda, perilaku tersebut akan
membentuk budaya tertentu. Respon masyarakat terhadap suatu peristiwa dalam
kehidupan berbeda-beda bergantung pada bagaimana kebiasaan sekelompok masyarakat
tersebut dalam menangani masalah. Setiap individu memiliki budaya baik disadari
maupun tidak disadari, budaya merupakan struktur dari kehidupan. Istilah budaya
pertama kali didefinisikan oleh antropolog Inggris Tylor tahun 1871 bahwa budaya yaitu
semua yang termasuk dalam pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat dan
kebiasaan lain yang dilakukan manusia sebagai anggota masyarakat. ( Brunner dan
Suddart, 2001 ). Sedangkan petter (1993) mendefinisikan budaya sebagai nilai-nilai,
kebudayaan sikap dan adat yang terbagi dalam suatu kelompok dan berlanjut dari
generasi ke generasi berikutnya. Budaya akan dipakai oleh seseorang atau sekelompok
orang dengan nyaman dari wktu ke waktu tanpa memikirkan rasionalisasinya. The
American Herritage Dictionary mengertikan kebudayaan adalah sebagai suatu
keseluruhan dari pola prilaku yang dikirimkan melalui kerja dan pemikiran manusia dari
suatu kelompok manusia.

Banyak ahli budaya mendifinisikan arti budaya dan kebudayaan ini dengan berbagai
argumen, tetapi intinya adalah sama, koentjaraningrat (1990) menjelaskan bahwa
kebudayaan berasal dari bahasa sangsengkerta buddayah yeng berarti budi atau akal, bisa
juga daya dari budi, sedangkan kebudayaanadalah hasil cipta, rasa dan karsa. Kessing
(1992) mengadopsi berbagai pengertian kebudayaan dari para ahli yang kemudian dapat

2
disimpulkan bahwa budaya adalah suatu yang mengandung unsur pengetahuan,
kepercayaan, adat istiadat, prilaku yang merupakan kebiasaan yang diwariskan. Budayaan
atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddayah, yang merupakan bentuk
jamak dari buddi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan disebut
culture, yang berasal dari kata latin Colere, yaitu mengolah atau menegrjakan. Bisa
diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang
diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.

Kebudayaan juga didefinisikan sebagai rancangan hidup yang tercipta secara historis
baik eksplisit maupun implisit, rasional, irasional yang ada pada suatu waktu sebagai
pedoman yang potensial untuk prilaku manusia (kluckhohn dan kelly, dalam kessing,
1992). Menurut swasono (1998), respon masyarat terhadap berbagai peristiwa kehidupan
disebut budaya. Dan budaya ini berbeda-beda pada berbagai kelompok di masyarakat.
Andrews dan Boyle (2003) mendefinisikan budaya dari Leininger (1978) bahwa budaya
adalah pengetahuan yang dipelajar dan disebarkan dengan nilai, kepercayaan, aturan
perilaku, dan praktik gaya hidup yang menjadi acuan bagi kelompok tertentu dalam
berpikir dan bertindak dengan cara yang terpola. Purwasito (2003) menjelaskan bahwa
kata budaya diambil dari bahasa sansekerta buddayah yang berarti akal budi. Sedangkan
dalam bahasa Inggris kata budaya bersinonimdengan kata ‘cuture’. Kata culture berasal
dari bahasa latin ‘cultura’. Kata kultur atau kebudayaan adalah hasil kegiatan intelektual
manusia, suatu konsep mencangkup berbagai komponen yang digunakan oleh manusia
untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan hidupnya sehari-hari. Pendapat ini sejalan
dengan yang dikemukakan oleh Oliver (1981) yang juga memberikan penekanan bahwa
budaya merupakan sekumpulan ide yang digunakan manusia untuk menjawab
permasalahan hidup yang mendasar.

Zanden (1990) menjelaskan bahwa istilah kultur mengacu pada warisan sosial
masyarakat yang mempelajari pola berpikir, merasa, dan bertindak yang ditularkan dari
satu generasi ke generasi berikutnya termasuk penggunaan pola-pola tersebut dalam
sesuatu yang bersifat materi. Sementara itu samovar dan poter (1995) mengutip
pernyataan Adamsom dan Frost yang mengatakan bahwa kultur merupakan pola tingkah
laku yang dipelajari yang merupakan satu kesatuan system yang bukan hasil dari
keturunan. Dari semua definisi diatas jelaslah bahwa kultur atau memiliki karakteristik
sendiri. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan
yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam

3
pemikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat
abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan kebudayaan adalah benda-benda yang
diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-
benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,
organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditunjukan untuk membantu
manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

2.2. KARAKTERISTIK BUDAYA

Dincker (1996), menyimpulkan pendapat Boyle dan Andrews (1989), yang


menggambarkan empat ciri esensial budaya yaitu : pertama, budaya dipelajari dan
dipindahkan, orang yang mempelajari budaya mereka sendiri sejak lahir. Kedua, budaya
berbagi bersama, anggota-anggota kelompok yang sama membagi budaya baik secara sadar
maupun tidak sadar, perilaku dalam kelompok merupakan bagian dari identitas budayanya.

Ketiga, budaya adalah adaptasi pada lingkungan yang mencerminkan kondisi khusus
pada sekelompok manusia seperti bentuk rumah, alat-alat dan sebagainya. Adaptasi budaya
pada negara maju diadopsi sesuai dengan tehnologi yang tinggi. Keempat, budaya adalah
proses yang selalu berubah dan dinamis, berubah seiring kondisi kebutuhan kelompoknya,
misalnya tentang partisipasi wanita dan sebagainya. Penelitian batak Toba di Indonesia
yang beradaptasi dengan suku Sunda dengan merubah adat ketatnya karena menyesuaikan
diri dengan budaya setempat.

Menurut Samovar dan Porter (1995) ada 6 karakteristik budaya :

1. Budaya itu bukan keturunan tapi dipelajari, jika seorang anak lahir di Amerika dan
hidup di Amerika dari orangtua yang berkebangsaan Indonesia maka tidaklah secara
otomatis anak itu bisa berbicara dengan bahasa Indonesia tanpa ada proses
pembelajaran oleh orangtuanya.
2. Budaya itu ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya, kita mengetahui
banyak hal tentang kehidupan yang berhubungan dengan budaya kerena generasi
sebelum kita mengejarkan kita banyak hal tersebut. Suatu contoh upacra penguburan
placenta pada masyarakat jawa, masyarakat tersebut tidak belajar secara formal tetapi
mengikuti prilaku nenek moyangnya.
3. Budaya itu berdasarkan simbol, untuk bisa memepelajari budaya orang memerlukan
simbol. Dengan simbol inilah nantinya kita dapat saling bertukar pikiran dan

4
komunikasi sehingga memungkinkan terjadinya proses transfer budaya dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Contoh beberapa simbol yang mengkarakteristikkan
budaya adalah kalung pada suku dayak, manik-manik, gelang yang semua itu
menandakan simbol pada budaya tertentu.
4. Budaya itu hal yang bisa berubah, karena budaya merupakan sistem yang dinamis dan
adaftif maka budaya rentan terhadap adanya perubahan. Misalnya pada sekelompok
masyarakat merayakan kelahiran dengan tumpeng atau nasi kuning, pada zaman
modern tradisi tersebut berubah yaitu menjadi kue ulang tahun.
5. Budaya itu bersifat menyeluruh, satu elemen budaya dapat mempengaruhi elemen-
elemen budaya yang lain. Misalnya lingkungan sosial akan dapat memepengaruhi
prilaku seseorang yang tinggal dilingkungan tersebut.
6. Budaya itu etnosentris, adanya anggapan bahwa buadaya kitalah yang paling baik
diantara budaya-buadaya yang lain. Suku badui akan merasa budaya Badui yang
benar, apabila melihat perilaku budaya dari suku lain dianggap aneh, hal ini terjadi
pada kelompok suku yang lain. Meskipun tiap kelompok memiliki pola yang dapat
dilihat yang membantu membedakannya dengan kelompok lain, sebagian besar
individu juga mengungkapkan keyakinan atau sifat yang tidak sesuai dengan norma
kelompok. Seseorang bisa sangat tradisional dalam satu aspek dan sangat modern
dalam aspek lain. Ketika orang sakit, mereka kadang menjadi lebih tradisional dalam
harapan mereka dan pemikiran mereka. Juga ada variasi signifikan dengan dan antara
kelompok. Pengetahuan tentang kelompok juga bernilai ketika memberikan
sekumpulan harapan realistik. Tetapi, hanya belajar tentang individu atau keluarga
yang dihadapi sehingga tenaga medis dapat memahami dalam hal apa pola kelompok
bermakna (Leininger 2000).

2.3. PERILAKU BUDAYA KESEHATAN

Adat kebiasaan yang dikembangkan di suatu negara atau daerah, suku atau
sekelompok masyarakat merupakan praktek hidup budaya, Amerika, Australia, dan negara
lainnya termasuk Indonesia merupakan sebuah negara mempunyai berbagai suku dan daerah
dimana tiap suku atau daerah tersebut mempunyai adat kebiasaan yang berbeda-beda dalam
menangani masalah kesehatannya di masyarakat. Ada perilaku manusia, cara interaksi yang
dipengaruhi kesehatan dan penyakit yang terkait dengan budaya, diantaranya adalah perilaku
keluarga dalam menghadapi kematian, menurut Crist (1961) yang ditulis oleh

5
Koentjaraningrat (1990), dari hasil studi komaratifnya. Menyimpulkan bahwa ada perbedaan
sikap manusia dengan berbagai kebudayaan yang berbeda-beda dalam menghadapi maut.

Menurut Bendel (2003) di Indonesia terdapat pruralisme system pengobatan di mana


berbagai cara penyembuhan yang berbeda-beda hadir berdampingan termasuk humoral
medicine dan elemen magis. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku
bangsa dimana tiap suku atau kelompok masyarakat tersebut akan mempunyai norma,
perilaku, adat istiadat yang berbeda-beda termasuk dalam mencari penyembuhan yang terkait
dengan perilaku budaya. Menurut Bendel (2003) dalam masyarakat Indonesia terdapat
kepercayaan tradisional pada hal-hal gaib.

2.4. VARIASI KELOMPOK BUDAYA MADURA


1. Klasifikasi dan Variasi Kelompok Budaya Berdasarkan Komunikasi Orang Madura
Keluarga-keluarga selalu terbentuk dalam komunitas-komunitas kecil merupakan satu
agen sosialisasi dalam sebuah kebudayaan. Dengan cara tertentu kebudayaan menentukan
sifat struktur keluarga dan jaringan komunikasi. Di dalam semua kebudayaan, struktur
keluarga merupakan masyarakat inti; selebihnya adalah keluarga yang diperluas. Bentuk-
bentuk tersebut ditimbulkan oleh hubungan antara orang tua dengan anak-anak, hubungan
antara paman dan bibi, kakek dan nenek, saudara-saudara sepupu dan lain-lain. Keluarga
yang luas diyakini sebagai batas kesadaran komunitas yang diserahi tanggung jawab untuk
menyelenggarakan kesejahteraan bagi sesama.
Masyarakat adat madura biasanya memiliki suatu sistem kekerabatan yang khas dan
unik. Sistem kekerabatan itu menjadi pembeda dengan yang lainnya. Namun masyarakat
madura tidak memiliki sistem kekerabatan dengan penamaan yang khas. Hampir sebagian
orang madura ketika ditanya tentang sistem kekerabatan memiliki jawaban yang tidak
jelas. Mereka hanya percaya bahwa orang madura merupakan satu garis keturunan yang
sama sejak dahulu.
Sebagaimana orang Jawa pada umumnya, orang madura memang lebih bersifat
patrilineal dengan tetap memperhitungkan garis ayah. Tetapi, ternyata itu tidak semua,
karena ada juga yang justru menerapkan garis seimbang (bilateral) antara garis ibu
(matrilineal) dengan garis ayah (patrilineal). Realitas ini dapat dipahami melalui sistem
pembagian warisan; yang dalam kenyataannya tidak memiliki kesamaan satu sama lain
serta bagaimana mereka melangsungkan perkawinan. Artinya, orang-orang madura selalu

6
memberikan jawaban berbeda berkaitan dengan bagaimana hukum adat mengatur hukum
pewarisan dan lembaga perkawinan.
Mesklipun demikian orang Madura memiliki ikatan kekeluargaan cukup kuat dalam
melakuakan kegiatan sosial. Hal ini bisa dilihat dari keterlibatan mereka jika salah satu dari
anggota keluarga sedang melangsungkan suatu hajatan, sedang membuat rumah, atau
sedang terkena musibah;kematian misalnya. Mendahulukan kepentingan keluarga memang
merupakan salah satu bentuk ikatan kekerabatan yang cukup kuat pada orang-orang
madura. Di samping itu ikatan gotong royong masyarakat Madura juga kuat sekali Peneliti
sendiri pernah menemukan satu fakta tentang keterlibatan semua anggota keluarga dan
teteangga dekat saling membantu ketika salah satu diantaranya sedang menyelenggarakan
pesta perkawinan.
Sedangkan dalam sistem sosialnya, masyarakat Madura mengenal dua kepemimpinan
yang menjadi panutan dan harus dipatuhi apa yang menjadi perintahnya. Adapun dari
kedua pemimpin tersebut adalah, ialah (1) pemimpin formal atau kepala desa yang sering
disebut dengan istilah setempat dengan petinggi, dan (2) pemimpin nonformal atau yang
disebut dengan kiai.pimpinan formal atau petinggi bertugas mengatur administrasi
pemerintah desa sehingga pengangkatannya disyahkan oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat
II.
Kiai atau kepala adat merupakan pemimpin bersifat nonformal ,meskipun nonformal,
kharismatik kepemimpinannya cukup penting dan vital bagi berlangsungnya kehidupan
adat istiadat. Hal ini karena kiai adat memegang kedudukan penting dalam setiap kegiatan
adat, utamanya upacara adat.

2. Klasifikasi dan Variasi Kelompok Budaya Berdasarkan Sentuhan Orang Madura


Perbedaan suku bangsa ini tidak hanya mengandung perbedaan bahasa, adat istiadat,
dan sistem sosio-kultural pada umumnya, tetapi juga perbedaan orientasi nilai yang
menyangkut sistem keyakinan dan keberagaman masyarakat. Setiap suku bangsa, selain
memiliki kepercayaan lokalnya masing-masing, juga memiliki sistem pengetahuan dan
cara pandang yang tidak jarang berbeda satu sama lain. Masuknya unsur baru dalam
kehidupan satuan-satuan ini tentu saja mendapatkan reaksi yang berbeda-beda. Di Madura,
sejumlah budaya dan tradisi muncul dari persinggungan antara Islam dan budaya setempat.
Masyarakat Madura terkenal dengan tradisinya yang melibatkan fisik yang kuat, dan dapat
menimbulkan kesakitan fisik.

7
Mengutip data digital dari UIN Sunan Ampel Surabaya, budaya Madura
menggariskan bahwa untuk memasuki lingkungan sosialnya, setiap manusia di Madura
perlu menjalani serangkaian upacara peralihan kehidupan ('rites of passage). Sejak dari
keberadaannya dalam perut ibu, lahir, kanak-kanak, remaja, dewasa sampai saat
kematiannya, atau juga upacara-upacara yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan sehari-
hari dalam mencari nafkah, khususnya bagi para petani, pedagang, nelayan, dan upacara-
upacara yang berhubungan dengan tempat tinggal, seperti membangun gedung,
meresmikan tempat tinggal, pindah rumah, dan lain-lain.
Upacara-upacara tersebut semula dilakukan dalam rangka untuk menangkal pengaruh
buruk dari daya gaib yang tidak dikehendaki dan akan membahayakan bagi kelangsungan
hidup manusia.Dalam kepercayaan lama, upacara dilakukan dengan mengadakan sesaji,
atau semacam korban yang dipersembahkan kepada daya-daya kekuatan gaib (roh-roh,
makhluk-makhluk halus, dewa-dewa) tertentu.
Menurut Mien Ahmad Rifai dalam Manusia Madura: Pembawaan, Perilaku Etos
Kerja, Penampilan, dan Pandangan Hidupnya Seperti Dicitrakan Peribahasanya dijelaskan
dengan upacara itu, harapan pelaku upacara adalah agar hidup senantiasa dalam keadaan
selamat.
Secara luas, Islam memberikan warna baru pada upacara-upacara tersebut dengan
sebutan remoh atau sandur. Di dalam upacara sandur ini, yang pokok adalah pembacaan
doa yang dipimpin oleh orang yang dipandang memiliki pengetahuan tentang Islam,
seorang mudin dan kiai. Selain itu, terdapat perangkat makanan yang dihidangkan bagi
para undangan yang hadir dan disebut dengan berkat, makanan-makanan itu disediakan
oleh penyelenggara upacara atau sering disebut dengan shahibul hajat. Dalam bentuknya
yang khas, makanan inti adalah kacang rebus, pisang, cemilan-cemilan, secangkir kopi atau
teh, dan lain-lain. Jumlah undangan sandur disesuaikan dengan tingkat kepentingannya
sandur tersebut serta tingkat kemampuan ekonomis shahibul hajat. Namun, diutamakan
adalah para tetangga sekitar.ed: nashih nashrullah

3. Klasifikasi dan Variasi Kelompok Budaya Berdasarkan Organisasi Keluarga Orang


Madura
Umumnya masyarakat Madura merupakan keluarga inti dengan setiap rumah saling
berdekatan (dalam tanean lanjeng “satu halaman rumah”) yang merupakan adanya
kekerabatan kekeluargaan. Terdiri atas dua jenis warga yaitu warga asli dan warga
pendatang. Hampir sebagian masyarakat di Madura merupakan penduduk asli Madura
8
yang telah turun-temurun berada pada wilayah sehingga kerabat famili berada saling
berdekatan.
Adapun tradisi-tradisi yang bernafaskan Islam masih dipertahankan oleh masyarakat
Madura sehingga pada masa sekarang tradisi tersebut masih tetap ada. Tradisi toron terus
yang dilakukan, meskipun terjadi perubahan pada tata cara melakukan toron, yang
sebelumnya toron dilakukan dengan jalan kaki dan berperahu sambil membawa bahan
makanan berubah dilakukan dengan mengejan kendaraan tanpa membawa bahan makanan
yang banyak. Perubahan pada tradisi toron ini menunjukkan perubahan identitas etnik,
karena tradisi toron yang awalnya bentuk solidaritas atau pengakuan diri sebagai bagian
dari Suku Madura menjadi acara tahunan untuk kegiatan nyelasih.
Pada tahun 1988 sampai tahun 1992, kembali terjadi perubahan dalam kehidupan
masyarakat keturunan Madura, konflik yang berakar pada masalah perbedaan pendapat
tentang dukungan terhadap partai politik, yaitu antar pendukung PPP (Partai Persatuan
Pembangunan) dengan pendukung partai Golkar (Golongan Karya) pada era Orde Baru.
Temuan penelitian berupa konflik yang terjadi ini bila dianalisis dengan menggunakan
teori konflik fungsional milik Lewis Coser maka dapat dikatakan bahwa konflik tersebut
dapat digolongkan kepada konflik non-realistik. karena konflik ini didasari dari masalah
kepercayaan masyarakat (Susan. 2009:55). Konflik ini merupakan pemicu dinamika
masyarakat sekaligus penguat identitas masyarakat sebagai pendukung partai Islam di
Indonesia. Konflik antar partai ini kemudian menjadi kekuatan integrasi masyarakat
sebagai in-group sehingga terbentuk suatu kesatuan pendukung partai yang berlatarkan
agama (Susan. 2009:54). Hal itu bisa dilihat dari perkembangannya yang sehagian
masyarakat masih menjadi pendukung partai Islam, terutama yang dibawah naungan NU.
yaitu PKB (Partai Keadilan Bangsa)

4. Klasifikasi dan Variasi Kelompok Budaya Berdasarkan Persepsi Sehat Sakit Orang
Madura
Masyarakat Madura yang terkenal tinggal di tanean lanjeng memiliki dampak yang
positif salah satunya adalah kerja sama yang baik, saling membantu, dan tidak acuh. Di
Madura juga telah tersedia layanan kesehatan di setiap kecamatan sehingga dapat
meningkatkan kesehatan masyarakat pada daerah tersebut. Masyarakat Madura memiliki
makanan khas yang banyak yang sudah menyebar luas ke daerah yang lain misalnya adalah
nasi jagung, sate kambing, dan rujak cingur. Dan masyarakat Madura juga menghasilkan

9
petis yang Madura yang sudah dikenal oleh masyarakat luas. Namun, pada beberapa
masyarakat Madura dengan ekonomi yang rendah, anak beresiko terkena gizi buruk.
Kyai merupakan tokoh yang memiliki pengaruh besar di Masyarakat Madura baik
dibidang keagamaan, social dan politik. Menurut Geertz (1989) Kyai dianggap sebagai
seorang yang menguasai keagamaan, kanuragan (yang mempengaruhi sehat-sakit
seseorang), dan supranatural “kekuatanna oreng penter” yang diartikan sebagai energy ilahi
yang dapat yang dapat menyelesaikan segala persoalan klien. Termasuk persoalan tentang
kesehatan. Kyai serta dukun dipercaya dapat menyelesaikan masalah kesehatan yang
berbau supranatural. Atau sakit yang diakibatkan oleh kekuatan makhluk halus dengan
bacaan mantra-mantra dan sesajen.
Masyarakat Madura dari kalangan masyarakat luas memiliki pandangan yang
bervariasi tentang sakit dan penyakit. Bisa karena profesi yang dilakukan sehari-hari dan
akibat lingkungan yang tidak sehat. Namun, dukun setempat menyatakan karena gangguan
makhluk halus seperti kerasukan atau karena disantet.
Pencarian praktek kesehatan dan tradisional pada masyarakat Madura masih
mempertahankan tradisi minum jamu termasuk jika anak demam maka orang tua biasanya
memberikan jamu beluntas dicampur kunyit dan asam. Selain itu, jika patah tulang masih
pergi ke sangkal putung. Namun, beberapa masyarakat Madura sudah mulai berobat ke
layanan kesehatan yang tersedia. Pembuat keputusan layanan kesehatan Pemerintah di
Madura sudah turut andil dalam meningkatkan mutu kesehatan masyarakat Madura,
sehingga dapat mendukung layanan kesehatan yang ada di daerah tersebut.
5. Klasifikasi dan Variasi Kelompok Budaya Berdasarkan Praktek Keperawatan Diri
Orang Madura
Indonesia terkenal dengan keberagaman sukunya yang terdiri dari berbagai suku dan etnis
termasuk kekayaan budayanya. Seperti keberagaman komunikasi, sentuhan, organisasi,
persepsi sehat sakit begitupun tentang perawatan diri. Adapun orang madura memiliki
budaya unik dalam merawat tubuh antara lain:
So’oso kepunyaan Madura

Dalam ritual merawat tubuh khas Madura, dikenal istilah so’oso. Tidak jauh berbeda dari
lulur, so’oso diaplikasikan dengan membalurkan suatu bahan yang merupakan campuran
telur ayam, buah asam, temu miring, tepung beras, jeruk purut, dan temu lawak ke seluruh
bagian tubuh. Yang dipercaya dengan manfaatnya antara lain bisa mencerahkan kulit,
menghilangkan bakteri, dan membantu timbulnya peradangan pada kulit

10
BAB IV
PENUTUP

4.1. KESIMPULAN
Keperawatan Transkultural adalah suatu area/wilayah keilmuan budaya pada proses
belajar dan praktek keperawatan yang focus memandang perbedaan dan kesamaan
diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya
manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan
keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).

4.2 SARAN

Dengan penulisan maklah ini penulis mengharapkan agar pembaca mengetahui


bagaimana klasifikasi dan variasi kelompok budaya berdasarkan praktek keperawatan
diri di dalam suku yang ada di indonesia serta mengetahui pengalaman baru yang akan
ditemui Kita sebagai calon tenaga kesehatan harus mampu mengetahui tentang
pentingnya kebudayaan yang ada diindonesia dan bagaimana cara kita menyikapinya.

Semoga dari makalah yang telah kami buat, dapat bermanfaat dan bisa di aplikasikan
pada tindakan trancultural nursing pada keperawatan nantinya. Juga dapat menjadi bahan
referensi untuk tugas berikutnya yang berhubungan dengan mata kuliah transcultural
nursing.

11
DAFTAR PUSTAKA

Dochter, Joanne Mecloskey, Phd dkk. 2004. Nursing Intervention Classification. Jakarta :
Mosby Elevier

Doengoes, Marilyann E Dkk. 1993 Rencana Asuhan Keperawatan. Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan. Jakarta : EGC

Mooehed, Sue dkk.2004. Nursing Outcomes Classification (NOC). Jakarta : Mosby Elevier
http://tulisanwarno.blogspot.com/2016/01/askep-transkultural.html

https://linisehat.com/tips-merawat-kecantikan-ala-5-suku-indonesia/

http://laras.web.unej.ac.id/2015/05/05/transkultural-intervensi-suku-madura/

12

Anda mungkin juga menyukai