Akan tetapi dalam masa demokrasi terpimpin telah terjadi penyelewengan terhadap
azas kebebasan badan yudikatif seperti yang ditetapkan UUD 1945, yaitu dengan
dikeluarkannya UU no 19 tahun 1964 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman,
yang dalam pasal 19 dari UU dinyatakan : Demi kepentingan revolusi, kehormatan
negara dan bangsa atau kepentingan masyarakat yang mendesak, presiden dapat turut
atau campur tangan dalam soal pengadilan. Didalam penjelasan umum UU itu
dinyatakan bahwa trias Politica tidak, mempunyai tempat sama sekali dalam hukum
Nasional Indonesia karena kita berada dalam revolusi, dan dikatakan selanjutnya
bahwa Pengadilan adalah tidak bebas dari pengaruh kekuasaan eksekutif dan
kekuasaan membuat UU.
International Law, tidak diselesaikan oleh badan yudikatif di bawah kendali suatu
negara melainkan atas nama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).