Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PEMIKIRAN POLITIK BARAT A

PEMIKIRAN POLITIK ARISTOTELES


OLEH :

MUHAMMAD LUTHFI THAHIR YAMANI (E041201063)

Dosen Pengampuh : Prof. Dr. Armin, M.Si

PROGRAM SARJANA
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
KOTA MAKASSAR
2021

2
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan limpahan Rahmat,Taufik dan hidayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita
curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan jalan kebaikan
dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.

Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Pemikiran Politik
Barat A dan juga untuk khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu
pengetahuan serta informasi yang semoga bermanfaat.

Makalah ini saya susun dengan segala kemampuan saya dan semaksimal
mungkin. Namun, saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu
tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu
saya sebagai penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan pesan dari semua
yang membaca makalah ini terutama Dosen Mata Kuliah Pemikiran Politik Barat
Kelas A yang juga sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Hasanuddin sebagaimana yang sangat saya harapkan sebagai bahan
koreksi untuk diri saya pribadi dan banyak orang tentunya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, 20 September 2021

Muhammad Luthfi Thahir Yamani

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………. i

DAFTAR ISI ………………………………………………………….... ii

BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………… 1

A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................... 1
C. Tujuan............................................................................................. 2

BAB II. PEMBAHASAN …………………………………………….... 3

A. Biografi/Riwayat singkat pemikir politik Aristoteles.................... 3


B. Karya Aristoteles…………………...……..................................... 3
C. Pemikiran Aristoteles……………………………………………. 6
D. Faktor Pemikiran Aristoteles…………………….......................... 8
E. Konsep Negara Menurut Aristoteles…………….......................... 9

BAB III. PENUTUP ……………………………………………………. 11

A. Kesimpulan ................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sosok Aristoteles sudah dikenal sebagai Pemikir (filsuf) yang
cukup tua dan ketara kontribusinya terhadap khasanah Ilmu Politik Dunia.
Beliau merupakan filsuf yang menggambarkan konsep negara dan
masyarakat ini dikenal luas sebagai Pemikir Politik yang berbasis kepada
ilmu filsafat. Perlu diketahui, tidak semua konsepsi dalam keilmuan
Politik berlandaskan kepada filsafat.
Stagira, sebuah kota kecil di Semenanjung Chalcide, pantai
Macedonia Yunani adalah tempat dimana Aristoteles dilahirkan pada
tahun 384 SM, ditengah-tengah keluarga aristocrat dengan ayah seorang
dokter Istana Anyntas Ia meninggal di usia ke 62 tahun dalam sebuah
pelarian, dimana ketika itu ia dicurigai melakukan kejahatan dan diancam
hukuman mati. Ketertarikan Aristoteles akan teologi, ekonomi, politik,
fisika hingga ke metafisika dan etika membawanya menjadi murid Plato
selama kurang lebih 20 tahun lamanya di Akademi. Diantara buah karya
terkenalnya yaitu Politica, berupa kumpulan catatan-catatan kuliah yang
sebetulnya belum pernah dibukukan sebelumnya. Meskipun demikian,
kitab ini, pada masanya, begitu diakui sebagai karya politik yang mumpuni
dan tersimpan di berbagai Universitas-universitas Islam di Spanyol.

B. Rumusan Masalah
Seiring dengan perkembangan sebuah negara, maka mengikut pula
pada konsep pemikiran yang tentunya pada kesempatan ini yakni untuk :
1. Medalami Biografi/Riwayat singkat pemikir politik Aristoteles
2. Menjelaskan Karya Aristoteles
3. Menjelaskan Pemikiran Aristoteles
4. Menjelaskan Faktor Pemikiran Aristoteles

1
5. Menjelaskan Konsep Negara menurut Aristoteles
C. Tujuan
Perkembangan dalam dunia perpolitikan membuat makalah ini
sangat bertujuan dan bermanfaat baik bagi mahasiswa dalam memahami
secara mendalam akan bagaimana pemikiran dan konsepsi Negara serta
Pemikiran pemikiran dari para pemikir barat seperti Aristoteles yang saat
ini sangat dikenal teman dari plato, sehingga terkadang dikenal dengan
pemikiran plato dan aristoteles.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi/Riwayat Singkat Pemikiran Politik Aristoteles


Aristoteles merupakan salah seorang filsuf klasik yang
mengembangkan dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan
etika dan politik. Dia yakin bahwa politik memainkan peranan sangat
sentral dalam kehidupan bersama. Dia mengembangkan lebih lanjut ide
Yunani klasik dengan menunjukkan politik pada kehidupan polis1 sebagai
suatu keseluruhan.
Aristoteles dilahirkan di kota Stagira, kota di wilayah Chalcidice,
Thracia, Macedonia tengah tahun 384 SM. Ayahnya yang benama
Nicomacus adalah seorang tabib pribadi Raja Amyntas III dari Macedonia.
Ayahnya meninggal ketika Aristoteles berusia 15 tahun. Karena itu, ia
kemudian di asuh oleh pamannya yang bernama Proxenus. Pada usia 17
tahun, Aristoteles pergi ke Athena balajar di Akademi Plato dan menjadi
murid Plato. Kemudian ia diangkat menjadi seorang guru selama 20 tahun
di akademi tersebut. Di bawah asuhan Plato dia menanamkan minat dalam
hal spekulasi filosofis. Aristoteles merupakan orang pertama di dunia yang
dapat membuktikan bahwa bumi bulat. Pembuktian yang dilakukannya
dengan jalan melihat gerhana. Sepuluh jenis kata yang dikenal orang saat
ini dengan kata benda, kata sifat, kata benda dan sebagainya, merupakan
pembagian kata menurut pemikirannya. Dengan meninggalya Plato pada
tahun 347 SM, Aristoteles meninggalkan Athena dan mengembara selama
12 tahun.

B. Karya Aristoteles

3
Dalam karya-karyanya, Aristoteles menggambarkan
kecenderungannya akan analisa kritis dan pencariannya terhadap hukum
alam dan keseimbangan pada alam. Aristoteles menjelaskan bahwa bentuk
materi sempurna yang murni atau bentuk akhir dinyatakan sebagai theos,
dalam bahasa Yunani, atau yang kini dianggap Tuhan. Dalam tulisannya
dapat dilihat bahwa Aristoteles memiliki logika sistem berpikir deduktif
yang hingga kini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran
tentang logika formal. Meski demikian, Aristoteles tetap meyakini
pentingnya observasi, eksperimen, dan berpikir induktif. Di bidang politik,
Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang ideal ialah gabungan dari
bentuk demokrasi dan monarki, sedangkan di bidang seni, pandangannya
tertuang dalam karyanya yang berjudul Poetike (Soetrisno dan Verhaak,
1993). Maka, dapat dikatakan bahwa cakupan tulisan Aristoteles sangat
beragam, mulai dari fisika, astronomi, biologi, psikologi, metafisika,
logika formal, etika, politik, dan bahkan teori retorika. Selama hidupnya,
Aristoteles telah menulis hingga 170 buku, dan 47 diantaranya masih
bertahan hingga kini. Berikut ini ialah beberapa karya paling penting dan
terkenal yang pernah ditulis oleh Aristoteles.

1. Poetics
Poetics ditulis oleh Aristoteles sekitar tahun 384-322 SM. Dalam
karyanya ini, Aristoteles membahas mengenai puisi yang ia
gambarkan sebagai imitasi, bahasa, ritme, dan harmoni dimana
manusia secara alamiah berkaitan erat dengan hal ini. Secara
umum, Aristoteles memfokuskan pembahasannya pada tragedi
dengan menggunakan model penulisan dramatis, bukan naratif.
2. Politics
Politics ditulis oleh Aristoteles sekitar tahun 382-322 SM. Seluruh
asosiasi dibentuk demi mencapai tujuan baik tertentu. Polis adalah
salah satu bentuk asosiasi paling umum pada masa Yunani, yang
didalamnya terdapat keluarga dan asosiasi perdagangan. Aristoteles

4
mengidentifikasi kewarganegaraan dengan pemegang jabatan
publik dan administrasi peradilan. Ia juga mengatakan bahwa
identitas sebuah kota terletak pada institusinya. Secara sederhana,
terdapat enam macam konstitusi, tiga diantaranya adil dan tiga
lainnya dianggap tidak adil. Institusi dinilai adil apabila membawa
keuntungan bagi semua orang dan dianggap tidak adil jika hanya
menguntungkan pihak yang memegang kekuasaan.
3. Physics
Physics ditulis oleh Aristoteles dalam delapan buku. Dua buku
pertama berisi penjelasan secara umum mengenai ilmu alam,
sedangkan enam buku lainnya lebih berisi teori, generalized level,
dan diskusi mengenai hal-hal ketuhanan, dan sebagainya. Buku ini
diawali dengan investigasi mengenai prinsip-prinsip alam yang
sesuai dengan proses alam yang terjadi.
4. Metaphysics
Metaphysics melibatkan sebuah studi mengenai prinsip-prinsip
universal makhluk hidup. Menurut Aristoteles, metafisika adalah
ilmu yang mempelajari mengenai ‘yang ada’ sebagai ‘yang ada’,
serta sebagai ilmu pengetahuan yang mencari prinsip-prinsip
fundamental dan penyebab pertama. ‘Yang ada’ dalam ajaran
Aristoteles ini merujuk pada apa yang telah terwujud, sehingga
‘yang tidak ada’ dapat menjadi ada hanya jika melalui sesuatu
(SparkNotes, 2005).
5. The Art of Rhetoric
Aristoteles menilai retorika sebagai sebuah ilmu, meski tidak
sekeras ilmu-ilmu lainnya. Ia percaya bahwa mempelajari retorika
dapat membantu dalam melindungi kebenaran dan keadilan. Hal
tersebut dapat mempengaruhi orang-orang dengan tingkat
intelektual rendah yang tidak mampu berkomprehensi dengan
demonstrasi intelektual, serta untuk meyakinkan bahwa kedua
belah pihak bertanggung jawab. Terdapat tiga faktor yang

5
berkontribusi dalam retorika yaitu karakter personal dari
pembicara, suasana yang dia bawa kepada penonton, dan argumen-
argumen yang dikemukakannya (SparkNotes, 2005).
C. Pemikiran Aristoteles

Perkembangan pemikiran Aristoteles tak pernah terlepas dari


wilayah tempat ia berdomisili dan wilayah dimana dia menanam pengaruh
pemikirannya melalui pengajaran di akademinya. Selain itu juga
pemikiran Aristoteles dipengaruhi dengan adanya situasi politik yang
terjadi di wilayah tempat ia berdomisili. Luas negara Yunani pada masa
Aristoteles tidak bisa di bandingkan dengan Yunani pada zaman modern
ini. Negeri Yunani pada zaman Aristoteles memiliki wilayah cakupan
yang amat luas.Permukaan wilayah Yunani melingkupi pesisir Asia Kecil
(kini wilayah Turki) sampai dengan wilayah Sesilia serta Italia Selatan,
bahkan daerah Kyrene di daratan Afrika (Tule, Doeka, & Atang, 2015).

Pada zaman Aristoteles terjadi perbedaan status sosial, Masyarakat


pada masa itu dibagi menjadi tiga kelas utama, yaitu budak (slaves),orang
asing (foreign or metic), dan warga negara (citizens). Budak dan orang
asing tidak dapat ikut ambil bagian dalam kehidupan politik. Status
kewarganegaraan diperoleh karena ikatan darah dari masing-masing suku
atau kelompok (parishes). Pada masa ini juga sudah terdapat institusi
politik yaitu Assembly atau Ecclesia sebagai majelis tempat seluruh warga
negara dapat mendiskusikan dan mengambil keputusan masalah bersama,
Magistrate sebagai pelaksana pemerintahan, dan Council of Five Hundred
dan Pengadilan dengan popular juries yang mengontrol pemerintahan di
Athena. Sistem yang digunakan pada saat itu adalah gabungan antara
pemilihan dan undian. Konstitusi di Athena lebih merupakan “mode of
life” dari pada sebagai sebuah struktur hukum. Pemerintahan yang
diterapkan adalah demokrasi dalam arti di tangan banyak orang dan bukan
sedikit orang (Bevir & Meyer, 2013).

6
Sejatinya, pemikiran yang dimiliki oleh Aristoteles tidak berbeda
jauh dengan pemikiran Plato, karena Aristoteles sendiri merupakan salah
seorang murid Plato. Aristoteles mengemukakan pendapat bahwa
sesungguhnya manusia merupakan ‘hewan’ perpolitikan, maksudnya
manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki kemampuan untuk
berpendapat dan berpikir dengan nalar sesuai dengan moral. Pendapat
Aristoteles tersebut berhubungan dengan politik, yaitu Aristoteles percaya
bahwa adanya negara di dunia merupakan ciptaan dari alam, dan dari
sudut pandang alam, manusia-manusia inilah yang menjalankan
keberlangsungan negara tersebut sehingga itulah mengapa manusia disebut
sebagai ‘hewan’ perpolitikan (SparkNotes, 2005). Aristoteles percaya
bahwa untuk mencapai kehidupan yang baik, manusia harus hidup sebagai
penduduk atau warga di dalam sebuah negara. Aristoteles mengidentifikasi
kewarganegaraan dengan bentuk memegang jabatan publik dan
administrasi peradilan, serta mengklaim bahwa identitas sebuah kota
terletak pada bagaimana konstitusinya berlangsung (SparkNotes, 2005).

Aristoteles membagi macam konstitusi menjadi delapan macam,


dengan ketentuan empat merupakan cerminan konstitusi yang baik, dan
empat lainnya merupakan cerminan yang buruk.

1. Sebuah konstitusi dinilai adil ketika konstitusi tersebut dapat


bermanfaat untuk semua orang yang menjadi penduduk di kota itu.
2. Kebalikan dari yang pertama, konstitusi tidaklah adil ketika hanya
aktor-aktor yang berkuasa saja yang dapat menikmati manfaatnya.
3. Ketika pengaturan dan kekuasaan jatuh ke tangan satu orang,
konstitusi dianggap monarki jika penguasa tersebut merupakan
penguasa yang baik.
4. Keempat, merupakan kebalikannya, konstitusi akan dinilai sebagai
tirani jika penguasa tersebut bukanlah penguasa yang baik.
5. Kelima, ketika konstitusi jatuh pada lingkaran penguasa elit kecil
yang baik, maka akan dinilai sebagai aristokrasi.

7
6. Berikutnya, kebalikan dari sebelumnya, jika lingkaran penguasa
elit kecilnya merupakan lingkaran yang buruk, maka konstitusi
jatuh sebagai oligarki.
7. Ketujuh, ketika kekuasaan jatuh pada massa yang baik, konsitusi
dinilai sebagai pemerintahan.
8. jika kekuasaan jatuh pada massa yang buruk, maka konstitusi
dinilai sebagai demokrasi (SparkNotes, 2005).

Aristoteles mengakui bahwa memberikan kedaulatan penuh ke salah


satu badan atau hukum mungkin membuat ruang untuk
penyalahgunaan kekuasaan dan menunjukkan bahwa pemerintahan
yang mungkin paling rentan terhadap korupsi, terutama ketika hukum
diberikan kewenangan lebih tinggi dari badan. Dia mengusulkan
prinsip keadilan distributif, mengatakan bahwa manfaat harus
dianugerahkan kepada warga yang berbeda berbeda, tergantung pada
kontribusi yang mereka buat untuk kesejahteraan negara (Miller,
2012).

D. Faktor Pemikiran Aristoteles


Hubungan baik dengan Plato selama di akademi sedikit banyak
mempengaruhi pemikiran Aristoteles. Salah satu pengaruh terbesar datang
dari karya Plato yang berjudul Phaedo. Phaedo adalah karya narasi milik
Plato yang berisi dialog antara Socrates, guru Plato, dengan beberapa
muridnya, seperti Simmias, Cebes, dan Apollodorus. Phaedo adalah
sebuah karya yang berlatar di dalam penjara kota Sicyon sebagai tempat
dimana Socrates akan menghadapi hukuman mati. Pada dasarnya, dialog
yang terjadi antara Socrates dengan para muridnya membahas topik
mengenai konsep dari jiwa. Socrates mengungkapkan bahwa seorang
filsuf sejati seharusnya menunggu datangnya kematian dan tidak
mengakhiri hidupnya sendiri secara sukarela. Socrates juga memberikan
konsepsi tentang perbedaan dimensi dan posisi antara jiwa dan raga. Jiwa
adalah sesuatu yang berada pada dimensi intangible, invisible, dan abadi

8
(immortal). Sementara raga dari makhluk hidup berada pada dimensi
materiil, terlihat, dan dapat dimusnahkan (mortal). Begitu pula dalam
posisi antara jiwa dan raga makhluk hidup, Socrates meyakini bahwa jiwa
adalah sumber dari kebijaksanaan (wisdom), sedangkan raga adalah
sumber dari nafsu atau kesenangan semata. Seorang filsuf searusnya
mengetahui bahwa jiwa memiliki kedudukan yang lebih superior dari raga.
Mengutip dari Socrates, soul should be its master, rather than being slave
(Cliffnotes.com, t.t.).
Selain melalui tulisan Plato yang berjudul Phaedo, Aristoteles juga
dipengaruhi oleh Parmenides. Parmenides adalah seorang filsuf dengan
sebuah karya yang berusaha untuk menyangkal eksistensi semua hal yang
telah ada, seperti daun yang jatuh dari pohon, batuan yang jatuh ke jalan
dan eksistensi-eksistensi hal lain. Menurut Parmenides, terdapat dua
kemungkinan akan eksistensi suatu hal. Pertama, what is come to be from
what is not. Kedua, what is come to be from what is. Aristoteles
menganggap bahwa kedua pernyataan tersebut tidak mungkin dan
irasional. Aristoteles beranggapan bahwa pernyataan ini adalah paradox
dan dikritik melalui karyanya, Physics (Shmoop.com, t.t.).

E. Konsep Negara Menurut Aristoteles


Menurut Aristotles negara adalah sebuah komunitas yang dibentuk
untuk sebuah kebaikan. Sistem keilmuan politik (political science) mulai
terbentuk dalam kajian Aristoteles seperti ketika Aristoteles membedakan
model komunitas (negara) (Fadil, 2012). Sebagai orang yunani, Aristoteles
juga berpandangan negara sebagai Polis atau negara kota karena hidup
yang baik bagi Aristoteles hanya bisa diwujudkan dalam Polis. Dalam
bukunya La Politika, Aristoteles menuliskan :
“Negara adalah kumpulan masyarakat dan setiap masyarakat
dibentuk dengan tujuan demi kebaikan, karena manusia senantiasa
bertindak untuk mencapai sesuatu yang mereka anggap baik. Namun, jika
seluruh masyarakat bertujuan pada kebaikan, negara atau masyarakat

9
politik memiliki kedudukan tertinggi dari pada yang lain dan meliputi
elemen-elemen penunjang lainnya,serta bertujuan pada kebaikan tertinggi
(Pasaribu, 2016).”
Aristoteles Mengatakan, Negara itu adalah gabungan keluarga
sehingga menjadi kelompok yangbesar.Kebahagian dalam negara akan
tercapai bila terciptanya kebahagian individu (perseorangan), sebaliknya
bila manusia ingin bahagia ia harus bernegara, karena manusia saling
membutuhkan satu sama dengan yang lainnya dalam kepentingan
hidupnya (Mahmuda, 2017). Dengan demikian, Negara (Polis) merupakan
persekutuan berbagai elemen masyarakat dari berbagai jenis yang terjadi
karena kreasi alam. Aktor dari kreasi alam adalah manusia. Manusia
adalah mahkluk politik, Manusia berkumpul dan membentuk komunitas
masyarakat dari tahap keluarga, desa dan yang terakhir adalah
negara.Karena itu jika bentuk awal masyarakat adalah alamiah, negara pun
alamiah. Atau dengan kata lain Negara merupakan suatu kekuasaan
masyarakat (persekutuan dari pada keluarga dan desa/kampong) yang
bertujuan untuk mencapai kebaikan yang tertinggi bagi umat manusia
(Usman, 2015).
Bagi Aristoteles watak suatu negara terletak pada manusia.Seperti
hal adanya negara yang alamiah, berawal dari individu manusia yang
membentuk keluarga, kemudian keluarga membentuk desa dan beberapa
desa membentuk negara. Manusia adalah aktor negara yang berwatak.
Watak manusia selalu berorientasi pada sesuatu yang mereka anggap baik.
Aristoteles mengatakan tentang “perbedaan perkumpulan manusia dan
binatang.” Hanya manusia yang dapat berbicara dan hanya manusia yang
memiliki makna yang baik dan buruk, adil dan tidak adil. Karena asosiasi
inilah yang membentuk keluarga, desa dan negara” (Pasaribu, 2016).
Demikian pula Negara bermula “dalam kebutuhan hidup yang
nyata dan berlanjut pada kehidupan yang baik”. Dalam buku La Politica,
Aristoteles mengatakan bahwa “negara adalah kumpulan masyarakat yang
dibentuk dengan tujuan pada kebaikan, dimana manusia selalu memiliki

10
tujuan pada kebaikan tertinggi” (Pasaribu, 2016). Tujuan negara adalah
tujuan manusia sebagai aktor utama dalam kehidupan negara. Manusialah
yang menentukan baik tidaknya kehidupan dan perkembangan negara. Jika
tujuan manusia adalah kebaikan tertinggi, maka negara juga bertujuan
pada hal yang sama.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan Bacaan dan kajian pemikiran di atas, maka dapat
disimpulkan narasi sebagai berikut :
1. Aristoteles dilahirkan di kota Stagira, kota di wilayah Chalcidice,
Thracia, Macedonia tengah tahun 384 SM. Ayahnya yang benama
Nicomacus adalah seorang tabib pribadi Raja Amyntas III dari
Macedonia. Ayahnya meninggal ketika Aristoteles berusia 15 tahun.
Karena itu, ia kemudian di asuh oleh pamannya yang bernama
Proxenus. Pada usia 17 tahun, Aristoteles pergi ke Athena balajar di
Akademi Plato dan menjadi murid Plato.
2. Di bidang politik, Aristoteles percaya bahwa bentuk politik yang
ideal ialah gabungan dari bentuk demokrasi dan monarki, sedangkan
di bidang seni, pandangannya tertuang dalam karyanya yang
berjudul Poetike (Soetrisno dan Verhaak, 1993). Maka, dapat
dikatakan bahwa cakupan tulisan Aristoteles sangat beragam, mulai
dari fisika, astronomi, biologi, psikologi, metafisika, logika formal,
etika, politik, dan bahkan teori retorika. Selama hidupnya,
Aristoteles telah menulis hingga 170 buku, dan 47 diantaranya masih
bertahan hingga kini.
3. Pemikiran yang dimiliki oleh Aristoteles tidak berbeda jauh dengan
pemikiran Plato, karena Aristoteles sendiri merupakan salah seorang
murid Plato. Aristoteles mengemukakan pendapat bahwa

11
sesungguhnya manusia merupakan ‘hewan’ perpolitikan, maksudnya
manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki kemampuan
untuk berpendapat dan berpikir dengan nalar sesuai dengan moral.
Pendapat Aristoteles tersebut berhubungan dengan politik, yaitu
Aristoteles percaya bahwa adanya negara di dunia merupakan
ciptaan dari alam, dan dari sudut pandang alam, manusia-manusia
inilah yang menjalankan keberlangsungan negara tersebut sehingga
itulah mengapa manusia disebut sebagai ‘hewan’ perpolitikan
(SparkNotes, 2005). Aristoteles percaya bahwa untuk mencapai
kehidupan yang baik, manusia harus hidup sebagai penduduk atau
warga di dalam sebuah negara.
4. Menurut Aristotles negara adalah sebuah komunitas yang dibentuk
untuk sebuah kebaikan. Sistem keilmuan politik (political science)
mulai terbentuk dalam kajian Aristoteles seperti ketika Aristoteles
membedakan model komunitas (negara) (Fadil, 2012). Sebagai orang
yunani, Aristoteles juga berpandangan negara sebagai Polis atau
negara kota karena hidup yang baik bagi Aristoteles hanya bisa
diwujudkan dalam Polis. Dalam bukunya La Politika, Aristoteles
menuliskan : “Negara adalah kumpulan masyarakat dan setiap
masyarakat dibentuk dengan tujuan demi kebaikan, karena manusia
senantiasa bertindak untuk mencapai sesuatu yang mereka anggap
baik. Namun, jika seluruh masyarakat bertujuan pada kebaikan,
negara atau masyarakat politik memiliki kedudukan tertinggi dari
pada yang lain dan meliputi elemen-elemen penunjang lainnya,serta
bertujuan pada kebaikan tertinggi (Pasaribu, 2016).”
5. Pemikiran Aristoteles yang berbeda dengan Plato itu mengenai hak
milik, di mana Aristoteles mengatakan bahwa hak milik itu penting,
karena dengan hak milik, manusia dapat memanfaatkan seluruh harta
bendanya untuk hidup kehidupannya. Sedangkan Plato menganggap
bahwa tidak perlu ada hak milik, karena baginya, hak milik lah
penyebab manusia menjadi rakus, yang membuat disvaritaf sosial

12
sehingga pemikiran Plato yang komunis dan pemikiran Aristoteles
cenderung liberal. Pemikiran politik Aristoteles yang lain itu
mengenai negara, di mana menurutnya negara tidak boleh terlalu
luas dan terlalu sempit

DAFTAR PUSTAKA

(Diponegoro, 2020)Diponegoro, U. (2020). NEGARA DAN WARGA NEGARA


PERSPEKTIF ARISTOTELES Raimundus Bulet Namang Korespondensi :
4(13), 247–266.
Memahami Pemikiran Plato dan Aristoteles ( Nofia Fitri ). (n.d.).
Yunani, S. F. (n.d.). Polis merupakan negara kecil atau suatu negara-kota pada
masa Yunani Kuno, tetapi serentak juga menunjuk kepada rakyat yang hidup
dalam negara-kota. Polis merupakan pusat segala keaktifan dalam bidang
ekonomi, sosial, politik dan religius. Ciri-cirinya, o. 1–12.
(Yunani, n.d.)(Memahami Pemikiran Plato Dan Aristoteles ( Nofia Fitri ), n.d.)

Pemikiran_Politik_Plato_Versus_Aristotel. (n.d.).

Roswantoro, A. (2015). Filsafat Sosial-Politik Plato Dan Aristoteles. In Jurnal


Filsafat dan Pemikiran Islam (Vol. 15, Issue 2, pp. 123–138).

Lesmana, N. (2021). Noviawati Lesmana (Issue 6, pp. 1–3). http://noviawati-


lesmana-fisip15.web.unair.ac.id/artikel_detail-166279-SOH203  Negosiasi
dan Diplomasi-Negosiasi dalam Hubungan Internasional.html

13

Anda mungkin juga menyukai