DISUSUN OLEH:
FAKULTAS PSIKOLOGI
2023
KATA PENGANTAR
Puji Syukur atas kehadirat ALLAH SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
hidayah-Nya yang memungkinkan dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul "Konsep
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan dalam menyelesaikan mata
kuliah Filsafat Ilmu dan Manusia. Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih
terdapat banyak kekurangan baik dalam teknis penulisan maupun materi, dengan menyadari
keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca untuk
pengembangan ilmu.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan dengan cakupan yang luas, oleh
karena itu, titik awal untuk memahami dan mengerti filsafat dapat dimulai dengan
menganalisis etimologi (pemahaman asal-usul suatu istilah atau kata). Contohnya, etimologi
dari kata "filsafat" dalam bahasa Indonesia memiliki padanan kata seperti "falsafah" (bahasa
(bahasa Jerman, Belanda, Perancis). Filsafat mencoba untuk memahami dan menangkap
Filsafat dianggap sebagai akar dari seluruh ilmu pengetahuan dan sering disebut sebagai
"Ibu dari Sains." Karakteristik ilmu filsafat mencakup pemikiran yang komprehensif, yaitu
berpikir secara luas dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang; mendasar, yaitu berpikir
secara mendalam hingga mencapai inti mental (di luar fenomena yang tampak); bersifat
spekulatif, artinya hasil pemikiran dijadikan dasar bagi pemikiran selanjutnya, dan hasil
pemikirannya selalu dimaksudkan sebagai medan eksplorasi yang baru. Karakteristik ini
Salah satu tokoh filsafat yang sangat berpengaruh hingga saat ini adalah Aristoteles.
pengetahuan yang ada saat ini. Ia menjadi pionir dalam membentuk fondasi filsafat dan sains.
Aristoteles, seorang filsuf dan ilmuwan Yunani, merupakan salah satu intelektual terbesar
dalam sejarah Barat (Roger, 2010:2). Dia dianggap sebagai bapak logika dan ilmu alam, yang
juga dikenal sebagai guru Alexander yang Agung. Aristoteles adalah penulis sistem filosofis
dan ilmiah yang komprehensif, yang memiliki pengaruh yang sangat besar dalam sejarah.
B. Rumusan Masalah
1. Siapakah Aristoteles ?
C. Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
A. Biografi Aristoteles
keluarga besar yang punya tradisi yang kuat di bidang ilmu ketabiban. Ayahnya
Nichomachus ialah ahli ketabiban ragawi, sekaligus sahabat erat raja Amyntas dari
Macedonia. Setelah kematian kedua orang tuanya, Pendidikan masa kecil Aristoteles
Aristoteles masih berusia 18 tahun Ketika mulai belajar pada Plato di Akademi
Athena. Ia menjadi murid Plato selama kurang lebih 20 tahun (Warner, 1963). Setelah
meninggalnya Plato, Ariatoteles menjalani tugas menjadi guru Iskandar Agung, putra
tengah tatkala keadaan sudah mengarah pada penyembahan berhala. Dalam keadaan
itu tulisan –tulisan Aristoteles lebih merupakan semacam lampu penerang jalan yang
terang untuk mencari jawaban problem yang lebih lanjut. Aristoteles tidak sepakat
tulisannya.
Beberapa pemikiran Aristoteles yang tidak sesuai bila diterapkan pada masa
sekarang adalah di mana dia mendukung perbudakan karena dianggap sejalan dengan
hukum alam. Dan dia percaya kerendahan martabat wanita bila dibandingkan dengan
laki-laki. Tapi banyak pula ide Aristoteles yang sesuai untuk masa sekarang di mana
dia berpendapat bahwa kemiskinan adalah pokok dari revolusi dan kejahatan. Begitu
pula pernyataannya yang menyebutkan bahwa barang siapa yang sudah merenungi
dalam-dalam seni memerintah manusia pasti yakin bahwa nasib suatu emperium
Bila di bandingkan dengan gurunya Plato, Aristoteles lebih tampak sebagai realis. Ia
seorang pengamat (observer), lebih tertarik pada rincian-rincian subtansi bersifat individual
daripada yang bersifat general abstrak. Menurut Aristoteles, realitas berada dalam benda
konkret dan menampak dalam proses perkembangan. Dunia nyata terletak dalam dunia
pencerapan, bahkan secara kusus terletak dalam dunia yang terdiri dari konsep bentuk (form)
dan materi (bahan) sebagai satu kesatuan tidak terpisahkan (Titus, 1953).
Bila dalam pemikiran filosofis tentang realitas terdalam Plato dalam memilah antara dunia
ide yang nyata dan dunia materi yang tidak nyata (unreal), Aristoteles menyatakan
sebenarnya kedua pemilahan itu hanya dua sisi dari satu dunia yang nyata. Dunia terdiri dari
Ia cenderung sepakat bahwa bentuk (form) memiliki kedudukan penting karena tidak
tergantung pada waktu dan bersifat tetap. Meski begitu bentuk tidak sepenuhnya berbentuk
terpisah sebagai intensitas tersendiri dari benda-benda di dunia ini. Bentuk (form) bersama-
sama dengan materi (matter) merupakan kategori yang tidak terpisahkan di setiap gejala
Pemikiran Aristoteles tentang bentuk dan materi ini lazim dikenal sebagai teori filsafat
hilemorfisme atau filsafat bentuk (morphe) dan materi (hyle). Melalui hilemorfisme
1956).
bidang lain, seperti, seperti epistemology, logika, aksiologi, termasuk ilmu alam.
Banyak ahli sejarah mengemukakan bahwa Aristoteles adalah peletak dasar sekaligus
disebut sebagai “filsafat pertama” atau “teologi”. Metafisika diletakkan di luar buku-buku
lain yang mengkaji tema-tema seperti seperti matematika, fisika, astronomi, atau psikologi
(Windelband, 1956).
Selain tentang realitas, pemikiran Aristoteles yang juga patut diketengahkan ialah
kosmologis mengenai teori penyebab (kausalitas) tentang asal mula terjadinya segala sesuatu.
Aristoteles melihat pada dasarnya semua proses penyebaban memiliki empat kategori
penting. Pertama, kausa material atau sebab bahan. Kausa material menunjukkan bahwa
segala sesuatu secara mendasar harus memiliki basis material. Tanpa keberadaan basis dasar
materi, segala sesuatu tidak mungkin “menjadi” apa pun. Kedua, kausa formalis atau sebab
materi. Ketiga, kausa efisien atau sebab guna. Kausa efisien berperan membuat fungsi bentuk
(form) actual pada materi. Keempat, kausa finalis atau sebab tujuan, yaitu sebab yang
C. Hilemorfisme Aristoteles
Manusia adalah makhluk yang multidimensional, paradoksal, dan dinamis. Maka, tidak
mengherankan bahwa pandangan atas manusia itu beragam. Pandangan paling terkenal yaitu
dari Aristoteles yang mengatakan: “Manusia adalah animal rationale” (hewan yang berakal
budi). Menurut logika Aristoteles bagian pertama, suatu definisi harus meyebutkan jenis yang
paling dekat (dalam hal ini animal), sedangkan bagian kedua harus menyebut hal yang
Sesuai teori hilemorfisme tentang hakikat realitas, dalam membahas hakikat manusia
pun Aristoteles berpendapat bahwa manusia tersusun atas dua prinsip subtansial – mirip
sempurna, dan aktif. Kedua, “bahan pertama” (hyle proote) – ia memiliki sifat-sifat material,
tidak stabil, pasif, dan terbuka (potensial) untuk diaktualisasikan (Bakker, 1992).
Hilemorfisme mengajarkan bahwa materi (hyle) dan bentuk (morphe) saling berkaitan
dan tidak dapat dipisahkan. Materi adalah potensi atau kemampuan untuk menjadi sesuatu,
sedangkan bentuk adalah aktualisasi potensi tersebut. Tidak ada materi tanpa bentuk, dan
tidak ada bentuk tanpa materi. Hilemorfisme berarti sesuatu yang berlangsung terus di dalam
Dalam menelaah hubungan antara jiwa dan tubuh, Aristoteles menjelaskan bahwa jiwa
berada di posisi pertama yang memberi fungsi aktualitas bagi pengelolaan keseluruhan tubuh.
Ia membuat metafora: mata fisik dapat diartikan mengandung unsur kebinatangan, sedangkan
manfaat penglihatan merupakan wakil dari fungsi jiwa. Penglihatan merupakan subtansi
(esensi) dari mata fisik manusia. Mata fisik merupakan materi (bahan) bagi kegiatan melihat
yang dilakukan seseorang. Melihat adalah representasi dari unsur bentuk (morphe) manusia.
merupakan satu kesatuan hubungan antara jiwa dan tubuh. Tanpa tubuh ragawi jiwa pun tidak
memiliki keberadaan sebagai jiwa manusia sebenarnya. Ketika seseorang melihat suatu objek,
jiwa mengadakan kegiatan pengamatan melalui tubuh (mata) sekaligus saat itu pula mata
secara terarah mengamati objek penglihatan. Apabila kegiatan melihat tidak dilakukan,
dengan sendirinya (secara otomatis) mata tidak lagi menjadi mata dengan segala konsekuensi
esensial untuk melihat, tapi hanya menjadi nama untuk menunjukan bagian tubuh yang
terletak di kepala manusia. Banyak ahli psikologi dan filsafat menafsirkan bahwa
Menilai pentingnya hubungan makna jiwa dan tubuh untuk menunjukan makhluk
manusia, secara khusus Aristoteles menyatakan bahwa jiwa sebagi perwujudan bentuk (form)
berupaya merealisasikan rencana induk (master plan) terhadap tubuh yang memiliki potensial
bagi kehidupan. Karena penanganan terarah oleh jiwa, kini tubuh tidak lagi semata-mata
seperti benda mati yang lain (peursen, 1991). Dua unsur itu saling bergantung dan bekerja
sama merealisasikan proses potensi dan aktualitas dalam diri manusia untuk menuju sebagai
Aristoteles mejelaskan jiwa merupakan sesuatu hal yang penting dalam tubuh, hal ini
dijelaskan dalam idenya yang sudah dibahas di atas tadi, hilemorfisme yang menunjukkan
tubuh dan setiap organiknya hanya berfungsi andaika diresapi dan digerakkan oleh jiwa.
Tanpa jiwa, tubuh akan mati. Lalu gagasan “jiwa datang” dan menghidupi tubuh; menunjuk
penekanan Aristoteles pada dualisme manusia dan pemisahan kodrati jasmani tubuh dan
kodrati rohani.
Aristoteles membagi jiwa manusia menjadi tiga bagian: pertama, jiwa yang bersifat
vegetative (tumbuhan). Kedua, jiwa animal (kebinatangan). Ketiga, jiwa rasional (jiwa
manusiawi). Aristoteles mengemukakan bahwa jiwa tertimggi yang dimiliki makhluk jasmani
adalah jiwa rasional. Secara khusus Aristoteles berpendapat bahwa semua makhluk hidup
memiliki jiwa, meski perwujudannya pada setiap makhluk bias berbeda-beda (Peursen, 1991).
adalah kebahagiaan (happiness) bagi dirinya. Bentuk kebahagiaan tertinggi dapat dicapai
dengan prinsip etika, yaitu sebagai upaya pelatihan mencapai kebajikan tertinggi yang
diperoleh melalui pertimbangan rasional. Orang bijaksana adalah orang yang dapat
kemanusiaan. Aspek rasional itu merupakan aspek pembeda manusia dari hewan-hewan lain
di dunia ini (Brubacher, 1962). Di bukunya politics (politik) (dalam weber, 1960), ia
melalui realisasi diri atau aktualisasi potensi diri berpengaruh kuat terhadap salah satu tema
utama lahirnya aliran psikologi positif di abad ke-20. Psikologi positif mempelajari perilaku
manusia dari sudut pandang bersifat positif, yaitu kebahagiaan melalui prinsip eudaimonis
(Baumgardener & Crothers, 2010). Menurut prinsip eudamonis orang dapat mencapai
kebahagiaan apabila mampu merealisasikan diri sesuai ekspresi potensi yang ada dalam
dirinya. Kebahagiaan menurut prinsip eudaimonis bertentangan dengan paham hedonis yang
menyatakan bahwa bahagia berarti orang terhindar dari segenap penderitaan, yaitu bila
yaitu manusia adalah animal rasional (hewan yang berpikir). Maksud Aristoteles ialah
dalam diri manusia terdapat fungsi berpikir (rasional) – sebagai perwujudan prinsip
materi (hyle). Ini berarti manusia teerdiri dari jiwa dan raga. Jiwa adalah bentuk, raga
adalah materi.
psikologi positif dalam hal upaya mencapai kebahagiaan melalui realisasi diri atau
2014.