Anda di halaman 1dari 5

Peter Kasenda

Kesaksian mengenai Soekarno

Ada kalanya hasil rekontruksi peristiwa telah menjadi bagian dari sejarah kontemporer
berfungsi sebagai kaca pembanding bagi ingatan pribadi dakam memahami berbagai corak
gejolak yang telah dialami. Dialog pun dapat berlangsung antara “sejarah“ – sebagai hasil
rekontruksi masa lalu yang menjadi milik publik – dengan “ingatan“, sebagai milik yang sangat
pribadi. Begitu kata Taufik Abdullah.

Kenang-kenangan para pelaku sejarah, pengisah sebagai orang pertama “saya” ataupun
yang dikisahkan kepada orang lain sebagai orang ketiga “ia” selalu tampil sebagai suara yang
menjadi lebih hidup. Keakraban ini bertambah karena ingatan kepada pengalaman yang
dikisahkannya adalah ajakan untuk bersama-sama merenungkan corak dan sifat dari riwayat
hidup Presiden Soekarno.

Mangil Martowidjojo bukanlah nama asing dalam sejarah kepolisian Indonesia yang
tanpa kemauannya sendiri hadir dan berada bersama Presiden Soekarno, raksasa di antara para
pemimpin bangsa Indonesia. Sekaligus pucuk pimpinan negara dan Pemimpin Besar Revolusi
serta tokoh yang telah melukiskan dirinya sebagai Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

Mangil ditugaskan sebagai pengawal pribadi Presiden Soekarno sejak proklamasi


kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sampai dengan tanggal 16 Agustus 1967. Tugas
mengawal dan nantinya menahan Soekarno setelah jatuh dari kekuasaan dilaksanakan oleh
pasukan Satgas Pomad (Satuan Tugas Polisi Militer Angkatan Darat ) .

Sebagai Komandan Destatemen Kawal Pribadi Presiden – selama lebih dari dua
dasawarsa – Mangil praktis selalu berada di sisi Presiden Soekarno. Ia bukan hanya
menyaksikan melainkan ikut serta menghayati seluruh pengalaman presiden pertama RI itu
dalam berbagai peristiwa. Diantaranya Persitiwa 19 September 1945, Kudeta 3 Juli 1946, Agresi
Militer Belanda II, Peristiwa 17 Oktober 1952, Persitiwa Cikini, Peristiwa G-30-S dan kelahiran
Supersemar.

Keinginan untuk menulis kenang-kenangan selama dekat dengan Soekarno,


baru bisa diwujudkannya setelah keluar dari Rumah Tahanan Militer di Jalan Budi
Utomo, Jakarta Pusat. Dengan berbagai macam pertimbangan dan juga permintaan pribadi
Mangil, memoar ini baru bisa diterbitkan sesudah zaman berubah dan penguasa Orde Baru
lengser. Berganti dengan Orde Baru Reformasi dengan segala macam kebebasannya datang di
Indonesia.

Peristiwa

Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda

Batu ujian kepemimpinan Presiden Soekarno terjadi dalam rapat umum di Lapangan
Ikada pada tanggal 19 September 1945. Rapat umum tersebut bisa dianggap sebagai tantangan
terhadap kekuasaan balatentara Jepang. Karena telah diumumkan, tak mungkin dibatalkan dan
bisa dianggap pengecut. Suasana tegang terjadi, gerakan massa rakyat tidak dapat berpikir
panjang atas reaksi pasukan Jepang yang mengakibatkan pertumpahan darah.

Mangil menyaksikan penampilan penuh wibawa dan suara gemuruh yang mengeluhkan
kepemimpinan Soekarno yang disambut dengan suasana gegap
gempita. Setelah naik mimbar yang disediakan, Soekarno menyatakan bahwa bangsa
Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya dan meminta peserta rapat umum untuk
pulang. Serta bersedia sewaktu-waktu menerima perintah untuk berjuang demi mempertahankan
negara RI yang telah diproklamasikan. Mereka pun patuh dengan perintah Soekarno dan
membubarkan diri tanpa insiden.

Pada bulan Januari 1946, ibukota republik dipindahkan ke Yogyakarta karena


pendudukan Belanda atas Jakarta. Pada tanggal 3 Januari 1946, sekitar pukul 18.00, Soekarno
dan M Hatta beserta rombongan meninggalkan Jakarta menuju Yogyakarta. Kereta Luar Biasa
(KLB) yang membawa rombongan Presiden RI hanya mengangkut dua mobil kepresidenan,
merk Buick dan de Soto. KLB meninggalkan Jakarta tanpa lampu dan dalam keadaan gelap
untuk menghindari kecurigaan pasukan Belanda. Situasi sangat mencekam dan rasa takut
berganti lega setelah KLB memasuki Stasiun Klender. Lampu-lampu mulai dinyalakan sehingga
terang benderang. Rombongan Presiden tiba di Stasiun Tugu Yogyakarta pada tanggal 4 Januari
1946 pagi hari dengan selamat. Untuk sementara waktu Presiden Soekarno tinggal di Pura
Pakualaman sebelum tinggal di Istana Presiden, bekas rumah Gubernur Belanda di Jalan
Malioboro di depan benteng Vredenburg.

PM Sutan Sjahrir diculik ketika menginap di Solo tanggal 27 – 28 Juni 1946


Setelah mendengar berita penculikan tersebut, tanggal 28 Juni 1946 Presiden Soekarno
mengadakan siaran radio dan menyatakan bahwa penangkapan terhadap PM Sutan Sjahrir
tersebut membahayakan persatuan. Serta meminta agar Perdana Menteri dibebaskan. Pagi
harinya Sutan Sjahrir dibebaskan dan bertemu dengan Presiden Soekarno. Ia menginap sebentar
di Istana Presiden. Tidak lama kemudian segera kembali ke Jakarta untuk menjalankan tugasnya
sebagai Perdana Menteri.

Dalam waktu hampir bersamaan, Jendral Soedarsono yang meminta agar Presiden
Soekarno membubarkan kabinet. yang kemudian dikenal dengan Persitiwa 3 Juli 1946. Tetapi
ketika menghadap presiden, pasukan Soedarsono tersebut dilucuti oleh satuan pengawal
presiden. Mangil dipanggil oleh Panglima Besar Sudirman dan diperintahkan agar menjaga
Jendral Soedarsono dengan ketat karena dianggap mempunyai kekuatan batin. Sejak itu semua
anggota polisi pengawal pribadi tidak pernah boleh meninggalkan kamar Presiden Soekarno dan
harus mengelilinginya. Wajah polisi pengawal pribadi sampai kelihatan pucat-pucat karena tidak
pernah kena sinar matahari dan selalu bertugas terus-menerus di dalam ruangan. Suatu hari
Presiden Soekarno memerintahkan kepada Mangil agar anak buahnya secara bergantian
menjemur dibawah sinar matahari pagi.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda

Belanda melancarkan agresi militer yang kedua. Ini menjadi bencana militer maupun
politik bagi mereka walaupun saat itu mereka memperoleh kemenangan. Pada tanggal 19
Desember 1948 Yogyakarta diduduki. Para pemimpin republik membiarkan dirinya ditangkap
dengan harapan akan membalik opini dunia. Sehingga kemenangan militer Belanda akan
berbalik menjadi kekalahan diplomatik. Soekarno, Hatta dan seluruh anggota kabinet ditangkap.
Kecuali beberapa orang yang tidak ada di tempat. Akan tetapi tentara republik tidak dapat
memahami alasan menyerahnya para politisi sipil kepada Belanda. Sementara para prajurit
mengorbankan jiwanya mereka demi republik. Pihak tentara kini menganggap dirinya sebagai
satu-satunya penyelamatan republik.

Mangil sebagai Komandan Pengawal Pribadi Presiden/Wakil Presiden mendapat


pemberitahuan dari Ajudan Presiden Mayor Sugandhi agar segera menyiapkan anak buahnya
untuk sewaktu-waktu meninggalkan istana. Dengan cepat semua anak buah Mangil sudah siap
untuk melaksanakan tugas mengawal Presiden Soekarno dan Wakil Presiden M Hatta beserta
keluarga ke mana saja. Tetapi Presiden Soekarno memerintahkan agar Mangil beserta anak
buahnya tetap tinggal di istana untuk menjaga keamanan di dalam kompleks istana.

Indonesia akhirnya benar-benar merdeka dan sekarang menghadapi prospek menentukan


masa depannya sendiri. Parlemen menginginkan agar kepemimpinan tentara pusat dibubarkan
dan kementerian pertahanan direorganisasikan. Menghadapi ini sekelompok tentara pusat
mengadakan unjuk kekuatan. Pada tanggal 17 Oktober 1952, mereka membawa tank-tank, alteri
militer dan banyak demontran sipil menuntut pembubaran parlemen. Soekarno yang disertai
ajudan presiden Mayor Sugandi, Kepala Polisi Jakarta Raya Komisaris Besar Polisi Ating dan
Komandan Polisi Pengawal Presiden//Wakil Presiden Mangil berbicara kepada massa yang
berkerumun dan membubarkan diri atas perintahnya sambil berteriak” Hidup Bung Karno, hidup
Bung Karno.” Menurut Mangil persitiwa tersebut adalah sebuah kudeta yang gagal. Malah ada
yang menamakannya sebagai perkosaan terhadap demokrasi. Selanjutnya, KSAD AH Nasution
digantikan oleh Kolonel Bambang Sugeng dalam usaha pemerintah mempersatukan Angkatan
Darat.

Terjadilah persitiwa pertama rencana pembunnuhan terhadap Presiden Soekarno saat


berkunjung ke sekolah puteranya yang sedang mengadakan bazaar dan dihadiri oleh semua orang
tua murid di Perguruan Cikini – Jalan Cikini Raya, Jakarta pada tanggal 30 November 1957.
Komplotan penyerang itu melempar granat-granat tangan yang meminta korban beberapa jiwa
manusia namun tidak mencederai Presiden Soekarno. Presiden Soekarno dan para pengawalnya
terus berangkat menuju Istana Merdeka dengan mobil berkecepatan tinggi. Bahkan mobil ajudan
presiden M Sabur yang mengejar rombongan presiden hampir tidak dikenali. Sehingga laras
senjata para pengawal pun diarahkan kepada mobil tersebut. Tetapi setelah diketahui siapa yang
mengejar rombongan presiden perintah tembak dibatalkan. Oding Suhendar dan Soedibyo yang
terluka ketika melindungi presiden mendapat penghargaan dari Presiden Soekarno dalam acara
hari ulang tahun Kepolisian Negara RI.

Peristiwa pertama 1 Oktober 1965, Mangil menyelamatkan Presiden Soekarno dari


sergapan komplotan Gerakan 30 Setember yang sudah berhasil mengepung Istana Merdeka.
Skenario komplotan G-30-S menjadi berantakan, ketika Mangil selaku Komandan Destasemen
Kawal Pribadi (DKP) Resimen Tjakrabirawa, justru tidak membawa Presiden Soekarno masuk

Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda

ke komples Istana Merdeka karena adanya sejumlah tentara yang tidak dikenal identitasnya.
Melainkan dari kediaman Dewi Soekarno tempat Presiden Soekarno bermalam, Mangil
membawa Presiden Soekarno singgah sebentar di rumah Haryati Soekarno, kemudian langsung
mengantar Presiden Soekarno ke Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusuma. Peristiwa
kelabu ini ternyata menjadi titik balik kekuasaan Presiden Soekarno.

Pada tanggal 10 Maret 1966 malam, Presiden Soekarno merasa dirinya terancam dengan
informasi akan datangnya pasukan tank ke Istana Merdeka dengan maksud untuk menangkap
atau membunuh presiden. Presiden Soekarno pada saat itu siap meninggalkan istana kendati
dengan berjalan kaki. Presiden Soekarno meninggalkan Istana Merdeka dengan tujuan Istana
Bogor dengan mobil dan dikawal oleh tim Dinas Khusus DKP. Rombongan Presiden Soekarno
yang disertai ketiga wakil Perdana Menteri singgah sebentar di markas KKO Cilandak sebelum
menuju Istana Bogor. Pagi harinya, rombongan Presiden Soekarno kembali ke Jakarta. Ajudan
presiden M Sabur mengatakan keadaan sudah memungkinkan Presiden kembali ke Jakarta.

Apa yang menyebabkan malam itu Presiden Soekarno harus meninggalkan Istana
Merdeka menuju Istana Bogor dengan lewat jalan kampung? Menurut Brigadir Jendral M Sabur
situasi malam itu di Jakarta tidak baik bagi keamanan Presiden Soekarno. Demi keamanan maka
Presiden Soekarno malam itu harus meninggalkan Jakarta dan jalan yang ditempuh adalah
kampung. Itu adalah keputusan Komandan Tjakrabirawa yang diserahi tanggung jawab oleh
pemerintah mengenai keamanan dan keselamatan Presiden beserta keluarganya.

Pada tanggal 11 Maret 1966, pagi-pagi sekali Presiden Soekarno sudah berangkat dari
Istana Bogor menuju Istana Merdeka di Jakarta, karena Presiden Soekarno harus memimpin
sidang kabinet. Setelah itu langsung menuju Istana Negara untuk menghadiri sidang kabinet
Presiden berjalan kaki menuju Istana Negara diiringi Brigjen M Sabur, Mangil Martowidjojo dan
beberapa anak buah Destasemen Kawal Presiden.

Ada informasi yang disampaikan kepada Komandan Resimen Tjakrabirawa bahwa


banyak tentara liar yang tidak memakai tanda dari kesatuannya di lapangan sekitar Monas yang
letaknya tidak begitu jauh dari Istana Merdeka, tempat helikopter kepresidenan di parkir.
Komandan Resimen Tjakrabirawa Brigjen M Sabur segera memerintahkan perwira bawahannya
untuk mengecek kebenaran informasi yang baru saja diterimanya. Setelah perwira yang
ditugaskan itu kembali dan melapor bahwa tentara yang dikatakan liar itu ternyata dari kesatuan
RPKAD. Brigjen M Sabur masuk ke Istana Negara untuk berunding dengan Panglima Kodam V
Jaya dan penanggung jawab keamanan DKI Jakarta Raya Jendral Amir Machmud yang sedang
mengikuti sidang kabinet. Hasil pembicaraan kedua jendral tersebut memutuskan agar Presiden
Soekarno lebih baik meninggalkan Istana Negara menuju Istana Bogor dengan helikopter.

Atas saran kedua jendral itu Presiden Soekarno meninggalkan ruang sidang kabinet di
Istana Negara menuju ke Istana Bogor dengan menggunakan helikopter. Jadi tidak benar adanya
anggapan bahwa Presiden Soekarno meninggalkan sidang kabinet di Istana Negara dengan
ketakutan karena adanya tentara liar di sekitar lapangan Monas. Sebab helikopter yang akan
dinaiki Presiden Soekarno justru dekat sekali dengan jarak tembak tentara liar itu. Justru
Presiden Soekarno tetap tenang-tenang saja kata Mangil Martowidjojo.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com
Peter Kasenda

Berpisah

Setelah 22 tahun mengawal Presiden Soekarno terjadi serah terima dari Ajun Komisaris
Besar Polisi Mangil Martowidjojo kepada Komandan Satgas Pomad CPM Norman Sasono pada
tanggal 16 Agustus 1967. Kemudian Mangil Martowidjojo menghadap Presiden Soekarno di
kediaman Dewi, Wisma Yaso, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Ia melapor bahwa mulai hari
itu ia tidak lagi bertugas untuk mengawal Presiden Soekarno.

Presiden Soekarno mengundang Mangil dan anak buahnya untuk menghadiri selamatan
untuk memperingati Hari Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia di
Istana Bogor. Pada hari itu hadir Mangil dan bekas anak buah eks DKP Presiden Soekarno dan
para anggota CPM yang betugas di Istana Bogor. Presiden Soekarno memberi petuah kepada
semua orang yang hadir agar mereka semua tetap bisa menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia yang kokoh, kekal, dan abadi. Supaya tetap mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 dan yang berdasarkan
Pancasila.

Sejak tanggal 17 Agustus 1967, Mangil tidak pernah lagi bertemu dengan Presiden
Soekarno. Bahkan ketika Presiden Indonesia yang pertama tersebut meninggal pada tanggal 21
Juni 1979, Mangil harus meringkuk dalam kamp tahanan militer. Selama tiga tahun Mangil
diperiksa dan diinterogasi dengan tuduhan terlibat dalam peristiwa G-30-S. Jabatan dan
kehormatannya sebagai anggota polisi dipulihkan setelah dinyatakan tidak terlibat. Sampai
akhirnya dipensiunkan dalam pangkat militer terakhir letnan kolonel polisi dari Korps Polisi
Mobil.
Mangil sangat menghargai dan mengagumi perjuangan Presiden Soekarno. Mangil
bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan kepada dirinya
untuk mengabdikan diri kepada negara dan bangsa Indonesia, melalui tugas mengawal, menjaga
keamanan dan keselamatan Presiden Soekarno dan keluarganya. Atas jasa-jasanya terhadap
bangsa dan negara Indonesia yang dilakukan lewat penugasan mengawal Presiden Soekarno, hari
Jum”at 29 Januari 1993, ditengah siraman hujan lebat jenzah Letnan Kolonel Polisi Mangil
Martowidjojo dimakamkan dengan upacara kenegaraan di Taman Makam Pahlawan, Jakarta
Selatan.

Web: www.peterkasenda.wordpress.com
Email: mr.kasenda@gmail.com, peterkasenda@rocketmail.com

Anda mungkin juga menyukai