bahkan sosok negatif yang dikenal tokoh berpenampilan urakan dan jarang
tokoh partai politik yang radikal, dan tetapi kemudian bersedia duduk sebagai
wakil Minangkabau dalam Volksraad. Dalam bagian lain, Yamin tercatat sebagai
1
Anderson, Revoloesi Pemoeda,… hal. 318.
2
A. Teeuw, Sastra Baru Indonesia I, (Ende: Nusa Indah, 1978).
89
tokoh “the founding father” atau “Bapak Pendiri Bangsa”, yakni duduk sebagai
1945”.
sejumlah tokoh pemimpin pergerakan, seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan lain-
lain.
perjuangan di bawah tanah atau secara diam-diam. Soekarno dan Hatta akan
berjuang melalui resmi dan menjalin kontak dengan Jepang, sementara Sjahrir
90
Seperti halnya pemimpin terkemuka lainnya, seperti Soekarno, Hatta, Ki
Hadjar Dewantara, dan K.H. Mas Masyur – kemudian dikenal dengan “Empat
duduk sebagai anggota Dewan Penasehat. Selain itu, Yamin juga menjadi
kalangan pemuda.4
Akibat semakin terdesaknya posisi Jepang dari Sekutu dalam perang Asia
kelak kemudian hari dalam Sidang Istimewa ke-85 Teikoku Ginkai (Perlemen
PKI Ilegal) karena Sjarifuddin suad mempunyai hubungan dengan mereka. Kelompok bawah
tanah kedua, yang kemudian berkembang menjadi kekuatan terbesar adalah kelompok yang
dipimpin oleh Sutan Sjahrir. Kelompok ini membangun cabang-cabang, seperti di Jakarta,
Cirebon, Garut, Semarang, dan Surabaya, serta menarik dukungan besar dari kaum terpelajar di
kota-kota tersebut. Kelompok ketiga, berasal dari Persatuan Mahasiswa, yang terdiri atas
kalangan mahasiswa di Jakarta (terutama Fakultas Kedokteran). Kelompok keempat, skalanya
lebih kecil yang diketuai oleh Sukarni. Di antara pemimpinnya adalag Adam Malik, Pandu
Wiguna, Chaerul Saleh, dan Maruto Nitimihardjo.
Tujuan utama keempat organisasi bawah tanah tersebut adalah menyusup ke dalam peta dan
organisasi-organisasi pemuda yang disponsori oleh Jepang. Penyusupan itu mempunyai dua
tujuan: pertama, memegang kendali sebesar mungkin di dalam unit-unit organisasiorganisasi
bentukan Jepang melalui para pemegang posisi kunci yang dapat dipercaya; kedua, menggiring
anggota organisasi-organisasi tersebut kea rah anti-Jepang dan pro-Sekutu, terutama menyiapkan
mereka untuk bangkit melawan Jepang betu invasi Sekutu yang diharapkan akhirnya tiba di
Indonesia. Lengkapnya lihat Kahin, hal. hal. 158-161.
4
Sutrisno Kutoyo, Prof. Muhammad Yamin S.H., Jakarta: Proyek Pembinaan Sekolah Dasar
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, 1985. hal. 70.
5
R.P. Soejono dan R.Z. Leirissa (Editor Edisi Pemutakhiran), Sejarah Nasional Indonesia VI:
91
tersebut masih samar-samar, kaum pergerakan menyambut baik perubahan sikap
politik Jepang itu. Memang dipahami bahwa kemerdekaan itu sudah pasti terjadi,
sekalipun tanpa janji Jepang, namun dengan pernyataan janji itu, penguasa
ruang gerak bagi para pemimpin. Realitas obyektif ini terlihat dari kebijakan
kini diperbolehkan kembali berkibar. Begitu pula lagu Indonesia Raya ciptaan
Dari sekian banyak pihak memandang positif dan optimis mengenai “janji
berikut:
Jaman Jepang dan Jaman Republik Indonesia (± 1942-1998), Jakarta: Balai Pustaka, 2011, hal.
120-12.
6
Susanto Zuhdi dan Mohammad Iskandar, “’Janji Kemerdekaan’ Jepang dan Perecanaan
Negara-Bangsa,” dalam Indonesia Dalam Arus Sejarah (Editor Umum: Taufik Abdullah dan R.Z.
Leirissa), hal.. 92.
7
Aboe Bakar Loebis, Kilas Batik Revolusi: Kenangan, Pelaku dan Saksi (Jakarta: UI Press,
1992), hal. 70-71.
92
Langkah nyata yang ditempuh pemerintah Jepang untuk memenuhi janji
(Dokuritsu Zyumbi Tyoosakai) pada tanggal 29 April 1945.8 Maksud dan tujuan
Indonesia merdeka.
No. 23, tujuan dibentuknya BPUPK adalah: “untuk menyelidiki hal-hal yang
sekitar pukul 15.30 (14.00 WIB) yang dilakukan oleh tokoh Saikoo Sikikan.
Dalam pidato sambutan saat upacara peresmian badan tersebut, tokoh Saikoo
Sikikan mengatakan:
8
Anggota BPUPKI inni kemudian dilantik secara resmi pada tanggal 28 Mei 1945. Menurut
Susanto Zuhdi dan Mohammad Iskandar, pada waktu itu dibentuklah dua BPUPKI sesuai dengan
struktur komando peperangan Jepang, masing-masing untuk Pulau Jawa dan Sumatera. BPUPKI
untuk Pulau Jawa dipimpin oleh dr. Radjiman Wedyodiningrat, dibentuk dan bertanggung jawab
kepada Saikoo Sikikan Tentara XVI. Sementara, BPUPKI untuk Pulau Sumatera dipimpin oleh
Muhammad Sjafei, dibentuk dan bertanggung jawab kepada Saikoo Sikikan Tentara XXV yang
berkedudukan di Bukittinggi. Untuk Kalimantan dan wilayah kepulauan Indonesia bagian timur
lainnya yang berada di bawah kekuasaan Angkatan Laut dan tidak dibentuk BPUPKI. Lihat
Susanto Zuhdi dan Mohammad Iskandar, “’Janji Kemerdekaan’ Jepang dan Perecanaan Negara-
Bangsa,” dalam Indonesia Dalam Arus Sejarah (Editor Umum: Taufik Abdullah dan R.Z.
Leirissa), hal.. 93.
93
mulia dalam pembentukan Negara Merdeka di kemudian hari, tak akan
mempunyai pokok dasar yang kukuh dan teguh. 9
kantor Chuo Sangi In atau bekas Gedung Volksraad.10 Sidang pertama BPUPKI
perhatian khusus pada soal dasar negara Indonesia merdeka yang akan dibentuk.
Permintaan tersebut langsung mendapat respons dari para anggota dan tampil
Yamin, Ki Bagus Hadikusumo, Prof. Dr. Mr. Supomo, dan Ir. Soekarno.
Ketua (2 orang ketua muda [1 orang dari Indonesia dan 1 orang dari Jepang],
selama empat hari, yakni dari tanggal 29 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945;
sementara sidang kedua berlangsung selama delapan hari, yakni dari tanggal 10-
17 Juli 1945.
9
Susanto Zuhdi dan Mohammad Iskandar, “’Janji Kemerdekaan’ Jepang …..hal. 94.
10
Gedung tersebut sekarang terletak di Jalan Pejambon, yakni Gedung BP7 Pusat pada masa
Orde Baru.
94
anggota mencurahkan perhatian khusus pada soal dasar negara Indonesia
merdeka yang akan dibentuk. Ada tiga pembicara yang menonjol tampil
dari para anggota BPUPKI berhasil dan memberi akibat yang sempurna, maka
11
Muhammad Yamin, Naskah Persiapan Undang-undang Dasar 1945, [Cetakan kedua],
Jakarta: Penerbit Siguntang, 1971, hal. 88-89. Dalam buku ini pidato Yamin diletakkan pada
urutan kedua (hal. 87-141), setelah naskah pidato Soekarno, sekalipun Yamin berbicara pada hari
pertama siding BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945. Sementara, dalam buku Saafroedin Bahar,
Ananda Kusuma, Nannie Hudawati, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)-Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei
1945-22 Agustus 1945, Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995, hal. 8-29.
95
Berdasarkan keyakinan seperti itulah maka Muhammad Yamin mengajukan
I. Peri-Kebangsaan
Indonesia Merdeka, sekarang—Nationalisme lama dan baru Dasar
Negara Sriwijaya dan Majapahit—Perubahan zamanDasar Peradaban
Indonesia—Tradisi tata negara yang putus Etat national—etats
patrimoines, etats puissances—kesukaran mencari dasar asli—Cita-cita
yang hancur di medan peijuangan. Kebangsaan Indonesia mengharuskan
dasar sendiri.
II. Peri-Kemanusiaan
Kemajuan kemerdekaan—Kemerdekaan akan menghidupkan kedaulatan
negara—Anggota keluarga—dunia—Status politik yang sempurna—
Menolak dominion status, protectoraat, mandat, Atlantic Charter pasal 3
—Status internasional yang 'berisi kemanusiaan dan kedaulatan sempurna.
III. Peri-ke-Tuhanan
Peradaban luhur—Ber-Tuhan—Dasar negara yang berasal dari peradaban
dan agama.
IV. Peri-Kerakyatan
Permusyawaratan: Surat Asysyura ayat 38—Kebaikan musyawarat—
Musyawarat dalam masyarakat dalam semasa
tentang dasar Indonesia merdeka ialah Prof. Dr. Mr. Soepomo, menyampaikan
negara, bentuk negara dan bentuk pemerintahan serta hubungan antara negara
mutlak dan adanya suatu negara terutama adanya faktor konstitutif, baik dari
sudut hukum maupun dari sudut formal. Menurut Soepomo, adanya suatu negara
harus ada suatu daerah (territority), rakyat dan pemerintah yang berdaulat
96
internasional. Dalam paparannya, Soepomo tampaknya lebih cenderung memilih
konsep negara berdasarkan teori integralistik yang diajarkan oleh Sinoza, Adam
Muller, dan Hegel. Menurut pandangan ini, negara ialah tidak untuk menjamin
merupakan usulannya, ada lima prinsip dasar yang dapat dijadikan dasar negara
kemudian disebut Panitia Kecil, yang diberi tugas untuk membahas lebih lanjut
sebelumnya telah diminta oleh ketua sidang. Saran-saran dan usul-usul itu
12
Saafroedin Bahar, Ananda Kusuma, Nannie Hudawati, Risalah Sidang, 1995, hal. 11.
13
Panitia Kecil ini berjumalah delapan orang yang diketuai oleh Ir. Soekarno, dengan anggota
Drs. Mohammad Hatta, Soetardjo Kartohadikoesoemo, Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo,
Otto Iskandar Dinata, Mr. Muhammad Yamin, dan Mr. A.A. Maramis.
97
diserahkan kepada Sekretariat yang selanjutnya diserahkan kembali kepada
Panitia Kecil.
Dengan demikian, dalam masa reses yang relatif panjang, sebagian dari
lagi ada yang pulang dulu ke daerahnya masing-masing, baik untuk memberi
itu, beberapa anggota yang tetap tinggal di Jakarta beristirahat sambil menunggu
Pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Kecil mengambil satu prakarsa dengan
menghadiri sidang Chuo Sangi In. Pertemuan itu oleh Bung Karno ditegaskan
Dari pertemuan itu telah ditampung saran-saran atau usul-usul, baik secara lisan
saran dan usul-usul para anggota BPUPKI, dalam pertemuan itu juga diambil
Sembilan. Adapun yang menjadi anggota panitia ini adalah Ir. Soekarno, Drs.
Mohammad Hatta, Mr. Muhammad Yamin, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. A.A.
Maramis, Abdul. Kahar Moezakir, Wahid Hasyim, H Agus Salim, dan Abikusno
adanya kebutuhan untuk mencari modus antara apa yang disebut oleh Soekarno
98
sebagai “golongan Islam” dan “golongan kebangsaan”, terutama berkaitan
dengan soal agama dan negara. Perbedaan faham mengenai masalah itu
kemanusiaan yang adil dan beradab; (c) persatuan Indonesia; (d) dan kerakyatan
(e) serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.15
yang diselenggarakan pada sidang kedua BPUPKI, tanggal 11 Juli 1945. Jika
disimak dalam risalah persidangan, salah satu kesan bahwa Muhamamd Yamin
sebagai seorang perancang UUD. Hal ini sudah barang tentu wajar mengingat
dan sejarawan yang romantik dan visioner, serta tampil dengan visi tentang
negara Indonesia. Ternyata, meskipun Yamin adalah anggota yang paling siap,
14
Nugroho Notosusanto, Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara (Jakarta: PN Balai
Pustaka, 1982), hal. 22.
15
Rumusan panitia sembilan ini diberi nama Jakarta Charter atau Piagam Jakarta. Menurut
Nugroho Notosusanto yang memberi nama tersebut adalah Muhammad Yamin. Lihat Nugroho
Notosusanto, Naskah Proklamasi Yang Otentik dan Rumusan Pancasila Yang Otentik, Jakarta:
Balai Pustaka), hlm. 17.
99
namun Ketua Sidang, Dr. Radjiman, akhirnya memutuskan untuk membentuk
keuangan (yang dipimpin Hatta); dan Yamin dimasukkan ke dalam panitia yang
baru, untuk persatuan dalam menghadapi kekuasaan asing, dan untuk tatanan
diidamkan selama ini. Dan, untuk pertama kalinya di dalam kehidupan seluruh
kemerdekaan itu sendiri, yang sudah dapat dipastikan bahwa Belanda ingin
Revolusi Indonesia sebagai suatu zaman yang merupakan kelanjutan dari masa
16
Menurut Taufik Abdullah, salah satu penyebab Radjiman sangat keberatan dengan
keikutsertaan Yamin dalam panitia UUD bias dimungkinkan dengan alasan pribadi(?) hal ini
disebabkan karena Yamin sejak awal terlalu banyak bicara dan bicaranya pun panjang-panjang.
Penyebab lain, bias juga disebabkan karena gagasan awalnya tentang UUD yang telah
disampaikannya tidak sesuai dengan pemikiran sang Ketua. “Apapun alasannya,” menurut
Taufik Abdullah, “keputusan ini telah memberi kesempatan kepada Soepomo, yang memulai
ancang-ancang berpikirnya dari idealisasi dari hukum adat yang serba harmonis. Tentang ini
simak Taufik Abdullah, “BPUPKI: Sebuah Episode di Panggung Sejarah”, dalam 1000 Tahun
Nusantara (ed.) J.B. Kristanto, Jakarta: Penerbit Kompas (2000), hal. 69-70.
100
lampau. Bagi Belanda, tujuannya adalah menghancurkan sebuah negara yang
dipimpin oleh orang-orang yang bekerja sama dengan Jepang dan memulihkan
suatu rezim kolonial yang, menurut keyakinan mereka, telah mereka bangun
selama 350 tahun. Bagi para pemimpin Revolusi Indonesia, tujuannya adalah
kecil dari mereka yang memiliki kemampuan dan mahir dalam menjalankan
revolusi. Perosalan revolusi dan kemerdekaan adalah menyangkut soal taktik dan
tak dapat disangkal, bahwa begitu kemedekaan itu diproklamasikan pada tanggal
17 Agustus 1945 sudah dicapai, banyak diantara kaum elit memberikan persepsi
menghiasi sebuah rumah, semua berebut turut ambil bagian dalam berpartisipasi
17
Soe Hok Gie, Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan, Yogyakarta: Bentang Budaya,
1997, hal. 65.; Anthony J. S. Reid, Revolusi Nasional Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,
1996, hal.104.
101
atau menghias dekorasi negara Indonesia yang baru merdeka dengan pandangan
dalam menjalankan revolusi itu adalah Sutan Sjahrir dan Tan Malaka. Sekalipun
kedua tokoh ini berasal dari daerah yang sama, yakni Minangkabau; namun
keduanya memiliki visi dan corak yang sangat berbeda. Selain memiliki ideologi
yang berbeda, keduanya memiliki banyak para pengikut dan dari merekalah
yang ikut dalam gerakan bawah tanah. Buku itu juga menjadi salah satu faktor
yang membawa Sjahrir ke tampuk kekuasaan. Isi pokok tulisannya, yang telah
Jepang yang paling mencekam, yaitu kerja paksa, penyerahan padi secara paksa,
102
pandangan orang-orang yang jiwanya masih termakan oleh pengaruh
propaganda Jepang dan didikan Jepang. Orang-orang yang sudah menjual
jiwa dan kehormatannya kepada fasis Jepang harus disingkirkan dari
kepemimpinan revotusi kita, yaitu orang-orang yang pernah bekerja
datam organisasi propaganda Jepang, polisi rahasia Jepang, umumnya
dalam usaha pasukan ke lima Jepang. Semua orang ini harus dianggap
sebagai pengkhianat perjuangan dan harus dibedakan dari kaum buruh
biasa yang bekerja hanya untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidup
mereka. Jadi, semua kolaborator politik dengan fasis Jepang harus
dianggap sebagai fasis sendiri atau gat dan kaki tangannya Jepang, yang
sudah tentu berdosa dan berkhianat kepada perjuangan revolusi rakyat.”19
dalam tubuh pemerintah disebabkan oleh karena prinsip hidupnya yang sangat
antifasis dan kecurigaannya terhadap anasir itu dalam tubuh pejuang serta
dengan pemerintahan yang ada. Akan tetapi halyang jauh lebih berbahaya
daripada itu menurutnya ialah jika perjuangan revolusioner dinodai oleh anasir
dalam bukunya itu Sjahrir menyerukan kepada pemuda agar bertindak dengan
19
Dalam edisi pertama buku ini, Sjahrir memilih menggunakan istilah-istitah yang lebih
keras, “andjing-andjing” dan “kaki tangan fasis” dan bukan “antek” fasis Jepang. Ditambahkan
pula bahwa seekor anjing adalah haram bagi seorang muslim. Akibat penggunaan kata-kata yang
“kasar” ini dalam bukletnya itu, Sjahrir menjadi sasaran kemarahan lawan-lawannya, termasuk di
antaranya kalangan pemuda PETA yang merasa amat tersinggung dengan kata-kata itu, sehingga
dalam edisi-edisi berikutnya, kedua istilah itu diganti dengan kata “antek”.
103
lingkungan daerah pengaruh Inggris-Amerika dan mau tak mau harus hidup di
Sjahrir menyerukan agar rakyat Indonesia menolak semua pimpinan yang pernah
kepemimpinan revolusi hanya kepada mereka yang tidak ternoda oleh suatu
yang monolitik merengkuh kekuasaan terpusat pada satu tangan presiden. Untuk
sehingga kekuasaan dapat lebih tersebar. Ketiga, Sjahrir juga amat mencemaskan
warisan otoriter feodatistis yang masih tetap hidup dan diperkuat oleh periode
pengaruh brosur antikolaborator Sjahrir itu mulai tampak. Dukungan besar dari
banyak unsur revolusioner yang paling dinamis—para pemuda militan dan kaum
jalan bagi Sjahrir untuk menduduki kursi pemerintahan. Lagi pula, dengan
104
warisan Jepang, dan pemimpin RI kolaborator yang pro-Jepang, maka di
dalam dan bukan pula dari luar. Secara tegas Sjahrir mengingatkan agar orang
mana aspek bagian luar dari revolusi Indonesia di satu pihak, dan mana pula
ancaman musuh bersama, yaitu Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia.
dengan pemahaman ini yang harus lebih ditekankan dan menjadi tujuan utama
105
nasionalisme antikolonial yang sempit, picik, semacam jingoisme, yang akan
kebancian terhadap orang Cina, Indo, Ambon, Menado, dan lain-lain; di mana
suasana kemelut, panik, kacau, dan ambisi makin sulit dikendalikan pemerintah.
kota besar di Jawa dan Sumatera. Tidak peduli sasaran mereka, Sekutu, Belanda,
Realitas sosial demikian lebih berbahaya lagi di mana pada saat bersamaan
konflik dan pertempuran sesama anak bangsa juga tak terhindarkan. Konflik ini
lebih gawat, brutal, dan merebak sampai ke pedalaman yang dikenal dengan
revolusi sosial, yakni semacam “revolusi dalam revolusi” atau “revolusi sosial”
dalam “revolusi nasional”. Sekalipun keduanya saling berkaitan satu sama lain,
106
bahwa dinamika internal perjuangan kemerdekaan yang berlangsung pada tahun-
politik di pusat dan daerah yang disebabkan pertentangan keras tentang metode,
yakni jalan yang harus ditempuh dalam menyelesaikan urusan bersama dengan
musuh bersama, yakni Belanda. Metode itu melalui jalan perundingan, jalan
pejabat Republik atau raja-raja lokal karena mereka diasosiasikan sebagai bagian
Sjahrir dan Tan Malaka memiliki sifat dan karakter kepribadian yang berbeda;
dalam satu soal, yakni sama-sama tidak percaya kepada Soekarno untuk
107
megadakan perjalanan keliling Jawa selama dua minggu untuk memastikan sikap
memimpin revolusi.
Sebaliknya, sikap yang ditempuh Tan Malaka juga tidak jauh berbeda.
berhasil, Tan Malaka akan menjadi presiden, sementara Sjahrir akan memimpin
dan Luar Negeri, sementara Soebardjo akan berbagi kekauatan dalam kabinet.”23
Sjahrir menolak dan tidak mau ikut dengan rencana Tan Malaka. Sjahrir
22
George McTurnan Kahin, Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia (terjemanan), Jakarta:
Komunitas Bambu, 2013, hal. 213.
23
George Kahin, Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia, hal. 215.
108
pulau Jawa, dan pulang dengan perasaan kecewa dan mengakui bahwa
berikutnya. Atas bantuan jasa Ahmad Subardjo, Tan Malaka menemui Soekarno,
dan memahamkan perihal bahaya yang akan mengancam apabila Soekarno dan
pertemuan Tan Malaka dengan Seokarno itu, Ahmad Subardjo kemudian dalam
antobiografinya menulis:
109
Walaupun menyetujui akan perlunya menetapkan pewaris kepemimpinan
revolusi, Soekarno tidak ingin menjadikan Tan Malaka sebagai pewaris tunggal.
ditandatangani pada tanggal 1 Oktober 1945, yang pada intinya menegaskan: jika
seorang tamu yang ingin berjumpa dengan Subardjo, dan ia menunggu di ruang depan rumah.
Ketika ditemui, Subardjo melihat sepintas lalu wajah tamu yang duduk di pojok ruangan itu
mirip Mr. Iskaq Tjokrohadisuryo, bekas anggota Perhipunan Indonesia di Negeri Belanda.
Mengenai awal pertemuan bersejarah ini, Subardjo menulis: “Ketika saya mendekatinya, saya
kaget. “Wah, kau Tan Malaka”, kata saya. “Saya kira kau sudah mati, sebab saya baca di
suratkabar bahwa kau disebut menjadi korban dalam kerusuhan di Birma, ada lagi kabar bahwa
kau berada di Yerusalem, dan dikatakan mati dalam kerusuhan Israel”.
25
George Kahin, Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia,.. 2013, hal. 217. Menurut catatan
Ben Anderson, sewaktu membicarakan “surat wasiat” itu tidak satu orang pun nama tokoh
pengemban yang hadir, kecuali Tan Malaka. Dan, semula, surat wasiat itu bukan diberikan
kepada Iwa Kusuma Sumantri (mewakili golongan organisasi-organisasi Muslim), tetapi kepada
dr. Sukiman (pemimpin terkemuka sebelum perang dari partai Islam modernis PII. Selama
pembahasan timbul masalah bahwa Sukiman bermukim di Yogyakarta dan tidak dapat ditemukan
dengan segera. Kemudian, sewaktu pertemuan, entah secara kebetulan atau tudak, muncul Iwa
Kusuma Sumatri, dan Subardo mengusulkan nama Iwa untuk menggantikan Sukiman. Lebih
jelasnya, lihat Ben Anderson Revoloesi Pemoeda, Pendudukan Jepang dan Perlawanan Jawa
1944-1946, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1988, hal. 308-309.
110
maka diputuskan pimpinan perjuangan diteruskan di bawah kepemimpinan: Tan
“Testamen Politik” yang berhasil dikantongi Tan Malaka, dan kemudian dicap
semua banyak di antara saran dan pemikiran Tan Malaka kemudian hari
1945, nama Muhammad Yamin seakan sirna ditelan gelombang revolusi. Dan,
manusia yang hebat. Sulit mencari tandingan sekaliber dengan Yamin, sehingga
111
Lengkapnya tentang sosok dan gambaran Muhammad Yamin, Bakri Serigar
menulis:
“Dia guru besar dalam bidang hukum seperti dinyatakan dalam oleh gelar
kesarjanaannya dengan keahlian hukum pidana, hokum tatanegara,
hukum konstitusi, hokum perdata, hukum adat dan hokum internasional.
Di samping itu dia politikus, budayawan, sastrawan, penyair, ahli bahasa,
sejarawan. Dia berjasa pula untuk Republik ini dengan mendapat
anugerah Bintang Mahaputera dari pemerintah Soekarno, dan dinyatakan
sebagai pahlawan nasional oleh Pemerintahan Soeharto.” 26
pengagum dan pengikut Tan Malaka (demikian juga Muhammad Yamin), dalam
“Dia terkenal sebab dia memang diakui sebagai seorang sejarawan dan
budayawan Indonesia yang jarang dicari tandingannya. Semenjak
mudanya dia suduah terangsang untuk memperdalam dan menyelami
sejarah dan kebudayaan Indonesia. Dalam hal ini saya bisa pastikan
bahwa dia sangat merindukan akan kembalinya kekuasaan dan
kemegahan Mojopahit di kawasan Nusantara pada abad duapuluh ini.
Patih Gadjahmada merupakan sumber inspirasinya selama dia hidup dan
dia sangat dipengaruhi oleh watak Patih Gadjahmana yang keras itu.
Sebagai sejarawan dan budayawan dia menunjukkah kebolehannya yang
ia abadikan di dalam deretan karya kreatif yang sudah diterbitkan.
Lagipula, keahliannya di bidang sejarah dan kebudayaan telah
menempatkan dia lebih jauh maju daripada yang lain, sehingga semua
tunduk dan mengiyakan setiap kali dia mengeluakan kata-kata atau istilah
baru yang diaambil dari perbendaharaan Sansekerta atau Jawa Kno untuk
memberi nama bagi sesuatu penemuan atau kejadian baru. Kata-kata
seperti Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila, Irian Barat dan banyak lagi
adalah sebutan-sebutan yang dia ciptakan untuk mengidentifisir suatu
ide, suatu karya atau suatu nusa yang diterima langsung oleh khalayak
ramai tanpa dibarengi suatu kritik atau perbedaan.”27
26
Bakri Siregar, “Muhammad Yamin Sang Pujangga”, Prisma, No. 3, Maret 1982., hal. 71.
27
Adam Malik, Mengabdi Republik, Jilid II: Angkatan 45, Jakarta: PT Gunung Agung, 1978,
hal. 165.
112
Di antara sekian banyak tokoh terkenal yang berasal dari Minangkabau,
hidupnya atas pemikiran bahwa kebesaran Negara dan bangsa Indonesia kelak
akan ditentukan antara lain dengan percampuran darah dari sekian banyak suku
untuk mengikat hati putri bangsawan Solo untuk dijadikan istri dan teman
hidupnya. Kesadaran itu dia terapkan pula secara konsekwen dengan memilih
seperti seekor kuda: “jika Anda berada dihadapannya mungkin Anda digigit; jika
28
Adam Malik, Mengabdi Republik, hal. 166.
29
Anderson Revoloesi Pemoeda,… hal. 318.
113
C. Tergilas Gelora Revolusi: Peristiwa 3 Juli 1945
menghadapi Belanda. Pada sisi lain perubahan formasi politik ini berdampak
Sekutu maupun Belanda.30 Namun, Soekarno terkendala akibat persepsi awal dan
tuduhan sepihak dari Belanda atas peranannya sebagai “kaki tangan” Jepang. Hal
ini diperkuat lagi dengan anggota kabinet saat itu adalah pejabat Indonesia
mantan pegawai Jepang, yang oleh Ben Anderson, dijuluki dengan Kabinet
Bucho,31 istilah Jepang untuk menyebut pejabat dari jawatan Jepang yang masih
30
Ini misalnya dibuktikan melalui pidatonya pada konferensi pangreh praja se-Jawa dan
Madura di Jakarta pada 2 September 1945. Soekarno antara lain menyatakan, “….politik jang
diambil oleh Repoeblik Indonesia heroes dihadapkan kepada doenia internasional. Sekarang jang
pertama moetlak perloe ialah diplomasi! Tetapi poela, dalam mendjalankan diplomasi jang
mendjadi toelang poenggoeng ialah kekoeatan batin serta materieel dari segenap bangsa. Tidak
ada satoe negara bisa masoek ke dalam gelanggang internasional hanjalah dengan diplomasi
sadja, tetapi dibelakangnja -- bahkan jang mesti mendjadi dasar -- ialah adanja soeatoe tenaga
kekoeatan. Oleh sebab itoe, kita menyoesoen satoe collectieue opgehoopte volkswil, satoe
kemaoean rakjat ....” Soeara Asia, 6 September, 1945, mengutip Ben Anderson, Revolusi
Pemoeda… hal. 134.
31
Anderson, hal. 134-135.
114
Kebijakan politik perundingan yang ditempuh PM Sjahrir mendapat
(PP). Bagi kelompok pemuda revolusioner yang turut berjuang sehingga lahirnya
Republik di pusat dan di daerah, Proklamasi merupakan suatu obat penawar yang
tersebt adalah harga diri dan menolak segala bentuk belas kasihan atau
dalam Perjuangan Kita, Tan Malaka menulis brosur Moeslihat (1945), di mana
menurutnya:
115
Dalam kongres di Surakarta (Solo) dapat dihasilkan beberapa jeputusan
(PP) sebagai koalisi dari semua golongan dan kelompok yang menentang
“Program Minimum” yang harus dijalankan pemerintah. Ada tujuh inti pokok isi
Kabinet Sjahrir. Karena diketahui oleh pemerintah, maka pada tnggal 23 Maret
1946 sejumlah tokoh-tokoh Persatuan Perjuangan, antara lain Tan Malaka, Mr.
33
Anderson, Revoloesi Pemoeda, hal. 320-321.
116
dibalas pula dengan peristiwa penculikan terhadap PM Sjahrir dan Menteri
social, dan ekonomi kepada Dewan Pimpinan Politik; (3) Presiden mengangjat
yang dipimpin oleh Tan Malaka. Akan tetapi Presiden Soekarno menolak
maklumat tersebut, dan pada saat itu juga Mayor Jenderal Sudarsono beserta
rekannya ditangkap.
sangat menarik. Pada tanggal 1 Juli 1946, Yamin mendatangi Rumah Penjara
Wirogunan, Yogyakarta dan berhasil membuka pintu sel-sel tahanan politik dan
34
Ensiklopedia Nasional Indonesia [Jilid 13], Jakarta: PT Cipta Adi Pustaka, 1990, hal. 76-
77. Mengenai Peristiwa 3 Juli 1946 ini lihat juga Ben Anderson, Revolusi Pemoeda: Pendudukan
Jepang dan Perlawaan di Jawa 1944-1946 (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1988), hal. 134.;
117
naskah yang berisi usul agar PM Sjahrir diberhentikan dan digantidengan kabinet
Maklumat No 2
Maklumat No. 3
Maklumat No. 4.
Untuk memenuhi maklumat kami No. 3 tanggal 3 Djuli 1946 maka kami,
Presiden Republik Indonesia, mengangkat bersama ini sepuluh orang
anggota Dewan Pimpinan Politik Saudara2:
35
Reid, hal. 35.
118
1. Buntaran Martoatmodjo 6. Muhammad Yamin
2. Budhiarto Martoatmodjo 7. Subardjo
3. Chairul Saleh 8. Sunarjo
4. Gatot 9. Malaka
5. Iwa Kusumasumantri 10. Wahid Hasyim
Maktumat No. 5:
Untuk memenuhi maklumat kami No. 2 dan 3, tanggal 3 Djuli 1946,
maka kami Presiden Republik maka kami, Presiden Republik Indonesia
119
mengangkat bersama ini anggota2 Kementerian Negara Menteri Dalam
Negera:36
Menteri Luar Negeri : Budhiarto
Menteri Luar Negeri : Subardjo
Menteri Pertahanan : akan disiarkan
Menteri Kehakiman : Supomo
Menteri Kemakmuran : Tan Malaka
Menteri Agama : Wahid Hasyim
Menteri Sosial : Iwa Kusuma Sumantri
Menteri Bangunan Umum : Abikusno Tjokrosujoso
Menteri Keuangan : A.A. Maramis
Menteri Kesehatan : Buntaran Martoatmodjo
Menteri Penerangan dan
Penjiaran : Muhammad Yamin
Menteri Pengadjaran : Ki Hadjar Dewantoro
Meneteri Perhubungan : Ruseno
Menteri Negara :
1. Chairul Saleh 6. Sukiman
2. Faturrachman 7. Sunarjo
3. Gatot 8. Sartono
4. Kartono 9. Samsu H. Udaya
5. Patty 10. Moh. Saleh
yang dipimpin oleh Tan Malaka. Akan tetapi Presiden Soekarno menolak
maklumat tersebut, dan pada saat itu juga Mayor Jenderal Sudarsono beserta
rekannya ditangkap.
120
yang di hadiri para pemimpin kabinet, wakil partai-partai dan organisasi-
organisasi politik yang besar serta Panglima Besar Soedirman pun hadir dalam
sipil dan sejumlah kecil pemimpin militer. Menurut laporan, selain pembersihan
kelompok oposisi yang hadir dalam rapat itu menyetujui pemberhentian Kabinet
partai yang peranannya hanya “sambil lalu” saja dalam peristiwa 3 Juli itu.
121
2. Mr. Subardjo mendapat hukuman 3 tahun penjara.
3. Mr. Iwa Kusumasumantri mendapat hukuman 3 tahun penjara.
4. Mr. Budhiarto mendapat hukuman 2,5 tahun penjara.
5. Mr. Buntaran mendapat hukuman 2 tahun penjara.
6. Mohammad Saleh mendapat hukuroan 2,5 tahun penjara.
dibawa oleh para peninjau sidang. Dalam menyikapi hasil keputusan sidang
bahwa perbuatan tersebut belum terjadi dan masih dalam tingkatan percobaan.
didambakan kaum sosialis dan kelompok pemuda radikal yang berada di bawah
internal Republik.
122
D. Pemikiran Muhammad Yamin Dalam Proses Terbentuknya Negara
IndonesiaMerdeka
nya, serta “untuk menampilkan sikap terhadap tuntutan yang tak bisa
Organisasi ini tidak mengklaim, seperti banyak kaum nasionalis Jawa, bahwa
Jong Java, mereka tidak bisa menganggap remeh adanya perbedaan besar
dalam hal: bahasa, agama, dan adat yang ada di Sumatera. Di antara tokoh
demikian getol mengusung tujuan tersebut dan dengan penuh gairah serta
123
persatuan Sumatera (dan akhirnya juga Indonesia). Walaupun lahir di daerah
mengaku Andalas (Sumatera) sebagai “tanah air”nya, yang ia puja pada tahun
Darahku.38
Melayu, yang menjadi basis bahasa Indonesia. Baginya bahasa ini adalah
menyatakan perasaan kita dalam bahasa sendiri”, dan bahwa “bahasa kita
sendiri makin lama makin kita tinggalkan” lagi bahwa “ada di antara mereka
37
Lihat sajak Tanah Airku dalam A. Teeuw, Pokok dan Tokoh dalam Kesusasteraan Indonesia
Baru (Jakarta, Pembangunan, 1959 (cetakan ke-5), Jilid 1, hlm. 75.
38
Mengingat temanya mengusung tentang “persatuan”, sajak ini diterbitkan ulang pada
pelaksanaan Kongres Pemuda II Oktober 1928. Mengenai ini simak lebih lanjut Deliar Noer,
“Yamin dan Hamka, Dua Jalan Menuju Identitas Indonesia”, dalam Anthony Reid & Davis Marr
(ed.), Dari Raja Ali Haji Hingga Hamka, Indonesia dan Masa Lalunya, Jakarta: Grafiti Pers,
1983, hal. 41.
124
yang tidak lagi prihatin kepada bahasa sendiri.” Dan, Yamin mengingatkan
para anak cucu generasinya atas segala jerih payah nenek-moyang mereka
Pemuda tahun 1928, bahwa bahasa memiliki pengaruh yang penting terhadap
membutuhkan bahasa yang sama, tetapi dengan jumlah “ratusan bahasa” yang
lakon, Ken Arok dan Ken Dedes, yang ditulis pada saat upacara Kongres
39
Deliar Noer, “Yamin dan Hamka, ….hal. 42.
40
Teeuw, hlm. 80.
125
Arok dalam menyatukan dua kerajaan pada abad ketiga belas yaitu Janggala
dan Kediri menjadi satu negara, sehingga terbuka jalan bagi Majapahit yang
jaya. Yamin menegaskan asal-usul Ken Arok sebagai tokoh dari kalangan
bawah. Apakah hal ini dapat dinilai sebagai bukti dari sikapnya yang simpatik
terhadap kaum murba, rakyat jelata, yang kelak di masa revolusi diperlihatkan
dalam hubungannya yang erat dengan Tan Malaka, tidak bisa disebutkan
dengan pasti. Bagi Yamin yang lebih penting adalah kesatuan seluruh
Nusantara yang paling cakap, dan Dipanegara bukan hanya sebagai pahlawan
masa lalu sudah dimulai jauh lebih awal, sebagaimana dapat dilihat dalam
lakonnya tentang Ken Arok dan Ken Dedes. Sebagaimana akan diungkapkan
di bawah, Yamin telah menyebut para pahlawan ini dalam pidatonya tahun
lebih banyak untuk menulis dibanding ketika ia pada tahun tiga puluhan aktif
126
Belanda pada masa Jepang telah menumbuhkan kebutuhan lebih lanjut serta
Kesatuan ini berdasar kepada beberapa faktor, termasuk sejarah, bahasa, dan
kepada kemerdekaan.
pada pembentukan suatu bangsa. Suatu bangsa “lebih seperti roh daripada
tubuh”. Aspek pertama dari roh ini dapat ditelusuri pada masa lalu, sebagai
yang disebut “bangsa” mau hidup bersama dan ingin terus hidup bersama
sebagai satu bangsa. Bagi Indonesia, pendapat Yamin lebih lanjut, masa
127
lampau berciri heroisme, kejayaan, dan kebudayaan tinggi. Tetapi, masa
lampau, juga penuh dengan kepiluan dan pengorbanan yang diakibatkan oleh
pada masa Sriwijaya dan Majapahit. Kesatuan pada periode dua kerajaan
Indonesia, kata Yamin, didasarkan kepada keprabuan (prabu berarti raja atau
bahasa, adat, dan sejarah, melainkan khususnya oleh kehendak rakyat untuk
Oktober 1928 hampir usai. Pembicara sesi terakhir adalah Sunario, tokoh
kemajuan bangsa dan dunia pergerakan. Para pemuda dari berbagai organisasi
masing.
42
Teori Ernest Renan mengenai kebangsaan telah mempengaruhi banyak pemimpin Indonesia
didikan Barat. Lihat, umpamanya, pidato Sukarno mengenai Pancasila dalam M. Yamin, Naskah
Persiapan Undang-Undang Dasar 1945 (Jakarta, Penerbit Siguntang, 1971) Jilid I, hlm. 69.
128
Sejumlah kubu, termasuk Yamin sendiri, telah menginginkan
dari Jong Java, dengan alasan untuk menyamakan “bahasa” dengan “nusa”
dan “bangsa”, yakni Indonesia. Adapun keberatan kubu Yamin, ketika itu,
43
Kupasan panjang lebar tentang ini, lihat Majalah Tempo, Edisi Khusus Hari Kemerdekaan,
Muhammad Yamin (1903-1962), 18-24 Agustus 2014. Kemudian diterbitkan dalam bentuk buku
berjudul Muhammad Yamin - Penggagas Indonesia Yang Dihujat Dan Dipuji, Jakarta: KPG,
2015.
44
Dalam kepanitiaan Kongres Pemuda II ini juga mendapatkan bantan nasehat-nasehat dari
tokoh yang lebih tua, seperti: Sunario, Sartono, Muh. Nazif, Arnold Mononutu. Lihat
buku 45 Tahun Sumpah Pemuda, Jakarta: Yayasan Gedung-Gedung Bersejarah Jakarta,
1974, hal. 61.
129
dalam kongres, khususnya ceramah. Penggunaan Bahasa Melayu sebagai
kongres terus diupayakan, baik tempat, materi, dan tokoh dalam kongres.
luwes),” Soegondo Djojopoepito yang berasal dari Jong Java itu tersenyum
berikut:
130
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang
satoe, tanah Indonesia;
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe,
bangsa Indonesia;
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa
persatoean, bahasa Indonesia.45
muasalnya pada puisi Muhammad Yamin yang berjudul “Tanah Air” yang
(Februari 1921), dan “Tanah Air”, puisi yang lebih panjang dari sebeumnya (9
Bukit Barisan, alam Sumatera, dan Nusantara, membuat Yamin kagum dan
“apa yang akan diwariskan leluhurnya, jika alam Nusantara dikuasai oleh
45
Mengenai hasil Keputusan Kongres Pemuda ini lihat buku 45 Tahun Sumpah Pemuda,
Jakarta: Yayasan Gedung-Gedung Bersejarah Jakarta, 1974, hal. 69.; Keith Foulcher, Sumpah
Pemuda, Makna & Proses Penciptaan Simbol Kebangsaan Indonesia, Jakarta: Komunitas
Bambu, 2008, hal. 7-27. Menurut Foulcher, cikal bakal Sumpah Pemuda terletak pada pertemuan
antara organisasi pemuda lokal berkebudayaan nasional masa sebelum 1930-an dengan yang
radikal. Hal ini kemudian mewujud dalam sebuah kesatuan politis nasional yang berasal dari
Perhipunan Indonesi (PI), organisasi pemuda di Negeri Belanda. Dalam ukuran zamannya, Yamin
aktif mendorong pergerakan pemuda menuju pemuda Indonesia yang ideal. Dan, ia pula yang
menyusun komposisi dariresolusi yang dihasilkan kongres, yang beberapa tahun berikutnya
peristiwa itu dipandang sebagai langkah pembuka bagi sebuah peristiwa yang lebih bermakna,
yaitu terbentuknya Indonesia Muda pada tahun 1930-an
46
Maman S. Mahayana , Hal, 49.
131
asing (Belanda)? Dari kesadaran itulah pemikiran Yamin bergerak (ber-
(sastrawan) pertama yang menulis dalam bahasa Melayu, cikal bakal Bahasa
Indonesia. Puisi pertamanya berjudul “Tanah Air”, ditulis pada tahun 1920,
saat Yamin masih berusia 17 tahun. Munculnya puisi Yamin berbentuk sonata
Teeuw, karena pada saat itulah awal mula karya-kara sastra yang
Indonesia.48
Tanah Air
132
Memandang ke pantai, teluk permai;
Tampaklah air, air segala
Itulah laut, samudera hindia
Tampaklah ombak, gelombang berbagai
Memecah ke pasir, lalu berderai
Ia memekik, berandai-andai
“Wahai Andalas, Pulau Sumatera, harumkan nama Selatan Sumatera”
(Jong Sumatera Th III. No. 4, 1920)
Dengan demikian, tentunya, meratapi tanah air serta nasib yang malang
Kongres Pemuda I tahun 1926 dia bicara tentang Bahasa Persatuan, yang
49
Bakri Siregar, “Muhamad Yamin, Sang Pujangga”, Prisma, No. 3, Maret 1982, hal. 74.
133
Pemikiran Yamin tentang dasar dan bentuk negara Indonesia merdeka
akan didirikan adalah suatu negara kebangsaan Indonesia atau suatu nationale
staat atau suatu etat national yang sesuai dengan peradaban Indonesia dengan
nasionalisme atau dalam dasar kebangsaan yang mengikat kita seturunan dan
negara Indonesia pertama dibentuk dan dijunjung oleh rakyat keturunan yang
disusun alas faham keperabuan, dan bersandar kepada paduan agama Syiwa
yang segera akan datang adalah pula negara kebangsaan dan berke-Tuhanan.
tidak dengan meminjam atau meniru negeri lain, dan bukan pula suatu salinan
134
tengah-tengah rakyat dan tumpah-darah yang menjadi ruangan hidup kita
rakyat Indonesia sekarang. Mendirikan suatu negara baru yang kuat dan
dapat bertahan dengan abadi dalam waktu damai dan perang, tentunya negara
berkedauatan.
berikut:
pikiran.
demokrasi Barat.
135
Chila’ah, kekuasaan kerakyatan atas golongan yang berilmu dan
50
Muhammad Yamin, Naskah Persiapan…..hal, 162.
136
Majelis dan Balai Perwakilan Rakyat.51
rohani dari para anggota BPUPKI berhasil dan memberi akibat yang
kerajaan, dan malah ada juga berpendapat Negara yang tidak berbentuk.
yakni:
Pertama, kalau negara kita tidak berbentuk, maka buat kita sendiri akan
bersifat sesuatu negara jang diperintah oleh Pemerintah jang sementara.
Ini barangkali tidak diingini oleh rakjat. Rakjat pasti mau bernegara
jang ada bentuknja dan tiap-tiap langkah jang akan mengadakan negara
jang tidak berbentuk, dianggap oleh rakjat melambatkan. datangnja
Indonesia Merdeka jang sempurna.
Kedua, kalau negara kita tidak berbentuk, maka ada satu pihak jang
tidak puas, jaitu rakjat Indonesia sendiri; oleh sebab itu saja
berkejakinan, bahwa mengingat pembagian kekuasaan dalam negara
jang akan datang itu, perlulah rakjat menjetudjui sepenuhnja bentuknja,
jalah bentuk jang djelas.
Ketiga, djikalau sekiranja negara kita dibentuk dengan pelantikan di
tengah-tengah rakjat dan di tengah perdjuangan internasional sekarang
ini, maka njatalah, bahwa negara jang tidak berbentuk tentu akan
mempunjai status jang tidak terang, jang tidak memuaskan. Dan kita
mengerti, bahwa kemauan kita adalah merebut status internasional jang
sepenuhnja dan status internasional tidak tertjapai dengan negara jang
tidak berbentuk.
51
Muhammad Yamin, Naskah Persiapan…..hal, 165.
137
Keempat, siapa atau golongan apapun jang hendak mendirikan negara
jang tidak berbentuk, akan mendjalankan struisvogelpolitik, artinja
menunda penjelesaian segala kesulitan di dalam negara jang akan
dibangunkan, sedangkan hal itu dapat diputuskan pada hari ini djuga.52
rakjat, yakni:
kita dan keturunan yang tertentu tidak pula memberi jaminan akan melahirkan
kepada negara pirnpinan yang kuat dan sempurna untuk berkuasa sebagai
Kepala Negara, padahal kita bermaksud mendirikan negara jang makmur dan
abadi.
baru atau yang dipilih dari pada dynastic-dynastic yang ada di tanah kita ini.
Pemandangan itu hanya berarti pemandangan teori sadja, oleh karena dalam
keadaan yang hebat seperti sekarang ini, mentjari dynastie baru adalah suatu
itu bertentangan pula dengan kemauan rakyat umumnya, yang tidak mau
52
Muhammad Yamin, Naskah Persiapan…..hal, 169.
138
Ketiga, berhubungan dengan pembagian kekuasaan dalam negara
dengan jalan konstitusi, tetapi bentuk monarchie itu sendiri tidak diingini oleh
rakjat, oleh karena mengenai kekuasaan rakjat yang akan kita atur. Kekuasaan
rakyat tidak dapatlah diatur didalam suatu monarchic, melainkan hanja dapat
Keempat, saja jakin -- seperti saja utjapkan dalam pidato saja dalain
Indonesia jang berdjalan dalam waktu selama 350 tahun yang lampau sudah
berakhir sama sekali. Kenangan kepada monarchie memang ada, tetapi bangsa
Indonesia pada waktu ini tidak dapat dihubungkan dengan tradisi monarchie
dahulu, sehingga dengan sendirinya kita dalam membentuk negara ini, perlu
tidak pernah terdengar suara untuk membentuk negara jang tidak berbentuk,
kemerdekaan, tidak lain dan tidak bukan terbayang dalam suatu republik.
139
Menurut Saldi Isra,53 salah satu tema sentral dan menjadi perdebatan
kehendak rakyat dan bukan kehendak monarki. Karena itu, menurut Yamin,
berbentuk republik.
Yamin juga menghendaki Republik berada dalam bingkai negara kesatuan dan
secara tegas menolak pola hubungan pemerintah pusat dan daerah berbentuk
53
Saldi Isra, “Gagasan Bernegara Yamin,” Majalah Tempo Edisi Khusus Hari Kemerdekaan,
Muhammad Yamin 1903-1962., 18-24 Agustus 2014.
140
sudah menjadi ide dasar mewujudkan persatuan Indonesia selama hampir 40
negara dan bentuk negara, persoatan menentukan batas negara atau wilayah
melainkan terpecah tiga. Akibatnya, dari pihak Jepang sendiri tidak ada
ketentuan yang jelas, wilayah-wilayah mana saja yang akan masuk negara
bahwa daerah negara berkaitan erat dengan tanah tumpah darah bangsa
54
Muhammad Yamin, Naskah Persiapan…..hal, 169.
141
a. Daerah bekas jajahan Hindia Belanda yang terbagi atas Pulau
Sumatera, sebagian
b. Borneo, Jawa, Celebes, Sunda Kecil, dan Maluku bersama-sama
dengan pulau-pulau di sekelilingnya, dengan dikurangi daerah
peperangan di bawah ini.
c. Daerah peperangan istimewa, yaitu Tarakan, Morotai, Papua, dan
Halmahera.
d. Daerah Timor-Portugis dan Borneo Utara.
e. Semenanjung Malaya (Malaka) dengan pulau-wilau sekelilingnya,
setain dari daerah yang empat.
f. Daerah Malaya yang empat: Terengganu, Kelantan, Kedah, dan Perlis.
bekas Hindia Belanda. Akan tetapi, pada saat itu wilayah tersebut berada di
keyakinan bahwa daerah itu akan kembali dikuasai oleh bala tentara Jepang
Demikian pula dengan daerah-daerah III dan IV, menurut Yamin, pada
142
wilayah Semenanjung Malaya yang merupakan batang leher kepulauan
Indonesia daerah yang delapan (I). Menceraikan Malaya dari Indonesia berarti
secara resmi dimulai tanggal 10 Juni 1945. Umumnya peserta sidang sepakat
bekas Hindia Belanda itu tidak lagi di bawah bala tentara Jepang, melainkan
di bawah kekuasaan Amerika Serikat. Hal ini, antara lain, dipertanyakan oleh
143
Indonesia itu ditentukan berdasarkan daerah yang sudah dapat dihubungi dan
dimerdekakan saja.
tidaknya dihubungi dan tidak pula menunggununggu tenaga bala tentara Dai
harus pula dapat memagari, menjaga halaman rumahnya, yang sudah barang
minta lebih untuk wilayah Indonesia, yaitu daerah yang dahulu dijajah oleh
lingkungan Asia Timur Raya. Akan tetapi, ia tidak akan menolak seandainya
selesainya perang. Hal itu pernah dicontohkan oteh Nabi Besar Muhammad
144
Malaya, Borneo Utara, Papua, serta Timor-Portugis dan pulau-putau di
sekelilingnya.
Seminar sejarah yang pertama ini boleh dikatakan sebagai upaya menggagas
yang terdiri atas ilmuwan, cendekiawan, pendidik, bahkan juga politisi dari
berbagai partai politik, di samping para guru dan dosen sejarah dan ahli
peristiwa dan tokoh sejarah—“jelek” kata Belanda, “bagus” kata kita atau
145
sebaliknya. Hubungan dengan tokoh Muhammad Yamin, lebih lanjut Taufik
Abdullah mengemukakan:
mati tanpa suatu akibat, melainkan adalah semata-mata hanya dapat diperas
dari pikiran-pikiran ahli pemikir, yang benar jalan pikirannya dan jujur
kebangsaan. Oleh sebab itu maka filsafah sejarah sebagai filsafah jang
terakhir.
Giovanni Battista Vico, Kant, Hegel, Karl Marx, Karl Jaspers, Durant, dan
juga Arnold Toynbee. Dari hasil peramuan itu maka terbentuklah filsafah-
sejarah nasional yang mempunyai empat tiang atau empat sila yang
55
Taufik Abdullah, “Historiografi Indonesia dalam Perspektif Sejarah” Ceramah yang
disampaikan di Teater Salihara, Selasa, 26 Januari 2016; kemudian dimuat dalam jurnal Kalam,
No. 28/2016, hal. 1-28. Dengan judul “Historiografi Indonesia dalam Denyut Sejarah Bangsa”
146
mendukung filsafahsejarah nasional itu. Adapun sila yang empat itu ialah
berikut ini. (1) Kebenaran. (2) Sejarah Indonesia. (3) Tafsiran synthese. (4)
Nasionalisme Indonesia, sila demi sila akan dijelaskan lebih lanjut sebagai
berikut ini.
Menurut Ymin, tujuan akhir yang menjadi tugas bagi tiap-tiap ilmu
Pemilik utama dan yang hakiki ialah hanya Tuhan Yang Maha Esa, namun
mencari kebenaran ialah tugas ahli pemikir filsafah apapun jua. Jadi filsafah-
waktu kian dekat dirasakan oleh pemikir yang sedang menjalankan usaha
sejarah Indonesia. Dalam hal ini maka sejarah ialah ilmupengetahuan yang
147
filsafah itu menjadi filsafah khusus, sedangkan cara menafsirkan dan
hubungan kejadian itu adalah dalam taraf yang umum dan universeel.
(sekarang di masa datang). Ilmu sejarah mendapat warna atau corak oleh
kejadian menjadi faktor yang menentukan sejarah manakah atau sejarah corak
diplomasi, yang satu per satu ialah sejenis yang dihasilkan oleh cara
enam buah cara tafsiran sejarah, yakni: (i) tafsiran theologis, (ii) tafsiran
ekonomis, (iii) tafsiran geografis, (iv) tafsiran rasial, (v) tafsiran rohani, dan
148
Dalam tafsiran theologis; golongan pengarang sejarah melaksanakan
tidaklah benar pendirian mereka bahwa: “sejarah itu ialah Kemauan Tuhan”,
dapat diberi bertarikh, seperti kapal nabi Nuh, kisah nabi Adam dan Sitti
dan lain-lain.
Italia seperti Giovanni Battista Vico, yang dianggap oleh dunia kerajaan
dengan terpisah satu dari yang lain kepada masyarakat pada zaman yang
lampau, maka kita mendapat sejarah menurut irisan panjang. Sejarah yang
149
sejarah dalam keseluruhannya. Tafsiran yang dilakukan sebenarnya ialah
masyarakat. Oleh sebab itu kita harus mendapat lukisan sejarah menurut irisan
bujur.
sebagai contoh, apabila kita ambil misalnya sejarah Indonesia. Hasil tafsiran
dapatlah kita pengertian yang sempurna tentang segala peristiwa sejarah yang
sudah berlaku. Kita tidak mendapat beberapa benang yang kusut lagi,
jauh lebih berat daripada tafsiran yang terpisahpisah, tetapi tafsiran itu
150
itu dalam suatu hal, misalnya sejarah Indonesia, menurut pemandangan
yang sebaik-baiknya.
historiografi yang sedemikian memang jauh lebih sulit dari penulis'an sejarah
yang berdasarkan suatu macam tafsiran saja. Uraian dan penyelidikan tentang
yang harus dilakukan untuk mendapat historiografi Indonesia yang baik dan
synthetis bagi seluruh kehidupan bangsa Indonesia kini dan nanti belum
dirumuskan. Bahan-bahan untuk itu memang sudah sedia, dan dapat dipakai oleh
segala tenaga yang hendak berusaha ke jurusan itu. Tafsiran synthetis juga dapat
dipakai bagi meninjau sejarah Indonesia dalam suatu babakan, zaman atau
waktu.
151
Nasionalisme Indonesia memberi tiga corak kepada filsafah sejarah seperti
yang diuraikan di atas. Pertama: yang menjadi objek tafsiran ialah sejarah
yang menjadi syarat mutlak bagi segala ilmu pengetahuan yang dikembangkan
oleh hikmah manusia bebas. Corak kedua: cara menafsirkan kejadian sejarah
adalah sesuai dengan jalan pikiran masyarakat atau bangsa Indonesia yang telah
bebas-merdeka, dan yang tidak terikat oleh rasa-rendah atau berpeman dangan
sempit di dalam ruangan pikiran yang terbatas. Corak ketiga: uraian dengan lisan
yaitu memenuhi syarat susila pada karangan penulisan sejarah dan memenuhi
syarat ilmu jiwa dan pendidikan pada si pembaca dan si pendengar, supaya rasa
ilmu pengetahuan untuk kehidupan bangsa yang ingin berohani besar dan luas.
Filsafah bukan barang yang tidak berguna, melainkan mengandung nilai untuk
152
dilaksanakan sebagai kelahiran dari tinjauan hidup itu dalarn pembentukan
hendaklah tahu diri dan jangan melanggar dasar kesusilaan, bahwa penulis
sejarah Indonesia hendaklah mencakup syarat percaya kepada atau jangan pernah
153