PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
hal-hal penting lainnya yang terkait dengan masalah tata pemerintahan guna mendirikan
suatu negara Indonesia merdeka.
Gambar 2.1 Persidangan resmi BPUPKI yang pertama pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945
3
Pada tanggal 28 Mei 1945, diadakan upacara pelantikan dan sekaligus seremonial
pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama di gedung "Chuo Sangi In", yang
pada zaman kolonial Belanda gedung tersebut merupakan gedung Volksraad (dari bahasa
Belanda, semacam lembaga "Dewan Perwakilan Rakyat Hindia-Belanda" di masa
penjajahan Belanda), dan kini gedung itu dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila yang
berlokasi di Jalan Pejambon 6 – Jakarta. Namun masa persidangan resminya sendiri (masa
persidangan BPUPKI yang pertama) diadakan selama empat hari dan baru dimulai pada
keesokan harinya, yakni pada tanggal 29 Mei 1945 dan berlangsung sampai dengan
tanggal 1 Juni 1945, dengan tujuan untuk membahas bentuk negara Indonesia, filsafat
negara "Indonesia Merdeka" serta merumuskan dasar negara Indonesia.
Upacara pelantikan dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang
pertama ini dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI dan juga dua orang pembesar militer
jepang, yaitu: Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang menguasai Jawa
serta Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal Yuichiro Nagano. Namun untuk
selanjutnya pada masa persidangan resminya itu sendiri, yang berlangsung selama empat
hari, hanya dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI.
Sebelumnya agenda sidang diawali dengan membahas pandangan mengenai bentuk
negara Indonesia, yakni disepakati berbentuk "Negara Kesatuan Republik Indonesia"
("NKRI"), kemudian agenda sidang dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Untuk hal ini, BPUPKI harus merumuskan dasar negara
Republik Indonesia terlebih dahulu yang akan menjiwai isi dari Undang-Undang Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri, sebab Undang-Undang Dasar adalah
merupakan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Guna mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar
tepat, maka agenda acara dalam masa persidangan BPUPKI yang pertama ini adalah
mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yang
mengajukan pendapatnya tentang dasar negara Republik Indonesia, dan satu tokoh yang
memaparkan teori berdirinya suatu negara.
A. Sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato
mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima asas dasar negara Republik
Indonesia yang diberi judul “Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik
Indonesia”, yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
4
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
B. Sidang tanggal 30 Mei 1945, Drs. Moh. Hatta berpendapat bahwa sebaiknya jangan
mendirikan sebuah negara hanya dengan satu agama. Beliau juga memaparkan teori
berdirinya suatu negara yaitu:
Teori Individualistik yaitu negara didirikan oleh individu-individu dengan tujuan
untuk kesejahteraan individu-individu yang bersangkutan. Dalam memimpin
pemerintahan mereka menunjuk orang perorangan dengan mengadakan kontrak
politik dan sosial dengan individu-individu itu dan apabila dilanggar perjanjiannya
maka orang yang telah ditunjuk tersebut harus diganti.
Teori Golongan (Class Teori) yaitu negara didirikan oleh golongan yang
ekonominya kuat yang bertujuan untuk menumpas golongan ekonomi yang lemah.
Menurut teori ini negara dan pemerintahan tidak akan stabil karena golongan yang
ditindas pasti akan menyusun kekuatan untuk menurunkan dan mengalahkan
golongan yang berkuasa.
Teori Integralistik yaitu negara didirikan oleh semua lapisan masyarakat dengan
tujuan untuk mencapai kesejahteraan bersama. Menurut Drs. Moch. Hatta teori
inilah yang paling tepat bagi bangsa Indonesia.
C. Sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo berpidato mengemukakan
gagasan mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang dia
namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu:
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Mufakat dan Demokrasi
4. Musyawarah
5. Keadilan Sosial
Beliau juga menjelaskan tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan
dasar negara Indonesia merdeka. Beliau berpendapat bahwa negara yang akan
dibentuk hendaklah negara integralistik yang berdasarkan pada hal-hal di atas.
Kemudian seorang anggota BPUPKI bernama Ki Bagoes Hadikoesoemo,
mengusulkan bahwa dasar Negara hendaklah “Islam”, alasan ini diungkapkan karena
90% rakyat Indonesia Merdeka menganut agama Islam dan apabila Islam tidak
menjadi dasar Negara dikuatirkan umat Islam di Indonesia nanti bersikap pasif atau
5
dingin tidak bersemangat terhadap rencana kemerdekaan Indonesia. Usulan tersebut
didukung oleh Abdoel Kahar Moezakkir, seorang abiturient mahasiswa Universitas Al
Azhar di Kairo dan Komisaris partai Islam, dan hal itu diungkapkan dengan semangat
yang berapi-api. Saran dari mereka ditanggapi oleh Mr. Johannes Latuharhary,
seorang tokoh Golongan Nasionalis Sekuler dari Maluku yang kemudian menjadi
Gubernur Pertama di Maluku, tanggapannya hanya singkat namun tegas. Dia
mengatakan bila BPUPK nanti menetapkan bahwa dasar Indonesia Merdeka adalah
“Islam”, dia akan mengundurkan diri dari sidang dan selanjutnya tidak ikut
bertanggung jawab. Tanggapan itu membuat suasana sidang menjadi tegang.
D. Sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato mengemukakan gagasan mengenai
rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang dia namakan "Pancasila",
yaitu:
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan Yang Maha Esa
Gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang
dikemukakan oleh Ir. Soekarno tersebut kemudian dikenal dengan istilah "Pancasila".
Pada mulanya, Soekarno mengusulkan Pancadharma , namun nama tersebut dianggap
tidak tepat karna kata ‘Dharma’ berarti kewajiban, sementara yang dimaksudkan
adalah dasar. Soekarno kemudian meminta saran Muh. Yamin yang merupakan
seorang ahli bahasa, dan selanjutnya gagasan tersebut dinamakan Pancasila, kata ‘Sila’
berarti azas atau dasar. Dan masih menurut dia (bilamana diperlukan) gagasan
mengenai rumusan Pancasila ini dapat diperas menjadi "Trisila" (Tiga Sila), yaitu:
1. Sosionasionalisme, yaitu Nasionalisme dan Internasionalisme
2. Sosiodemokrasi, yaitu Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat
3. Ketuhanan Yang Maha Esa
Bahkan masih menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila tersebut bila hendak diperas
kembali dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu Sila), yaitu merupakan sila: “Gotong-
Royong”, ini adalah merupakan upaya dari Soekarno dalam menjelaskan bahwa
konsep gagasan mengenai rumusan dasar negara Republik Indonesia yang
dibawakannya tersebut adalah berada dalam kerangka "satu-kesatuan", yang tak
terpisahkan satu dengan lainnya. Soekarno dalam pidatonya juga menyampaikan
6
bahwa: ‘Kita hendak mendirikan suatu Negara ‘semua buat semua’, bukan buat satu
orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang
kaya-miskin, tetapi ‘semua buat semua’ ”. Masa persidangan BPUPKI yang pertama
ini dikenang dengan sebutan “Detik-Detik Lahirnya Pancasila” dan tanggal 1 Juni
ditetapkan sekaligus diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.
Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang
pertama, setelah itu BPUPKI mengalami masa reses persidangan (periode jeda atau
istirahat) selama satu bulan lebih.
7
Sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama, masih belum
ditemukan titik temu kesepakatan dalam perumusan dasar negara Republik Indonesia yang
benar-benar tepat, sehingga dibentuklah "Panitia Sembilan" tersebut di atas guna
menggodok berbagai masukan dari konsep-konsep sebelumnya yang telah dikemukakan
oleh para anggota BPUPKI itu dan juga usulan-usulan dari anggota BPUPKI yang lainnya
mengenai rumusan dasar negara Indonesia. Adapun susunan keanggotaan dari "Panitia
Sembilan" ini adalah sebagai berikut :
1. Ir. Soekarno (ketua)
2. Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua)
3. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota)
4. Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. (anggota)
5. Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (anggota)
6. Abdoel Kahar Moezakir (anggota)
7. Raden Abikusno Tjokrosoejoso (anggota)
8. Haji Agus Salim (anggota)
9. Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
Sesudah melakukan perundingan yang cukup sulit antara 4 orang dari kaum
kebangsaan (pihak "Nasionalis") dan 4 orang dari kaum keagamaan (pihak "Islam") yang
terjadi di rumah Soekarno yang beralamat di Jalan Pegangsaan Timur no. 56 Jakarta, maka
pada tanggal 22 Juni 1945 "Panitia Sembilan" kembali bertemu dan menghasilkan rumusan
dasar negara Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai "Piagam Jakarta" atau
"Jakarta Charter", yang pada waktu itu disebut-sebut juga sebagai sebuah "Gentlement
Agreement". Setelah itu sebagai ketua "Panitia Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan hasil
kerja panitia kecil yang dipimpinnya kepada anggota BPUPKI berupa dokumen rancangan
asas dan tujuan "Indonesia Merdeka" yang disebut dengan "Piagam Jakarta" itu. Dalam
detik-detik yang menentukan menjelang pengesahan Piagam Jakarta, Ir. Soekarno selaku
Ketua Panitia Sembilan dengan gigih meyakinkan seluruh anggota sidang BPUPKI untuk
menerima rumusan Piagam Jakarta sebagai Gentlement Agreement bangsa Indonesia.
Naskah “Piagam Jakarta” yang ditulis dengan menggunakan ejaan Republik ditandatangani
oleh seluruh anggota “Panitia Sembilan”. Menurut dokumen tersebut, dasar negara
Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
8
3. Persatuan Indonesia,
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan,
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rancangan itu diterima untuk selanjutnya dimatangkan dalam masa persidangan
BPUPKI yang kedua, yang diselenggarakan mulai tanggal 10 Juli 1945.
Di antara dua masa persidangan resmi BPUPKI itu, berlangsung pula persidangan
tak resmi yang dihadiri 38 orang anggota BPUPKI yang diadakan di kantor besar Jawa
Hokokai. Persidangan tak resmi ini dipimpin sendiri oleh Bung Karno yang membahas
mengenai rancangan "Pembukaan (bahasa Belanda: "Preambule") Undang-Undang Dasar
1945", yang kemudian dilanjutkan pembahasannya pada masa persidangan BPUPKI yang
kedua (10 Juli-17 Juli 1945).
Gambar 2.2 Persidangan resmi BPUPKI yang kedua pada tanggal 10 Juli-17 Juli 1945
Masa persidangan BPUPKI yang kedua berlangsung sejak tanggal 10 Juli 1945
hingga tanggal 17 Juli 1945. Agenda sidang BPUPKI kali ini membahas tentang wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-
Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidikan dan
pengajaran. Pada persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota BPUPKI dibagi-bagi
dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia kecil yang terbentuk itu antara lain adalah:
1. Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno)
2. Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso)
9
3. Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta).
Pada tanggal 10 Juli 45 ini merumuskan wilayah negara Indonesia apabila sudah
merdeka nanti, dan terdapat tiga usulan mengenai wilayah negara yaitu :
1. Bekas jajahan Hindia Belanda (Sabang - Merauke).
2. Bekas jajahan Hindia Belanda + Kalimantan Utara + Irian Timur + Timur
Portugis.
3. Bekas jajahan Hindia Belanda + Semenanjung Melayu + Irian.
Dari ketiga usulan itu, diambil usulkan yang pertama, yakni wilayah bekas jajahan
Hindia Belanda dari Sabang sampai Merauke. Karena kondisi Indonesia saat itu yang
sedang dijajah Jepang, apalagi dengan adanya pihak Sekutu yang mulai datang ke
Indonesia, sehingga Indonesia tidak memungkinkan untuk menguasai daerah lain selain
wilayah dari Sabang sampai Merauke.
Pada tanggal 11 Juli 1945, diadakan sidang panitia Perancang Undang-Undang
Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno, yang membahas dan membentukan lagi panitia
kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang
Dasar, yang beranggotakan 7 orang yaitu sebagai berikut :
1. Prof. Mr. Dr. Soepomo (ketua panitia kecil)
2. Mr. KRMT Wongsonegoro (anggota)
3. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota)
4. Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
5. Mr. Raden Panji Singgih (anggota)
6. Haji Agus Salim (anggota)
7. Dr. Soekiman Wirjosandjojo (anggota)
Kemudian muncul perdebatan lagi di kalangan anggota BPUPKI mengenai bentuk
negara Indonesia kelak apabila Indonesia merdeka. Terdapat tiga bentuk negara yang
diusulkan, yaitu :
1. Kerajaan
2. Kesultanan
3. Republik
Dari ketiga usulan itu, anggota BPUPKI mengambil kesepakatan bahwa bentuk
negara Indonesia kelak setelah merdeka adalah Negara Republik.
Pada tanggal 13 Juli 1945, dalam sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar
yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang
tugasnya adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7
10
orang tersebut. Hasil kerjanya panitia tersebut kemudian disempurnakan lagi kaidah
kebahasaannya oleh Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri atas Husein Jayadiningrat, H.
Agus Salim, dan Mr. Supomo.
Pada tanggal 14 Juli 1945, sidang pleno BPUPKI menerima laporan panitia
Perancang Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir.
Soekarno. Dalam laporan tersebut membahas mengenai rancangan Undang-Undang Dasar
yang di dalamnya tercantum tiga masalah pokok yaitu :
1. Pernyataan tentang Indonesia Merdeka
2. Pembukaan Undang-Undang Dasar
3. Batang tubuh Undang-Undang Dasar yang kemudian dinamakan sebagai "Undang-
Undang Dasar 1945", yang isinya meliputi :
Wilayah negara Indonesia adalah sama dengan bekas wilayah Hindia-Belanda
dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (sekarang adalah wilayah Sabah
dan wilayah Serawak di negara Malaysia, serta wilayah negara Brunei
Darussalam), Papua, Timor-Portugis (sekarang adalah wilayah negara Timor
Leste), dan pulau-pulau di sekitarnya,
Bentuk negara Indonesia adalah Negara Kesatuan,
Bentuk pemerintahan Indonesia adalah Republik,
Bendera nasional Indonesia adalah Sang Saka Merah Putih,
Bahasa nasional Indonesia adalah Bahasa Indonesia.
11
Kemerdekaan Indonesia" (PPKI) atau yang dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai
dengan Ir. Soekarno sebagai ketuanya.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
BPUPKI dibentuk oleh Jepang untuk mempersiapkan hal-hal penting lainnya yang
terkait dengan masalah tata pemerintahan guna mendirikan suatu negara Indonesia
merdeka.
Ada 3 tokoh yang mengemukakan tentang dasar negara, salah satunya ialah Ir.
Soekarno yang mengemukakan tentang Pancasila.
Piagam Jakarta dibentuk oleh Panitia 9 pada tanggal 22 Juni 1945.
BPUPKI dibubarkan karena dianggap telah dapat menyelesaikan tugasnya dengan
baik, yaitu menyusun rancangan Undang-Undang Dasar bagi negara Indonesia
Merdeka.
3.2 Saran
Dasar negara telah dibentuk oleh BPUPKI dengan melewati berbagai persidangan
dan berbagai perdebatan dari berbagai tokoh. Dari sini kita bisa mengambil nilai bahwa
sebagai generasi muda kita tidak sepatutnya meremehkan apa yang telah mati-matian
diperjuangkan dan dibentuk oleh tokoh-tokoh Indonesia yang terdahulu.
13