Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PEMBENTUKAN BPUPKI

KELOMPOK 1

NAMA-NAMA:

Gracia Putri Dewanto

Jilkyla Angelika Amri

Egidius Glory

Rocky Revaldo

Allesandro Ferdinand Jong

Alvaro Neevick Cleo


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam perjuangan mencapai kemerdekaan, bangsa Indonesia menempuh melalui bidang. Yaitu
bidang budaya, sosial, ekonomi, dan politik. Di antara bidang-bidang tersebut, bidang politik yang
paling menonjol. Karena penjajahan Belanda menggunakan politik dalam segala bidang. Hal ini terjadi
pada awal abad ke-20 dimana pada waktu itu bangsa Indonesia telah mengubah cara perjuangannya,
tidak lagi bersifat lokal, melainkan bersifat nasional.
Dalam perjuangan yang bersifat nasional itu, peranan organisasi sangat menentukan. Organisasi
pergerakan nasional pertama telah dirintis oleh Budi Utomo, namun Budi Utomo pada awalnya
menempuh perjuangan melalui bidang sosial-budaya. Organisasi Budi Utomo tersebut telah modern,
karena telah tersusun secara baik dan jelas arah tujuannya yang dituangkan ke dalam anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga dan disusul dengan organisasi lain.
Sejak tahun 1941 Jepang mengobarkan perang Asia Timur Raya. Perang ini ditandai dengan
pengeboman pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour (Hawaii) pada 7 Desember
1941 oleh Angkatan Perang Jepang. Pada awalnya pasukan Jepang banyak mendapatkan kemenangan
dalam pertempuran-pertempuran selanjutnya. Namun, di tahun 1942 perang Jepang mulai terdesak.
Untuk mendapatkan dukungan dari negara-negara jajahan Jepang, pemerintah Jepang kemudian
menjanjikan akan memberikan kemerdekaan kepada negara-negara jajahannya.
Ternyata situasi pasukan Jepang semakin memburuk pada bulan Juli – Agustus 1944. Hal itu
menyebabkan jatuhnya Kabinet Tojo. Sebagai gantinya kemudian diangkat Jenderal Kuniaki Koiso
sebagai Perdana Menteri yang memimpin Kabinet Baru (Kabinet Koiso). Salah satu langkah kebijakan
yang diambil oleh Koiso di daerah-daerah pendudukan adalah mengeluarkan pernyataan tentang “janji
kemerdekaan di kemudian hari”. Pada tanggal 7 September 1944Perdana Menteri Jepang Kuniaki Koiso
dalam Sidang Parlemen Jepang (Teikoku Gikei) ke-85 di Tokyo mengumumkan bahwa, daerah Hindia
Timur (Indonesia) diperkenankan merdeka kelak di kemudian hari. Janji ini kemudian direalisasi Jepang
dengan membentuk badan-badan untuk mempelajari, mempersiapkan, dan melengkapi Indonesia yang
akan menjadi negara merdeka.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana reaksi rakyat Indonesia terhadap kebijakan Jepang tersebut?
2. Bagaimana hasil sidang BPUPKI dan PPKI yang menjadi persiapan bangsa Indonesia kea rah
kemerdekaan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahu bagaimana reaksi rakyat Indonesia terhadap kebijakan Jepang.
2. Untuk mengetahui hasil sidang BPUPKI dan PPKI.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Proses Berakhirnya Kekuasaan Jepang di Indonesia


Pada tanggal 7 September 1944 di dalam sidang istimewa Teikoku Gikai (Parlemen Jepang) ke-
85 di Tokyo, Perdana Menteri Koiso (pengganti Perdana Menteri Tojo) mengumumkan tentang
pendirian pemerintah Kemaharajaan Jepang, bahwa daerah Hindia Timur (Indonesia) diperkenankan
merdeka kelak di kemudian hari. Apa yang sebenarnya menyebabkan dikeluarkannya pernyataan
tersebut adalah karena semakin terjepitnya angkatan perang Jepang. Dalam bulan Juli 1944, kepulauan
Saipan yang letaknya strategis, jatuh ketangan Amerika yang menimbulkan kegoncangan dalam
masyarakat Jepang.
Situasi Jepang semakin buruk didalam bulan Agustus 1944. Terbukti bahwa moral masyarakat mulai
mundur, produksi perang merosot, yang mengakibatkan kurangnya persediaan senjata dan amunisi,
ditambah dengan timbulnya soal-soal logistik karena hilangnya sejumlah besar kapal-angkut dan kapal
perang.
Faktor-faktor yang tidak menguntungkan tersebut menyebabkan jatuhnya kabinet P.M.Tojo pada
tanggal 17 Juli 1944 dan diangkatnya Jenderal Kuniaki Koiso sebagai penggantinya. Salah satu langkah
yang diambilnya guna mempertahankan pengaruh Jepang diantara penduduk negeri-negeri yang
didudukinya ialah dengan cara mengeluarkan pernyataan “Janji Kemerdekaan Indonesia di kemudian
hari”. Dengan cara demikian Jepang mengharapkan bahwa Serikat akan disambut oleh penduduk, tidak
sebagai pembebas rakyat, melainkan sebagai penyerbu ke negara merdeka.

B. BPUPKI
1. Terbentuknya BPUPKI
Dalam tahun 1944 dengan jatuhnya Saipan dan dipukul mundurnya angkatan perang Jepang dari
Irian Timur, Kepulauan Solomon dan Marshall oleh angkatan perang Serikat, maka seluruh garis
pertahanan di Pasifik terancam dan berarti kekalahan Jepang telah terbayang. Kemudian Jepang
menghadapi serangan Serikat atas kota-kota Ambon, Makassar, Manado dan Surabaya; bahkan tentara
Serikat telah pula mendarat di pelabuhan kota minyak seperti Balikpapan. Menghadapi situasi yang
kritis itu, pemerintah militer Jepang di Jawa dibawah pimpinan Saiko Syikikan Kumakici Harada pada
tanggal 1945, telah mengumumkan pembentukan suatu Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha-oesaha
Persiapan Kemerdekaan disingkat menjadi Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Junbi
Cosakai). Tindakan itu merupakan langkah kongkrit pertama bagi terpenuhinya janji Koiso tentang
“Kemerdekaan Indonesia kelak di kemudian hari”. Maksud tujuannya ialah untuk mempelajari dan
menyelidiki hal-hal yang penting yang berhubungan dengan segi-segi politik, ekonomi, tata
pemerintahan dan lain-lainnya, yang dibutuhkan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka.
Susunan pengurusnya terdiri dari sebuah badan perundingan dan kantor tatausaha. Badan perundingan
terdiri dari seorang Kaico (Ketua), 2 orang Fuku Kaico (Ketua muda), 60 orang Iin (anggota), termasuk
4 orang golongan Cina dan golongan Arab serta seorang golongan peranakan Belanda.
Terdapat pula 7 orang anggota Jepang, yang duduk dalam pengurus istimewa yang akan
menghadiri setiap sidang tetapi mereka tidak mempunyai hak suara. Pengangkatannya diumumkan pada
tanggal 29 April 1945, dimana yang diangkat sebagai Kaico bukanlah Ir. Soekarno yang saat itu dikenal
sebagai pemimpin nasional utama, tetapi dr.K.R.T. Radjiman Wediodiningrat. Pengangkatan itu
disetujui oleh Ir. Soekarno yang menganggap bahwa kedudukannya sebagai seorang anggota biasa
dalam badan tersebut akan lebih mempunyai kemungkinan besar untuk turut aktif didalam perundingan.
Sedangkan sebagai Fuku Kaico pertama dijabat oleh orang Jepang yakni Syucokan Cirebon dan R.
Surowo (Syucokan Kedu) sebagai Fuku Kaico kedua. R.P. Suroso diangkat pula sebagai kepala
secretariat Dokuritsu Junbi Cosakai dengan dibantu oleh Toyohiko Masuda dan Mr. A G Pringgodigdo.
Pada tanggal 28 Mei 1945 dimulailah upacara pembukaan sidang pertama Badan Usaha
Persiapan Kemerdekaan, bertempat di gedung Cuo Sangi In. Jenderal Itagaki (Panglima Tentara
Wilayah Ketujuh yang bermarkas besar di Singapura) dan Letnal Jenderal Nagano (Panglima Tentara
Keenambelas di Jawa) menghadiri sidang tersebut. Pada kesempatan itu pula dilakukan upacara
pengibaran bendera Hinomaru oleh Mr.A.G. Pringgodigdo yang kemudian disusul dengan pengibaran
Sang Merah Putih oleh Toyohiko Masuda. Peristiwa tersebut telah membangkitkan semangat para
anggota dalam usahanya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

2. Sidang BPUPKI
Sebagai realisasi pelaksanaan tugas, BPUPKI kemudian mengadakan sidang-sidang. Secara garis
besar sidang-sidang BPUPKI tersebut dibagi menjadi dua kali sidang. Sidang BPUPKI I diadakan pada
tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945. Kemudian Sidang BPUPKI II dilangsungkan pada tanggal 10 – 17 Juli
1945. Sidang-sidang BPUPKI itu untuk merumuskan Undang-Undang Dasar.

A. Sidang I
Sidang berlangsung pada tanggal 29 Mei 1945 sampai tanggal 1 Juni 1945. Mr. Moh. Yamin dan
Ir. Soekarno terdapat diantara para pembicara, yang telah mengucapkan pidato penting, yang dianggap
telah mengusulkan kelima dasar filsafat negara yang kemudian dikenal sebagai Pancasila. Yang
dianggap pertama kali merumuskan materi Pancasila, ialah Mr. Moh. Yamin, yang pada tanggal 29 Mei
1945 di dalam pidatonya mengemukakan lima Azas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia
sebagai berikut:

1. Peri Kebangsaan.
2. Peri Kemanusiaan.
3. Peri Ketuhanan.
4. Peri Kerakyatan.
5. Kesejahteraan Rakyat).
Mr. Supomo dalam pidatonya tanggal 31 Mei 1945 juga menyampaikan dasar-dasar negara yang
diajukan sebagai berikut:
1. Persatuan.
2. Kekeluargaan.
3. Keseimbangan lahir dan batin.
4. Musyawarah.
5. Keadilan rakyat.
Tiga hari kemudian, yakni pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno, mengucapkan pidatonya yang
kemudian dikenal dengan nama Lahirnya Pancasila, dimana materi dan nama Pancasila sekaligus
dicetuskan didalam. Materi Pancasila yang dikemukakannya adalah sebagai berikut:
1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme atau peri kemanusiaan.
3. Mufakat atau demokrasi.
4. Kesejahteraan sosial.
5. Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kelima dasar itu atas “petunjuk seorang teman ahli bahasa” oleh Ir. Soekarno dinamakan Pancasila.
Untuk menindaklanjuti usulan-usulan dari sidang, BPUPKI membentuk panitia kecil yang diketuai oleh
Ir. Soekarno. Panitia ini dikenal sebagai Panitia Sembilan. Sebagai ketuanya Ir. Soekarno. Anggota-
anggotanya adalah Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Yamin, Mr. Ahmad Subarjo, Mr. A.A. Maramis,
Abdulkadir Muzakir, Wakhidd Hasyim, H. Agus Salim, dan Abikusno Cokrosuyoso. Pada tanggal 22
Juni 1945 Panitia Sembilan melahirkan rumusan yang terkenal dengan nama Piagam Jakarta (Jakarta
Charter). Rumusan tersebut sebagai berikut:
1. Ketuhan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5. Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

B. Sidang II
Pada tanggal 10 Juli 1945 mulai sidang BPUPKI II. Sidang ini membahas rancangan Undang-
Undang Dasar (UUD). Panitia perancang UUD diketuai oleh Ir. Soekarno.
Panitia Perancang membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan rancangan UUD dengan segala pasal-
pasalnya. Panitia kecil ini dipimpin oleh Mr. Supomo.
Sebelum membahas rancangan Undang-Undang Dasar, mereka membahas bentuk negara. Setelah
diadakan pungutan suara, mayoritas anggota memilih negara kesatuan yang berbentuk republik.
Bahasan berikutnya adalah UUD dan pembukaannya. Pada rapat tanggal 11 Juli 1945, Panitia
Perancang UUD secara bulat menerima Piagam Jakarta sebagai Pembukaan UUD. Tanggal 14 Juli
1945, BPUPKI melanjutkan sidang untuk menerima laporan dari Panitia Perancang UUD. Tiga hal
penting yang dilaporkan oleh Ir. Soekarno selaku ketua Panitia Perancang UUD sebagai berikut:
1. Pernyataan Indonesia merdeka.
2. Pembukaan UUD (diambil dari Piagam Jakarta).
3. Batang tubuh UUD.
Sebelum Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan dibentuk dan bersidang di Bndung pada
tanggal 16 Mei 1945 telah diadakan Kongres Pemuda seluruh Jawa, yang penyelenggaraannya
disponsori oleh Angkatan Moeda Indonesia. Adapun Angkatan Moeda Indonesia rupa-rupanya dibentuk
atas inisiatif Jepang pada pertengahan tahun 1944, tetapi kemudian menjadi suatu gerakan pemuda yang
anti-Jepang. Oleh para pemimpin Angkatan Moeda Indonesia di dalam kongres yang dihadiri oleh lebih
dari 100 pemuda terdiri dari utusan-utusan pemuda, pelajar dan mahasiswa seluruh Jawa, antara lain
Djamal Ali, Chairul Saleh, Anwar Tjokroaminoto dan Harsono Tjokroaminoto serta mahasiswa-
mahasiswa Ika Daigaku Jakarta, dianjurkan agar para pemuda di Jawa hendaknya bersatu dan
mempersiapkan dirinya untuk pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan bukan sebagai hadiah Jepang.
Pertemuan berada dalam suasana militant dan nasionalistis, dimana hanya dinyanyikan lagu Indonesia
Raya tanpa lagu kebangsaan Jepang Kimigayo dan dilakukan pengibaran bendera Merah Putih, tanpa
didampingi oleh bendera Jepang.
Setelah 3 hari lamanya kongres berjalan, akhirnya dicapai dua resolusi sebagai berikut: pertama
semua golongan Indonesia terutama golongan pemuda dipersatukan dan dibulatkan dibawah satu
pimpinan saja dan kedua, dipercepatnya pelaksanaan kemerdekaan Indonesia.
Tetapi, sebagaimana yang diberitahukan oleh pers resmi, ternyata kongres pun menyatakan dukungan
sepenuhnya dan kerjasama erat dengan Jepang seperti usaha mencapai kemenangan terakhir. Pernyataan
tersebut tidak memuaskan beberapa tokoh pemuda yang hadir, seperti urusan dari Jakarta yang dipimpin
oleh Sukarni, Harsono Tjokroaminoto dan Chairul Saleh. Mereka bertekad untuk tidak mengambil
bagian dalam gerakan Angkatan Moeda Indonesia dan bermaksud untuk menyiapkan suatu gerakan
pemuda yang lebih radikal.
Sebagai imbangannya, pada tanggal 3 Juli 1945 diadakan suatu pertemuan rahasia di Jakarta
diantaranya sejumlah 100 pemuda yang membentuk suatu panitia khusus yang diketuai oleh B.M. Diah,
dengan para anggotanya Sukarni, Sudiro, Sjarif Thayeb, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Chairul
Saleh, F. Gultom, Supeno dan Asmara Hadi. Pertemuan rahasia diadakan Gerakan Angkatan Baroe
Indonesia, yang kegiatannya sebagian besar digerakkan oleh para pemuda dari Asrama Menteng 31.
Tujuan daripada gerakan tersebut tercantum didalam surat kabar Asia Raya pertengahan bulan
Juni 1945, yang menunjukkan sifat daripada gerakan tersebut yang lebih radikal sebagai berikut:
pertama mencapai persatuan kompak diantara seluruh golongan masyarakat Indonesia, kedua
menamkan semangat revolusioner massa atas dasar kesadaran mereka sebagai rakyat yang berdaulat;
ketiga, membentuk negara kesatuan Republik Indonesia, dan keempat mempersatukan Indonesia bahu
membahu dengan Jepang, tetapi jika perlu gerakan itu bermaksud untuk “mencapai kemerdekaan
dengan kekuatannya sendiri”
Golongan pemuda yang tergabung dalam Angkatan Baroe Indonesia didalam perkembangan
selanjutnya dapat mengemukakan pendapat-pendapatnya yang mempengaruhi usaha pembentukan
negara Indonesia. Para pemuda seperti Chairul Saleh, Sukarni, B.M. Diah, Asmara Hadi, Harsono
Tjokroaminoto, Wikana, Sudiro, Supeno, Adam Malik, S.K. Trimurti, Sutomo dan Pandu Kartawiguna
telah diikutsertakan didalam suatu gerakan yang disebut Gerakan Rakyat Baroe. Gerakan tersebut
diperkenankan pembentukannya oleh Saiko Syikikan yang baru, Letnan Jenderal Y. Nagano didalam
suatu pertemuan pada tanggal 2 Juli 1945. Gerakan Rakyat Baroe disusun berdasarkan hasil sidang Cuo
Sangi In ke 8 yang mengusulkan pendirian suatu gerakan untuk mengobar-ngobarkan semangat cinta
kepada tanah air dan semangat perang. Susunan pengurus pusat gerakan tersebut terdiri dari 80 orang.
Disamping anggotanya terdiri atas penduduk asli Indonesia dan bangsa Jepang, juga terdapat golongan
Cina, golongan Arab dan golongan Peranakan Eropa.
Sedangkan pengangkatan wakil-wakil golongan pemuda didalamnya dimaksudkan oleh
pemerintah Jepang untuk menguasai kegiatan-kegiatan mereka. Somubuco Mayor Jenderal Nisyimura
menegaskan bahwa setiap organisasi pemuda yang tergabung didalamnya harus tunduk sepenuhnya
kepada Gunseibu (Pemerintah Militer Jepang) dan merekapun harus pula bekerja di bawah kekuasaan
petugas-petugas pemerintah yang berhubungan erat dengan ahli-ahli Jepang. Dengan demikian berarti
kebebasan bergerak para pemuda dibatasi, hingga timbullah rasa tidak puas. Akhirnya tatkala Geraka
Rakyat Baroe diresmikan pembentukannya pada tanggal 28 Juli 1945, dimana dua organisasi besar,
yaitu Jawa Hokokai dan Masjumi digabungkan menjadi satu didalamnya, tidak seorangpun tokoh
golongan pemuda yang radikal, seperti Chairul Saleh, Sukarni, Harsono Tjokroaminoto dan Asmara
Hadi yang bersedia menduduki kursi yang telah disediakan untuk mereka. Maka nampaklah bahwa
perselisihan paham antara golongan tua dan golongan muda tentang cara melaksanakan berdirinya
negara Indonesia Merdeka, semakin tajam.
Sidang menyetujui tiga hal yang dilaporkan oleh Ir. Soekarno tersebut. Setelah tugas BPUPKI
dipandang selesai, maka BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya pada tanggal 7 Agustus 1945 dibentuk
Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

C. PPKI
1. Terbentuknya PPKI
Jepang semakin mengalami kemuduran dalam Perang Asia Timur Raya. Komando Tentara
Jepang wilayah Selatan mengadakan rapat. Dalam rapat itu disepakati bahwa Indonesia akan diberi
kemerdekaan pada tanggal 7 September 1945.
Keadaan Jepang semakin kritis. Pada 6 Agustus 1945, kota Hiroshima dibom atom oleh Amerika
Serikat. Menghadapi situasi ini, Jenderal Terauci menyetujui pembentukan Dokuritsu Junbi Inkai atau
Panitia Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Persetujuan ini terjadi pada tanggal 7 Agustus 1945. Tugas
PPKI adalah melanjutkan tugas BPUPKI dan untuk mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia.
Duapuluh-satu anggota telah dipilih, tidak hanya terbatas pada wakil-wakil di Jawa, tetapi juga
dari berbagai pulau dan suku seperti berikut: 12 wakil dari Jawa, 3 wakil dari Sumatra, 2 wakil dari
Sulawesi, seorang wakil dari Maluku, seorang wakil dari Sunda Kecil dan seorang wakil golongan
penduduk Cina. Yang ditunjuk sebagai ketua dalam PPKI ialah Ir. Sukarno, sedangkan Drs. Moh. Hatta
ditunjuk sebagai wakil ketua. Sebagai penasehatnya ditunjuk Mr. Ahmad Subardjo. Kemudian PPKI
ditambah dengan enam anggota lagi tanpa seizing pihak Jepang; anggota-anggota itu adalah
Wiranatakusumah, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo, Sajuti Melik, Iwa
Kusumasumantri dan Ahmad Subardjo.
Para anggota didalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) itu digerakkan oleh
pemerintah sedangkan mereka diizinkan melakukan segala sesuatunya menurut pendapat dan
kesanggupan bangsa Indonesia sendiri; tetapi di dalam melakukan kewajibannya itu mereka diwajibkan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Syarat pertama untuk mencapai kemerdekaan ialah menyelesaikan perang yang sekarang sedang
dihadapi oleh bangsa Indonesia, karena itu harus mengerahkan tenaga sebesar-besarnya, dan bersama-
sama dengan pemerintah Jepang meneruskan perjuangan untuk memperoleh kemenangan akhir dalam
perang Asia Timur Raya.
2. Kemerdekaan negara Indonesia itu merupakan anggota Lingkungan Kemakmuran Bersama di Asia
Timur Raya, maka cita-cita bangsa Indonesia itu harus disesuaikan dengan cita-cita pemerintah Jepang
yang bersemangat Hakko-Iciu.
Pada tanggal 9 Agustus 1945 mereka berangkat menuju ke markas besar Terauci di Vietnam Selatan.
Dalam suatu pertemuan di Dalath (Vietnam Selatan) pada tanggal 12 Agustus 1945 Marsekal Terauci
menyampaikan kepada ketiga pemimpin tersebut bahwa Pemerintah Kemaharajaan telah memutuskan
untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Untuk melaksanakannya telah dibentuk Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Pelaksanaannya dapat dilaksanakan segera setelah persiapannya
selesai. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda. Mungkin
pelaksanaannya tidak dapat sekaligus untuk seluruh Indonesia, melainkan bagian demi bagian sesuai
kondisi setempat.
Selama masa tugasnya, PPKI mengadakan sidang sebanyak tiga kali pada tanggal 18 Agustus
1945, 19 Agustus 1945, dan 22 Agustus 1945. Berikut ini hasil-hasil sidang PPKI.

1. Sidang PPKI I tanggal 18 Agustus 1945


a. Mengesahkan UUD sebagai UUD negara RI.
b. Memilih Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden.
c. Untuk sementara waktu presiden dibantu oleh sebuah Komite Nasional Indonesia.

2. Sidang PPKI II tanggal 19 Agustus 1945


a. Menetapkan wilayah Indonesia menjadi 8 provinsi dan menunjuk gubernurnya.
b. Menetapkan 12 departemen beserta menteri-menterinya.
c. Mengusulkan dibentuknya tentara kebangsaan.
d. Pembentukan komite nasional di setiap provinsinya.

3. Sidang PPKI III tanggal 22 Agustus 1945


a. Dibentuknya Komite Nasional.
b. Dibentuknya Partai Nasional Indonesia.
c. Dibentuknya tentara kebangsaan.

2. PPKI dan Perkembangan Situasi Indonesia


Tanggal 14 Agustus 1945, Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan dr. Radjiman Wediodiningrat
pulang kembali ke Jakarta. Ternyata Jepang saat itu menghadapi pemboman Serikat atas Hirosyima dan
Nagasaki, sedangkan Uni Sovyet menyatakan prang terhadap Jepang dengan cara melakukan
penyerbuannya ke Mancuria. Dengan demikian dapat diduga bahwa kekalahan Jepang akan terjadi
dalam waktu yang sangat singkat, sehingga Proklamasi Kemerdekaan harus segera dilaksanakan.
Dalam hal ini Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta berpendapat bahwa soal Kemerdekaan Indonesia
datangnya dari pemerintah Jepang atau dari hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri tidaklah menjadi
soal karena Jepang sudah kalah. Kini kita menghadapi Sekutu yang berusaha akan mengembalikan
kekuasaan Belanda di Indonesia. Karena itu untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia
diperlukan suatu revolusi yang terorganisasi. Mereka ingin memperbincangkan pelaksanaan proklamasi
kemerdekaan didalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, sehingga dengan demikian tidak
menyimpang dari ketentuan pemerintah Jepang, yang menetapkan waktu berkumpulnya para anggota
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan waktu diadakannya sidang PPKI yang pertama pada keesokan
harinya.
Sikap demikianlah yang tidak disetujui oleh golongan muda, yang menganggap badan PPKI
adalah badan Jepang dan tidak menyetujui lahirnya proklamasi Kemerdekaan secara apa yang telah
dijanjikan oleh Marsekal Terauci dalam pertemuan di Dalath. Sebaliknya golongan muda menghendaki
terlaksananya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dengan kekuatan sendiri lepas sama sekali dari
pemerintah Jepang.
Sutan Sjahrir termasuk tokoh pertama yang mendesak diproklamasikannya Kemerdekaan
Indonesia oleh Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta tanpa menunggu janji Jepang yang dikatakannya
sebagai tipu muslihat belaka. Karena ia mendengarkan radio yang tidak disegel oleh pemerintah militer
Jepang, ia mengetahui, bahwa Jepang sudah memutuskan untuk menyerah. Desakan tersebut
dilakukannya dalam suatu pertemuan dengan Drs. Moh. Hatta pada tanggal 15 Agustus 1945, tak lama
sesudah kembali dari Dalath. Tetapi Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta masih mencari kebenaran berita
tentang penyerahan Jepang secara resmi dan tetap ingin membicarakan pelaksanaan Proklamasi pada
rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Tindakan selanjutnya diambil oleh golongan muda yang terlebih dahulu mengadakan suatu
perundingan di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan Timur, Jakarta, pada tanggal 15
Agustus 1945, jam 20.00. Diantara hadirin Nampak Chairul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio,
Subianto, Margono, disamping Wikana dan Armansjah dari golongan Kaigun. Keputusan rapat yang
dipimpin oleh Chairul Saleh menunjukkan tuntutan-tuntutan radikal golongan pemuda yang antaranya
menegaskan bahwa Kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak dapat
digantung-gantungkan pada orang dan kerajaan lain. Maka diputuskan segala ikatan dan hubungan
dengan janji kemerdekaan dari Jepang dan sebaliknya mengharapkan diadakannya perundingan dengan
Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta agar mereka turut menyatakan proklamasi.
Keputusan rapat tersebut disampaikan oleh Wikana dan Darwis pada saat yang sama yakni jam
22.00 di rumah kediaman Ir. Sukarno, Pegangsaan Timur (sekarang jalan Proklamasi) 56, Jakarta.
Tuntutan Wikana agar Proklamasi dinyatakan oleh Ir. Sukarno pada keesokan harinya telah
menegangkan suasana karena ia menyatakan bahwa akan terjadi pertumpahan darah jika keinginan
mereka tidak dilaksanakan. Mendengar ancaman itu Ir. Sukarno menjadi marah dan melontarkan kata-
kata yang bunyinya sebagai berikut: “Inilah leherku, saudara boleh membunuh saya sekarang juga. Saya
tidak bisa melepaskan tanggung jawab saya sebagai ketua PPKI. Karena itu akan saya tanyakan kepada
wakil-wakil PPKI besok”.
Suasana hangat itu disaksikan oleh golongan nasionalis angkatan tua lainnya seperti Drs. Moh.
Hatta, Dr. Buntaran, dr. Samsi, Mr. Ahmad Subardjo dan Mr. Iwa Kusumasumantri. Nampak adanya
perbedaan pendapat, dimana golongan pemuda tetap mendesak agar besok pada tanggal 16 Agustus
1945 dinyatakann Proklamasi, sedangkan golongan pemimpin angkatan tua masih menekankan perlunya
diadakan rapat PPKI terlebih dahulu.
Perbedaan pendapat itu telah membawa golongan pemuda kepada tindakan berikutnya, yakni
mengamankan Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta ke Rengasdengklok. Tindakannya berdasarkan
keputusan rapat yang diadakan pada jam 24.00 menjelang tanggal 16 Agustus 1945 di Cikini 71, Jakarta
(sekarang Toko Kue Maison Benny). Rapat selain dihadiri oleh pemuda-pemuda yang pernah berapat di
ruangan Lembaga Bakteorologi Pegangsaan Timur, juga dihadiri oleh Sukarni, Jusuf Kunto, Dr.
Muwardi dari Barisan Pelopor, Syodanco Singgih dari Daidan PETA Jakarta Syu. Keputusan itu adalah
sebagai berikut:
“Kemerdekaan harus dinyatakan sendiri oleh rakyat, jangan menunggu kemerdekaan sebagai hadiah dari
Jepang. Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta akan diamankan ke luar kota, dimana Peta telah siap untuk
menghadapi segala kemungkinan yang timbul setelah proklamasi dinyatakan. Sebab jika mereka berada
di Jakarta, mereka akan dipengaruhi dan ditekan oleh kekuatan Jepang untuk menghalang-halangi
berlangsungnya proklamasi Kemerdekaan. Demikianlah pada tanggal 16 Agustus 1945 jam 06.00
(waktu Tokyo) atau jam 04.30 waktu Jawa jaman Jepang atau jam 04.00 WIB terjadi peristiwa
pengamanan Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta ke luar kota menuju Rengasdengklok di sebelah utara
Karawang. Maksud daripada pengamanan yang dilaksanakan oleh Sukarni dan Jusuf Kunto dari
golongan pemuda itu adalah untuk menjauhkan Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta dari segala pengaruh
Jepang.
Juga oleh Sukarni dijelaskan agar di Rengasdengklok ini dua tokoh menyatakan Proklamasi
Kemerdekaan atas nama seluruh rakyat. Karena keadaan sudah mendesak dan suasanapun sudah
memuncak. Jika tidak dilaksanakan, maka pemberontakan melawan setiap penghalang kemerdekaan
akan terjadi. Oleh karena itu atas nama segenap rakyat, mereka menuntut supaya kedua tokoh turut
melaksanakan Proklamasi. Jika tidak, maka segala akibatnya terutama yang mengenai keselamatan
mereka tidak akan dapat ditanggung lagi oleh mereka.
Sementara itu di Jakarta Chairul cs. telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan di
Jakarta. Tetapi rencana untuk merebut kota Jakarta tidak berhasil disusun karena tiadanya dukungan
positif dari Peta seluruhnya. Sedangkan sikap kedua tokoh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta di
Rengasdengklok tidak berubah. Karena itu Jusuf Kunto diutus ke Jakarta untuk melaporkan dan
merundingkan dengan kelompok-kelompok yang ada disana. Tetapi yang ditemui hanyalah golongan
Kaigun, terutama Mr. Ahmad Subardjo.
Antara Mr. Ahmad Subardjo dengan Wikana kemudian terdapat kata sepakat bahwa Proklamasi
Kemerdekaan harus dilakukan di Jakarta, dimana Laksamana Maeda bersedia akan menjamin
keselamatan selama mereka berada di rumahnya. Karena itu Jusuf Kunto pada hari itu juga membawa
Mr. Ahmad Subardjo bersama Sudiro (Mbah) ke Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno dan
Hatta. Rombongan tiba jam 17.30 WIB. Di Rengasdengklok antara golongan tua dan golongan muda
tidak terjadi perundingan, hanya telah diberi jaminan oleh Ahmas Subardjo dengan taruhan nyawa
bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945 keesokan harinya
selambat-lambatnya jam 12.00.
Dengan jaminan tersebut Komandan Kompi Peta setempat Cudanco Subeno melepaskan Ir.
Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Sesampainya di Jakarta pada jam 23.00 WIB
rombongan menuju rumah Laksamana Maeda di Jl. Bodjol No. 1 (sekarang tempat kediaman resmi Duta
Besar Inggris) setelah Soekarno dan Hatta singgah di rumah masing-masing terlebih dahulu. Di tempat
inilah naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia disusun. Sebelumnya Soekarno dan Hatta telah
menemui Somubuco, Mayor Jenderal Nisyimura untuk menjagai sikapnya mengenai Proklamasi
Kemerdekaan. Dengan segan-segan Nisyimura mengikatkan diri untuk tidak menghalang-halangi
proklamasi, asala tidak ada tindakan yang anti Jepang.
Para pemuka Indonesia yang hadir dalam peristiwa perumusan teks proklamasi berkumpul dalam
dua ruangan, yakni ruangan makan dan serambi depan. Mereka yang merumuskan melakukannya di
dalam ruangan makan, yakni Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Mr. Ahmad Subardjo. Pada saat itu Ir.
Soekarno memegang pena dan menulis teks Proklamasi yang terdiri dari dua kalimat. Kalimat pertama
yang berbunyi: “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia”, adalah
kalimat yang dikutip oleh Mr. Ahmad Subardjo dari Piagam Jakarta yang antara lain berbunyi sebagai
berikut: “Atas berkat Rahmat Allah maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya”.
Kemudian Drs. Moh. Hatta menyempurnakan teks Proklamasi dengan kalimat kedua yang berbunyi
sebagai berikut: “Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan
cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”.
Demikianlah perumusan teks Proklamasi dilakukan bersama-sama oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh.
Hatta dan Mr. Ahmad Subardjo di dalam ruangan makan dari rumah Laksamana Maeda. Turut serta
menyaksikan perumusan tersebut ialah Sayuti Melik, Sukarni, B.M. Diah dan Sudiro (Mbah).
Setelah selesai, teks Proklamasi dibacakan di hadapan pemuka-pemuka yang sebagian besar
adalah anggota-anggota PPKI dan mereka itu semuanya menunggu di dalam serambi muka yang
biasanya dipergunakan untuk menerima tamu oleh Laksamana Maeda. Disisnilah teks Proklamasi
dimusyawarahkan. Pada waktu itu timbullah persoalan tentang siapa yang akan menandatangani. Yang
memberi komentar adalah Chairul Saleh yang tidak setuju bila teks itu ditandatangani oleh anggota-
anggota PPKI, karena menurut anggapannya badan itu bentukan Pemerintah Jepang yang anggota-
anggotanya diangkat oleh Jepang pada waktu itu.
Kemudian muncullah Sukarni dan sebagai jalan keluar ia mengusulkan agar teks Proklamasi
sebaiknya ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Ternyata
usulnya itu disetujui oleh semua yang hadir. Maka teks Proklamasi selanjutnya diserahkan kepada
Sayuti Melik untuk diketik. Olehnya terhadap beberapa kata dari versi terakhir itu diadakan perubahan-
perubahan, yaitu kata “tempoh” menjadi “tempo”, “wakil bangsa Indonesia” dirubah menjadi “Atas
nama Bangsa Indonesia”, barulah versi terakhir yang telah diketik itu ditandatangani oleh Ir. Soekarno
dan Drs. Moh. Hatta yang saat ini dikenal sebagai naskah otentik.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 jam 12.00 (waktu Tokyo) atau jam 10.30 waktu Jawa zaman
Jepang, atau jam 10.00 WIB teks Proklamasi dibacakan oleh Ir. Soekarno dengan didampingi oleh Drs.
Moh. Hatta ditempat kediamannya di Jalan Pegangsaan Timur (sekarang Jalan Proklamasi) No. 56,
Jakarta. Dengan Proklamasi itu tercapailah Indonesia merdeka yang susunan negaranya diatur dengan
undang-undang dasar yang kemudian dikenal dengan sebutan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menjelang tahun 1944, posisi Jepang dalam Perang Pasifik mulai terjepit. Satu per satu daerah
jajahan Jepang dapat direbut oleh Sekutu. Untuk mempertahankan kedudukannya dan agar rakyat
Indonesia membantu Jepang, maka Jenderal Kuniaki Koiso member janji kemerdekaan. Dan sebagai
realisasinya dibentuklah BPUPKI.
BPUPKI dan PPKI berperan sangat penting dalam persiapan kemerdekaan Indonesia. Kedua
lembaga tersebut berhasil menyusun konsep-konsep negara Indonesia, seperti rumusan dasar negara,
pemilihan kepala negara, wilayah RI, dan lain-lain.

B. Saran
Kemerdekaan yang dicapai oleh bangsa Indonesia bukan merupakan dari pemberian Jepang
melainkan hasil jerih payah bangsa Indonesia sendiri. Bersedia bekerja sama dengan Jepang hanya
merupakan salah satu taktik untuk mencapai kemerdekaan. Kita harus dapat mencontoh para pendiri
bangsa yang dapat mengesampingkan perbedaan-perbedaan yang ada demi keutuhan bangsa dan negara
RI.

Anda mungkin juga menyukai