Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam perjuangan mencapai kemerdekaan, bangsa Indonesia menempuh melalui
bidang. Yaitu bidang budaya, sosial, ekonomi, dan politik. Di antara bidang-bidang
tersebut, bidang politik yang paling menonjol. Karena penjajahan Belanda menggunakan
politik dalam segala bidang. Hal ini terjadi pada awal abad ke-20 dimana pada waktu itu
bangsa Indonesia telah mengubah cara perjuangannya, tidak lagi bersifat lokal,
melainkan bersifat nasional.
Dalam perjuangan yang bersifat nasional itu, peranan organisasi sangat menentukan.
Organisasi pergerakan nasional pertama telah dirintis oleh Budi Utomo, namun Budi
Utomo pada awalnya menempuh perjuangan melalui bidang sosial-budaya. Organisasi
Budi Utomo tersebut telah modern, karena telah tersusun secara baik dan jelas arah
tujuannya yang dituangkan ke dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dan
disusul dengan organisasi lain.
Sejak tahun 1941 Jepang mengobarkan perang Asia Timur Raya. Perang ini ditandai
dengan pengeboman pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour
(Hawaii) pada 7 Desember 1941 oleh Angkatan Perang Jepang. Pada awalnya pasukan
Jepang banyak mendapatkan kemenangan dalam pertempuran-pertempuran selanjutnya.
Namun, di tahun 1942 perang Jepang mulai terdesak. Untuk mendapatkan dukungan dari
negara-negara jajahan Jepang, pemerintah Jepang kemudian menjanjikan akan
memberikan kemerdekaan kepada negara-negara jajahannya.
Ternyata situasi pasukan Jepang semakin memburuk pada bulan Juli – Agustus 1944.
Hal itu menyebabkan jatuhnya Kabinet Tojo. Sebagai gantinya kemudian diangkat
Jenderal Kuniaki Koiso sebagai Perdana Menteri yang memimpin Kabinet Baru (Kabinet
Koiso). Salah satu langkah kebijakan yang diambil oleh Koiso di daerah-daerah
pendudukan adalah mengeluarkan pernyataan tentang “janji kemerdekaan di kemudian
hari”. Pada tanggal 7 September 1944Perdana Menteri Jepang Kuniaki Koiso dalam
Sidang Parlemen Jepang (Teikoku Gikei) ke-85 di Tokyo mengumumkan bahwa, daerah
Hindia Timur (Indonesia) diperkenankan merdeka kelak di kemudian hari. Janji ini
kemudian direalisasi Jepang dengan membentuk badan-badan untuk mempelajari,
mempersiapkan, dan melengkapi Indonesia yang akan menjadi negara merdeka.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang terbentuknya BPUPKI


Pada tanggal 7 September 1944 di dalam sidang istimewa Teikoku Gikai (Parlemen
Jepang) ke-85 di Tokyo, Perdana Menteri Koiso (pengganti Perdana Menteri Tojo)
mengumumkan tentang pendirian pemerintah Kemaharajaan Jepang, bahwa daerah
Hindia Timur (Indonesia) diperkenankan merdeka kelak di kemudian hari. Apa yang
sebenarnya menyebabkan dikeluarkannya pernyataan tersebut adalah karena semakin
terjepitnya angkatan perang Jepang. Dalam bulan Juli 1944, kepulauan Saipan yang
letaknya strategis, jatuh ketangan Amerika yang menimbulkan kegoncangan dalam
masyarakat Jepang.
Situasi Jepang semakin buruk didalam bulan Agustus 1944. Terbukti bahwa moral
masyarakat mulai mundur, produksi perang merosot, yang mengakibatkan kurangnya
persediaan senjata dan amunisi, ditambah dengan timbulnya soal-soal logistik karena
hilangnya sejumlah besar kapal-angkut dan kapal perang.
Faktor-faktor yang tidak menguntungkan tersebut menyebabkan jatuhnya kabinet
P.M.Tojo pada tanggal 17 Juli 1944 dan diangkatnya Jenderal Kuniaki Koiso sebagai
penggantinya. Salah satu langkah yang diambilnya guna mempertahankan pengaruh
Jepang diantara penduduk negeri-negeri yang didudukinya ialah dengan cara
mengeluarkan pernyataan “Janji Kemerdekaan Indonesia di kemudian hari”. Dengan cara
demikian Jepang mengharapkan bahwa Serikat akan disambut oleh penduduk, tidak
sebagai pembebas rakyat, melainkan sebagai penyerbu ke negara merdeka.
B. Terbentuknya BPUPKI
Dalam tahun 1944 dengan jatuhnya Saipan dan dipukul mundurnya angkatan perang
Jepang dari Irian Timur, Kepulauan Solomon dan Marshall oleh angkatan perang Serikat,
maka seluruh garis pertahanan di Pasifik terancam dan berarti kekalahan Jepang telah
terbayang. Kemudian Jepang menghadapi serangan Serikat atas kota-kota Ambon,
Makassar, Manado dan Surabaya; bahkan tentara Serikat telah pula mendarat di
pelabuhan kota minyak seperti Balikpapan. Menghadapi situasi yang kritis itu,
pemerintah militer Jepang di Jawa dibawah pimpinan Saiko Syikikan Kumakici Harada
pada tanggal 1945, telah mengumumkan pembentukan suatu Badan Oentoek Menyelidiki
Oesaha-oesaha Persiapan Kemerdekaan disingkat menjadi Badan Penyelidik Persiapan
Kemerdekaan (Dokuritsu Junbi Cosakai). Tindakan itu merupakan langkah kongkrit
pertama bagi terpenuhinya janji Koiso tentang “Kemerdekaan Indonesia kelak di
kemudian hari”.
C. Tujuan dibentuknya BPUPKI
Maksud tujuannya ialah untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang penting
yang berhubungan dengan segi-segi politik, ekonomi, tata pemerintahan dan lain-lainnya,
yang dibutuhkan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka. Susunan
pengurusnya terdiri dari sebuah badan perundingan dan kantor tatausaha. Badan
perundingan terdiri dari seorang Kaico (Ketua), 2 orang Fuku Kaico (Ketua muda), 60
orang Iin (anggota), termasuk 4 orang golongan Cina dan golongan Arab serta seorang
golongan peranakan Belanda.
Terdapat pula 7 orang anggota Jepang, yang duduk dalam pengurus istimewa yang
akan menghadiri setiap sidang tetapi mereka tidak mempunyai hak suara.
Pengangkatannya diumumkan pada tanggal 29 April 1945, dimana yang diangkat
sebagai Kaico bukanlah Ir. Soekarno yang saat itu dikenal sebagai pemimpin nasional
utama, tetapi dr.K.R.T. Radjiman Wediodiningrat. Pengangkatan itu disetujui oleh Ir.
Soekarno yang menganggap bahwa kedudukannya sebagai seorang anggota biasa dalam
badan tersebut akan lebih mempunyai kemungkinan besar untuk turut aktif didalam
perundingan. Sedangkan sebagai Fuku Kaico pertama dijabat oleh orang Jepang yakni
Syucokan Cirebon dan R. Surowo (Syucokan Kedu) sebagai Fuku Kaico kedua. R.P.
Suroso diangkat pula sebagai kepala secretariat Dokuritsu Junbi Cosakai dengan dibantu
oleh Toyohiko Masuda dan Mr. A G Pringgodigdo.
Pada tanggal 28 Mei 1945 dimulailah upacara pembukaan sidang pertama Badan
Usaha Persiapan Kemerdekaan, bertempat di gedung Cuo Sangi In. Jenderal Itagaki
(Panglima Tentara Wilayah Ketujuh yang bermarkas besar di Singapura) dan Letnal
Jenderal Nagano (Panglima Tentara Keenambelas di Jawa) menghadiri sidang tersebut.
Pada kesempatan itu pula dilakukan upacara pengibaran bendera Hinomaru oleh Mr.A.G.
Pringgodigdo yang kemudian disusul dengan pengibaran Sang Merah Putih oleh
Toyohiko Masuda. Peristiwa tersebut telah membangkitkan semangat para anggota
dalam usahanya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
D. Sidang BPUPKI
Sebagai realisasi pelaksanaan tugas, BPUPKI kemudian mengadakan sidang-sidang.
Secara garis besar sidang-sidang BPUPKI tersebut dibagi menjadi dua kali sidang.
Sidang BPUPKI I diadakan pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945. Kemudian Sidang
BPUPKI II dilangsungkan pada tanggal 10 – 17 Juli 1945. Sidang-sidang BPUPKI itu
untuk merumuskan Undang-Undang Dasar.
1. Sidang I
Sidang berlangsung pada tanggal 29 Mei 1945 sampai tanggal 1 Juni 1945. Mr. Moh.
Yamin dan Ir. Soekarno terdapat diantara para pembicara, yang telah mengucapkan
pidato penting, yang dianggap telah mengusulkan kelima dasar filsafat negara yang
kemudian dikenal sebagai Pancasila. Yang dianggap pertama kali merumuskan
materi Pancasila, ialah Mr. Moh. Yamin, yang pada tanggal 29 Mei 1945 di dalam
pidatonya mengemukakan lima Azas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik
Indonesia sebagai berikut:
- Peri Kebangsaan.
- Peri Kemanusiaan.
- Peri Ketuhanan.
- Peri Kerakyatan.
- Kesejahteraan Rakyat).
Mr. Supomo dalam pidatonya tanggal 31 Mei 1945 juga menyampaikan dasar-dasar
negara yang diajukan sebagai berikut:
- Persatuan.
- Kekeluargaan.
- Keseimbangan lahir dan batin.
- Musyawarah.
- Keadilan rakyat.
Tiga hari kemudian, yakni pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno, mengucapkan
pidatonya yang kemudian dikenal dengan nama Lahirnya Pancasila, dimana materi
dan nama Pancasila sekaligus dicetuskan didalam. Materi Pancasila yang
dikemukakannya adalah sebagai berikut:
- Kebangsaan Indonesia.
- Internasionalisme atau peri kemanusiaan.
- Mufakat atau demokrasi.
- Kesejahteraan sosial.
- Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kelima dasar itu atas “petunjuk seorang teman ahli bahasa” oleh Ir. Soekarno
dinamakan Pancasila.
Untuk menindaklanjuti usulan-usulan dari sidang, BPUPKI membentuk panitia kecil
yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia ini dikenal sebagai Panitia Sembilan. Sebagai
ketuanya Ir. Soekarno. Anggota-anggotanya adalah Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh.
Yamin, Mr. Ahmad Subarjo, Mr. A.A. Maramis, Abdulkadir Muzakir, Wakhidd
Hasyim, H. Agus Salim, dan Abikusno Cokrosuyoso. Pada tanggal 22 Juni 1945
Panitia Sembilan melahirkan rumusan yang terkenal dengan nama Piagam Jakarta
(Jakarta Charter). Rumusan tersebut sebagai berikut:
- Ketuhan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
- Dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
- Persatuan Indonesia.
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
- Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Sidang II
Pada tanggal 10 Juli 1945 mulai sidang BPUPKI II. Sidang ini membahas rancangan
Undang-Undang Dasar (UUD). Panitia perancang UUD diketuai oleh Ir. Soekarno.
Panitia Perancang membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan rancangan UUD
dengan segala pasal-pasalnya. Panitia kecil ini dipimpin oleh Mr. Supomo.
Sebelum membahas rancangan Undang-Undang Dasar, mereka membahas bentuk
negara. Setelah diadakan pungutan suara, mayoritas anggota memilih negara kesatuan
yang berbentuk republik.
Bahasan berikutnya adalah UUD dan pembukaannya. Pada rapat tanggal 11 Juli 1945,
Panitia Perancang UUD secara bulat menerima Piagam Jakarta sebagai Pembukaan
UUD. Tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI melanjutkan sidang untuk menerima laporan
dari Panitia Perancang UUD. Tiga hal penting yang dilaporkan oleh Ir. Soekarno
selaku ketua Panitia Perancang UUD sebagai berikut:
- Pernyataan Indonesia merdeka.
- Pembukaan UUD (diambil dari Piagam Jakarta).
- Batang tubuh UUD.
Sebelum Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan dibentuk dan bersidang di
Bndung pada tanggal 16 Mei 1945 telah diadakan Kongres Pemuda seluruh Jawa,
yang penyelenggaraannya disponsori oleh Angkatan Moeda Indonesia. Adapun
Angkatan Moeda Indonesia rupa-rupanya dibentuk atas inisiatif Jepang pada
pertengahan tahun 1944, tetapi kemudian menjadi suatu gerakan pemuda yang anti-
Jepang. Oleh para pemimpin Angkatan Moeda Indonesia di dalam kongres yang
dihadiri oleh lebih dari 100 pemuda terdiri dari utusan-utusan pemuda, pelajar dan
mahasiswa seluruh Jawa, antara lain Djamal Ali, Chairul Saleh, Anwar
Tjokroaminoto dan Harsono Tjokroaminoto serta mahasiswa-mahasiswa Ika Daigaku
Jakarta, dianjurkan agar para pemuda di Jawa hendaknya bersatu dan mempersiapkan
dirinya untuk pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan bukan sebagai hadiah Jepang.
Pertemuan berada dalam suasana militant dan nasionalistis, dimana hanya
dinyanyikan lagu Indonesia Raya tanpa lagu kebangsaan Jepang Kimigayo  dan
dilakukan pengibaran bendera Merah Putih, tanpa didampingi oleh bendera Jepang.
Setelah 3 hari lamanya kongres berjalan, akhirnya dicapai dua resolusi sebagai
berikut: pertama semua golongan Indonesia terutama golongan pemuda dipersatukan
dan dibulatkan dibawah satu pimpinan saja dan kedua, dipercepatnya pelaksanaan
kemerdekaan Indonesia.
Tetapi, sebagaimana yang diberitahukan oleh pers resmi, ternyata kongres pun
menyatakan dukungan sepenuhnya dan kerjasama erat dengan Jepang seperti usaha
mencapai kemenangan terakhir. Pernyataan tersebut tidak memuaskan beberapa tokoh
pemuda yang hadir, seperti urusan dari Jakarta yang dipimpin oleh Sukarni, Harsono
Tjokroaminoto dan Chairul Saleh. Mereka bertekad untuk tidak mengambil bagian
dalam gerakan Angkatan Moeda Indonesia dan bermaksud untuk menyiapkan suatu
gerakan pemuda yang lebih radikal.
Sebagai imbangannya, pada tanggal 3 Juli 1945 diadakan suatu pertemuan rahasia di
Jakarta diantaranya sejumlah 100 pemuda yang membentuk suatu panitia khusus yang
diketuai oleh B.M. Diah, dengan para anggotanya Sukarni, Sudiro, Sjarif Thayeb,
Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Chairul Saleh, F. Gultom, Supeno dan Asmara
Hadi. Pertemuan rahasia diadakan Gerakan Angkatan Baroe Indonesia, yang
kegiatannya sebagian besar digerakkan oleh para pemuda dari Asrama Menteng 31.
Tujuan daripada gerakan tersebut tercantum didalam surat kabar Asia
Raya  pertengahan bulan Juni 1945, yang menunjukkan sifat daripada gerakan
tersebut yang lebih radikal sebagai berikut: pertama mencapai persatuan kompak
diantara seluruh golongan masyarakat Indonesia, kedua menamkan semangat
revolusioner massa atas dasar kesadaran mereka sebagai rakyat yang berdaulat;
ketiga, membentuk negara kesatuan Republik Indonesia, dan keempat mempersatukan
Indonesia bahu membahu dengan Jepang, tetapi jika perlu gerakan itu bermaksud
untuk “mencapai kemerdekaan dengan kekuatannya sendiri”
Golongan pemuda yang tergabung dalam Angkatan Baroe Indonesia didalam
perkembangan selanjutnya dapat mengemukakan pendapat-pendapatnya yang
mempengaruhi usaha pembentukan negara Indonesia. Para pemuda seperti Chairul
Saleh, Sukarni, B.M. Diah, Asmara Hadi, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Sudiro,
Supeno, Adam Malik, S.K. Trimurti, Sutomo dan Pandu Kartawiguna telah
diikutsertakan didalam suatu gerakan yang disebut Gerakan Rakyat Baroe. Gerakan
tersebut diperkenankan pembentukannya oleh Saiko Syikikan yang baru, Letnan
Jenderal Y. Nagano didalam suatu pertemuan pada tanggal 2 Juli 1945. Gerakan
Rakyat Baroe disusun berdasarkan hasil sidang Cuo Sangi In ke 8 yang mengusulkan
pendirian suatu gerakan untuk mengobar-ngobarkan semangat cinta kepada tanah air
dan semangat perang. Susunan pengurus pusat gerakan tersebut terdiri dari 80 orang.
Disamping anggotanya terdiri atas penduduk asli Indonesia dan bangsa Jepang, juga
terdapat golongan Cina, golongan Arab dan golongan Peranakan Eropa.
Sedangkan pengangkatan wakil-wakil golongan pemuda didalamnya dimaksudkan
oleh pemerintah Jepang untuk menguasai kegiatan-kegiatan mereka. Somubuco
Mayor Jenderal Nisyimura menegaskan bahwa setiap organisasi pemuda yang
tergabung didalamnya harus tunduk sepenuhnya kepada Gunseibu (Pemerintah
Militer Jepang) dan merekapun harus pula bekerja di bawah kekuasaan petugas-
petugas pemerintah yang berhubungan erat dengan ahli-ahli Jepang. Dengan demikian
berarti kebebasan bergerak para pemuda dibatasi, hingga timbullah rasa tidak puas.
Akhirnya tatkala Geraka Rakyat Baroe diresmikan pembentukannya pada tanggal 28
Juli 1945, dimana dua organisasi besar, yaitu Jawa Hokokai dan Masjumi
digabungkan menjadi satu didalamnya, tidak seorangpun tokoh golongan pemuda
yang radikal, seperti Chairul Saleh, Sukarni, Harsono Tjokroaminoto dan Asmara
Hadi yang bersedia menduduki kursi yang telah disediakan untuk mereka. Maka
nampaklah bahwa perselisihan paham antara golongan tua dan golongan muda tentang
cara melaksanakan berdirinya negara Indonesia Merdeka, semakin tajam.
Sidang menyetujui tiga hal yang dilaporkan oleh Ir. Soekarno tersebut. Setelah tugas
BPUPKI dipandang selesai, maka BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya pada
tanggal 7 Agustus 1945 dibentuk Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menjelang tahun 1944, posisi Jepang dalam Perang Pasifik mulai terjepit. Satu per satu
daerah jajahan Jepang dapat direbut oleh Sekutu. Untuk mempertahankan kedudukannya
dan agar rakyat Indonesia membantu Jepang, maka Jenderal Kuniaki Koiso member janji
kemerdekaan. Dan sebagai realisasinya dibentuklah BPUPKI.
BPUPKI dan PPKI berperan sangat penting dalam persiapan kemerdekaan Indonesia.
Kedua lembaga tersebut berhasil menyusun konsep-konsep negara Indonesia, seperti
rumusan dasar negara, pemilihan kepala negara, wilayah RI, dan lain-lain.
B. Saran
Kemerdekaan yang dicapai oleh bangsa Indonesia bukan merupakan dari pemberian
Jepang melainkan hasil jerih payah bangsa Indonesia sendiri. Bersedia bekerja sama
dengan Jepang hanya merupakan salah satu taktik untuk mencapai kemerdekaan. Kita
harus dapat mencontoh para pendiri bangsa yang dapat mengesampingkan perbedaan-
perbedaan yang ada demi keutuhan bangsa dan negara RI.

Anda mungkin juga menyukai