Anda di halaman 1dari 14

PENDIDIKAN PANCASILA

MAKALAH TENTANG BPUPKI DAN PPKI


\
DOSEN PENGAMPU:
FIRSTA, S.H.,M.M

DI SUSUN OLEH:
AFIZAH NURZA
(2301072002)

PROGRAM STUDI D3 AKUNTASI


POLITEKNIK NEGERI PADANG
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahanrahmat dan
kasih Nya,atas anugerah hidup dan kesehatan yang telah kami terima,‐serta petunjuk Nya
sehingga memberikan kemampuan dan kemudahan bagi kami‐dalam penyusunan
makalah ini.

Didalam makalah ini kami selaku penyusun hanya sebatas ilmu yang bisakami
sajika n dengan topik “BPUPKI dan PPKI”. Dimana didalam topik tersebut ada beberapa hal
yang bisa kita pelajari khususnya Sejarah bangsa ini menjelang masa-masa kemerdekaan

Kami menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan pemahaman kami tentang


BPUPKI dan PPKI menjadikan keterbatasan kami pula untuk memberikan penjabaran yang
lebih dalam tentang masalah ini,oleh karena itu kritik dan saran darisemua pihak yang
bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makala ini. Harapan kami,
semoga makalah ini membaw manfaat bagi kita,setidaknya untuk sekedar membuka
cakrawala berpikir kita tentang bagaimanasejarah bangsa indonesia sebelum dan saat
menjelang kemerdekaan

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telahmembantu dalam proses pembuatan ini

.Penyusun

Afizah nurza
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam perjuangan mencapai kemerdekaan, bangsa Indonesia menempuh melalui bidang.


Yaitu bidang budaya, sosial, ekonomi, dan politik. Di antara bidang-bidang tersebut, bidang
politik yang paling menonjol. Karena penjajahan Belanda menggunakan politik dalam segala
bidang. Hal ini terjadi pada awal abad ke-20 dimana pada waktu itu bangsa Indonesia telah
mengubah cara perjuangannya, tidak lagi bersifat lokal, melainkan bersifat nasional.

Dalam perjuangan yang bersifat nasional itu, peranan organisasi sangat menentukan.
Organisasi pergerakan nasional pertama telah dirintis oleh Budi Utomo, namun Budi Utomo
pada awalnya menempuh perjuangan melalui bidang sosial-budaya. Organisasi Budi Utomo
tersebut telah modern, karena telah tersusun secara baik dan jelas arah tujuannya yang
dituangkan ke dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dan disusul dengan
organisasi lain.

Sejak tahun 1941 Jepang mengobarkan perang Asia Timur Raya. Perang ini ditandai
dengan pengeboman pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour (Hawaii)
pada 7 Desember 1941 oleh Angkatan Perang Jepang. Pada awalnya pasukan Jepang banyak
mendapatkan kemenangan dalam pertempuran-pertempuran selanjutnya. Namun, di tahun
1942 perang Jepang mulai terdesak. Untuk mendapatkan dukungan dari negara-negara
jajahan Jepang, pemerintah Jepang kemudian menjanjikan akan memberikan kemerdekaan
kepada negara-negara jajahannya.

Ternyata situasi pasukan Jepang semakin memburuk pada bulan Juli – Agustus 1944.
Hal itu menyebabkan jatuhnya Kabinet Tojo. Sebagai gantinya kemudian diangkat Jenderal
Kuniaki Koiso sebagai Perdana Menteri yang memimpin Kabinet Baru (Kabinet Koiso). Salah
satu langkah kebijakan yang diambil oleh Koiso di daerah-daerah pendudukan adalah
mengeluarkan pernyataan tentang “janji kemerdekaan di kemudian hari”. Pada tanggal 7
September 1944Perdana Menteri Jepang Kuniaki Koiso dalam Sidang Parlemen Jepang
(Teikoku Gikei) ke-85 di Tokyo mengumumkan bahwa, daerah Hindia Timur (Indonesia)
diperkenankan merdeka kelak di kemudian hari. Janji ini kemudian direalisasi Jepang dengan
membentuk badan-badan untuk mempelajari, mempersiapkan, dan melengkapi Indonesia
yang akan menjadi negara merdeka.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana reaksi rakyat Indonesia terhadap kebijakan Jepang tersebut


2. Bagaimana hasil sidang BPUPKI dan PPKI yang menjadi persiapan bangsa
Indonesiakea rah kemerdekaan?
C.

1. Untuk mengetahu bagaimana reaksi rakyat Indonesia terhadap kebijakan Jepan


2. Untuk mengetahui hasil sidang BPUPKI dan PPKI.
B. BPUPKI
1. Terbentuknya BPUPKI
Dalam tahun 1944 dengan jatuhnya Saipan dan dipukul mundurnya angkatan perang
Jepang dari Irian Timur, Kepulauan Solomon dan Marshall oleh angkatan perang
Serikat, maka seluruh garis pertahanan di Pasifik terancam dan berarti kekalahan
Jepang telah terbayang. Kemudian Jepang menghadapi serangan Serikat atas kota-
kota Ambon, Makassar, Manado dan Surabaya; bahkan tentara Serikat telah pula
mendarat di pelabuhan kota minyak seperti Balikpapan. Menghadapi situasi yang
kritis itu, pemerintah militer Jepang di Jawa dibawah pimpinan Saiko Syikikan
Kumakici Harada pada tanggal 1945, telah mengumumkan pembentukan suatu
Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha-oesaha Persiapan Kemerdekaan disingkat
menjadi Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Junbi Cosakai).
Tindakan itu merupakan langkah kongkrit pertama bagi terpenuhinya janji Koiso
tentang “Kemerdekaan Indonesia kelak di kemudian hari”. Maksud tujuannya ialah
untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang penting yang berhubungan dengan
segi-segi politik, ekonomi, tata pemerintahan dan lain-lainnya, yang dibutuhkan
dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka. Susunan pengurusnya terdiri
dari sebuah badan perundingan dan kantor tatausaha. Badan perundingan terdiri
dari seorang Kaico (Ketua), 2 orang Fuku Kaico (Ketua muda), 60 orang Iin (anggota),
termasuk 4 orang golongan Cina dan golongan Arab serta seorang golongan
peranakan Belanda.
Terdapat pula 7 orang anggota Jepang, yang duduk dalam pengurus istimewa yang
akan menghadiri setiap sidang tetapi mereka tidak mempunyai hak suara.
Pengangkatannya diumumkan pada tanggal 29 April 1945, dimana yang diangkat
sebagai Kaico bukanlah Ir. Soekarno yang saat itu dikenal sebagai pemimpin nasional
utama, tetapi dr.K.R.T. Radjiman Wediodiningrat. Pengangkatan itu disetujui oleh Ir.
Soekarno yang menganggap bahwa kedudukannya sebagai seorang anggota biasa
dalam badan tersebut akan lebih mempunyai kemungkinan besar untuk turut aktif
didalam perundingan. Sedangkan sebagai Fuku Kaico pertama dijabat oleh orang
Jepang yakni Syucokan Cirebon dan R. Surowo (Syucokan Kedu) sebagai Fuku Kaico
kedua. R.P. Suroso diangkat pula sebagai kepala secretariat Dokuritsu Junbi Cosakai
dengan dibantu oleh Toyohiko Masuda dan Mr. A G Pringgodigdo.

Pada tanggal 28 Mei 1945 dimulailah upacara pembukaan sidang pertama Badan
Usaha Persiapan Kemerdekaan, bertempat di gedung Cuo Sangi In. Jenderal Itagaki
(Panglima Tentara Wilayah Ketujuh yang bermarkas besar di Singapura) dan Letnal
Jenderal Nagano (Panglima Tentara Keenambelas di Jawa) menghadiri sidang
tersebut. Pada kesempatan itu pula dilakukan upacara pengibaran bendera
Hinomaru oleh Mr.A.G. Pringgodigdo yang kemudian disusul dengan pengibaran
Sang Merah Putih oleh Toyohiko Masuda. Peristiwa tersebut telah membangkitkan
semangat para anggota dalam usahanya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
2. Sidang BPUPKI
Sebagai realisasi pelaksanaan tugas, BPUPKI kemudian mengadakan sidang-sidang.
Secara garis besar sidang-sidang BPUPKI tersebut dibagi menjadi dua kali sidang.
Sidang BPUPKI I diadakan pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945. Kemudian Sidang
BPUPKI II dilangsungkan pada tanggal 10 – 17 Juli 1945. Sidang-sidang BPUPKI itu
untuk merumuskan Undang-Undang Dasar.
A. Sidang I
Sidang berlangsung pada tanggal 29 Mei 1945 sampai tanggal 1 Juni 1945. Mr. Moh.
Yamin dan Ir. Soekarno terdapat diantara para pembicara, yang telah mengucapkan
pidato penting, yang dianggap telah mengusulkan kelima dasar filsafat negara yang
kemudian dikenal sebagai Pancasila. Yang dianggap pertama kali merumuskan
materi Pancasila, ialah Mr. Moh. Yamin, yang pada tanggal 29 Mei 1945 di dalam
pidatonya mengemukakan lima Azas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik
Indonesia sebagai berikut:
1. Peri Kebangsaan.
2. Peri Kemanusiaan.
3. Peri Ketuhanan.
4. Peri Kerakyatan.
5. Kesejahteraan Rakyat).
Mr. Supomo dalam pidatonya tanggal 31 Mei 1945 juga menyampaikan dasar-dasar
negara yang diajukan sebagai berikut:
1. Persatuan.
2. Kekeluargaan.
3. Keseimbangan lahir dan batin.
4. Musyawarah.
5. Keadilan rakyat.
Tiga hari kemudian, yakni pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno, mengucapkan
pidatonya yang kemudian dikenal dengan nama Lahirnya Pancasila, dimana materi
dan nama Pancasila sekaligus dicetuskan didalam. Materi Pancasila yang
dikemukakannya adalah sebagai berikut:
1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme atau peri kemanusiaan.
3. Mufakat atau demokrasi.
4. Kesejahteraan sosial.
5. Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kelima dasar itu atas “petunjuk seorang teman ahli bahasa” oleh Ir. Soekarno
dinamakan Pancasila.
Untuk menindaklanjuti usulan-usulan dari sidang, BPUPKI membentuk panitia kecil
yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia ini dikenal sebagai Panitia Sembilan. Sebagai
ketuanya Ir. Soekarno. Anggota-anggotanya adalah Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh.
Yamin, Mr. Ahmad Subarjo, Mr. A.A. Maramis, Abdulkadir Muzakir, Wakhidd Hasyim,
H. Agus Salim, dan Abikusno Cokrosuyoso. Pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia
Sembilan melahirkan rumusan yang terkenal dengan nama Piagam Jakarta (Jakarta
Charter). Rumusan tersebut sebagai berikut:

1. Ketuhan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-


pemeluknya.
2. Dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
5. Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
B. Sidang II
Pada tanggal 10 Juli 1945 mulai sidang BPUPKI II. Sidang ini membahas rancangan
Undang-Undang Dasar (UUD). Panitia perancang UUD diketuai oleh Ir. Soekarno.
Panitia Perancang membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan rancangan UUD
dengan segala pasal-pasalnya. Panitia kecil ini dipimpin oleh Mr. Supomo.
Sebelum membahas rancangan Undang-Undang Dasar, mereka membahas bentuk
negara. Setelah diadakan pungutan suara, mayoritas anggota memilih negara
kesatuan yang berbentuk republik.
Bahasan berikutnya adalah UUD dan pembukaannya. Pada rapat tanggal 11 Juli
1945, Panitia Perancang UUD secara bulat menerima Piagam Jakarta sebagai
Pembukaan UUD. Tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI melanjutkan sidang untuk menerima
laporan dari Panitia Perancang UUD. Tiga hal penting yang dilaporkan oleh Ir.
Soekarno selaku ketua Panitia Perancang UUD sebagai berikut:
1. Pernyataan Indonesia merdeka.
2. Pembukaan UUD (diambil dari Piagam Jakarta).
3. Batang tubuh UUD.
Sebelum Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan dibentuk dan bersidang di
Bndung pada tanggal 16 Mei 1945 telah diadakan Kongres Pemuda seluruh Jawa,
yang penyelenggaraannya disponsori oleh Angkatan Moeda Indonesia. Adapun
Angkatan Moeda Indonesia rupa-rupanya dibentuk atas inisiatif Jepang pada
pertengahan tahun 1944, tetapi kemudian menjadi suatu gerakan pemuda yang
anti-Jepang. Oleh para pemimpin Angkatan Moeda Indonesia di dalam kongres yang
dihadiri oleh lebih dari 100 pemuda terdiri dari utusan-utusan pemuda, pelajar dan
mahasiswa seluruh Jawa, antara lain Djamal Ali, Chairul Saleh, Anwar Tjokroaminoto
dan Harsono Tjokroaminoto serta mahasiswa-mahasiswa Ika Daigaku Jakarta,
dianjurkan agar para pemuda di Jawa hendaknya bersatu dan mempersiapkan
dirinya untuk pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan bukan sebagai hadiah Jepang.
Pertemuan berada dalam suasana militant dan nasionalistis, dimana hanya
dinyanyikan lagu Indonesia Raya tanpa lagu kebangsaan Jepang Kimigayo dan
dilakukan pengibaran bendera Merah Putih, tanpa didampingi oleh bendera Jepang.
Setelah 3 hari lamanya kongres berjalan, akhirnya dicapai dua resolusi sebagai
berikut: pertama semua golongan Indonesia terutama golongan pemuda
dipersatukan dan dibulatkan dibawah satu pimpinan saja dan kedua, dipercepatnya
pelaksanaan kemerdekaan Indonesia.

Tetapi, sebagaimana yang diberitahukan oleh pers resmi, ternyata kongres pun
menyatakan dukungan sepenuhnya dan kerjasama erat dengan Jepang seperti
usaha mencapai kemenangan terakhir. Pernyataan tersebut tidak memuaskan
beberapa tokoh pemuda yang hadir, seperti urusan dari Jakarta yang dipimpin oleh
Sukarni, Harsono Tjokroaminoto dan Chairul Saleh. Mereka bertekad untuk tidak
mengambil bagian dalam gerakan Angkatan Moeda Indonesia dan bermaksud untuk
menyiapkan suatu gerakan pemuda yang lebih radikal.
Sebagai imbangannya, pada tanggal 3 Juli 1945 diadakan suatu pertemuan rahasia di
Jakarta diantaranya sejumlah 100 pemuda yang membentuk suatu panitia khusus
yang diketuai oleh B.M. Diah, dengan para anggotanya Sukarni, Sudiro, Sjarif
Thayeb, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Chairul Saleh, F. Gultom, Supeno dan
Asmara Hadi. Pertemuan rahasia diadakan Gerakan Angkatan Baroe Indonesia, yang
kegiatannya sebagian besar digerakkan oleh para pemuda dari Asrama Menteng 31.
Tujuan daripada gerakan tersebut tercantum didalam surat kabar Asia Raya
pertengahan bulan Juni 1945, yang menunjukkan sifat daripada gerakan tersebut
yang lebih radikal sebagai berikut: pertama mencapai persatuan kompak diantara
seluruh golongan masyarakat Indonesia, kedua menamkan semangat revolusioner
massa atas dasar kesadaran mereka sebagai rakyat yang berdaulat; ketiga,
membentuk negara kesatuan Republik Indonesia, dan keempat mempersatukan
Indonesia bahu membahu dengan Jepang, tetapi jika perlu gerakan itu bermaksud
untuk “mencapai kemerdekaan dengan kekuatannya sendiri”
Golongan pemuda yang tergabung dalam Angkatan Baroe Indonesia didalam
perkembangan selanjutnya dapat mengemukakan pendapat-pendapatnya yang
mempengaruhi usaha pembentukan negara Indonesia. Para pemuda seperti Chairul
Saleh, Sukarni, B.M. Diah, Asmara Hadi, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Sudiro,
Supeno, Adam Malik, S.K. Trimurti, Sutomo dan Pandu Kartawiguna telah
diikutsertakan didalam suatu gerakan yang disebut Gerakan Rakyat Baroe. Gerakan
tersebut diperkenankan pembentukannya oleh Saiko Syikikan yang baru, Letnan
Jenderal Y. Nagano didalam suatu pertemuan pada tanggal 2 Juli 1945. Gerakan
Rakyat Baroe disusun berdasarkan hasil sidang Cuo Sangi In ke 8 yang mengusulkan
pendirian suatu gerakan untuk mengobar-ngobarkan semangat cinta kepada tanah
air dan semangat perang. Susunan pengurus pusat gerakan tersebut terdiri dari 80
orang. Disamping anggotanya terdiri atas penduduk asli Indonesia dan bangsa
Jepang, juga terdapat golongan Cina, golongan Arab dan golongan Peranakan Eropa.
Sedangkan pengangkatan wakil-wakil golongan pemuda didalamnya dimaksudkan
oleh pemerintah Jepang untuk menguasai kegiatan-kegiatan mereka. Somubuco
Mayor Jenderal Nisyimura menegaskan bahwa setiap organisasi pemuda yang
tergabung didalamnya harus tunduk sepenuhnya kepada Gunseibu (Pemerintah
Militer Jepang) dan merekapun harus pula bekerja di bawah kekuasaan petugas-
petugas pemerintah yang berhubungan erat dengan ahli-ahli Jepang. Dengan
demikian berarti kebebasan bergerak para pemuda dibatasi, hingga timbullah rasa
tidak puas. Akhirnya tatkala Geraka Rakyat Baroe diresmikan pembentukannya pada
tanggal 28 Juli 1945, dimana dua organisasi besar, yaitu Jawa Hokokai dan Masjumi
digabungkan menjadi satu didalamnya, tidak seorangpun tokoh golongan pemuda
yang radikal, seperti Chairul Saleh, Sukarni, Harsono Tjokroaminoto dan Asmara
Hadi yang bersedia menduduki kursi yang telah disediakan untuk mereka. Maka
nampaklah bahwa perselisihan paham antara golongan tua dan golongan muda
tentang cara melaksanakan berdirinya negara Indonesia Merdeka, semakin tajam.
Sidang menyetujui tiga hal yang dilaporkan oleh Ir. Soekarno tersebut. Setelah tugas
BPUPKI dipandang selesai, maka BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya pada tanggal
7 Agustus 1945 dibentuk Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia.

C. PPKI
1. Terbentuknya PPKI
Jepang semakin mengalami kemuduran dalam Perang Asia Timur Raya. Komando
Tentara Jepang wilayah Selatan mengadakan rapat. Dalam rapat itu disepakati
bahwa Indonesia akan diberi kemerdekaan pada tanggal 7 September 1945.
Keadaan Jepang semakin kritis. Pada 6 Agustus 1945, kota Hiroshima dibom atom
oleh Amerika Serikat. Menghadapi situasi ini, Jenderal Terauci menyetujui
pembentukan Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Persetujuan ini terjadi pada tanggal 7 Agustus 1945. Tugas PPKI adalah melanjutkan
tugas BPUPKI dan untuk mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia.
Duapuluh-satu anggota telah dipilih, tidak hanya terbatas pada wakil-wakil di Jawa,
tetapi juga dari berbagai pulau dan suku seperti berikut: 12 wakil dari Jawa, 3 wakil
dari Sumatra, 2 wakil dari Sulawesi, seorang wakil dari Maluku, seorang wakil dari
Sunda Kecil dan seorang wakil golongan penduduk Cina.
Yang ditunjuk sebagai ketua dalam PPKI ialah Ir. Sukarno, sedangkan Drs. Moh. Hatta
ditunjuk sebagai wakil ketua. Sebagai penasehatnya ditunjuk Mr. Ahmad Subardjo.
Kemudian PPKI ditambah dengan enam anggota lagi tanpa seizing pihak Jepang;
anggota-anggota itu adalah Wiranatakusumah, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman
Singodimedjo, Sajuti Melik, Iwa Kusumasumantri dan Ahmad Subardjo.
Para anggota didalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) itu
digerakkan oleh pemerintah sedangkan mereka diizinkan melakukan segala
sesuatunya menurut pendapat dan kesanggupan bangsa Indonesia sendiri; tetapi di
dalam melakukan kewajibannya itu mereka diwajibkan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Syarat pertama untuk mencapai kemerdekaan ialah menyelesaikan perang
yang sekarang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, karena itu harus
mengerahkan tenaga sebesar-besarnya, dan bersama-sama dengan pemerintah
Jepang meneruskan perjuangan untuk memperoleh kemenangan akhir dalam
perang Asia Timur Raya.
2. Kemerdekaan negara Indonesia itu merupakan anggota Lingkungan
Kemakmuran Bersama di Asia Timur Raya, maka cita-cita bangsa Indonesia itu harus
disesuaikan dengan cita-cita pemerintah Jepang yang bersemangat Hakko-Iciu.
Pada tanggal 9 Agustus 1945 mereka berangkat menuju ke markas besar Terauci di
Vietnam Selatan. Dalam suatu pertemuan di Dalath (Vietnam Selatan) pada tanggal
12 Agustus 1945 Marsekal Terauci menyampaikan kepada ketiga pemimpin tersebut
bahwa Pemerintah Kemaharajaan telah memutuskan untuk memberikan
kemerdekaan kepada Indonesia. Untuk melaksanakannya telah dibentuk Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Pelaksanaannya dapat dilaksanakan segera
setelah persiapannya selesai. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas
wilayah Hindia Belanda. Mungkin pelaksanaannya tidak dapat sekaligus untuk
seluruh Indonesia, melainkan bagian demi bagian sesuai kondisi setempat.
Selama masa tugasnya, PPKI mengadakan sidang sebanyak tiga kali pada tanggal 18
Agustus 1945, 19 Agustus 1945, dan 22 Agustus 1945. Berikut ini hasil-hasil sidang
PPKI.
1. Sidang PPKI I tanggal 18 Agustus 1945
a. Mengesahkan UUD sebagai UUD negara RI.
b. Memilih Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil
presiden.
c. Untuk sementara waktu presiden dibantu oleh sebuah Komite Nasional
Indonesia.
2. Sidang PPKI II tanggal 19 Agustus 1945
a. Menetapkan wilayah Indonesia menjadi 8 provinsi dan menunjuk
gubernurnya.
b. Menetapkan 12 departemen beserta menteri-menterinya.
c. Mengusulkan dibentuknya tentara kebangsaan.
d. Pembentukan komite nasional di setiap provinsinya.
3. Sidang PPKI III tanggal 22 Agustus 1945
a. Dibentuknya Komite Nasional.
b. Dibentuknya Partai Nasional Indonesia.
c. Dibentuknya tentara kebangsaan.

2. PPKI dan Perkembangan Situasi Indonesia


Tanggal 14 Agustus 1945, Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan dr. Radjiman
Wediodiningrat pulang kembali ke Jakarta. Ternyata Jepang saat itu menghadapi
pemboman Serikat atas Hirosyima dan Nagasaki, sedangkan Uni Sovyet menyatakan
prang terhadap Jepang dengan cara melakukan penyerbuannya ke Mancuria.
Dengan demikian dapat diduga bahwa kekalahan Jepang akan terjadi dalam waktu
yang sangat singkat, sehingga Proklamasi Kemerdekaan harus segera dilaksanakan.
Dalam hal ini Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta berpendapat bahwa soal Kemerdekaan
Indonesia datangnya dari pemerintah Jepang atau dari hasil perjuangan bangsa
Indonesia sendiri tidaklah menjadi soal karena Jepang sudah kalah. Kini kita
menghadapi Sekutu yang berusaha akan mengembalikan kekuasaan Belanda di
Indonesia. Karena itu untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia diperlukan
suatu revolusi yang terorganisasi. Mereka ingin memperbincangkan pelaksanaan
proklamasi kemerdekaan didalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia,
sehingga dengan demikian tidak menyimpang dari ketentuan pemerintah Jepang,
yang menetapkan waktu berkumpulnya para anggota PPKI pada tanggal 18 Agustus
1945 dan waktu diadakannya sidang PPKI yang pertama pada keesokan harinya.
Sikap demikianlah yang tidak disetujui oleh golongan muda, yang menganggap
badan PPKI adalah badan Jepang dan tidak menyetujui lahirnya proklamasi
Kemerdekaan secara apa yang telah dijanjikan oleh Marsekal Terauci dalam
pertemuan di Dalath. Sebaliknya golongan muda menghendaki terlaksananya
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dengan kekuatan sendiri lepas sama sekali dari
pemerintah Jepang.
Sutan Sjahrir termasuk tokoh pertama yang mendesak diproklamasikannya
Kemerdekaan Indonesia oleh Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta tanpa menunggu janji
Jepang yang dikatakannya sebagai tipu muslihat belaka. Karena ia mendengarkan
radio yang tidak disegel oleh pemerintah militer Jepang, ia mengetahui, bahwa
Jepang sudah memutuskan untuk menyerah. Desakan tersebut dilakukannya dalam
suatu pertemuan dengan Drs. Moh. Hatta pada tanggal 15 Agustus 1945, tak lama
sesudah kembali dari Dalath. Tetapi Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta masih mencari
kebenaran berita tentang penyerahan Jepang secara resmi dan tetap ingin
membicarakan pelaksanaan Proklamasi pada rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia.
Tindakan selanjutnya diambil oleh golongan muda yang terlebih dahulu
mengadakan suatu perundingan di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di
Pegangsaan Timur, Jakarta, pada tanggal 15 Agustus 1945, jam 20.00. Diantara
hadirin Nampak Chairul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono,
disamping Wikana dan Armansjah dari golongan Kaigun. Keputusan rapat yang
dipimpin oleh Chairul Saleh menunjukkan tuntutan-tuntutan radikal golongan
pemuda yang antaranya menegaskan bahwa Kemerdekaan Indonesia adalah hak
dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak dapat digantung-gantungkan pada orang dan
kerajaan lain. Maka diputuskan segala ikatan dan hubungan dengan janji
kemerdekaan dari Jepang dan sebaliknya mengharapkan diadakannya perundingan
dengan Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta agar mereka turut menyatakan proklamasi.
Keputusan rapat tersebut disampaikan oleh Wikana dan Darwis pada saat yang
sama yakni jam 22.00 di rumah kediaman Ir. Sukarno, Pegangsaan Timur (sekarang
jalan Proklamasi) 56, Jakarta. Tuntutan Wikana agar Proklamasi dinyatakan oleh Ir.
Sukarno pada keesokan harinya telah menegangkan suasana karena ia menyatakan
bahwa akan terjadi pertumpahan darah jika keinginan mereka tidak dilaksanakan.
Mendengar ancaman itu Ir. Sukarno menjadi marah dan melontarkan kata-kata yang
bunyinya sebagai berikut: “Inilah leherku, saudara boleh membunuh saya sekarang
juga. Saya tidak bisa melepaskan tanggung jawab saya sebagai ketua PPKI. Karena
itu akan saya tanyakan kepada wakil-wakil PPKI besok”.
Suasana hangat itu disaksikan oleh golongan nasionalis angkatan tua lainnya seperti
Drs. Moh. Hatta, Dr. Buntaran, dr. Samsi, Mr. Ahmad Subardjo dan Mr. Iwa
Kusumasumantri. Nampak adanya perbedaan pendapat, dimana golongan pemuda
tetap mendesak agar besok pada tanggal 16 Agustus 1945 dinyatakann Proklamasi,
sedangkan golongan pemimpin angkatan tua masih menekankan perlunya diadakan
rapat PPKI terlebih dahulu.
Perbedaan pendapat itu telah membawa golongan pemuda kepada tindakan
berikutnya, yakni mengamankan Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta ke Rengasdengklok.
Tindakannya berdasarkan keputusan rapat yang diadakan pada jam 24.00 menjelang
tanggal 16 Agustus 1945 di Cikini 71, Jakarta (sekarang Toko Kue Maison Benny).
Rapat selain dihadiri oleh pemuda-pemuda yang pernah berapat di ruangan
Lembaga Bakteorologi Pegangsaan Timur, juga dihadiri oleh Sukarni, Jusuf Kunto, Dr.
Muwardi dari Barisan Pelopor, Syodanco Singgih dari Daidan PETA Jakarta Syu.
Keputusan itu adalah sebagai berikut:
“Kemerdekaan harus dinyatakan sendiri oleh rakyat, jangan menunggu
kemerdekaan sebagai hadiah dari Jepang. Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta akan
diamankan ke luar kota, dimana Peta telah siap untuk menghadapi segala
kemungkinan yang timbul setelah proklamasi dinyatakan. Sebab jika mereka berada
di Jakarta, mereka akan dipengaruhi dan ditekan oleh kekuatan Jepang untuk
menghalang-halangi berlangsungnya proklamasi Kemerdekaan. Demikianlah pada
tanggal 16 Agustus 1945 jam 06.00 (waktu Tokyo) atau jam 04.30 waktu Jawa jaman
Jepang atau jam 04.00 WIB terjadi peristiwa pengamanan Ir. Sukarno dan Drs. Moh.
Hatta ke luar kota menuju Rengasdengklok di sebelah utara Karawang. Maksud
daripada pengamanan yang dilaksanakan oleh Sukarni dan Jusuf Kunto dari
golongan pemuda itu adalah untuk menjauhkan Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta dari
segala pengaruh Jepang.
Juga oleh Sukarni dijelaskan agar di Rengasdengklok ini dua tokoh menyatakan
Proklamasi Kemerdekaan atas nama seluruh rakyat. Karena keadaan sudah
mendesak dan suasanapun sudah memuncak. Jika tidak dilaksanakan, maka
pemberontakan melawan setiap penghalang kemerdekaan akan terjadi. Oleh karena
itu atas nama segenap rakyat, mereka menuntut supaya kedua tokoh turut
melaksanakan Proklamasi. Jika tidak, maka segala akibatnya terutama yang
mengenai keselamatan mereka tidak akan dapat ditanggung lagi oleh mereka.
Sementara itu di Jakarta Chairul cs. telah menyusun rencana untuk merebut
kekuasaan di Jakarta. Tetapi rencana untuk merebut kota Jakarta tidak berhasil
disusun karena tiadanya dukungan positif dari Peta seluruhnya. Sedangkan sikap
kedua tokoh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta di Rengasdengklok tidak berubah.
Karena itu Jusuf Kunto diutus ke Jakarta untuk melaporkan dan merundingkan
dengan kelompok-kelompok yang ada disana. Tetapi yang ditemui hanyalah
golongan Kaigun, terutama Mr. Ahmad Subardjo.
Antara Mr. Ahmad Subardjo dengan Wikana kemudian terdapat kata sepakat bahwa
Proklamasi Kemerdekaan harus dilakukan di Jakarta, dimana Laksamana Maeda
bersedia akan menjamin keselamatan selama mereka berada di rumahnya. Karena
itu Jusuf Kunto pada hari itu juga membawa Mr. Ahmad Subardjo bersama Sudiro
(Mbah) ke Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno dan Hatta. Rombongan tiba
jam 17.30 WIB. Di Rengasdengklok antara golongan tua dan golongan muda tidak
terjadi perundingan, hanya telah diberi jaminan oleh Ahmas Subardjo dengan
taruhan nyawa bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada tanggal 17
Agustus 1945 keesokan harinya selambat-lambatnya jam 12.00.
Dengan jaminan tersebut Komandan Kompi Peta setempat Cudanco Subeno
melepaskan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Sesampainya di
Jakarta pada jam 23.00 WIB rombongan menuju rumah Laksamana Maeda di Jl.
Bodjol No. 1 (sekarang tempat kediaman resmi Duta Besar Inggris) setelah Soekarno
dan Hatta singgah di rumah masing-masing terlebih dahulu. Di tempat inilah naskah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia disusun. Sebelumnya Soekarno dan Hatta telah
menemui Somubuco, Mayor Jenderal Nisyimura untuk menjagai sikapnya mengenai
Proklamasi Kemerdekaan. Dengan segan-segan Nisyimura mengikatkan diri untuk
tidak menghalang-halangi proklamasi, asala tidak ada tindakan yang anti Jepang.
Para pemuka Indonesia yang hadir dalam peristiwa perumusan teks proklamasi
berkumpul dalam dua ruangan, yakni ruangan makan dan serambi depan. Mereka
yang merumuskan melakukannya di dalam ruangan makan, yakni Ir. Soekarno, Drs.
Moh. Hatta dan Mr. Ahmad Subardjo. Pada saat itu Ir. Soekarno memegang pena
dan menulis teks Proklamasi yang terdiri dari dua kalimat. Kalimat pertama yang
berbunyi: “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia”,
adalah kalimat yang dikutip oleh Mr. Ahmad Subardjo dari Piagam Jakarta yang
antara lain berbunyi sebagai berikut: “Atas berkat Rahmat Allah maka rakyat
Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya”.
Kemudian Drs. Moh. Hatta menyempurnakan teks Proklamasi dengan kalimat kedua
yang berbunyi sebagai berikut: “Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan
lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-
singkatnya”.
Demikianlah perumusan teks Proklamasi dilakukan bersama-sama oleh Ir. Soekarno,
Drs. Moh. Hatta dan Mr. Ahmad Subardjo di dalam ruangan makan dari rumah
Laksamana Maeda. Turut serta menyaksikan perumusan tersebut ialah Sayuti Melik,
Sukarni, B.M. Diah dan Sudiro (Mbah).
Setelah selesai, teks Proklamasi dibacakan di hadapan pemuka-pemuka yang
sebagian besar adalah anggota-anggota PPKI dan mereka itu semuanya menunggu
di dalam serambi muka yang biasanya dipergunakan untuk menerima tamu oleh
Laksamana Maeda. Disisnilah teks Proklamasi dimusyawarahkan. Pada waktu itu
timbullah persoalan tentang siapa yang akan menandatangani. Yang memberi
komentar adalah Chairul Saleh yang tidak setuju bila teks itu ditandatangani oleh
anggota-anggota PPKI, karena menurut anggapannya badan itu bentukan
Pemerintah Jepang yang anggota-anggotanya diangkat oleh Jepang pada waktu itu.
Kemudian muncullah Sukarni dan sebagai jalan keluar ia mengusulkan agar teks
Proklamasi sebaiknya ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas
nama bangsa Indonesia. Ternyata usulnya itu disetujui oleh semua yang hadir. Maka
teks Proklamasi selanjutnya diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik. Olehnya
terhadap beberapa kata dari versi terakhir itu diadakan perubahan-perubahan, yaitu
kata “tempoh” menjadi “tempo”, “wakil bangsa Indonesia” dirubah menjadi “Atas
nama Bangsa Indonesia”, barulah versi terakhir yang telah diketik itu ditandatangani
oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta yang saat ini dikenal sebagai naskah otentik.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 jam 12.00 (waktu Tokyo) atau jam 10.30 waktu Jawa
zaman Jepang, atau jam 10.00 WIB teks Proklamasi dibacakan oleh Ir. Soekarno
dengan didampingi oleh Drs. Moh. Hatta ditempat kediamannya di Jalan Pegangsaan
Timur (sekarang Jalan Proklamasi) No. 56, Jakarta. Dengan Proklamasi itu
tercapailah Indonesia merdeka yang susunan negaranya diatur dengan undang-
undang dasar yang kemudian dikenal dengan sebutan Undang-Undang Dasar 1945.

BUNYI PIAGAM JAKARATA


Tujuan Piagam Jakarta:

1. Memperkuat nilai-nilai Bhinneka Tunggal ika

Piagam Jakarta bertujuan untuk memperkuat prinsip persatuan dalam keragaman, yang
diwujudkan dalam moto nasional Indonesia “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti “Berbeda-
beda tetapi tetap satu”. Dengan mempromosikan toleransi dan kerukunan antarumat
beragama, piagam ini ingin memastikan bahwa warga Indonesia dapat hidup bersama secara
harmonis meskipun memiliki perbedaan agama dan kepercayaan.

2. Mempromosikan kebebasan beragama

Piagam Jakarta menekankan pentingnya menghormati dan melindungi hak asasi manusia,
termasuk kebebasan beragama, berkeyakinan, dan beribadah. Tujuannya adalah untuk
memastikan bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk menjalankan keyakinan dan
beribadah sesuai dengan agamanya, tanpa adanya diskriminasi atau tekanan dari pihak
manapun.

3. Membangun dialog antaragama

Piagam Jakarta mendorong dialog dan kerjasama antarumat beragama. Dengan mengadakan
diskusi dan pertemuan antara pemimpin agama dan masyarakat dari berbagai latar belakang
keagamaan, piagam ini berusaha untuk membangun pemahaman, menghormati perbedaan,
dan mencari kesamaan dalam nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar.

4. Menolak diskriminasi dan kekerasan berbasis agama

Salah satu tujuan utama Piagam Jakarta adalah menolak segala bentuk diskriminasi dan
kekerasan yang dilakukan berdasarkan agama atau keyakinan. Piagam ini ingin menciptakan
masyarakat yang adil, di mana semua individu diperlakukan dengan kesetaraan dan
dihormati tanpa memandang latar belakang agama atau keyakinan mereka.

5. Mempromosikan inklusi sosial dan partisipasi masyarakat beragama

Piagam Jakarta berupaya untuk memastikan partisipasi masyarakat beragama dalam


kehidupan sosial, budaya, dan politik. Tujuannya adalah untuk menciptakan lingkungan yang
inklusif, di mana semua warga negara Indonesia dapat berkontribusi dan memiliki
kesempatan yang sama dalam berbagai bidang

Anda mungkin juga menyukai