Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Kelas: 1 D
2023
A. Latar Belakang Terbentuknya BPUPKI
Sebenarnya, kedatangan Jepang sempat disambut oleh rasa lega, tetapi harapan
yang ada langsung sirna ketika melihat mereka yang bertindak seenaknya. Rakyat
mulai berserikat dan berkumpul kembali untuk membicarakan kemerdekaan yang
sebenarnya dilarang sama sekali. Mereka saling mengumpulkan suara, pendapat, dan
tentunya berjuang. Meski penderitaan Jepang selama tiga tahun (1942-1945) benar-
benar pedih dan terasa sekali, semangat bangsa tetap tidak padam. Inilah awal dan
modal besar untuk mengusir penjajah yang singgah, tapi menyiksa lahir dan batin
seluruh rakyat. Siapa yang tidak ingin melawan?
Jepang tidak mengira bahwa Amerika dan penyerangan di Harbour waktu itu
ternyata telah bangkit. Niatnya untuk menguasai wilayah Australia, terpukul karena
penyerangan laut karang pada tahun 1942. Pertempuran ini menjadi sebuah panah yang
berhasil menyerang balik Jepang. Kekuasaan angkatan laut Jepang sebagian besar
ditempatkan pada Pulau Truk di Kepulauan Carolina. Meski angkatan laut Amerika
juga berhasil menaklukan beberapa wilayah, seperti Tarawa, Pulau Truk tetap
dibiarkan.
Serangan pengeboman mulai dimulai pada tahun 1944 di bulan Juni. Pada
bulan Julinya, pihak Jepang mulai kehilangan pangkalan laut mereka yang bertempat
di Kepulauan Mariana disebabkan oleh krisis kabinet. Pada bulan September, Amerika
mulai berhasil menguasai negara, dari Filipina, sehingga hubungan pangkalan laut
Pulau Truk dengan negara tersebut akhirnya terputus. Kekalahan demi kekalahan
membuat kedudukan Jepang di kawasan Pasifik, termasuk Indonesia mulai melemah.
Jepang mengambil kebijakan untuk memasukkan kekuatan pribumi. Dengan begitu,
mereka harus memikat hati rakyat Indonesia untuk mendapatkan bantuan. Dalam
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, banyak orang yang terlibat dan berjuang
untuk mengisi kemerdekaan, dan salah satu contohnya adalah para anggota BPUPKI.
BPUPKI ini pertama kali dibentuk pada 1 Maret 1946 tetapi baru diresmikan pada
29 April 1945. BPUPKI didirikan dengan tujuan mempelajari dan menyelidiki segala
hal yang berkaitan dengan persiapan kemerdekaan, seperti ekonomi, politik, dan tata
pemerintahan Indonesia. Pihak yang membentuk lembaga ini justru pemerintah
Jepang. Anggota yang mengemban tugas BPUPKI tetap tokoh-tokoh pejuang
kemerdekaan Indonesia. Kala itu, Jepang sedang menghimpun dukungan untuk
melawan sekutu. Termasuk dengan cara memikat hati rakyat Indonesia melalui
BPUPKI.
Dalam bahasa Jepang, BPUPKI disebut Dokuritsu Junbi Cosakai yang
beranggotakan 67 orang yang terdiri dari 60 orang Indonesia dan 7 orang Jepang.
Lembaga ini dipimpin oleh KRT Radjiman Wedyodiningrat, Raden Pandji
Soeroso dan Ichibangase Yoshio bertugas sebagai wakil. Di luar anggota inti BPUPKI,
juga dibentuk sebuah Badan Tata Usaha yang beranggotakan 60 orang. Badan tersebut
dipimpin oleh Raden Pandji Soeroso dengan wakil Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo
dan Masuda Toyohiko (dari pihak Jepang).
Selama BPUPKI berdiri, secara resmi melakukan sidang sebanyak dua kali. Sidang
pertama dilaksanakan pada 29 Mei-1 Juni 1945. Sidang kedua dilaksanakan pada 10
Juli-17 Juli 1945. BPUPKI melaksanakan sidang pertamanya pada 29 Mei 1945 yang
membahas asas negara. Dengan Mohammad Yamin yang menyampaikan 5 asas yakni,
peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan, peri kerakyatan dan kesejahteraan
rakyat. Sementara, pada sidang selanjutnya yang dilaksanakan tanggal 31 Mei 1945,
Dr Soepomo mengemukakan 5 asas yakni, persatuan, kekeluargaan, keseimbangan
lahir batin, musyawarah dan keadilan rakyat. Kemudian, pada sidang 1 Juni 1945,
Soekarno menyampaikan 5 asas yang kini disebut Pancasila. Untuk itulah, pada
tanggal tersebut diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila. Setelahnya, pada 10 Juli-
17 Juli 1945, BPUPKI melakukan sidang kedua untuk membahas rancangan Undang-
Undang Dasar (UUD), bentuk negara, wilayah negara dan kewarganegaraan
Indonesia.
C. Tujuan BPUPKI
Sidang BPUPKI
Sidang BPUPKI digelar dua kali. Sidang pertama dilakukan pada 29 Mei-1 Juni
1945, di gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta (sekarang gedung
Pancasila). Sidang dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan pembahasan dimulai pada
tanggal 29 Mei 1945. Ada tiga puluh tiga pembicara pada sidang pertama yang
membahas perumusan dasar negara Indonesia ini.Adapun tokoh-tokoh yang
menyumbangkan pendapat tentang usulan dasar negara, antara lain Mr. Mohammad
Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir.Soekarno.
Setelah bermusyawarah, sidang BPUPKI sepakat menjadikan Pancasila sebagai
nama dasar negara Indonesia. Pada 1 Juni 1945 inilah ditetapkan sebagai hari lahirnya
Pancasila. Namun, hingga akhir sidang pertama BPUPKI belum diperoleh kesepakatan
utuh tentang rumusan dasar negara. Oleh karena itu, akhirnya dibentuk Panitia
Sembilan untuk menerima dan menengahi berbagai masukan. Pada tanggal 22 Juni
1945, Panitia Sembilan mengadakan pertemuan dan berhasil menghasilkan rumusan
dasar negara yang tertuang dalam hukum dasar atau yang dikenal dengan Piagam
Jakarta (Jakarta Charter):
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sidang kedua BPUPKI digelar pada 10-17 Juli 1945. Pada sidang kedua ini
BPUPKI membahas tentang bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan,
rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara,
pendidikan dan pengajaran. Pada sidang kedua BPUPKI dibentuk Panitia Perancang
Undang-Undang Dasar,Panitia Pembelaan Tanah Air, dan Panitia Ekonomi dan
Keuangan.
Pada tanggal 14 Juli 1945, sidang BPUPKI menerima hasil laporan Panitia
Perancang UUD yang disampaikan oleh Ir. Soekarno selaku ketua. Laporan tersebut
berisi rancangan UUD, yaitu:
E. BPUPKI Dibubarkan
Ir. Soekarno akan diangkat menjadi ketua dari sebuah panitia baru, yakni
PPKI bersama Drs. Moh. Hatta yang akan menjabat sebagai wakil ketua.
PPKI boleh dioperasikan pada tanggal 19 Agustus 1945.
Pekerjaan akan diserahkan pada panitia, tidak menuntut pada cepat atau
tidaknya proses.