Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

IMPLEMENTASI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN DI


ERA KEMERDEKAAN

DISUSUN OLEH:

DESY IRMAYANI
IKA NADILA DEWI
ILHAM MAULANA SYAFRYAN
MASITAH MAHESY
NIZAM PRANATA

INSTIRUTE EHMRI
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan hidayah-

Nya sehingga makalah berjudul “Implementasi Pancasila dalam Kehidupan Era

Kemerdekaan” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Pancasila.

Kami berharap makalah ini dapat berguna bagi banyak orang dan menambah wawasan dan

pengetahuan bagi penulis maupun pembaca.

Karena keterbatasan pengetahuan maka kami yakin makalah ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan

makalah ini.

Kandis, 13 Juli 2023

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB 1 PEDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Apa saja Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada Era Kemerdekaan?

2.2 Bagaimana Kondisi Indonesia di Era Kemerdekaan?

2.3 Bagaimana Implementasi Pancasila dalam Kehidupan di Era

Kemerdekaan?

BAB 3 PENUTUP

3.1 Penutup

3.2 Kesimpulan

Daftar Pustaka
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pancasila adalah dasar negara Indonesia, Pancasila pada sejarah perjalanan bangsa

Indonesia bukan sesuatu yang baru, melainkan telah usang dikenal menjadi bagian pada nilai-

nilai budaya kehidupan bangsa Indonesia. Kemudian nilai-nilai tadi dirumuskan menjadi

dasar Negara Indonesia. Sejak zaman dahulu, daerah-daerah pada nusantara ini mempunyai

beberapa nilai yang dipegang teguh oleh masyarakatnya. Pancasila sebagai dasar Negara lahir

pada tanggal 1 Juni pada momen sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha

Persiapan Kemerdekaan/BPUPKI). Dalam sidang BPUPKI, Bapak Proklamator Ir. Soekarno

menyampaikan pidato bertajuk “Lahirnya Pancasila” tentang gagasan mengenai konsep awal

Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia. Rumusan Pancasila sebagai dasar Negara

Indonesia baru disahkan sehari setelah proklamasi Indonesia, tepatnya pada 18 Agustus 1945

saat pelaksanaan sidang pertama PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Rumusan

tersebut terdapat pada alenia keempat UUD 1945. Sejak saat itu, Pancasila menjadi dasar

negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pancasila merupakan ideologi bangsa yang benar-benar layak karena dalam

kenyataannya Pancasila itu berguna bagi keutuhan bangsa, serta bermanfaat secara nyata

dalam menjaga keutuhan masing-masing komunitas, individu, dan kelompok. Pancasila yang

merupakan ideologi bangsa dapat menjadi landasan untuk membangun kehidupan

multicultural berkarakter Indonesia, hanya dengan cara itulah Pancasila dapat kontekstual

dengan semangat zaman. Kemudian Soekarno berusaha membangun National Character

Building dengan memompa semangat dan kebanggaan bahwa kita adalah bangsa yang

Bersatu dan berdaulat.


Sebelumnya, kita akan membahas tentang peristiwa yang terjadi pada era

kemerdekaan serta bagaimana Implementasi Pancasila dalam Kehidupan di Era

Kemerdekaan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja Implementasi Nilai-nilai Pancasila pada Peristiwa yang terjadi di Era

Kemerdekaan?

2. Bagaimana Peran Pancasila dalam mengatasi peristiwa tersebut dan untuk

menjaga keutuhan Bangsa Indonesia?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui peristiwa yang terjadi pasca kemerdekaan dan implementasi

Pancasila pada peristiwa-peristiwa tersebut.

2. Untuk menjelaskan peran Pancasila dalam mengatasi pristiwa yang terjadi serta

untuk dapat menjaga keutuhan Bangsa Indonesia.


BAB II

PEMBAHASAN

Pada masa awal kemerdekaan, Indonesia masih berbenah di bidang politik, sosial dan

ekonomi. Ketegangan, kekacauan, serta insiden masih sering terjadi, dikarenakan pihak

sekutu yang masih belum mau melepas Indonesia. Pemerintahan Indonesia memang sudah

berdiri secara penuh, namun masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Pada awalnya

proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan di lapangan Ikatan Atletik Jakarta (IKADA),

namun kondisi politik dan keamanan pada saat itu masih belum membaik, mengingat adanya

tentara Jepang yang masih ada di Indonesia.

Penerapan Pancasila pada masa awal kemerdekaan berlangsung sejak tahun 1945

hingga tahun 1959. Pada masa ini, seluruh rakyat Indonesia bertekad untuk melepaskan diri

dari segala bentuk penjajahan dan menjadi bangsa yang mandiri. Namun pada awal

kemerdekaan penerapan Pancasila sebagai dasar negara yang disahkan oleh Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tidak serta merta berjalan mulus. Berbagai permasalahan

kerap terjadi dan harus di hadapi oleh bangsa Indonesia dalam menerapkan Pancasila.

Pada akhir-akhir masa kependudukan Jepang di Indonesia, karena terdesak dengan

kekalahan perang, Jepang memberikan sebuah janji kepada Indonesia bahwasannya akan

memberikan suatu kemerdekaan tanpa syarat. Untuk meyakinkan rakyat Indonesia akan janji

tersebut Jepang membentuk sebuah Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan


Indonesia (BPUPKI). Sidang pertama BPUPKI adalah pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945, pada

sidang ini dibahas mengenai rancangan dasar negara untuk Indonesia jika sudah merdeka.

Banyak anggota sidang yang mengusulkan rumusan dasar negara, diantaranya adalah :

1. Muhammad Yamin (29 Mei 1945)

1. Peri Kebangsaan.

2. Peri kemanusiaan.

3. Peri Ketuhanan.

4. Peri Kerakyatan.

5. Kesejahteraan Rakyat.

2. Mr. Soepomo (31 Mei 1945)

1. Paham Negara Persatuan.

2. Perhubungan Negara dan Agama.

3. Sistem Badan Permusyawaratan.

4. Sosialisme Negara.

5. Hubungan Antarbangsa.

3. Ir. Soekarno (1 Juli 1945)

1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia).

2. Internasionalisme (Peri Kemanusiaan).

3. Mufakat atau Demokrasi.

4. Kesejahteraan Sosial.

5. Ketuhanan yang Berkebudayaan.


Selesai sidang pertama, para anggota BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945 sepakat

membentuk panitia kecil yang bertugas menampung usulan yang masuk dan memeriksanya

serta melaporkan pada sidang BPUPKI. Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan

antara panitia kecil, dengan para anggota BPUPKI yang berdomisili di wilayah Jakarta. Hasil

yang dicapai adalah disetujuinya sebuah panitia kecil penyelidik dasar negara yang disebut

dengan panitia Sembilan. Panitia Sembilan melakukan sidang dan berhasil merumuskan suatu

hukum dasar negara yang dikenal sebagai Piagam Jakarta. Dalam naskah Piagam Jakarta

disebutkan butir-butir dasar negara yaitu :

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradap.

3. Persatuan Indonesia.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan

perwakilan.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Namun, pada sila pertama dilakukan perubahan-perubahan karena

mempertimbangkan keberatan sejumlah tokoh khususnya dari Indonesia Timur dan

masyarakat yang beragama non muslim, karena memang pada dasarnya Indonesia adalah

negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama. Pada sidang PPKI pertama tanggal

18 Agustus 1945 atau sehari setelah kemerdekaan Indonesia, sila pertama pancasila dirubah

menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa”, pada hari itu juga pancasila disahkan menjadi dasar

negara dan ideologi bangsa.

Pada tanggal 17 Agustus Soekarno dan Hatta sebagai perwakilan bangsa Indonesia

sudah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, namun tidak serta merta membuat

Indonesia lepas dari campur tangan atau intervensi yang dilakukan pihak luar terutama adalah
Belanda. Hal ini dibuktikan dengan adanya rentetan peristiwa yang terjadi pada kurun waktu

(1945-1949) yang mengancam keutuhan negara Indonesia. Peristiwa ini disebabkan oleh

beberapa faktor, entah faktor internal maupun faktor eksternal.

2.1 Implementasi Nilai-Nilai Pancasila pada Peristiwa yang terjadi di Era

Kemerdekaan

Eksistensi Pancasila sempat dianggap pudar pada masa revolusi (1945-1949), karena

setelah di proklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945

kedaulatan rakyat sebagai negara justru lebih popular. Hilangnya pamor pancasila pada saat

itu tentu dapat dipahami karena para tokoh-tokoh nasionalis lebih memusatkan perhatiannya

pada upaya mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia. Misalnya dapat kita lihat pada

beberapa peristiwa, diawali dengan peristiwa perobekan bendera di Hotel Yamato Surabaya

pada tanggal 19 September 1945. Dalam peristiwa ini dapat kita lihat bagaimana gigihnya

arek-arek Suroboyo dalam upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia karena tidak

terima di bumi Surabaya dikibarkan Bendera Kebangsaan Belanda padahal sudah jelas bahwa

bangsa Indonesia sudah merdeka, hal ini secara tidak langsung membuktikan bahwa Belanda

masih belum sepenuhnya mengakui kemerdekaan Indonesia.

Hal itu semakin ditegaskan dengan mendaratnya AFNEI di Indonesia, sesungguhnya

tugas utama dari AFNEI yang dipimpin oleh Letnan Sir Philip christinson adalah :

1. Menerima penyerahan dari tangan jepang.

2. Membebaskan para tawanan perang dan interniran sekutu.


3. Melucuti dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada

pemerintah sipil.

4. Menghimpun keterangan tentang penjahat perang dan menuntut mereka di depan

pengadilan.

Akan tetapi kedatangan AFNEI dibarengi pula dengan kedatangan NICA yang tidak

lain adalah pegawai sipil pemerintah Hindia Belanda yang disiapkan untuk mengambil alih

pemerintah sipil di Indonesia. Situasi keamanan menjadi semakin buruk sejak NICA

mempersenjatai kembali KNIL yang baru dilepaskan dari tawanan Jepang. Hal tersebut tentu

saja sangat mengancam persatuan Indonesia yang baru saja dibangun.

Bukan hanya kedatangan AFNEI dan NICA ke Indonesia, tetapi keberadaan Jepang

juga memicu pertempuran-pertempuran, salah satunya adalah pertempuran 5 hari di

Semarang. Pertempuran ini bermula karena gesekan yang terjadi antara pemuda Semarang

dengan pihak tentara Jepang. Pemuda Semarang ingin melucuti senjata tentara Jepang, tapi

hal ini ditolak oleh pihak tentara Jepang. Penolakan ini berlanjut menjadi sebuah

pertempuran. Sebenarnya pertempuran ini adalah semata-mata untuk mempertahankan

kemerdekaan Indonesia.

Ditengah maraknya pertempuran-pertempuran untuk mempertahankan kemerdekaan,

muncul sebuah Maklumat pemerintah tentang pembentukan partai-partai politik pada tanggal

3 November 1945, dapat kita ketauhi bahwa dengan dibentuknya partai politik sebagai

bentuk nyata dari pemerintahan negara Indonesia yang ingin mewujudkan negara demokrasi

yang sesungguhnya. Akan tetapi dengan kebebasan membuat partai politik tidak serta merta

membebaskan Indonesia dari kekisruhan, banyak pula masalah yang mucul dari internal

negara Indonesia itu sendiri, karena ideologi yang berbeda dari setiap partai memunculkan

gejolak konflik yang baru.


Kembali lagi ke dampak kedatangan AFNEI dan NICA ke Indonesia, tidak hanya

menimbulkan pertempuran di Semarang, tetapi juga di berbagai daerah, salah satunya adalah

Surabaya. Pertempuran yang terjadi antara pihak Belanda dan arek-arek Suroboyo ini

memuncak akibat kematian Jenderal Mallaby yang tewas di tangan arek-arek Suroboyo

sehingga pihak Belanda marah dan mengeluarkan ultimatum agar arek-arek Suroboyo

menyerahkan senjata dan dipaksa menghentikan perlawanan kepada Belanda. Hal ini ditolak

mentah-mentah oleh arek Suroboyo karena merasa bahwa Indonesia telah merdeka dan

pihak-pihak asing seperti Belanda dilarang melakukan intervensi kepada Indonesia. hal ini

merupakan simbol Nasionalisme Indonsia sebagai upaya mempertahankan kemerdekaan

Indonesia.

Beralih ke tahun selanjutnya yaitu pada tahun 1946, ternyata tidak hanya di Surabaya,

akibat kedatangan pihak AFNEI dan NICA juga menimbulkan pertempuran di Bandung yang

dikenal dengan peristiwa Bandung Lautan Api pada 23 Maret 1946. Peristiwa ini merupakan

pembumihangusan kota Bandung sebagai bentuk dari penolakan ultimatum dari pihak Inggris

kepada rakyat Bandung agar mengosongkan kota Bandung.

Konflik terus terjadi antara pihak Indonesia dengan Belanda serta Sekutu, namun

muncul kesadaran dari pemimpin negara bahwa konflik tidak harus diselesaikan dengan

peperangan karena hanya akan menimbulkan korban jiwa, konflik bisa diselesaikan melalui

perundingan dan perjanjian, salah satunya adalah muncul perjanjian Linggarjati pada tanggal

10 November tahun 1946. Perjanjian ini merupakan dampak dari tidak adanya pengakuan

dari pihak Belanda atas kemerdekaan Indonesia. Perjanjian ini berisi tentang kesepakatan

antara pihak Belanda dan Indonesia salah satunya adalah dari perjanjian ini permasalahan

antara kedua belah pihak ini sampai ke ranah internasional dan melibatkan PBB.

Isi dari perjanjian ini salah satunya adalah Belanda mau mengakui secara de facto

Republik Indonesia yang meliputi Madura, Sumatera, dan Jawa. Dan Belanda harus pergi
dari daerah tersebut paling lambat 1 januari 1949. Dari perjanjian ini juga terbentuk

kesepakatan antara pihak Indonesia dan Belanda untuk mendirikan Republik Indonesia

Serikat dan membentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketua. Jikalau

kita cermati sebenarnya perjanjian ini malah menimbulkan perpecahan dengan dibentuknya

RIS. Selain itu ada pelanggaran terhadap sila-sila Pancasila, yaitu sila ke tiga dan sila ke lima,

Ternyata meskipun ada perjanjian Linggajati, tidak menimbulkan kedamaian antara kedua

belah pihak antara Belanda dan Indonesia. Muncul sebuah pertempuran besar di Bali yang

dikenal dengan Puputan Margarana pada 29 November 1946. Pertempuran ini merupakan

bentuk perlawanan rakyat Bali untuk mengusir Belanda.

Tidak hanya di Bali, tetapi ulah Belanda sampai ke Makassar. Pada tanggal 7

Desember 1946, terjadi pembantaian habis-habisan di Makassar yang menimbulkan banyak

korban jiwa. Peristiwa ini dilatar belakangi oleh keinginan Belanda untuk menguasai

Indonsia tetapi mendapatkan perlawanan dari rakyat Makassar.

Bukan hanya ancaman dari segi perang tetapi Belanda juga memecah belah Indonesia

yang mengancam persatuan Indonesia, salah satunya adalah pembentukkan Negara Indonesia

Timur sebagai upaya mengembalikan kekuasaan Belanda atas wilayah Indonesia Timur pada

tanggal 18 Desember 1946. Untuk membentuk negara yang merdeka dan berdaulat para

delegasi juga menuntut agar status Negara Indonesia Timur di samakan dengan RI. Setelah

terbentuknya RIS, muncul berbagai kecaman agar dihapuskannya negara-negara bagian yang

dibentuk oleh Belanda, usaha ini diwujudkan melalui peleburan negara-negara yang ada

dalam bagian negara RI. Sehingga hal ini akan merubah bentuk negara dari negara serikat

menuju negara kesatuan.

Sepertinya ancaman yang datang ke Indonesia tak henti-hentinya terjadi, setelah

adanya pembentukan Negara Indonesia Timur, tahun berikutnya muncul peristiwa agresi

militer pertama pada tanggal 21 juli 1947 yang disebabkan oleh perbedaan penafsiran
terhadap ketentuan hasil perundingan Linggajati setelah disahkan pada tanggal 25 Maret

1947. Dalam hal ini Belanda menganggap Indonesia sebagai negara induk atau negara

persemakmuran Belanda. Sedangkan dari pihak Indonesia tetap bersikukuh dan tetap teguh

untuk mempertahankan kedaulatan, lepas dari intervensi Belanda.

Melihat pertikaian antara Indonesia Belanda, sepertinya dunia pun ingin ikut

mengambil peran dalam upaya penyelesaian pertikaian antara kedua pihak ini, salah satu

perwujudan dari upaya ini adalah pembentukan Komisi Tiga Negara (KTN) pada tanggal 27

Oktober 1947. KTN bertugas untuk mengawasi penghentian tembak-menembak sesuai

dengan resolusi Dewan Keamanan PBB secara langsung.

Setelah pembentukan Komisi Tiga Negara, muncul perundingan lagi yang disebut

perundingan Renville pada tanggal 17 Januari 1948. Perjanjian ini dilatar belakangi oleh

agresi militer Belanda pertama. Perundingan Renville malah berdampak buruk bagi Indonesia

salah satunya adalah semakin menyempitnya wilayah Republik Indonesia karena dikuasai

pihak Belanda serta untuk memecah belah Indonesia, Belanda sepertinya menjadikan negara

Indonesia menjadi Negara boneka.

Salah satu bukti bahwa Belanda menjadikan Indonesia menjadi negara boneka adalah

dibentuknya Negara Madura pada tanggal 23 Januari 1948, adanya Konferensi pembentukan

Negara Jawa Barat Pasundan pada tanggal 16 Februari 1948, serta meloncat ke bulan

November yaitu pembentukan Negara Jawa Timur tepatnya pada tanggal 16 November tahun

1948.

Banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjaga persatuan Indonesia

meskipun banyak ancaman yang datang untuk memecah belah Indonesia. Salah satunya

adalah adanya Pekan Olahraga Nasional (PON) pada tanggal 9 September 1948. Adanya

PON ini merupakan salah satu misi Indonesia untuk menunjukkan kepada dunia luar bahwa
meskipun Indonesia dipersempit dengan adanya perjanjian Renville, Indonesia masih mampu

menyelenggarakan acara olahraga dengan skala Nasional.

Ancaman kepada Indonesia datang lagi beberapa saat setelah dilaksanakannya PON

yaitu munculnya pemberontakan PKI di Madiun pada 18 September 1948, pemberontakan ini

berasal dari pihak internal. Melalui pemberontakan ini, sebenarnya PKI ingin merebut

kekuasaan dan ingin menjadikan negara Indonesia menjadi negara Komunis.

Tidak hanya ancaman dari internal, tetapi muncul lagi ancaman dari luar yaitu adanya

agresi militer Belanda kedua pada tanggal 19 Desember 1948. Agresi militer kedua ini

dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan pihak Belanda terhadap perjanjian Renville yang telah

disepakati. Belanda tetap bersikeras untuk menguasai Republik Indonesia seutuhnya tanpa

adanya pembagian kekuasaan.

Beberapa waktu setelah terjadi agresi militer Belanda yang kedua, pada tanggal 1

Maret 1949 di kota Yogyakarta terjadi serangan besar-besaran dibawah pimpinan Letnan

Kolonel Soeharto. Serangan ini bertujuan untuk menakhlukan Belanda serta menunjukkan

kepada mata dunia bahwa TNI masih mempunyai kekuatan untuk melakukan perlawanan

terhadap Belanda. Pada serangan ini pihak TNI benar-benar menyusun strategi yang matang.

Serangan dimulai dengan memutuskan telepon, merusak jalan kereta api, menyerang

rombongan Belanda, serta tindakan lainnya yang bertujuan untuk merebut kota Yogyakarta

dari Belanda, karena kota Yogyakarta merupakan ibu kota RI (pada saat itu), sehingga ketika

pasukan Indonesia dapat merebutnya walau hanya beberapa jam akan sangat berpengaruh

terhadap perjuangan Indonesia melawan Belanda.

Peristiwa serangan umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta ini melatarbelakangi terjadinya

persetujuan Roem Royen pada tanggal 7 Mei 1949. Dalam perjanjian ini terdapat beberapa

kesepakatan, salah satunya adalah terjadinya penghentian tembak menembak pada tanggal 3

Agustus 1949 oleh pihak Belanda dan Indonesia.


Beralih ke ancaman selanjutnya yang berasal dari dalam yaitu proklamasi negara

Islam oleh Kartosoewirjo pada tanggal 7 Agustus 1949 di Jawa Barat. Gerakan proklamasi ini

bertujuan untuk menjadikan Republik Indonesia yang padahal baru diproklamasikan

kemerdekaannya menjadi negara yang teokrasi dan agama islam sebagai dasar negara. Hal ini

tentu saja sangat mengancam keutuhan negara Indonseia, karena dapat kita ketahui bahwa di

Indonesia tidak hanya ada agama Islam, tetapi banyak agama lain yang hidup di Indonesia.

2.2 Peran Pancasila dalam Mengatasi Peristiwa tersebut dan untuk

menjaga Keutuhan Bangsa Indonesia

Sepertinya memang dapat diartikan bahwa pamor Pancasila saat itu benar-benar

meredup, karena para tokoh nasionalis dan rakyat masih terlalu sibuk memperjuangkan dan

mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang nyatanya belum benar-benar bebas atau

merdeka meskipun sudah diproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Namun, setelah kami analisis ternyata nilai-nilai pada sila pancasila masih

terimplementasikan pada peristiwa-peristiwa dalam kurun waktu tahun (1945-1949).

Sila pertama pancasila yang berbunyi “Ketuhanan yang maha Esa” terimplementasi

pada banyaknya ragam budaya yang hidup di Indonesia pada saat itu bahkan sampai

sekarang, hal ini merupakan bukti nyata bahwa meskipun agamanya beragam tapi Tuhan itu

satu atau Esa.

Sila kedua pancasila yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradap”

terimplementasi pada dibentuknya Balai Perguruan Tinggi Kebangsaan Gadjah Mada pada

tanggal 3 maret 1946, hal itu adalah bentuk nyata pemerintah untuk mewujudkan impian
dalam sila ke-2 yaitu membentuk negara yang adil dalam hal ini adil dalam mendapatkan

pendidikan, serta membentuk masyarakat yang beradap.

Sila ketiga pancasila yang berbunyi “Persatuan Indonesia” sangat jelas

terimplementasi dalam peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kurun waktu (1945-1949). Hal

ini jelas terlihat dalam perlawanan masyarakat Indonesia kepada kolonial yang mencoba

datang kembali ke Indonesia serta mencoba merebut kemerdekaan Indonesia yang sudah

didapat.

Sila keempat pancasila yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah

kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” terimplementasi dalam setiap

peristiwa perundingan-perundingan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan

pemerintah belanda guna menyelesaikan setiap masalah-masalah, dengan tujuan

meminimalisir setiap bentrokan-bentrokan yang terjadi antara pihak pribumi maupun kolonial

itu sendiri.

Sila kelima pancasila yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”

terimplementasi dalam perjuangan pemerintah Indonesia dalam merubah hasil dari

perundingan-perundingan yang lebih menguntungkan kepada pihak Belanda serta memecah

belah Indonesia. karena kemerdekan Indonesia itu milik semua serta harus dirasakan oleh

masyarakat Indonesia mulai dari sabang hingga merauke.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses sejarah yang panjang. Dimulai sebagai

masyarakat yang bebas dan berdaulat, bebas berinteraksi dengan pihak manapun dan

mengadakan hubungan dagang dengan siapa saja, tetapi kemudian harus mengalami

penjajahan oleh kolonialisme dan imperialisme Barat. Beratus-ratus tahun lamanya rakyat

Indonesia harus berjuang melalui berbagai perlawanan dan pergerakan kebangsaan yang

akhirnya sampailah kepada saat yang berbahagia untuk menemukan jati diri sebagai bangsa

yang berdaulat setelah tercapai proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dinyatakan pada

tanggal 17 Agustus 1945. Berbagai perangkat, termasuk falsafah dan dasar negaranya

Pancasila sebagai karakter dan panduan hidup bangsa, telah ditetapkan. Kini kita hampir dua

pertiga abad merdeka dan Pancasila sebagai dasar negara.


Pada dasarnya pancasila sangat berperan penting dalam perjuangan Indonesia guna

mempertahankan kemerdekaan yang telah didapat. Hampir setiap sila dari pancasila

terimplementasi dalam peristiwa-peristiwa yang terjadi di Indonesia dalam kurun waktu

(1945-1949), maka dari itu tujuan dari pembuatan artikel ini adalah untuk mencari serta

memaparkan apa saja nila-nilai pancasila yang terimplementasi dalam kurun waktu (1945-

1949) dalam mempertahankan kemerdekaan yang telah dicapai oleh masyarakat Indonesia.

3.2 Saran

Sebagai generasi penerus bangsa, kita harus mengetahui sejarah panjang perjalanan

Pancasila sebagai ideologi serta dasar negara Republik Indonesia. Setelah melihat banyak

peristiwa yang terjadi dahulu, maka hendaknya kita belajar dari peristiwa tersebut sehingga

kita menyadari betapa pentingnya mengimplementasikan nilai-nilai pancasila dalam

kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu mulai dari hari ini, kita harus membentuk karakter

yang berdasarkan pancasila dengan cara menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam diri kita.
DAFTAR PUSTAKA
Tiara Syabanira Dewantari (2022). Sejarah Pancasila dan Bagaimana Penerapannya Saat
Masa Awal Kemerdekaan. Brain Academy. Diakses 13 Juli 2023 dari
https://www.brainacademy.id/blog/sejarah-penerapan-pancasila-saat-masa-awal-
kemerdekaan

Sartika Dewi, Maharani & Anggraeni Dewi, Dinie (2021). Penerapan Nilai Pancasila Dari
Arus Sejarah Perjuangan Dan Dampak Globalisasi. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan
Undiksha Vol. 9 No. 2. 305,306, 309.

Manzilatul Rohmah, Alvi (2016). Implementasi Nilai Pancasila di Era Pasca Kemerdekaan
(1945-1949) Sebagai Upaya Penguatan Jati Diri Bangsa. (Universitas Negri Surabaya, 2016)
Diakses dari https://www.academia.edu/33206351

Anda mungkin juga menyukai