Anda di halaman 1dari 16

1.

Pembentukan BPUPKI

Memasuki awal tahun 1944, kedudukan Jepang dalam perang Pasifik semakin terdesak. Angkatan Laut
Amerika Serikat dipimpin Laksamana Nimitz berhasil menduduki posisi penting di Kepulauan Mariana seperti
Saipan, Tidian dan Guan yang memberi kesempatan untuk Sekutu melakukan serangan langsung ke Kepulauan
Jepang. Sementara posisi Angkatan Darat Amerika Serikat yang dipimpin oleh Jendral Douglas Mac Arthur
melalui siasat loncat kataknya berhasil pantai Irian dan membangun markasnya di Holandia (Jayapura). Dari
Holandia inilah Mac Arthur akan menyerang Filipina untuk memenuhi janjinya. Di sisi lain kekuatan Angkatan
Laut Sekutu yang berpusat di Biak dan Morotai berhasil menghujani bom pada pusat pertahanan militer
Jepang di Maluku, Sulawesi, Surabaya dan Semarang. Kondisi tersebut menyebabkan jatuhnya pusat
pertahanan Jepang dan merosotnya semangat juang tentara Jepang. Kekuatan tentara Jepang yang semula
ofensif (menyerang) berubah menjadi defensif (bertahan). Kepada bangsa Indonesia, pemerintah militer
Jepang masih tetap menggembar gemborkan (meyakinkan) bahwa Jepang akan menang dalam perang Pasifik.

Pada tanggal 18 Juli 1944, Perdana Menteri Hideki Tojo terpaksa mengundurkan diri dan diganti oleh Perdana
Menteri Koiso Kuniaki. Dalam rangka menarik simpati bangsa Indonesia agar lebih meningkatkan bantuannya
baik moril maupun materiil, maka dalam sidang istimewa ke-85 Parlemen Jepang (Teikoku Ginkai) pada tanggal
7 September 1944 (ada yang menyebutkan 19 September 1944), Perdana Menteri Koiso mengumumkan
bahwa Negara-negara yang ada di bawah kekuasaan Jepang diperkenankan merdeka kelak di kemudian hari.
Janji kemerdekaan ini sering disebut dengan istilah Deklarasi Kaiso. Pada saat itu, Koiso dianggap menciptakan
perdamaian dengan Sekutu, namun ia tak bisa menemukan solusi yang akan menenteramkan militer Jepang
atau Amerika.

Sejak saat itu pemerintah Jepang memberi kesempatan pada bangsa Indonesia untuk mengibarkan bendera
merah putih berdampingan dengan Hinomaru (bendera Jepang), begitu pula lagu kebangsaan Indonesia Raya
boleh dinyanyikan setelah lagu Kimigayo. Di satu sisi ada sedikit kebebasan, namun di sisi lain pemerintah
Jepang semakin meningkatkan jumlah tenga pemuda untuk pertahanan. Selain dari organisasi pertahanan
yang sudah ada ditambah lagi dengan organisasi lainnya seperti: Barisan Pelajar (Suishintai), Barisan Berani
Mati (Jikakutai) beranggotakan 50.000 orang yang diilhami oleh pasukan Kamikaze Jepang yang jumlahnya
50.000 orang (pasukan berani mati pada saat penyerangan ke Pearl Harbour).

Pada akhir 1944, posisi Jepang semakin terjepit dalam Perang Asia Timur Raya dimana Sekutu berhasil
menduduki wilayah-wilayah kekuasaan Jepang, seperti Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Kepulauan
Marshall, bahkan Kepulauan Saipan yang letaknya sudah sangat dekat dengan Jepang berhasil diduduki oleh
Amerika pada bulan Juli 1944. Sekutu kemudian menyerang Ambon, Makasar, Manado, Tarakan, Balikpapan,
dan Surabaya.

Menghadapi situasi yang kritis itu, maka pada tanggal 1 Maret 1945 pemerintah pendudukan Jepang di Jawa
yang dipimpin oleh Panglima tentara ke-16 Letnan Jenderal Kumakici Harada mengumumkan pembentukan
Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Tujuan pembentukan badan tersebut adalah menyelidiki dan mengumpulkan bahan-bahan penting tentang
ekonomi, politik dan tata pemerintahan sebagai persiapan untuk kemerdekaan Indonesia.

Walaupun dalam penyusunan keanggotaan berlangsung lama karena terjadi tawar menawar antara pihak
Indonesia dan Jepang, namun akhirnya BPUPKI berhasil dilantik 28 Mei 1945 bertepatan dengan hari kelahiran
Kaisar Jepang, yaitu Kaisar Hirohito. Adapun keanggotaan yang terbentuk berjumlah 67 orang dengan ketua
Dr. K.R.T. Radjiman Widiodiningrat dan R. Suroso dan seorang Jepang sebagai wakilnya Ichi Bangase ditambah
7 anggota Jepang yang tidak memiliki suara. Ir. Soekarno yang pada waktu itu juga dicalonkan menjadi ketua,
menolak pencalonannya karena ingin memperoleh kebebasan yang lebih besar dalam perdebatan, karena
biasanya peranan ketua sebagai moderator atau pihak yang menegahi dalam memberi keputusan tidak
mutlak.

Pada tanggal 28 Mei 1945 dilangsungkanlah upacara peresmian BPUPKI bertempat di Gedung Cuo Sangi In,
Jalan Pejambon Jakarta, dihadiri oleh Panglima Tentara Jepang Wilayah Ketujuh Jenderal Itagaki dan Panglima
Tentara Keenam Belas di Jawa Letnan Jenderal Nagano. BPUPKI mulai melaksanakan tugasnya dengan
melakukan persidangan untuk merumuskan undang-undang dasar bagi Indonesia kelak. Hal utama yang
dibahas adalah dasar negara bagi negara Indonesia merdeka.

Selama masa tugasnya BPUPKI hanya mengadakan sidang dua kali. Sidang pertama dilakukan pada tanggal 29
Mei sampai 1 Juni 1945 di gedung Chou Sang In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang sekarang dikenal dengan
sebutan Gedung Pancasila. Pada sidang pertama, Dr. KRT. Rajiman Widyodiningrat selaku ketua dalam pidato
pembukaannya menyampaikan masalah pokok menyangkut dasar negara Indonesia yang ingin dibentuk pada
tanggal 29 Mei 1945.

Ada tiga orang yang memberikan pandangannya mengenai dasar negara Indonesia yaitu Mr. Muhammad
Yamin, Prof. Dr. Supomo dan Ir. Soekarno.

Orang pertama yang memberikan pandangannya adalah Mr. Muhammad Yamin.


Dalam pidato singkatnya, ia mengemukakan lima asas yaitu:

a. peri kebangsaan

b. peri ke Tuhanan

c. kesejahteraan rakyat

d. peri kemanusiaan

e. peri kerakyatan

Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Soepomo dalam pidatonya mengusulkan pula lima asas yaitu:

a. persatuan

b. mufakat dan demokrasi

c. keadilan social

d. kekeluargaan

e. musyawarah

Pada sidang hari ketiga tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan lima dasar negara Indonesia merdeka
yaitu:

a. Kebangsaan Indonesia

b. Internasionalisme dan peri kemanusiaan


c. Mufakat atau demokrasi

d. Kesejahteraan social

e. Ketuhanan yang Maha Esa.

Kelima asas dari Ir. Soekarno itu disebut Pancasila yang menurut beliau dapat diperas menjadi Tri Sila atau Tiga
Sila yaitu:

a. Sosionasionalisme

b. Sosiodemokrasi

c. Ketuhanan yang berkebudayaan

Bahkan menurut Ir. Soekarno Trisila tersebut di atas masih dapat diperas menjadi Eka sila yaitu sila Gotong
Royong.

Meskipun sudah ada tiga usulan tentang dasar negara, namun sampai 1 Juni 1945 sidang BPUPKI belum
berhasil mencapai kata sepakat tentang dasar negara. Maka diputuskan untuk membentuk panitia khusus yang
diserahi tugas untuk membahas dan merumuskan kembali usulan dari anggota, baik lisan maupun tertulis dari
hasil sidang pertama. Panitia khusus ini yang dikenal dengan Panitia 9 atau panitia kecil yang terdiri dari:

1. Ir. Soekarno (ketua)

2. Drs. Moh. Hatta (wakil ketua)

3. KH. Wachid Hasyim (anggota)

4. Abdoel Kahar Muzakar (anggota)

5. A.A. Maramis (anggota)

6. Abikoesno Tjokrosoeyoso (anggota)

7. H. Agus Salim (anggota)

8. Mr. Achmad Soebardjo (anggota)

9. Mr. Muhammad Yamin (anggota).

Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan mengadakan pertemuan. Hasil dari pertemuan tersebut,
direkomondasikan Rumusan Dasar Negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisi

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya;

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;


3. Persatuan Indonesia;

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Coba Anda perhatikan rumusan piagam Jakarta point pertama, konsep inilah yang pada akhirnya mengalami
perubahan karena adanya kritik bahwa bangsa Indonesia majemuk dalam beragama. Di sisi lain konsep
tersebut saat ini sedang gencar-gencarnya untuk diusahakan kembali yaitu upaya untuk menjalankan syariat
Islam bagi pemeluknya mengingat agama Islam merupakan mayoritas di Indonesia.

Setelah piagam Jakarta berhasil disusun, BPUPKI membentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar. Ini
merupakan sidangnya yang ke-2 pada tanggal 10 - 16 Juli 1945. Panitia ini diketuai oleh Ir. Soekarno dan
beranggotakan 19 orang. Pada sidang tanggal 11 Juli 1945, panitia Perancang UUD membentuk panitia kecil
yang beranggotakan 7 orang.

a. Prof. Dr. Mr. Soepomo (ketua merangkap anggota)

b. Mr. Wongsonegoro

c. Mr. Achmad Soebardjo

d. A.A. Maramis

e. Mr. R.P. Singgih

f. H. Agus Salim

g. Dr. Sukiman.

Tugas panitia kecil adalah menyempurnakan dan menyusun kembali rancangan UUD yang telah disepakati.
Selain panitia kecil di atas, adapula panitia Penghalus bahasa yang anggotanya terdiri dari Prof. Dr. Mr.
Soepomo, Prof. Dr. P.A.A. Hoesein Djayadiningrat.

Tanggal 13 Juli 1945 panitia perancang UUD yang diketuai Ir. Soekarno mengadakan sidang untuk membahas
hasil kerja panitia kecil perancang UUD.

Pada tanggal 14 Juli 1945 dalam rapat pleno BPUPKI menerima laporan panitia perancang UUD yang dibacakan
Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut tiga masalah pokok yaitu:

a. pernyataan Indonesia merdeka

b. pembukaan UUD

c. batang tubuh UUD.

Konsep pernyataan Indonesia merdeka disusun dengan mengambil tiga alenia pertama piagam Jakarta.
Sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat piagam Jakarta.
Hasil kerja panitia perancang UUD yang dilaporkan akhirnya diterima oleh BPUPKI. Kejadian ini merupakan
momentum yang sangat penting karena disinilah masa depan bangsa dan negara dibentuk.

Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI atau Dokurtsu Junbi Cosakai dibubarkan oleh Jepang karena dianggap
terlalu cepat mewujudkan kehendak Indonesia merdeka dan mereka menolak adanya keterlibatan pemimpin
pendudukan Jepang dalam persiapan kemerdekaan Indonesia.

Pada tanggal itu pula dibentuk PPKI atau Dokuritsu Junbi Inkai, dengan anggota berjumlah 21 orang terdiri dari
12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa
Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1 orang dari Tionghoa.

2. Reaksi Golongan Muda

Angkatan Moeda Indonesia dan Gerakan Angkatan Baroe Indonesia

Sebelum BPUPKI dibentuk di Bandung pada tanggal 16 Mei 1945 telah diadakan Kongres Pemuda Seluruh
Jawa yang diprakarsai Angkatan Moeda Indonesia. Organisasi itu sebenarnya dibentuk atas inisitaif Jepang
pada pertengahan 1944, akan tetapi kemudian berkembang menjadi suatu pergerakan pemuda yang anti-
Jepang. Kongres pemuda itu dihadiri oleh lebih 100 utusan pemuda, pelajar dan mahasiswa seluruh Jawa
diantaranya Djamal Ali, Chairul Saleh, Anwar Tjokroaminoto, Harsono Tjokroaminoto serta sejumlah
mahasiswa Ika Daigaku Jakarta. Kongres menghimbau para pemuda di Jawa hendaknya bersatu dan
mempersiapkan diri untuk melaksanakan proklamasi kemerdekaan yang bukan hadiah Jepang. Setelah tiga
hari berlangsung kongres akhirnya memutuskan dua buah resolusi, yaitu:

1. semua golongan Indonesia, terutama golongan pemuda dipersatukan dan dibulatkan dibawah satu
pimpinan nasional.

2. dipercepatnya pelaksanaan pernyataan kemerdekaan Indonesia. Walaupun demikian kongres pun


akhirnya menyatakan dukungan sepenuhnya dan kerjasama erat dengan Jepang dalam usaha mencapai
kemerdekaan.

Pernyataan tersebut tidak memuaskan beberapa tokoh pemuda yang hadir, seperti utusan dari Jakarta yang
dipimpin oleh Sukarni, Harsono Tjokroaminoto dan Chairul Saleh. Mereka bertekad untuk menyiapkan suatu
gerakan pemuda yang lebih radikal. Untuk itulah pada tanggal 3 Juni 1945 diadakan suatu pertemuan rahasia
di Jakarta untuk membentuk suatu panitia khusus yang diketuai oleh B.M. Diah, dengan anggotanya Sukarni,
Sudiro, Sjarif Thajeb, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Chairul Saleh, P. Gultom, Supeno dan Asmara Hadi.

Pertemuan semacam itu diadakan lagi pada tanggal 15 Juni 1945, yang menghasilkan pembentukanGerakan
Angkatan Baroe Indonesia. Dalam prakteknya kegiatan organisasi itu banyak dikendalikan oleh para pemuda
dari Asrama Menteng 31. Tujuan dari gerakan itu, seperti yang tercantum di dalam surat kabar Asia Raja pada
pertengahan bulan Juni 1945, menunjukkan sifat gerakan yang lebih radikal sebagai berikut :

1. mencapai persatuan kompak di antara seluruh golongan masyarakat Indonesia;

2. menanamkan semangat revolusioner massa atas dasar kesadaran mereka sebagai rakyat yang berdaulat;

3. membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;

4. mempersatukan Indonesia bahu-membahu dengan Jepang, tetapi jika perlu gerakan itu bermaksud untuk
mencapai kemerdekaan dengan kekuatannya sendiri.

Gerakan Rakyat Baroe


Gerakan Rakyat Baroe dibentuk berdasarkan hasil sidang ke-8 Cuo Sangi In yang mengusulkan berdirinya
suatu gerakan untuk mengobar-ngobarkan semangat cinta kepada tanah air dan semangat perang.
Pembentukan badan ini diperkenankan oleh Saiko Shikikan yang baru, Letnan Jenderal Y. Nagano pada tanggal
2 juli 1945. Susunan pengurus pusat organisasi ini terdiri dari 80 orang. Anggotanya terdiri atas penduduk asli
Indonesia dan bangsa Jepang, golongan Cina, golongan Arab dan golongan peranakan Eropa. Tokoh-tokoh
pemuda radikal seperti Chairul Saleh, Sukarni, B.M. Diah, Asmara Hadi, Harsono Tjokroaminoto, Wikana,
Sudiro, Supeno, Adam Malik, S.K. Trimurti, Sutomo dan Pandu Kartawiguna diikutsertakan dalam organisasi
tersebut.

Tujuan pemerintah Jepang mengangkat wakil-wakil golongan muda di dalam organisasi itu adalah agar
pemerintah Jepang dapat mengawasi kegiatan-kegiatan mereka. Sumobuco Mayor Jenderal
Nishimura menegaskan bahwa setiap pemuda yang tergabung di dalamnya harus tunduk sepenuhnya
kepada Gunseikanbu (pemerintah militer Jepang) dan mereka harus bekerja dibawah pengawasan pejabat-
pejabat pemerintah. Dengan demikian berarti kebebasan bergerak para pemuda dibatasi, sehingga timbullah
rasa tidak puas. Oleh karena itulah, tatkala Gerakan Rakyat Baroe ini diresmikan pada tanggal 28 Juli 1945,
tidak seorang pun pemuda radikal yang bersedia memduduki kursi yang telah disediakan. Sehingga nampak
semakin tajam perselisihan paham antara golongan tua dan golongan muda tentang cara melaksanakan
pembentukan negara Indonesia Merdeka.

3. Pembentukan PPKI

Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya pemerintah pendudukan Jepang
membentuk PPKI (Dokuritsu Junbi Inkai). Sebanyak 21 anggota PPKI yang terpilih tidak hanya terbatas pada
wakil-wakil dari Jawa yang berada di bawah pemerintahan Tentara Keenambelas, tetapi juga dari berbagai
pulau, yaitu : 12 wakil dari Jawa, 3 wakil dari Sumatera, 2 wakil dari Sulawesi, seorang dari Kalimantan, seorang
dari Sunda Kecil (Nusatenggara), seorang dari Maluku dan seorang lagi dari golongan penduduk Cina. Ir.
Sukarno ditunjuk sebagai ketua PPKI dan Drs. Moh. Hatta ditunjuk sebagai wakil ketuanya. Sedangkan Mr.
Ahmad Subardjo ditunjuk sebagai penasehatnya.

Kepada para anggota PPKI, Gunseikan Mayor Jenderal Yamamoto menegaskan bahwa para anggota PPKI tidak
hanya dipilih oleh pejabat di lingkungan Tentara Keenambelas, akan tetapi oleh Jenderal Besar Terauci sendiri
yang menjadi penguasa perang tertinggi di seluruh Asia Tenggara.

Dalam rangka pengangkatan itulah, Jenderal Besar Terauci memanggil tiga tokoh Pergerakan Nasional, yaitu Ir.
Sukarno, Drs. Moh. Hatta dan dr. Radjiman Wediodiningrat. Pada tanggal 9 Agustus 1945 mereka berangkat
menuju markas besar Terauci di Dalat, Vietnam Selatan. Dalam pertemuan di Dalat pada tanggal 12 Agustus
1945 Jenderal Besar Terauci menyampaikan kepada ketiga tokoh itu bahwa Pemerintah Kemaharajaan telah
memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Pelaksanaannya dapat dilakukan segera
setelah persiapannya selesai oleh PPKI. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda.

Ketika ketiga tokoh itu berangkat kembali menuju Jakarta pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang telah dibom
atom oleh Sekutu di kota Hirosima dan Nagasaki. Bahkan Uni Soviet mengingkari janjinya dan menyatakan
perang terhadap Jepang seraya melakukan penyerbuan ke Manchuria. Dengan demikian dapat diramalkan
bahwa kekalahan Jepang akan segera terjadi. Keesokan harinya, pada tanggal 15 Agustus 1945 Sukarno-Hatta
tiba kembali di tanah air. Dengan bangganya Ir. Sukarno berkata : Sewaktu-waktu kita dapat merdeka;
soalnya hanya tergantung kepada saya dan kemauan rakyat memperbarui tekadnya meneruskan perang
suci Dai Tao ini. Kalau dahulu saya berkata Sebelum jagung berbuah, Indonesia akan merdeka : sekarang saya
dapat memastikan Indonesia akan merdeka, sebelum jagung berbuah. Perkataan itu menunjukkan bahwa Ir.
Sukarno pada saat itu belum mengetahui bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.

4. Peristiwa Rengasdengklok

Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan yang dilakukan oleh sejumlah pemuda
(a.l.) Soekarni, Wikana dan Chaerul Saleh dari perkumpulan "Menteng 31" terhadap Soekarno dan Hatta.
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 03.00. WIB, Soekarno dan Hatta dibawa
ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia,sampai dengan terjadinya kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta
Mr. Achmad Subardjo dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan.

Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Sementara itu di Jakarta,
Chairul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan. Tetapi apa yang telah
direncanakan tidak berhasil dijalankan karena tidak semua anggota PETA mendukung rencana tersebut.

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta pada hari
Jumat, 17 Agustus 1945 di lapangan IKADA(yang sekarang telah menjadi lapangan Monas) atau di rumah Bung
Karno di Jl.Pegangsaan Timur 56. Dipilih rumah Bung Karno karena di lapangan IKADA sudah tersebar bahwa
ada sebuah acara yang akan diselenggarakan, sehingga tentara-tentara jepang sudah berjaga-jaga, untuk
menghindari kericuhan, antara penonton-penonton saat terjadi pembacaan teks proklamasi, dipilihlah rumah
Soekarno di jalan Pegangsaan Timur No.56. Teks Proklamasi disusun di Rengasdengklok, di rumah seorang
Tionghoa, Djiaw Kie Siong. Bendera Merah Putih sudah dikibarkan para pejuang di Rengasdengklok pada Kamis
tanggal 16 Agustus, sebagai persiapan untuk proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk berunding dengan pemuda-
pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta, Kunto hanya menemui Wikana dan Mr. Achmad
Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad Soebardjo ke Rangasdengklok untuk menjemput Soekarno,
Hatta, Fatmawati dan Guntur. Achmad Soebardjo mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta
untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 tengah malam rombongan
tersebut sampai di Jakarta.

Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pernyataan proklamasi dikumandangkan dengan teks
proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti Melik menggunakan mesin ketik yang "dipinjam"
(tepatnya sebetulnya diambil) dari kantor Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jerman, Mayor (Laut) Dr. Hermann
Kandeler.

LATAR BELAKANG

Pada waktu itu Soekarno dan Moh. Hatta, tokoh-tokoh menginginkan agar proklamasi dilakukan melalui PPKI,
sementara golongan pemuda menginginkan agar proklamasi dilakukan secepatnya tanpa melalui PPKI yang
dianggap sebagai badan buatan Jepang. Selain itu, hal tersebut dilakukan agar Soekarno dan Moh. Hatta tidak
terpengaruh oleh Jepang. Para golongan pemuda khawatir apabila kemerdekaan yang sebenarnya merupakan
hasil dari perjuangan bangsa Indonesia, menjadi seolah-olah merupakan pemberian dari Jepang.

Sebelumnya golongan pemuda telah mengadakan suatu perundingan di salah satu lembaga bakteriologi
di Pegangsaan Timur Jakarta, pada tanggal 15 Agustus. Dalam pertemuan ini diputuskan agar pelaksanaan
kemerdekaan dilepaskan segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang. Hasil keputusan
disampaikan kepada Ir. Soekarno pada malam harinya tetapi ditolak oleh Soekarno karena merasa
bertanggung jawab sebagai ketua PPKI.

5. Perumusan Teks Pancasila


Keterlibatan Jepang dalam perang dunia ke 2 membawa sejarah baru dalam kehidupan bangsa Indonesia yang
di jajah Belanda ratusan tahun lamanya. Hal ini disebabkan bersamaan dengan masuknya tentara Jepang
tahun 1942 di Nusantara, maka berakhir pula suatu sistem penjajahan bangsa Eropa dan kemudian digantikan
dengan penjajahan baru yang secara khusus diharapkan dapat membantu mereka yang terlibat perang.

Menjelang akhir tahun 1944 bala tentara Jepang secara terus menerus menderita kekalahan perang dari
sekutu. Hal ini kemudian membawa perubahan baru bagi pemerintah Jepang di Tokyo dengan janji
kemerdekaan yang di umumkan Perdana Mentri Kaiso tanggal 7 september 1944 dalam sidang istimewa
Parlemen Jepang (Teikoku Gikai) ke 85. Janji tersebut kemudian diumumkan oleh Jenderal Kumakhichi
Haroda tanggal 1 maret 1945 yang merencanakan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Sebagai realisasi janji tersebut pada tanggal 29 April 1945 kepala pemerintahan Jepang untuk Jawa
(Gunseikan) membentuk BPUPKI dengan Anggota sebanyak 60 orang yang merupakan wakill atau
mencerminkan suku/golongan yang tersebar di wilaya Indonesia. BPUPKI diketuai oleh DR Radjiman
Wedyodiningrat sedangkan wakil ketua R.P Suroso dan Penjabat yang mewakili pemerintahan Jepang Tuan
Hchibangase. Dalam melaksanakan tugasnya di bentuk beberapa panitia kecil, antara lain panitia sembilan
dan panitia perancang UUD. Inilah langkah awal dalam sejarah perumusan pancasila sebagai dasar negara.
Secara ringkas proses perumusan tersebut adalah sebagai berikut.

a. Sidang BPUPKI I : Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei - 1 Juni 1945
beberapa anggota BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai bahan-bahan konstitusi dan
rancangan blue print Negara Republik Indonesia yang akan didirikan. Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muh
Yamin menyampaikan usul dasar negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara
tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI.

Baik dalam kerangka uraian pidato maupun dalam presentasi lisan Muh Yamin mengemukakan lima calon
dasar negara yaitu :

1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri ke-Tuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat

Setelah menyampaikan pidatonya, Mr. Muhammad Yamin menyampaikan usul tertulis naskah Rancangan
Undang-Undang Dasar. Di dalam Pembukaan Rancangan UUD itu, tercantum rumusan lima asas dasar negara
yang berbunyi sebagai berikut :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

b. Mr . Soepomo, pada tanggal 31 Mei 1945 antara lain dalam pidatonya menyampaikan usulan lima
dasar negara, yaitu sebagai berikut :

1. Paham Negara Kesatuan


2. Perhubungan Negara dengan Agama
3. Sistem Badan Permusyawaratan
4. Sosialisasi Negara
5. Hubungan antar Bangsa

c. Selain Muh Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar negara, diantaranya
adalah Ir. Soekarno . Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila.
Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya satu melainkan tiga buah usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip,
tiga prinsip, dan satu prinsip. Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah Pancasila
(secara harfiah berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas saran seorang ahli bahasa (Muhammad Yamin)
yang duduk di sebelah Sukarno. Oleh karena itu rumusan Sukarno di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan
Ekasila.

Rumusan Pancasila.

1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan
3. Mufakat,-atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. ke-Tuhanan yang berkebudayaan

Rumusan Trisila

1. Socio-nationalisme
2. Socio-demokratie
3. ke-Tuhanan

Rumusan Ekasila

1. Gotong-Royong

d. Usulan-usulan blue print Negara Indonesia telah dikemukakan anggota-anggota BPUPKI pada sesi
pertama yang berakhir tanggal 1 Juni 1945. Selama reses antara 2 Juni 9 Juli 1945, delapan orang anggota
BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota
BPUPKI yang telah masuk. Pada 22 Juni 1945 panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan dengan 38 anggota
BPUPKI dalam rapat informal. Rapat tersebut memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda (kemudian
dikenal dengan sebutan "Panitia Sembilan") yang bertugas untuk menyelaraskan mengenai hubungan Negara
dan Agama.

Dalam menentukan hubungan negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara golongan Islam yang
menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan Kebangsaan yang menghendaki bentuk negara sekuler
dimana negara sama sekali tidak diperbolehkan bergerak di bidang agama. Persetujuan di antara dua golongan
yang dilakukan oleh Panitia Sembilan tercantum dalam sebuah dokumen Rancangan Pembukaan Hukum
Dasar. Dokumen ini pula yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr. Muh Yamin. Adapun rumusan
rancangan dasar negara terdapat di akhir paragraf keempat dari dokumen Rancangan Pembukaan Hukum
Dasar (paragraf 1-3 berisi rancangan pernyataan kemerdekaan/proklamasi/declaration of independence).
Rumusan ini merupakan rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan para "Pendiri Bangsa".

1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Catatan :
Paniti kecil mempunyai tugas untuk menggolong-golongkan dan memeriksa catatan-catatan tertulis selama
sidang. Rapat Panitia Kecil telah diadakan bersama-sama dengan 38 anggota BPUPKI di kantor Besar Jawa
Hookookai dengan susunan sebagai berikut :

Ketua : Ir. Soekarno

Anggota : 1) K.H.A Wachid Hasjim, 2) Mr. Muhammad Yamin, 3) Mr. A.A. Maramis, 4) M. Soetardjo
Kartohadikoesoemo, 5) R. Otto Iskandar Dinata, 6) Drs. Mohammad Hatta, 7) K. Bagoes H. Hadikoesoemo.

Selanjutnya, dalam sidang yang dihadiri oleh 38 orang tersebut telah membentuk lagi satu Panitia Kecil yang
anggota-anggotanya terdiri dari : Drs. Mohammad Hatta, Mr. Muhammad Yamin, Mr. A. Subardjo, Mr. A.A.
Maramis, Ir. Soekarno, Kiai Abdul Kahar Moezakkir, K.H.A. Wachid Hasjim, Abikusno Tjokrosujoso, dan H. Agus
Salim. Panitia Kecil inilah yang sering disebut sebagai panita 9 (sembilan) yang pada akhirnya menghasilkan
Piagam Jakarta (Jakarta Charter).

e. Sidang BPUPKI II : Pada sesi kedua persidangan BPUPKI yang berlangsung pada 10-17 Juli 1945, dokumen
Rancangan Pembukaan Hukum Dasar (baca Piagam Jakarta) dibahas kembali secara resmi dalam rapat pleno
tanggal 10 dan 14 Juli 1945. Dokumen Rancangan Pembukaan Hukum Dasar tersebut dipecah dan diperluas
menjadi dua buah dokumen berbeda yaitu Declaration of Independence (berasal dari paragraf 1-3 yang
diperluas menjadi 12 paragraf) dan Pembukaan (berasal dari paragraf 4 tanpa perluasan sedikitpun). Rumusan
yang diterima oleh rapat pleno BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 hanya sedikit berbeda dengan rumusan Piagam
Jakarta yaitu dengan menghilangkan kata serta dalam sub anak kalimat terakhir. Rumusan rancangan dasar
negara hasil sidang BPUPKI, yang merupakan rumusan resmi pertama, jarang dikenal oleh masyarakat luas.

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya


2. Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

f. PPKI : Menyerahnya Kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti dengan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia yang diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal dari kesepakatan semula dengan Tentara
Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulkan situasi darurat yang harus segera diselesaikan. Sore hari tanggal 17
Agustus 1945, wakil-wakil dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan
Kalimantan), diantaranya A. A. Maramis, Mr., menemui Sukarno menyatakan keberatan dengan rumusan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya untuk ikut disahkan menjadi bagian
dasar negara. Untuk menjaga integrasi bangsa yang baru diproklamasikan, Sukarno segera menghubungi Hatta
dan berdua menemui wakil-wakil golongan Islam. Semula, wakil golongan Islam, diantaranya Teuku Moh
Hasan , Mr. Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo, keberatan dengan usul penghapusan itu. Setelah
diadakan konsultasi mendalam akhirnya mereka menyetujui penggantian rumusan Ketuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya dengan rumusan Ketuhanan Yang Maha
Esa sebagai sebuah emergency exit yang hanya bersifat sementara dan demi keutuhan Indonesia.

Pagi harinya tanggal 18 Agustus 1945 usul penghilangan rumusan dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya dikemukakan dalam rapat pleno PPKI. Selain itu dalam rapat pleno terdapat
usulan untuk menghilangkan frasa menurut dasar dari Ki Bagus Hadikusumo. Rumusan dasar negara yang
terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar ini merupakan rumusan resmi kedua dan
nantinya akan dipakai oleh bangsa Indonesia hingga kini. UUD inilah yang nantinya dikenal dengan UUD 1945.

Dalam sidang PPKI memberi rumusan Pancasila sebagai berikut :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia

16 Agustus 1945
Jam 04:30 WIB perumusan terakhir Pancasila disahkan olahPPKI sebagggai bagian dari pembukaan UUD 1945.
Jam 23:30 WIB rombongan Mr. A. Soebardjo, Sudiro, dan Yusf Kunto tiba di Rengasdengklok untuk
menjemput Ir. Soekarno dan Drs. M. Hatta kemabli ke jakarta, kemudian samapai jakrta lalu di bawa menuju
rumah Laksamana Maeda di Jl. Imam Bonjol no.1, kemudian disitulah tempat perumusan teks Proklamasi, teks
versi akhir yang telah diketik oleh Sayuti Melik dan di tandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. M. Hatta.

17 Agustus 1945 Pembacaan Teks Proklamaasi di Jl. Pegangsaan Timur no. 56 (sekarang gedung pola).

MASA SETELAH PROKLAMASI KEMERDEKAAN


Pembentukan pemerintahan Indonesia:
a. Sidang PPKI I (18 Agustus 1945)
- Mengesahkan UUD 1945
- Memilih Soekarno dan Hatta sebagai presiden dan wakil
- Membentuk sebuah Komite Nasional Indonesia Pusat untuk membantu presiden dan - wakil sebelum
terbentuknya MPR dan DPR.
b. Sidang PPKI II (19 Agustus 1945)
- Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
- Merancang pembentukan 12 Departemen dan menunjuk para mentrinya
- Menetapkan pembagian wilayah RI atas 8 provinsi yaitu : sumatra, jawa barat, jawa tengah, jawa timur,
kalimantan, sulawesi, maluku, sera sunda kecil dan sekaligus menunjuk para gubernur-gubernurnya.
c. Sidang PPKI III (23 Agustus 1945), dibentuknya 3 badan baru yaitu;
- Komite Nasional Indonesia (KNI)
- Partai Nasional Indonesia (PNI)
- Badan Keamanan Rakyat (BKR)

6. Pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan

PERUMUSAN TEKS PROKLAMASI

Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala
pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar
oleh Tadashi Maeda dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan
Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut.

Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo
bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi
Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam.

Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang
bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar
Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau.

Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta Sekitar pukul 21.00 WIB menuju rumah Laksamana Maeda (kini
Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi.
Setelah menyapa Sukarno-Hatta, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya.
Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh
Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang
mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah
dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya
berarti kekuasaan administratif.

Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "transfer of power". Bung
Hatta, Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima
tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan.

Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik
yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler. Pada awalnya
pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke
kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).

Tokoh yang Berperan dalam Penyusunan Teks Proklamasi

1. Soekarno,
2. M. Hatta,
3. Achmad Soebardjo
4. dan disaksikan oleh
5. Soekarni,
6. B.M. Diah,
7. Sudiro (Mbah) dan
8. Sayuti Melik.
9. Myoshi
10. Shigetada Nishijima

PELAKSANAAN PROKLAMASI KEMERDEKAAN

Setelah rumusan teks proklamasi selesai dirumuskan muncul permasalahan,siapa yang akan menandatangani
teks proklamasi? Soekarno mengusulkan agar semua yang hadir dalam rapat tersebut menandatangani naskah
proklamasi sebagai Wakil-wakil Bangsa Indonesia.

Usulan Soekarno tidak disetujui para pemuda sebab sebagian besar yang hadir adalah anggota PPKI, dan PPKI
dianggap sebagai badan bentukan Jepang.

Kemudian Sukarni menyarankan agar Soekarno Hatta yang menandatangani teks proklamasi atas nama bangsa
Indonesia. Saran dan usulan Sukarni diterima.Langkah selanjutnya, Soekarno minta kepada Sayuti Melik untuk
mengetik konsep teks proklamasi dengan beberapa perubahan, kemudian ditandatangani oleh Soekarno
Hatta.

Perubahan-perubahan tersebut meliputi:

a. kata tempoh diubah menjadi tempo,


b. wakil-wakil bangsa Indonesia diubah menjadi Atas nama bangsa Indonesia, dan
c. tulisan Djakarta, 17-8-05 diubah menjadi Djakarta, hari 17 boelan 8 tahun 05.

Naskah hasil ketikan Sayuti Melik merupakan naskah proklamasi yang autentik. Malam itu juga diputuskan
bahwa naskah proklamasi akan dibacakan pukul 10.00 pagi di Lapangan Ikada, Gambir.

Tetapi karena ada kemungkinan timbul bentrokan dengan pasukan Jepang yang terus berpatroli, akhirnya
diubah di kediaman Soekarno, Jl. Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta.
Sejak pagi hari tanggal 17 Agustus 1945 di kediaman Ir. Soekarno Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta telah
diadakan berbagai persiapan untuk menyambut Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Kurang lebih pukul 09.55
WIB, Drs. Mohammad Hatta telah datang dan langsung menemui Ir. Soekarno.Demikianlah teks proklamasi
kemerdekaan telah dibacakan oleh Ir. Soekarno.

Susunan acara yang direncanakan dalam pembacaan teks proklamasi kemerdekaan yaitu:

a. pembacaan proklamasi oleh Ir. Soekarno,


b. pengibaran bendera Merah Putih oleh Suhud dan Latief Hendraningrat, dan
c. sambutan Walikota Suwirjo dan dr. Muwardi.

Untuk mengenang jasajasa Ir. Soekarno dan Drs. Moh Hatta dalam peristiwa proklamasi, maka keduanya diberi
gelar Pahlawan Proklamasi (Proklamator). Selain itu Jalan Pegangsaan Timur diubah namanya menjadi Jalan
Proklamasi, dan dibangun Monumen Proklamasi.

7. Penyebaran Berita Proklamasi

Pentingnya penyebaran berita kemerdekaan Indonesia telah disadari sejak teks


proklamasi kemerdekaan selesai dirumuskan. Kalangan yang berperan dalam penyebarluasan berita itu antara
lain para pemuda dan pegawai kantor berita Domei.

Kegiatan Para Pemuda

Setelah selesai perumusan teksproklamasi, Soekarno berpesan kepada para pemuda untuk memperbanyak
teks proklamasi dan menyiarkannya keber bagai tempat. Untuk menjalankan tugas itu, para pemuda membagi
pekerjaan dalam kelompok-kelompok agar berita proklamasi bisa lebih cepat sampai pada masyarakat. Ada
kelompok yang bertugas untuk menyebarluaskan berita proklamasi dalam bentuktulisan, adapula yang
menyebarluaskannya dari mulut kemulut secara beranting.

Beberapa hari kemudian ,kelompok pemuda di markas Menteng 31 terlibat pula berjuang dalam kegiatan
penyebarluasan berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Banyak pemuda berdatangan kemarkas itu untuk
menyumbangkan tenaga demi kepentingan bangsa. Dengan tulus dan tiada kenal lelah ,mereka berusaha
menyebarkan stensilan naskah proklamasi keseluruh penjuru kota dan daerah dengan menggunakan mobil,
sepeda dan bahkan berjalan kaki. Meskipun stensilan naskah telah digandakan puluhan ribu, namun ternyata
tidak cukup melayani permintaan naskah yang begitu banyak. Oleh karena itu, Supardjo yang bekerja di Balai
Pustaka dimintai bantuan untuk mencetak puluhan ribu lagi.Demikian pula, B.M Diah diminta supaya
menggunakan percetakan Asia Raya untuk mencetak ratusan ribu eksemplar naskah proklamasi tersebut.

Salah satukelompok yang terkemuka adalah kelompok Sukarni, yang bermarkas di Jalan Bogor Lama
(sekarangJalan Dr. Sahardjo).Dini hari tanggal 17 Agustus 1945 kelompok tersebut mengadakan rapat rahasia
di Kepu (Kemayoran), kemudian pindah ke Defensielijn van den Bosch (sekarang Jalan Bungur Besar) untuk
mengatur cara penyiaran proklamasi.

Para pemuda memanfaatkan semua media komunikasi yang ada untuk menyebarluaskan berita
proklamasi kemerdekaan Indonesia. Media komunikasi yang banyak digunakan adalah pamphlet dan surat
kabar. Sejumlah pamphlet besar disebarkan keberbagai penjuru kota. Pamflet itu juga dipasang di tempat-
tempat strategis yang mudah dilihat khalayak ramai. Pada tanggal 20 Agustus 1945, secara serempak surat
kabar dan Suara Asia yang perta,a kali memuat berita kemerdekaan diseluruh Jawa memuat berita tentang
proklamasi kemerdekaan. Keampuhan cara itu terbukti dari berdatangannya masyarakat kelapangan Ikada
untuk mendengarkan pembacaan proklamasi kemerdekaan, meskipun ternyata tidak dilakukan di tempat itu.

Kegiatan Pegawai Kantor Berita Domei


Menjelang sore hari, tanggal 17 Agustus 1945, wartawan kantor berita Domei yang
bernama Syahruddin menyampaikan foto kopi teks proklamasikepada Waidan B. Palenewen kepala bagian
radio. Segera ia memerintahkan kepada markonis (petugas telekomunikasi) F. Wuz untuk menyiarkan berita
proklamasi sebanyak 3 kali berturut-turut.

Penyiaran baru dapat dilaksanakan sebanyak 2 kali saat tentara Jepang memerintahkan agar penyiaran
dihentikan.Namun, Waidan B. Palenewen tetap memerintahkan markonis untuk terus menyiarkan. Bahkan,
penyiaran terus diulangi setiap 30 menit sampai saat siaran berakhir pada pukul 16.00.

Untuk menghalangi penyebarluasan berita proklamasi, pimpinan bala tentara Jepang di Jawa memerintahkan
untuk meralat berita proklamasi sebagai suatu kekeliruan. Tindakan selanjutnya adalah menyegel kantor berita
Domei, pada tanggal 20 Agustus 1945. Para pegawainya dilarang masuk.

Tindakan Jepang itu tidak menyurutkan tekad para pegawai kantor berita Domei untuk menyebarluaskan
berita proklamasi. Dengan bantuan sejumlah teknisi radio, mereka berupaya membuat pemancar baru.
Peralatan pemancar yang dibutuhkan diambil bagian demi bagian dari kantor berita Domei. Sebagian dibawa
kerumah Waidan B. Palenewen, sebagian lagi ke Menteng 31. Akhirnya, berdirilah pemancar baru di Menteng
31 dengan kode panggilan DJK I berkenaan dengan hal itu, tidak bisa dilupakan jasa Jusuf Ronodipuro dari
Radio Hosokioku di Gambir Barat. Ia telah mencuri kesempatan mengudarakan teks proklamasi sehingga
siaranya tertangkap di Singapura dan seluruh dunia.

Kantor beritaDomei di Bandung baru menerima berita proklamasi sekitar pukul 11.55 WIB , sedangkan
masyarakat Yogyakarta menerima berita tersebut tepat pukul 12.00 WIB bersamaan dengan sholat Jumat.
Oleh karena itu, berita proklamasi dapat tersiar dengan cepat kepenjuru kota tersebut. Sejak tahun 1946,
pemancar RRI Yogyakarta bahkan berhasil menyiarkan The Voice of Free Indonesia. Siaran bahasa Inggris ini
disiarakan oleh Molly Warner, seorang Australia yang menjalin perkawinan dengan Moh.Bondan pejuang
buangan Indonesia di Camp Corwa, New South Wales. Atas simpatinya terhadap perjuangan bangsa Indonesia,
Molly Warner berusaha mencurahkan kemampuanya menyebarluaskan beritaproklamasi dalam bahasa
Inggris. Akhirnya, berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia semakin terdengar di seluruh dunia. Mesir adalah
Negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia. Pada 14 Maret 1947 utusan Mesir berkunjung ke
Indonesia. Di kawasanTimur Tengah, Mesir seringkali mengeluarkan anjuran agar Negara-negara anggota Liga
Arab mengakui kedaulatan Negara RI. Pemerintah Mesir sendiri baru menyampaikan pengakuannya sejak 11
Juni 1947. Lebanon ,Suriah, irak ,Afghanistan ,Birma (Myanmar), Saudi Arabia, Yaman,India,Pakistan ,dan
beberapa Negara lainnya menyusul kemudian.

8. Reaksi Rakyat Tentang Proklamasi Kemerdekaan

Reaksi berbagai daerah di Indonesia terhadap Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia adalah terjadinya
perebutan kekuasaan, baik dengan cara kekerasan maupun dengan cara perundingan. Pada bulan September
1945, beberapa pemimpin karesidenan di Jawa menyambut Proklamasi Kemerdekaan dengan menyatakan diri
sebagai bagian dari Pemerintahan Republik Indonesia dan mengancam akan melakukan tindakan keras
terhadap segala tindakan yang menentang Pemerintah Republik Indonesia. Pegawai-pegawai Jepang
dirumahkan dan dilarang memasuki kantor-kantor mereka.

Tahap berikutnya, para pemuda berusaha untuk merebut senjata dan gedung-gedung vital. Selama bulan
September di Surabaya terjadi perebutan senjata di arsenal (gudang mesiu) Don Bosco, perebutan Markas
Pertahanan Jawa Timur, perebutan Pangkalan Angkatan Laut Ujung, dan perebutan markas-markas Jepang
lainnya serta perebutan pabrik-pabrik yang tersebar di seluruh kota.

Pada tanggal 19 September 1945, terjadi Insiden Bendera di Hotel Yamato. Insiden ini terjadi ketika orang-
orang Belanda bekas tawanan Jepang menduduki Hotel Yamato dengan dibantu oleh serombongan pasukan
Sekutu, mengibarkan bendera Belanda di puncak hotel. Hal ini memancing kemarahan para pemuda. Oleh
karena itu Residen Sudirman dengan cara baik-baik meminta agar bendera Belanda tersebut diturunkan.
Setelah permintaan itu ditolak, maka hotel itu diserbu oleh para pemuda dan bentrokan pun tidak dapat
dihindarkan. Beberapa pemuda berhasil memanjat atap hotel dan menurunkan bendera Belanda. Selanjutnya
mereka merobek warna birunya dan mengibarkannya kembali menjadi merah-putih.

Sasaran berikutnya adalah Markas Kempetai yang terletak di depan kantor gubernur sekarang, karena
dianggap sebagai lambang kekejaman Jepang. Markas tersebut diserbu oleh rakyat pada tanggal 1 Oktober
1945. Setelah melalui pertempuran selama kurang lebih 5 jam, gedung itu jatuh ke tangan rakyat. Dalam
pertempuran itu 25 orang pemuda gugur dan 60 luka-luka serta sebanyak 15 orang prajurit Jepang Meninggal.

Di Yogyakarta, perebutan kekuasaan secara serentak dimulai pada tanggal 26 September 1945. Sejak pukul 10
pagi, semua pegawai pemerintah dan perusahaan-perusahaan yang dikuasai oleh Jepang mengadakan aksi
pemogokan. Mereka mendesak Jepang agar menyerahkan semua kantor kepada Pemerintah RI. Sementara
itu, para pemuda yang tergabung dalam BKR berusaha untuk memperoleh senjata dari pihak Jepang. Usaha
melucuti tentara Jepang melalui jalan perundingan sama sekali gagal. Pada malam hari tanggal 7 Oktober
1945, para pemuda BKR bersama dengan Polisi Istimewa bergabung menuju ke Kota Baru. Mereka menyerbu
tangsi Otsuka Butai (sekarang gedung SMA di sebelah sentral telepon). Pada hari itu juga Otsuka Butai
menyerah. Dalam penyerbuan itu sebanyak 18 orang pemuda polisi gugur.

Di Bandung, pertempuran diawali oleh usaha para pemuda untuk merebut Pangkalan Udara Andir dan bekas
senjata ACW (Artillerie Contructie Winkel). Perjuangan itu terus berlangsung sampai dengan kedatangan
pasukan Sekutu di kota Bandung pada tanggal 17 Oktober 1945.

Di Semarang terjadi pertempuran yang dahsyat antara para pemuda Indonesia melawan Jepang. Pada tanggal
14 Oktober 1945 sekitar 400 orang tawanan Jepang dari pabrik gula Cepiring diangkut oleh pemuda Indonesia
untuk dibawa ke Penjara Bulu di Semarang. Sebelum sampai di Penjara Bulu, sebagian tawanan itu melarikan
diri dan minta perlindungan kepada batalyon Kido. Para pemuda menjadi marah dan mulai merebut kantor-
kantor pemerintah. Orang-orang Jepang yang ditemui disergap dan ditawan. Pada keesokan harinya pasukan
Jepang menyerbu kota Semarang dari tangsinya di Jatingaleh. Sejak saat itulah berlangsung Pertempuran Lima
Hari di Semarang. Korban yang jatuh di pertempuran ini diperkirakan sebanyak 990 orang.

Di Sulawesi Selatan pada tanggal 19 Agustus 1945, rombongan Dr. Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi,
mendarat di Sapiria, Bulukumba. Setibanya di Ujung Pandang (Makassar), gubernur mulai menyusun
pemerintahan dengan mengangkat Mr. Andi Zainal Abidin sebagai sekretaris daerah. Akan tetapi, para pemuda
menganggap tindakan gubernur terlalu berhati-hati. Oleh karena itu, pada pemuda mulai merencanakan untuk
merebut gedung-gedung vital, seperti stasiun radio dan tangsi polisi. Kelompok pemuda tersebut terdiri atas
kelompok Barisan Berani Mati (Bo-ei Tai-shin), bekas Kaigun Heiho dan pelajar SMP. Pada tanggal 28 Oktober
1945 mereka bergerak menuju sasaran dan mendudukinya. Mengetahui tindakan pemuda itu, pasukan
Australia yang sudah ada sebelumnya bergerak dan melucuti para pemuda. Karena terdesak, maka pusat
gerakan pemuda dipindahkan dari Ujung Pandang ke Polombangkeng.

Di Sulawesi Utara, sekalipun telah hampir setengah tahun dikuasai NICA, usaha para pemuda untuk
menegakkan kedaulatan RI tidaklah padam. Pada tanggal 14 Februari 1946, pemuda-pemuda Indonesia
anggota KNIL yang telah tergabung dalam Pasukan Pemuda Indonesia (PPI) bergerak menuju Tangsi Putih dan
Tangsi Hitam di Teling, Manado. Mereka membebaskan para tahanan yang dianggap pro-Republik Indonesia.
Sebaliknya mereka menahan Komandan Garnisun Manado dan semua pasukan Belanda di Teling dan penjara
Manado. Bahkan kemudian para pemuda menguasai markas Belanda di Tomohon dan Tondano. Selanjutnya
mereka mengirim berita perebutan kekuasaan itu ke pemerintahan pusat di Yogyakarta. Pemerintahan sipil
dibentuk pada tanggal 16 Februari 1946. B.W. Lapian diangkat sebagai residennya. Satuan tentara lokal juga
dibentuk dengan pimpinan kolektif, yaitu Ch. Taulu, S.D. Wuisan, dan J. Kaseger.
Di Kalimantan, di beberapa kota sudah mulai timbul gerakan mendukung Proklamasi Kemerdekaan RI. Pada
waktu itu tentara Australia sudah mendarat dan mengeluarkan ultimatum melarang semua aktivitas politik,
seperti demonstrasi, menyelenggarakan rapat-rapat, dan mengibarkan bendera Merah Putih. Akan tetapi,
kaum nasionalis tetap melaksanakannya. Di Balikpapan, pada tanggal 14 November 1945, sejumlah 8.000
orang berkumpul di depan komplek NICA sambil membawa bendera Merah Putih.

Di Pulau Sumbawa, pemuda-pemuda Indonesia pada bulan Desember 1945 berusaha merebut senjata dari
Jepang. Di Gempe terjadi bentrokan antara 200 pemuda melawan Jepang. Di Sape sekitar 400 pemuda
berusaha merebut senjata di markas Jepang. Hal yang sama juga terjadi di Raba.

Di Bali para pemuda pada akhir bulan Agustus telah membentuk beberapa organisasi pemuda seperti AMI dan
Pemuda Republik Indonesia (PRI). Mereka berusaha menegakkan kedaulatan RI melalui perundingan, tetapi
mendapatkan hambatan dari pihak Jepang. Oleh karena itu, pada tanggal 13 Desember 1945 mereka
melakukan gerakan serentak untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang. Akan tetapi, hal itu juga
mengalami kegagalan.

Di Banda Aceh pada tanggal 6 Oktober 1945 para pemuda dan tokoh masyarakat membentuk Angkatan
Pemuda Indonesia (API). Pada tanggal 12 Oktober 1945 Shucokan Jepang memanggil pada pemimpin pemuda.
Ia menyatakan bahwa walaupun Jepang telah kalah, tetapi keamanan masih menjadi tanggung jawab mereka.
Oleh karena itu, ia meminta semua kegiatan mendirikan perkumpulan yang tanpa izin dihentikan dan
perkumpulan yang sudah terlanjur dibentuk, supaya dibubarkan. Para pemimpin pemuda menolak keras. Sejak
hari itu dimulailah perebutan dan pengambilalihan kantor-kantor pemerintah dengan pengibaran bendera
Merah Putih. Bentrokan dengan pasukan Jepang terjadi di Langsa, LhoNga, Ulee Lheue, dan lain-lain.

Di Sumatera Selatan perebutan kekuasaan terjadi pada tanggal 8 Oktober 1945. Peristiwa itu terjadi ketika
Residen Sumatera Selatan dr. A.K. Gani bersama seluruh pegawai Gunseibu melakukan upacara pengibaran
bendera Merah Putih. Pengibaran bendera Merah Putih juga dilakukan oleh para pegawai di kantor masing-
masing. Pada hari itu juga diumumkan bahwa di seluruh karesidenan Palembang hanya ada satu kekuasaan,
yaitu Republik Indonesia. Perebutan kekuasaan di Palembang berlangsung tanpa insiden, sebab orang-orang
Jepang telah menghindar ketika peristiwa itu terjadi.

Anda mungkin juga menyukai