2. Strategi Perlawanan
Selama masa penjajahan Jepang, ada banyak hal yang dilakukan oleh
kelompok yang berfgerak dibawah tanah , mulai dari membangun jejaring,
menyebarkan propaganda anti Jepang, melakukan sabotase, meledakkan jalur
kereta api, dan sebagainya (Pranoto, 2000). Ada pula kelompok-kelompok yang
melakukan perlawanan terbuka kepada Jepang. Berikut beberapa perlawanan yang
dilakukan di beberapa daerah Indonesia :
A. Perlawanan di Aceh
3. Pembentukan BPUPKI
Dalam perkembangannya, Jepang semakin terdesak dalam Perang Asia Timur
Raya. Di tengah tengah situasi semacam itu, pihak Jepang semakin memerlukan
dukungan dari bangsa Indonesia. Agar bangsa kita mau terus membantu, maka
Jepang memberikan janji kemerdekaan. Untuk merealisasikan janji itu,
pemerintahan Jepang di Jawa yang pada saat itu paling maju secara politik,
membentuk BPUPK (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan).
Meskipun berkedudukan di Jawa, anggota BPUPK terdiri atas berbagai golongan
dan berasal dari berbagai daerah. Di antara mereka ada yang berasal dari golongan
nasionalis, golongan agama, peranakan Arab, peranakan Tionghoa, Indo,
aristokrat, jurnalis, dan sebagainya. Selain itu, ada dua orang tokoh perempuan
yang menjadi anggota BPUPK yaitu Siti Sukaptinah yang merupakah tokoh
Fujinkai dan Maria Ullfah yang merupakan tokoh pergerakan perempuan sejak
masa kolonial. Selain itu, ada juga enam orang dari bangsa Jepang yang bertindak
sebagai anggota pasif dari BPUPK. Keberadaan BPUPK ini sangat besar artinya
bagi perkembangan sejarah Indonesia nantinya. Peran utama BPUPK adalah
merumuskan dasar negara dan konstitusi Indonesia. Sidang pertama BPUPK pada
29 Mei – 1 Juni 1945 membahas mengenai dasar negara. Dalam sidang tersebut,
ada empat orang tokoh yang menyampaikan usulan tentang dasar negara, yaitu
Muh. Yamin, Ki Bagus Hadikusumo, Supomo, dan Sukarno. Pada hari terakhir
dari sidang itulah Sukarno menyampaikan gagasannya tentang dasar negara yang
ia namakan Pancasila. Oleh karenanya, setiap tanggal 1 Juni kita memperingati
hari lahirnya Pancasila.
Maria Ullfah merupakan salah satu tokoh perempuan yang tergabung dalam
BPUPK. Ia adalah perempuan Indonesia pertama yang berhasil meraih gelar
sarjana hukum dari Universitas Leiden. Semasa penjajahan Jepang, ia diajak oleh
Supomo bekerja di Departemen Kehakiman. Saat pembentukan BPUPK, ia diajak
bergabung karena keahliannya di bidang hukum. Salah satu kontribusi penting
dari Maria Ullfah adalah usulannya mengenai persamaan hak antara perempuan
dan laki-laki dalam negara Indonesia yang merdeka (Rasid, 1985). Atas
kegigihannya dalam memperjuangkan usulannya, maka dalam pasal 27 UUD
1945 disebutkan mengenai persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan
pemerintahan. Tokoh perempuan lain yang menjadi anggota BPUPK adalah Siti
Sukaptinah. Ia adalah tokoh yang dikenal gigih memperjuangkan hak-hak
perempuan Indonesia sejak masa kolonial. Ia ikut menyuarakan pentingnya
Indonesia berparlemen dan agar perempuan dapat berpolitik serta duduk di
parlemen. Jika dalam BPUPK Maria Ullfah tergabung di Panitia Pertama yang
membahas UUD, Siti Sukaptinah duduk di Panitia Ketiga yang membahas tentang
pembelaan tanah air. Setelah menyelesaikan tugasnya, BPUPK kemudian
dibubarkan pada 7 Agustus 1945, hanya beberapa saat sebelum Jepang menyerah.
Untuk melanjutkan tugasnya, maka dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI). Sukarno dilantik secara resmi pada 12 Agustus 1945 sebagai
ketua PPKI saat Jepang sudah di ambang kekalahannya pasca pengeboman
Nagasaki dan Hiroshima oleh Amerika.