Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH SEJARAH

PERJUANG MERAIH KEMERDEKAAN PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG

DISUSUN OLEH :

NABIL RISKY PRATAMA

XI IPA 4

GURU PEMBIMBING : BPK DRS.SYAIFULLAH. M.M

SMA N 8 KOTA JAMBI

TAHUN PELAJARAN 2022/2023

BAB II
PEMBAHASAN

Adalah Guna merangsang kepercayaan rakyat Indonesia, Jepang membentuk Gerakan Tiga A

(Nippon Cahaya Asia, Pelindung Asia, Pemimpin Asia). Jepang berjanji, jika Perang Pasifik

dimenangkan, bangsa-bangsa di Asia akan mendapat kemerdekaannya. Selain itu, Jepang berjanji

akan menciptakan kemakmuran bersama di antara bangsa-bangsa Asia. Namun, dalam

kenyataannya perlakuan Jepang yang kejam menimbulkan perlawanan tokoh-tokoh nasionalis

dan rakyat Indonesia terhadap Jepang. Bentuk perlawanan terhadap Jepang ini dilakukan dengan

cara kooperatif, gerakan bawah tanah, dan angkat senjata.

1. Perjuangan Kooperatif (Kerjasama)

Sejumlah tokoh nasionalis Indonesia banyak yang menggunakan kesempatan pendudukan

Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Banyak di antara mereka yang menduduki

jabatanjabatan penting dalam lembaga-lembaga yang dibentuk Jepang. Misalnya, Ir. Sukarno,

Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur menduduki pimpinan Pusat Tenaga

Rakyat (Putera). Mereka dikenal dengan sebutan “Empat Serangkai”. Putera merupakan sebuah
organisasi yang dibentuk Jepang pada Maret 1943, bertujuan menggerakan rakyat Indonesia

untuk mendukung peperangan Jepang menghadapi Sekutu.

Melalui Putera, para pemimpin Indonesia dapat berhubungan dengan rakyat secara langsung,

baik melalui rapat-rapat maupun media massa milik Jepang. Tokoh-tokoh Putera memanfaatkan

organisasi-organisasi itu untuk menggembleng mental dan membangkitkan semangat

nasionalisme serta menumbuhkan rasa percaya diri serta harga diri sebagai bangsa.

Mereka selalu menekankan pentingnya persatuan, pentingnya memupuk terusmenerus

semangat cinta tanah air, dan harus lebih memperhebat semangat antiimperialisme-

kolonialisme. Organisasi Putera mendapat sambutan yang hangat dari seluruh rakyat. Namun,

karena Putera nyatanya bermanfaat bagi bangsa Indoensia, pemerintah Jepang akhirnya

membubarkannya pada April 1944.

Selain melalui Putera, para pemimpin pergerakan juga berjuang melalui Badan Pertimbangan

Pusat atau Cou Sangi In yang dibentuk Jepang pada 5 September 1943. Badan ini beranggotakan

43 orang dan diketuai oleh Ir. Soekarno. Dalam sidangnya pada 20 Oktober 1943, Cuo Sangi In

menetapkan bahwa agar Jepang menang dalam perang, perlu dikerahkan segala potensi dan

produksi dari rakyat Indoensia.

Untuk melaksanakan ketetapan itu dibentuklah berbagai kesatuan pemuda, sebagai wadah

penggemblengan mental dan semangat juang agar mereka menjadi tenaga-tenaga pejuang yang
militan. Berbagai kesatuan pemuda yang berhasil dibentuk antara lain: Seinendan (Barisan

Pemuda), Keibodan (Barisan Pembantu Polisi), Seisyintai (Barisan Pelopor), Gakutotai (Barisan

Pelajar), dan Fujinkai (Barisan Wanita).

Pada saat penggemblengan mental itulah Ir. Soekarno selalu menyisipkan penanaman jiwa dan

semangat nasionalisme, pentingnya persatuan dan kesatuan serta keberanian berjuang dengan

risiko apa pun untuk menuju Indonesia merdeka. Dengan demikian, kebijakan pemerintah Jepang

dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh nasional untuk perjuangan. Para pemimpin Indonesia

memanfaatkan organisasi ini untuk memupuk rasa persatuan dan kesatuan. Jelas sekali, para

pemimpin Indonesia tidak bodoh untuk dibohongi oleh Jepang.

2. Perjuangan Bawah Tanah

Perjuangan bawah tanah adalah perjuangan yang dilakukan secara tertutup dan rahasia.

Perjuang bawah tanah ini dilakukan oleh para tokoh nasionalis yang bekerja pasa instansi-

instansi pemerintahan buatan Jepang. Jadi, di balik kepatuhannya terhadap Jepang,

tersembunyi kegiatan-kegiatan yang bertujuan menghimpun dan mempersatukan rakyat untuk

meneruskan perjuang untuk mecapai Indonesia merdeka.

Perjuangan bawah tanah ini tersebar di berbagai tempat: Jakarta, Semarang, Bandung,

Surabaya, serta Medan. Di Jakarta terdapat beberapa kelompok yang melakukan perjuangan
model ini. Antara kelompok perjuangan yang satu dengan kelompok perjuangan yang lain,

selalu terjadi kontak hubungan.

Kelompokkelompok perjuang tersebut, antara lain:

a. Kelompok Sukarni

Sukarni adalah tokoh pergerakan pada zaman Hindia Belanda. Pada masa pendudukan Jepang,

ia bekerja di Sendenbu (Barisan Propaganda Jepang) bersama-sama dengan Muhammad

Yamin. Sukarni menghimpun tokoh-tokoh pergerakan yang lain, antara lain: Adam Malik,

Kusnaeni, Pandu Wiguna, dan Maruto Nitimiharjo. Gerakan yang dilakukan kelompok Sukarni

adalah menyebarluaskan cita-cita kemerdekaan, menghimpun orangorang yang berjiwa

revolusioner, dan mengungkapkan kebohongan-kebohongan yang dilakukan oleh Jepang.

Sebagai pegawai Sendenbu, Sukarni bebas mengunjungi asrama Peta (Pembela Tanah Air) yang

tersebar di seluruh Jawa. Karena itu, Sukarni mengetahui seberapa besar kekuatan

revolusioner yang anti-Jepang. Untuk menutupi gerakannya, kelompok Sukarni mendirikan

asrama politik, yang diberi nama “Angkatan Baru Indonesia” yang didukung Sendenbu. Di

dalam asrama ini terkumpul para tokoh pergerakan antara lain: Ir. Sukarno, Mohammad Hatta,

Ahmad Subarjo, dan Sunarya yang bertugas mendidik para pemuda tantang masalah politik

dan pengetahuan umum.

b. Kelompok Ahmad Subarjo


Ahmad Subarjo pada masa pendudukan Jepang menjabat sebagai Kepala Biro Riset Kaigun

Bukanfu (Kantor Penghubung Angkatan Laut) di Jakarta. Ahmad Subarjo berusaha

menghimpun tokoh-tokoh bangsa Indonesia yang bekerja dalam Angkatan Laut Jepang. Atas

dorongan dari kelompok Ahmad Subarjo, Angkatan Laut berhasil mendirikan asrama pemuda

yang bernama “Asrama Indonesia Merdeka”. Di asrama Indonesia Merdeka inilah para

pemimpin bangsa Indonesia memberikan pelajaran-pelajaran guna menanamkan semangat

nasionalisme kepada para pemuda Indonesia.

c. Kelompok Sutan Syahrir

Sutan Syahrir merupakan tokoh besar pergerakan nasional, yang pada zaman Hindia Belanda

tahun 1935 dibuang ke Boven Digul di Irian Jaya, kemudian dipindahkan ke Banda Neira dan

terakhir ke Sukabumi. Pada masa pendudukan Jepang, Syahrir berjuang diam-diam dengan

cara menghimpun teman-teman sekolahnya dulu dan rekan-rekan seorganisasi pada zaman

Hindia Belanda. Terbentuklah satu kelompok rahasia, Kelompok Syahrir.

Dalam perjuangannya, Syahrir juga menjalin hubungan dengan pemimpin-pemimpin bangsa

yang terpaksa bekerja sama dengan Jepang. Di samping itu, hubungan kelompok Syahrir

dengan kelompok perjuangan yang lain berjalan cukup baik. Karena gerak langkah Syahrir

dicurigai Jepang, untuk menghilangkan kecurigaan pihak Jepang Syahrir bersedia memberi

pelajaran di Asrama Indonesia Merdeka milik Angkatan Laut Jepang (Kaigun), bersama dengan

Ir. Sukarno, Mohammad Hatta, Ahmad Subarjo, dan Iwa Kusumasumantri.

d. Kelompok Pemuda
Kelompok Pemuda pada masa Jepang mendapat perhatian khusus dari pemerintah Jepang.

Jepang berusaha memengaruhi para pemuda Indoensia dengan propaganda yang menarik.

Dengan demikian, nantinya para pemuda Indonesia merupakan alat yang ampuh guna

menjalankan kepentingan Jepang. Jepang menanamkan pengaruhnya pada para pemuda

Indonesia melalui kursus-kursus dan lembaga-lembaga yang sudah ada sejak zaman Hindia

Belanda.

Jepang mendukung berdirinya kursus-kursus yang diadakan dalam asrama-asrama, misalnya di

Asrama Angkatan Baru Indonesia yang terdapat Sendenbu dan Asrama Indonesia Merdeka

yang didirikan Angkatan Laut Jepang. Namun, pemuda Indonesia baik pelajar maupun

mahasiswa tidak gampang termakan oleh propaganda Jepang. Mereka menyadari bahwa

imperialisme yang dilakukan oleh Jepang pada hakikatnya sama dengan imperialisme bangsa

Barat.

Pada masa itu, di Jakarta terdapat 2 kelompok pemuda yang aktif berjuang, yakni yang

terhimpun dalam asrama Ika Daikagu (Sekolah Tinggi Kedokteran) dan kelompok pemuda yang

terhimpun dalam Badan Permusyawaratan/Perwakilan Pelajar Indonesia (Baperpri). Kelompok

terpelajar tersebut mempunyai ikatan organisasi yang bernama Persatuan Mahasiswa.

Organisasi ini merupakan wadah untuk menyusun aksi-aksi terhadap penguasa Jepang dan

menyusun pertemuan-pertemuan dengan para pemimpin bangsa. Dalam perjuangannya,

kelompok pemuda juga selalu berhubungan dengan kelompok-kelompok yang lain, yaitu

kelompok Sukarni, kelompok Ahmad Subarjo, dan Kelompok Syahrir. Tokoh-tokoh Kelompok
Pemuda yang terkenal antara lain: Chaerul Saleh, Darwis. Johar Nur, Eri Sadewo, E.A.

Ratulangi, dan Syarif Thayeb.

3. Perlawanan Angkat Senjata

Perlakuan Jepang yang tak berperikemanusian menimbulkan reaksi dan perlawanan dari

rakyat Indonesia di berbagai wilayah. Kebencian ini bertambah ketika di beberapa tempat,

Jepang menghina aspek-aspek keagamaan. Berikut ini beberapa perlawanan rakyat pada masa

penjajahan Jepang.

a. Perlawanan di Cot Plieng, Aceh

Perlawanan di Aceh ini dipimpin oleh Tengku Abdul Djalil, seorang ulama pemuda. Pada 10

November 1942, tentara Jepang menyerang Cot Plieng pada saat rakyat sedang melaksanakan

shalat subuh. Penyerangan pagi buta ini akhirnya dapat digagalkan oleh rakyat dengan

menggunakan senjata kelewang, pedang, dan rencong.

Begitupun dengan dengan serangan kedua, tentara Jepang berhasil dipukul mundur. Namun

pada serangan yang ketiga, pasukan Teungku Abdul Jalil dapat dikalahkan Jepang. Peperangan

ini telah merenggut 90 tentara Jepang dan sekitar 3.000 masyarakat Cot Plieng.

b. Perlawanan di Tasikmalaya, Jawa Barat


Perlawanan di Singaparna, Tasikmalaya, ini dipimpin oleh Kyai Haji Zaenal Mustofa.

Perlawanan ini terkait dengan tidak bersedianya K.H. Zaenal Mustofa untuk melakukan

Seikeirei, memberikan penghormatan kepada Kaisar Jepang. Dalam pandangan Zaenal

Mustofa, membungkuk seperti itu sama saja dengan memberikan penghormatan lebih kepada

matahari, sementara dalam hukum Islam hal tersebut terkarang karena dianggap

menyekutukan Tuhan.

Pemerintahan Jepang kemudian mengutus seseorang untuk menangkapnya. Namun utusan

tersebut tidak berhasil karena dihadang rakyat. Dalam keadaan luka, perwakilan Jepang

tersebut memberitahukan peristiwa tersebut kepada pimpinannya di Tasiklamalaya. Karena

tersinggung, Jepang pada 25 Februari 1944 menyerang Singaparna pada siang hari setelah

shalat Jumat. Dalam pertempuran tersebut Zaenal Mustofa berhasil ditangkap dan kemudian

diasingkan ke Jakarta hingga wafatnya. Jenazahnya dikuburkan di daerah Ancol, dan kemudian

dipindahkan ke Tasikmalaya.

c. Perlawanan Sejumlah Perwira Pembela Tanah Air di Blitar, Buana dan Paudrah (Aceh), dan

Cilacap

Perlawanan sejumlah perwira Pembela Tanah Air (Peta) di Blitar terjadi pada 14 Februari 1945

yang dipimpin oleh Syudanco Supriyadi. Ia adalah seorang syodanco (komandan peleton) Peta.

Perlawanan Supriyadi ini disebabkan karena tidak tahan lagi melihat kesengsaraan rakyat yang

mati karena romusha. Namun perlawanan tersebut dapat diredam oleh Jepang.
Perlawanan ini tampaknya tidak direncanakan dengan matang sehingga mudah untuk

digagalkan. Akhirnya para anggota Peta yang terrlibat perlawanan diadili di Mahkamah Militer

Jepang. Orang yang berhasil membunuh Jepang langsung dijatuhi hukuman mati, antara lain:

dr. Ismangil, Muradi, Suparyono, Halir Mangkudidjaya, Sunanto, dan Sudarmo.

Dalam persidangan tersebut, Supriyadi sendiri sebagai pemimpin perlawanan tidak

diikutsertakan. Beberapa pihak mengatakan bahwa Supriyadi sesungguhnya sudah ditangkap

dan dibunuh secara diam-diam, ada pula pihak yang percaya bahwa Supriyadi mokswa alias

menghilangkan diri tanpa jejak Selain di Blitar, perlawanan pemuda Peta juga meletus di dua

daerah di Aceh, yaitu Buana dan Paudrah.

Pemimpinnya adalah Guguyun Teuku Hamid; ia bersama 20 peleton pasukan melarikan diri

dari asrama pada November 1944 untuk merencanakan pemberontakan. Namun Jepang

berhasil mengancam keluarga Teuku Hamid sehingga Teuku Hamid kembali lagi. Tampaknya

rencana perlawanan Teuku Hamid menambah simpati dan semangat masyarakat sehingga

kemudian muncul kembali perlawanan.

Lahirlah perlawanan Padrah di daerah Bireun, Aceh Utara, yang dipimpin oleh seorang kepala

kampung yang dibantu oleh regu Guguyun. Perlawanan tersebut menelan banyak korban dari

pihak Aceh karena semua yang tertawan akhirnya dibunuh oleh Jepang.
Di Gumilir, Cilacap perlawanan dipimpin oleh seorang komandan regu bernama Khusaeri.

Serangan pertama tentara Jepang terdesak, namun setelah bala bantuan datang Khusaeri

mampu dikalahkan. Di Pangalengan, Jawa Barat, pun meletus perlawanan dari para personil

Peta yang juga dapat dilumpuhkan.

Versi materi oleh Triyono Suwito dan Wawan Darmawan

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

kebijakan jepang sangat menyengsarakan


kehidupan masyarakat. Kebutuhan ekonomi masyarakat desa semakin terhambat

dengan adanya kebijakan-kebijakan yang dibuat Jepang. Karena kebutuhan

makanan semakin sulit diperoleh, banyak masyarakat makan makanan yang tidak

bisa dimakan. Bahkan romusha yang tidak mendapatkan makanan sesuai dengan

kebutuhan tingkat kelelahannya. Mereka membeli makanan yang tidak

mengandung gizi tinggi. Pukulan, hinaan, serta cacian yang sering dilontarkan

kepada romusha tidak pernah berhenti ketika ditempat pengerjaan. Pekerjaan

yang tidak mengenal waktu menyebabkan tingkat kelelahan yang menumpuk

dalam diri mereka. Fasilitas dalam mengerjakan proyek telah menyebabkan

penderitaan secara fisik romusha yang bekerja. Berbagai penyakit telah hinggap

di tubuh mereka seperti disentri, kudis, penyakit kelamin, TBC, malaria, puru

tropis, dan diare, sampai-sampai mengakibatkan kematian yang tidak sedikit

3.2 Saran

Para tokoh - tokoh nasionalis sudah berjuang dengan pengorbanan yg banyak . Dengan

strategi kooperatif maupun perjuangan bawah tanah. Adapun yg melakukan perlawanan di

berbagai daerah karena kekejaman Jepang yg sangat menyiksa, konflik antar golongan muda

dan tua yg mana akhirnya peristiwa Rengasdengklok terjadi. Tetapi itu semua telah membuat

Indonesia lepas dari penjajahan imperialisme Jepang .

Anda mungkin juga menyukai