DISUSUN OLEH :
XI IPA 4
BAB II
PEMBAHASAN
Adalah Guna merangsang kepercayaan rakyat Indonesia, Jepang membentuk Gerakan Tiga A
(Nippon Cahaya Asia, Pelindung Asia, Pemimpin Asia). Jepang berjanji, jika Perang Pasifik
dimenangkan, bangsa-bangsa di Asia akan mendapat kemerdekaannya. Selain itu, Jepang berjanji
dan rakyat Indonesia terhadap Jepang. Bentuk perlawanan terhadap Jepang ini dilakukan dengan
Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Banyak di antara mereka yang menduduki
jabatanjabatan penting dalam lembaga-lembaga yang dibentuk Jepang. Misalnya, Ir. Sukarno,
Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur menduduki pimpinan Pusat Tenaga
Rakyat (Putera). Mereka dikenal dengan sebutan “Empat Serangkai”. Putera merupakan sebuah
organisasi yang dibentuk Jepang pada Maret 1943, bertujuan menggerakan rakyat Indonesia
Melalui Putera, para pemimpin Indonesia dapat berhubungan dengan rakyat secara langsung,
baik melalui rapat-rapat maupun media massa milik Jepang. Tokoh-tokoh Putera memanfaatkan
nasionalisme serta menumbuhkan rasa percaya diri serta harga diri sebagai bangsa.
semangat cinta tanah air, dan harus lebih memperhebat semangat antiimperialisme-
kolonialisme. Organisasi Putera mendapat sambutan yang hangat dari seluruh rakyat. Namun,
karena Putera nyatanya bermanfaat bagi bangsa Indoensia, pemerintah Jepang akhirnya
Selain melalui Putera, para pemimpin pergerakan juga berjuang melalui Badan Pertimbangan
Pusat atau Cou Sangi In yang dibentuk Jepang pada 5 September 1943. Badan ini beranggotakan
43 orang dan diketuai oleh Ir. Soekarno. Dalam sidangnya pada 20 Oktober 1943, Cuo Sangi In
menetapkan bahwa agar Jepang menang dalam perang, perlu dikerahkan segala potensi dan
Untuk melaksanakan ketetapan itu dibentuklah berbagai kesatuan pemuda, sebagai wadah
penggemblengan mental dan semangat juang agar mereka menjadi tenaga-tenaga pejuang yang
militan. Berbagai kesatuan pemuda yang berhasil dibentuk antara lain: Seinendan (Barisan
Pemuda), Keibodan (Barisan Pembantu Polisi), Seisyintai (Barisan Pelopor), Gakutotai (Barisan
Pada saat penggemblengan mental itulah Ir. Soekarno selalu menyisipkan penanaman jiwa dan
semangat nasionalisme, pentingnya persatuan dan kesatuan serta keberanian berjuang dengan
risiko apa pun untuk menuju Indonesia merdeka. Dengan demikian, kebijakan pemerintah Jepang
memanfaatkan organisasi ini untuk memupuk rasa persatuan dan kesatuan. Jelas sekali, para
Perjuangan bawah tanah adalah perjuangan yang dilakukan secara tertutup dan rahasia.
Perjuang bawah tanah ini dilakukan oleh para tokoh nasionalis yang bekerja pasa instansi-
Perjuangan bawah tanah ini tersebar di berbagai tempat: Jakarta, Semarang, Bandung,
Surabaya, serta Medan. Di Jakarta terdapat beberapa kelompok yang melakukan perjuangan
model ini. Antara kelompok perjuangan yang satu dengan kelompok perjuangan yang lain,
a. Kelompok Sukarni
Sukarni adalah tokoh pergerakan pada zaman Hindia Belanda. Pada masa pendudukan Jepang,
Yamin. Sukarni menghimpun tokoh-tokoh pergerakan yang lain, antara lain: Adam Malik,
Kusnaeni, Pandu Wiguna, dan Maruto Nitimiharjo. Gerakan yang dilakukan kelompok Sukarni
Sebagai pegawai Sendenbu, Sukarni bebas mengunjungi asrama Peta (Pembela Tanah Air) yang
tersebar di seluruh Jawa. Karena itu, Sukarni mengetahui seberapa besar kekuatan
asrama politik, yang diberi nama “Angkatan Baru Indonesia” yang didukung Sendenbu. Di
dalam asrama ini terkumpul para tokoh pergerakan antara lain: Ir. Sukarno, Mohammad Hatta,
Ahmad Subarjo, dan Sunarya yang bertugas mendidik para pemuda tantang masalah politik
menghimpun tokoh-tokoh bangsa Indonesia yang bekerja dalam Angkatan Laut Jepang. Atas
dorongan dari kelompok Ahmad Subarjo, Angkatan Laut berhasil mendirikan asrama pemuda
yang bernama “Asrama Indonesia Merdeka”. Di asrama Indonesia Merdeka inilah para
Sutan Syahrir merupakan tokoh besar pergerakan nasional, yang pada zaman Hindia Belanda
tahun 1935 dibuang ke Boven Digul di Irian Jaya, kemudian dipindahkan ke Banda Neira dan
terakhir ke Sukabumi. Pada masa pendudukan Jepang, Syahrir berjuang diam-diam dengan
cara menghimpun teman-teman sekolahnya dulu dan rekan-rekan seorganisasi pada zaman
yang terpaksa bekerja sama dengan Jepang. Di samping itu, hubungan kelompok Syahrir
dengan kelompok perjuangan yang lain berjalan cukup baik. Karena gerak langkah Syahrir
dicurigai Jepang, untuk menghilangkan kecurigaan pihak Jepang Syahrir bersedia memberi
pelajaran di Asrama Indonesia Merdeka milik Angkatan Laut Jepang (Kaigun), bersama dengan
d. Kelompok Pemuda
Kelompok Pemuda pada masa Jepang mendapat perhatian khusus dari pemerintah Jepang.
Jepang berusaha memengaruhi para pemuda Indoensia dengan propaganda yang menarik.
Dengan demikian, nantinya para pemuda Indonesia merupakan alat yang ampuh guna
Indonesia melalui kursus-kursus dan lembaga-lembaga yang sudah ada sejak zaman Hindia
Belanda.
Asrama Angkatan Baru Indonesia yang terdapat Sendenbu dan Asrama Indonesia Merdeka
yang didirikan Angkatan Laut Jepang. Namun, pemuda Indonesia baik pelajar maupun
mahasiswa tidak gampang termakan oleh propaganda Jepang. Mereka menyadari bahwa
imperialisme yang dilakukan oleh Jepang pada hakikatnya sama dengan imperialisme bangsa
Barat.
Pada masa itu, di Jakarta terdapat 2 kelompok pemuda yang aktif berjuang, yakni yang
terhimpun dalam asrama Ika Daikagu (Sekolah Tinggi Kedokteran) dan kelompok pemuda yang
Organisasi ini merupakan wadah untuk menyusun aksi-aksi terhadap penguasa Jepang dan
kelompok pemuda juga selalu berhubungan dengan kelompok-kelompok yang lain, yaitu
kelompok Sukarni, kelompok Ahmad Subarjo, dan Kelompok Syahrir. Tokoh-tokoh Kelompok
Pemuda yang terkenal antara lain: Chaerul Saleh, Darwis. Johar Nur, Eri Sadewo, E.A.
Perlakuan Jepang yang tak berperikemanusian menimbulkan reaksi dan perlawanan dari
rakyat Indonesia di berbagai wilayah. Kebencian ini bertambah ketika di beberapa tempat,
Jepang menghina aspek-aspek keagamaan. Berikut ini beberapa perlawanan rakyat pada masa
penjajahan Jepang.
Perlawanan di Aceh ini dipimpin oleh Tengku Abdul Djalil, seorang ulama pemuda. Pada 10
November 1942, tentara Jepang menyerang Cot Plieng pada saat rakyat sedang melaksanakan
shalat subuh. Penyerangan pagi buta ini akhirnya dapat digagalkan oleh rakyat dengan
Begitupun dengan dengan serangan kedua, tentara Jepang berhasil dipukul mundur. Namun
pada serangan yang ketiga, pasukan Teungku Abdul Jalil dapat dikalahkan Jepang. Peperangan
ini telah merenggut 90 tentara Jepang dan sekitar 3.000 masyarakat Cot Plieng.
Perlawanan ini terkait dengan tidak bersedianya K.H. Zaenal Mustofa untuk melakukan
Mustofa, membungkuk seperti itu sama saja dengan memberikan penghormatan lebih kepada
matahari, sementara dalam hukum Islam hal tersebut terkarang karena dianggap
menyekutukan Tuhan.
tersebut tidak berhasil karena dihadang rakyat. Dalam keadaan luka, perwakilan Jepang
tersinggung, Jepang pada 25 Februari 1944 menyerang Singaparna pada siang hari setelah
shalat Jumat. Dalam pertempuran tersebut Zaenal Mustofa berhasil ditangkap dan kemudian
diasingkan ke Jakarta hingga wafatnya. Jenazahnya dikuburkan di daerah Ancol, dan kemudian
dipindahkan ke Tasikmalaya.
c. Perlawanan Sejumlah Perwira Pembela Tanah Air di Blitar, Buana dan Paudrah (Aceh), dan
Cilacap
Perlawanan sejumlah perwira Pembela Tanah Air (Peta) di Blitar terjadi pada 14 Februari 1945
yang dipimpin oleh Syudanco Supriyadi. Ia adalah seorang syodanco (komandan peleton) Peta.
Perlawanan Supriyadi ini disebabkan karena tidak tahan lagi melihat kesengsaraan rakyat yang
mati karena romusha. Namun perlawanan tersebut dapat diredam oleh Jepang.
Perlawanan ini tampaknya tidak direncanakan dengan matang sehingga mudah untuk
digagalkan. Akhirnya para anggota Peta yang terrlibat perlawanan diadili di Mahkamah Militer
Jepang. Orang yang berhasil membunuh Jepang langsung dijatuhi hukuman mati, antara lain:
dan dibunuh secara diam-diam, ada pula pihak yang percaya bahwa Supriyadi mokswa alias
menghilangkan diri tanpa jejak Selain di Blitar, perlawanan pemuda Peta juga meletus di dua
Pemimpinnya adalah Guguyun Teuku Hamid; ia bersama 20 peleton pasukan melarikan diri
dari asrama pada November 1944 untuk merencanakan pemberontakan. Namun Jepang
berhasil mengancam keluarga Teuku Hamid sehingga Teuku Hamid kembali lagi. Tampaknya
rencana perlawanan Teuku Hamid menambah simpati dan semangat masyarakat sehingga
Lahirlah perlawanan Padrah di daerah Bireun, Aceh Utara, yang dipimpin oleh seorang kepala
kampung yang dibantu oleh regu Guguyun. Perlawanan tersebut menelan banyak korban dari
pihak Aceh karena semua yang tertawan akhirnya dibunuh oleh Jepang.
Di Gumilir, Cilacap perlawanan dipimpin oleh seorang komandan regu bernama Khusaeri.
Serangan pertama tentara Jepang terdesak, namun setelah bala bantuan datang Khusaeri
mampu dikalahkan. Di Pangalengan, Jawa Barat, pun meletus perlawanan dari para personil
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
makanan semakin sulit diperoleh, banyak masyarakat makan makanan yang tidak
bisa dimakan. Bahkan romusha yang tidak mendapatkan makanan sesuai dengan
mengandung gizi tinggi. Pukulan, hinaan, serta cacian yang sering dilontarkan
penderitaan secara fisik romusha yang bekerja. Berbagai penyakit telah hinggap
di tubuh mereka seperti disentri, kudis, penyakit kelamin, TBC, malaria, puru
3.2 Saran
Para tokoh - tokoh nasionalis sudah berjuang dengan pengorbanan yg banyak . Dengan
berbagai daerah karena kekejaman Jepang yg sangat menyiksa, konflik antar golongan muda
dan tua yg mana akhirnya peristiwa Rengasdengklok terjadi. Tetapi itu semua telah membuat