Anda di halaman 1dari 5

RESPON BANGSA INDONESIA TERHADAP PENDUDUKAN JEPANG

KOOPERATIF

Perjuangan secara kooperatif dilakukan oleh tokoh-tokoh nasionalis yang duduk di organisasi-organisasi
bentukan Jepang. Melalui organisasi ini, mereka dengan rapi melakukan koordinasi-koordinasi agar rakyat
bersatu untuk Indonesia merdeka. Dengan organisasi bentukan Jepang seperti Putera (Pusat Tenaga
Rakyat), Sukarno, Hatta, Mas Mansur, dan Ki hadjar Dewantara membentuk empat serangkai untuk
membangkitkan semangat nasionalisme bangsa Indonesia yang sempat luntur akibat tekanan dari kolonial
Belanda.
Sukarno dengan tidak ragu-ragu juga bekerja sama dengan Jepang agar perjuangan untuk Indonesia merdeka
segera terwujud. Sikap Sukarno ini dimanfaatkan oleh pemerintah Jepang sebagai alat untuk memobilisasi
rakyat karena Sukarno dianggap Jepang sebagai tokoh yang paling berpengaruh terhadap rakyat. Akhirnya,
antara Sukarno dengan Jepang saling memanfaatkan.

Sikap Sukarno itu pernah dikecam keras oleh tokoh nasionalis lainnya, misalnya ketika Sukarno mendukung
penerapan romusha dan bahkan ikut terlibat memobilisasi rakyat agar ikut romusha yang mengakibatkan mereka
mati kelaparan, menderita penyakit dan meninggal, serta ditembak Jepang karena lari dari romusha. Karena
kecaman keras dari beberapa pihak, Sukarno pernah berujar, “Aku telah mengorbankan hidupku untuk tanah ini
tidak jadi soal kalau ada yang menyebutku kolaborator Jepang … halamanhalaman dari revolusi Indonesia akan
ditulis dengan darah Sukarno …. Sejarahlah yang akan membersihkan namaku ….
”Untuk kepentingan Indonesia merdeka, Sukarno juga terlibat dalam persiapan kemerdekaan seperti BPUPKI
(Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Coosakai dan PPKI
(Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Inkai

GERAKAN BAWAH TANAH


Gerakan bawah tanah di Indonesia tidak seperti gerakan bawah tanah di Eropa yang mengangkat senjata
secara sembunyi-sembunyi. Gerakan bawah tanah di Indonesia artinya perjuangan yang dilakukan secara
tertutup dan rahasia. Mereka, di balik kepatuhannya terhadap Jepang, tersembunyi kegiatan-kegiatan yang
menggerakkan rakyat untuk Indonesia merdeka. Walaupun akhirnya gerakan mereka diketahui Jepang dan
organisasi yang mereka jalankan dibubarkan, tetapi peranan mereka sangat penting bagi Indonesia merdeka.
Untuk lebih jelasnya, berikut ulasan tokoh-tokoh yang melakukan perjuangan bawah tanah.
A. KELOMPOK SUKARNI

Sukarni adalah tokoh pergerakan pada zaman kolonial Belanda. Pada zaman pendudukan Jepang, Sukarni
bersama Muhammad Yamin bekerja di Sendenbu (Barisan Propaganda Jepang). Sukarni juga menghimpun
tokoh-tokoh pergerakan lain seperti Adam Malik, Kusnaini, dan Pandu Wiguna untuk terus mengobarkan
perjuangan dan menggelorakan paham nasionalisme. Untuk menyamarkan gerakannya, Sukarni mendirikan
asrama politik yang diberi nama “Angkatan Baru Indonesia” sehingga dapat mengumpulkan tokoh-tokoh
penting seperti Sukarno, Hatta, Ahmad Subarjo, dan Sunarya. Keempat tokoh itu bertugas mendidik para
pemuda tentang politik dan pengetahuan umum.

B. KELOMPOK AHMAD SUBARDJO

Pada masa pendudukan Jepang, Ahmad Subardjo bertugas sebagai Kepala Biro Riset Kaigun Bukanfu
(Kantor Penghubung Angkatan Laut) di Jakarta. Di samping bekerja di lembaga itu, Ahmad Subarjo
menghimpun tokoh-tokoh pergerakan yang bekerja di angkatan laut Jepang dengan mendirikan asrama
pemuda yang bernama “Asrama Indonesia Merdeka”. Di asrama itu, Ahmad Subarjo menanamkan jiwa
nasionalisme di kalangan pemuda Indonesia.

C. KELOMPOK SUTAN SYAHRIR

Sutan Syahrir sangat yakin bahwa Jepang tidak akan menang perang melawan Sekutu. Untuk itu, menurut
Syahrir, Indonesia harus segera merebut kemerdekaan pada saat yang paling tepat. Syahrir membuat
jaringan-jaringan para pemuda yang mempunyai semangat nasionalisme tinggi, yakni para mahasiswa
progresif. Ketika mendengar lewat radio bahwa Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Syahrir
beserta pemuda lainnya mendesak kepada Sukarno dan Hatta untuk memproklamasikan Indonesia pada 15
Agustus 1945. Karena Sukarno belum mendengar secara langsung penyerahan Jepang, maka Sukarno
belum merespons secara positif. Lagi pula, Sukarno yang saat itu sebagai ketua PPKI dalam membuat
keputusan harus sesuai prosedur, yakni adanya kesepakatan dari para anggota untuk Indonesia merdeka.
ANGKAT SENJATA
Selain perlawanan dengan cara kooperatif dan gerakan bawah tanah, para tokoh pergerakan juga melakukan
perlawanan dengan cara mengangkat senjata. Berikut tokoh-tokoh yang melakukan perlawanan secara fisik.
PERLAWANAN RAKYAT DESA SUKAMANAH DI TASIKMALAYA

Perlawanan ini diawali dengan penolakan para santri di Pondok Pesantren Sukamanah Singaparna yang
dipimpin oleh K.H. Zaenal Mustafa. Mereka menolak seikerei (sikap menghormati Tenno Haika dengan
membungkukkan badan 90 derajat ke arah matahari terbit). Kewajiban seikerei ini menyinggung umat Islam
karena termasuk perbuatan syrik yakni menyekutukan Tuhan. Selain alasan seikerei, K.H. Zaenal Mustafa
juga sudah tidak tahan melihat penderitaan rakyat akibat penerapan romusha. Tanggal 25 Februari 1944, Kiai
Zaenal memimpin perlawanan tetapi dapat dipadamkan pemerintah Jepang karena persenjataan yang tidak
memadai. Banyak pengikut Kiai Zaenal yang terbunuh dan Kiai Zaenal sendiri tertangkap pada 25 Oktober
1944 hingga akhirnya dihukum mati Jepang.

PERLAWANAN RAKYAT INDRAMAYU

Peristiwa Indramayu terjadi pada April 1944. Pencetusnya adalah karena Jepang mewajibkan kepada rakyat
untuk menyetorkan sebagian hasil panen padi dan pelaksanaan romusha yang telah mengakibatkan penderitaan
rakyat. April 1944, mereka melakukan perlawanan di daerah Karangampel, dibawah pimpinan H. Madriyas
Karena sifatnya spontan, maka perlawanan ini dapat dipadamkan pemerintah Jepang.
PERLAWANAN RAKYAT ACEH

Perlawanan Aceh terjadi pada 10 November 1942 yang dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil. Pemicunya karena
tindakan sewenang-wenang Jepang terhadap rakyat Aceh. Usaha perundingan tidak berhasil sehingga
Jepang menyerang di Cot Plieng. Tengku Abdul Jalil ditembak bersama pengikutnya ketika melarikan diri dari
kepungan Jepang. Informasi yang didapat dalam pertempuran itu, 90 serdadu Jepang tewas dan 3.000 rakyat
Cot Plieng gugur di medan laga.

PERLAWANAN PETA DI BLITAR

Perlawanan dilakukan oleh Peta (Pembela Tanah Air), sebuah organisasi militer bentukan Jepang. Pemicunya
adalah persoalan pengumpulan hasil panen padi yang diwajibkan Jepang kepada rakyat, romusha yang
menyebabkan penderitaan rakyat, dan pelatihan Heiho yang keras di luar batas kemanusiaan. Alasan lain
yang terungkap bahwa dalam Peta, pelatih militer Jepang bersikap angkuh dan selalu memandang rendah
prajurit-prajurit Indonesia. Perlawanan dipimpin oleh anggota Peta komandan pleton (shodanco) yang
bernama Supriyadi pada 14 November 1944 di Blitar.
Perlawanan ini termasuk perlawanan yang terbesar dalam masa pendudukan Jepang di Indonesia. Meskipun
perlawanan dapat dipatahkan dan pengikut Supriyadi dapat ditangkap, dilucuti, dan dihukum mati, tetapi
perlawanan ini dapat membangkitkan semangat nasionalisme bangsa Indonesia untuk lepas dari penjajahan.

Setelah perlawanan itu selesai, orang tidak tahu lagi di mana Shodancho Supriyadi berada. Jika Supriyadi ikut
diadili oleh Mahkamah Militer Jepang dan mati dieksekusi, tidak ada saksi maupun catatannya. Kalau Supriyadi
mati karena alasan lain, tidak jelas di mana makamnya. Sebaliknya, jika Supriyadi berhasil melarikan diri dan
selamat, juga tidak seorang pun mengetahui di mana Supriyadi berada sehingga sampai sekarang keberadaan
Supriyadi masih misterius.

Anda mungkin juga menyukai