PERLAWANAN PETA
Rakyat Indonesia mengetahui dan menyadari bahwasannya propaganda yang telah dijanjikan oleh Jepang untuk
menciptakan kemakmuran hanyalah mimpi belaka. Jepang secara terang- terangan ingin menindas bangsa
Indonesia secara kejam. Karena hal tersebut, rakyat Indonesia melakukan perlawanan atas kependudukan Jepang di
Indonesia.
Ada bentuk- bentuk perlawanan yang dilakukan oleh rakyat Indonesia untuk mengalahkan bangsa Jepang yaitu
dengan berbagai strategi contohnya yaitu strategi kooperasi , gerakan di bawah tanah (non kooperasi), dan
perlawanan bersenjata. Adapun salah satu contoh bentuk perlawanan rakyat Indonesia terhadap pihak Jepang
dengan menggunakan strategi penggunaan senjata (perlawanan bersenjata). Contoh perlawanan senjata tersebut
telah terjadi di wilayah Aceh.
Pada saat pertama kali, bangsa Jepang datang ke Aceh pada tanggal 9 Februari 1942 ,mereka telah disambut
dengan sangat ramah oleh rakyat Aceh. Jepang pun mulanya telah bersikap baik dan sangat menghormati
masyarakat dan tokoh- tokoh di Aceh. Tak hanya itu, Jepang pun sangat menghormati kepercayaan dan adat istiadat
rakyat Aceh yang telah bernafaskan islam. Karena perlakuan baik bangsa Jepang tersebut membuat rakyat tidak
segan di dalam membantu dan ikut serta dalam mendukung program – program pembangunan Jepang di Aceh.
Namun ketika Jepang sudah mencapai maksudnya tersebut, Jepang justru berbalik merendahkan rakyat Aceh.
Contohnya yaitu personil rakyat Jepang telah melakukan pelecehan seksual kepada kaum perempuan Aceh yang
beragama Islam, rakyat Aceh yang beragama islam pun telah diperntahkan untuk menyembah matahari terbit di
waktu pagi. Tentu dari sekian tindakan- tindakan yang dilakukan dan diperintaahkan oleh orang Jepang tersebut
telah dan sangat bertentangan dengan akidah islam. Oleh karena hal tersebut, perlawanan rakyat Aceh terhadap
Jepang tidak dapat dihentikan lagi.
Adapun perlawanan rakyat Aceh kepada penduduk militer Jepang telah dipimpin oleh Tengku Abdul Djalil. Tengku
Abdul Djalil adalah seorang guru ngaji di Cot Pleing yang sangat tidak mau patuh dan tunduk kepada Jepang.
Meskipun pihak Jepang telah berusaha membujuknya untuk berdamai, namun usaha Jepang tersebut selalu
ditolak. Hingga pada akhirnya, Jepang telah menyerbu Cot Pleing pada tanggal 10 November 1942.
Ketika Jepang menyerbu wilayah tersebut ternyata rakyat Aceh sedang melakukan ibadah shalat shubuh dengan
perbekalan senjata berupa kelewang, pedang dan rencong. Hingga akhirnya Jepang dapat dipukul mundur oleh
rakyat sampai wilayah Lhokseumawe.
Dengan adanya kegagalan serangan pertama Jepang kepada rakyat Aceh telah membuat Jepang semakin ingin
mengalahkan rakyat Aceh. Bahkan serangan kedua mereka pun telah mereka kerahkan untuk mengalahkan rakyat
Aceh, namun tetap saja tidak berhasil. Hingga pada akhirnya, serangan Jepang yang ketiga barulah Jepang dapat
menguasai wilayah Cot Pleing dan Tengku Abdul Djalil gugur karena ditembak ketika saat sedang melakukan shalat.
Dengan adanya kependudukan militer Jepang di Indonesia ternyata telah menimbulkan perlawanan dari rakyat
Indonesia. Perlawanan kepada militer Jepang telah terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Adanya perlawanan
rakyat terhadap pihak Jepang disebabkan pemerintahan Jepang telah belaku sewenang- wenang.
Adapun salah satu perlawanan rakyat Indonesia kepada pihak Jepang yaitu berasal dari Jawa Barat. Perlawanan
rakyat Jawa Barat khususnya rakyat Singaparna telah dipimpin oleh K. H. Zainal Mustafa. K. H. Zainal Mustafa
merupakan seorang pemimpin pesantren Sukamnah di Singaparna, Tasikmalaya (Jawa Barat). Perihal yang
melatarbelakangi perlawanan rakyat di daerah Singaparna adalah karena pihak militer Jepang telah memaksa
masyarakat Singaparna untuk melakukan Seikeirei. Apakah Anda tahu apa itu Seikeirei ? Yah, Seikeirei merupakan
suatu upacara penghormatan kepada kaisar Jepang yang telah dianggap dewa yaitu dengan cara membungkukan
badan ke arah timur laut atau Tokyo.
Pemaksaan Jepang kepada rakyat Singaparna untuk melakukan upacara Seikeirei telah membuat masyarakat
geram, hal tersebut ditambah lagi dengan adanya larangan dari K. H. Zainal Mustafa (pemimpin pondok
pensantren) untuk masyarakat agar tidak melakukan Seikeirei karena perbuatan tersebut sama saja perbuatan yang
mempersekutukan Tuhan. Oleh karena tersebut, K. H. Zainal Mustafa telah melakukan upaya agar hal- hal yang
tidak diinginkan tersebut dapat dihindari.
Adapun upaya yang dilakukan oleh K. H. Zainal Mustafa untuk menghindari masyarakatnya dari tindakan
menyekutukan Tuhan tersebut yaitu dengan cara menyuruh santri- santrinya untuk mempertebal keyakinannya
atau keimannanya dan bahkan ia pun mengajarkan bela diri silat.
Dengan melihat upaya masyarakat untuk tetap menolak kebijakan Jepang tesebut, militer Jepang pun mengambil
tindakan tegas. Tindakan tegas yang dimakud adalah militer Jepang telah mengirimkan pasukannya pada tanggal 25
Februari 1944 untuk menyerang daerah Sukamnah dan untuk menangkap K. H. Zainal Mustafa. Karena serangan
yang mendadak yang telah dilakukan oleh militer Jepang , maka perang antara dua pihak tersebut tidak dapat
dihindarkan lagi. Namun, peperangan tersebut dimenangkan oleh pihak Jepang. Hingga pada akhirnya, pihak
Jepang berhasil menangkap rakyat Singaparna dan mereka pun dimasukkan ke dalam tahanan di daerah
Tasikmalaya dan dipindahkan lagi ke Jakarta.
Kemudian untuk, pemimpin pesantren, K. H. Zainal Mustafa telah dijatuhi hukan mati dan ia pun dimakamkan di
Ancol , tetapi sekarang makamnya telah dipindahkan ke daerah Singaparna.
Kegagalan yang diperoleh oleh rakyat Indonesia yang berada dibawah pimpinan K. H. Zaina Mustafa tersebut
dikarenakan minimnya senjata yang mereka gunakan, sedaangkan untuk pihak Jepang, mereka telah menggunakan
senjata- senjata yang lengkap dan modern. Dengan hal tersebutlah, kekalahan pun tidak dapat dielakkan lagi oleh
rakyat Singaparna.
Perlawanan indramayu
Sewaktu Belanda, Jepang, dan Sekutu melalukan pendudukan di Indonesia, beberapa daerah
di Jawa Barat melakukan gerakan perlawanan yang dilakukan rakyat untuk melawan penjajah.
Gerakan perlawanan rakyat di Indramayu terjadi sekitar tahun 1942-1947. Antara tahun 1942-
1945 rakyat Indramayu melakukan perlawanan melawan Jepang yaitu di Desa Kaplongan.
Gerakan perlawanan tersebut dipicu oleh Camat Karangampel yang bernama Misnasastra
mengumpulkan padi milik Haji Aksan, namun Haji Aksan menolak. Dengan minta bantuan
kepada polisi, Haji Aksan ditangkap untuk dibawa ke Balai Desa. Dengan ditangkapnya Haji
Aksan maka rakyat Desa Kaplongan berbondong-bondong menyerbu Balai Desa dan menyerang
polisi. Selain itu Desa Kaplongan banyak sekali tokoh-tokoh agama yang memimpin gerakan
perlawanan rakyat, sehingga Jepang encatat bahwa tokoh-tokoh tersebut teah masuk daftar
hitam dan termasuk orang yang dicari Jepang. Untuk menangkap tokoh-tokoh tersebut Jepang
melakukan siasat yang sangat licik, sehingga secara satu persatu tokoh-tokoh tersebut dapat
tertangkap.
Selain di Desa Kaplongan, gerakan perlawanan juga terjadi di Desa Cidempet. Gerakan
tersebut dipicu adanya bala tentara Jepang melakukan perampasan pagi hasil panenan rakyat.
Dengan cara hasil panenan rakyat harus diserahkan ke Balaidesa dan rakyat mengambil
sebagian dari hasil panenan tersebut. Namun tawaran Jepang tersebut ditentang oleh rakyat,
sehingga timbullah gerakan perlawanan melawan Jepang.
Setelah Indonesia merdeka, gerakan perlawanan rakyat Indramayu masih juga terjadi yaitu
gerakan perlawanan dalam melawan Sekutu. Gerakan tersebut terjadi antara tahun 1946-
1947. Sekutu yang diboncengi Belanda berkeinginan untuk kembali menjajah Indonesia.
Namun kedatangan Belanda yang memboncengi NICA tersebut dihadang rakyat dalam bentuk
perlawanan. Kejadian tersebut terjadi di Kecamatan Kertasemaya. Kontak senjata melawan
Belanda juga terjadi di Desa Larangan. Namun diantara gerakan perlawanan rakyat di
Indramayu dalam melawan Belanda yang paling dahsyat terjadi di Kampung Siwatu, yaitu
pembumihangusan Kampung Siwatu karena kempung tersebut dijadikan tempat pengungsian
para pejuang Indramayu. Ayib Maknun, warga Indramayu yang menjadi mata-mata Belanda
memberitahukan kepada tentara Belanda, kalau Kampung Siwatu dijadikan tempat
persembunyian, sehingga oleh Belanda kampung tersebut dibumihanguskan.
Perlawanan di Kalimantan
Jepang menyerang Kalimantan Barat, dari utara. Tepatnya, dari Sarawak. Penyerangan dari utara ini
dimaksudkan agar perhatian Belanda terpecah belah. Selanjutnya, Belanda malah meninggalkan
Kalimantan Barat bukan melindungi jajahannya tersebut.
Pada tanggal 22 Januari 1942, Armada Angkatan Laut Dai Nippon mendarat di Pemangkat lewat Tanjung
Kodok. Lalu, barulah pada 2 Februari 1942 Pontianak dikuasai tanpa perlawanan.
Di berbagai tempat di Kalimantan terjadi perlawanan rakyat menetang kekuasaan tentara Jepang yang
bertindak kejam dan sewenang-wenang. Di Kalimantan Barat kurang lebih 21.000 orang dibunuh dan
dibantai secara kejam oleh tentara Jepang, sultan Hamid adalah salah satu tokoh yang selamat dari
kekejaman Jepang. Selain rakyat yang tidak berdosa, banyak di antara mereka adalah raja-raja, tokoh-
tokoh masyarakat terkemuka, dan tokoh-tokoh pergerak-an nasional turut terbunuh dalam aksi
perlawanan tersebut. Untuk mengenang peristiwa tersebut maka didirikanlah sebuah Monumen
Mandor, di desa Mandor.