Anda di halaman 1dari 7

PERANG SINGAPARNA

( FEBRUARI 1944 )
Perlawanan Rakyat Indonesia Masa Pendudukan Jepang

Ratu Sheba Sofie Ahimsa


11 Agama
Tugas Sejarah Indonesia

BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Bangsa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai negara yang kaya akan Sumber
Daya Alam. SDA yang dimiliki Indonesia antara lain: rempah-rempah, minyak bumi,
gas, hingga berbagai logam mahal seperti emas, perak, tembaga, nikel, timah, juga
batubara. Berbagai kekayaan alam tersebut membuat Indonesia menjadi incaran
bangsa-bangsa lain. Seperti yang sudah kita ketahui, banyak bangsa-bangsa yang
pernah menancapkan bendera koloninya di Indonesia. Diantara bangsa-bangsa
tersebut yang paling meninggalkan jejak sejarah bagi bangsa Indonesia adalah
Belanda dan Jepang.
Belanda telah menjajah Indonesia selama kurang lebih 350 tahun. Dalam kurun
waktu tersebut, tentunya telah banyak derita yang dialami oleh bangsa Indonesia.
Karena pada masa penjajahan Belanda tersebut rakyat Indonesia banyak menerima
perlakuan yang sewenang-wenang, diantaranya: diterapkannya Cultuurstelsel,
adanya kerja rodi, dsb. Oleh karena itu saat pertama kali Jepang masuk ke Indonesia
dengan membawa gerakan 3A, rakyat Indonesia menyambut dengan baik kedatangan
Jepang tersebut karena mereka dianggap sebagai penyelamat dari penjajahan
Belanda. Tetapi setelah Belanda jatuh dan Jepang menang, bukan kemakmuran yang
dirasakan oleh bangsa Indonesia. Melainkan penderitaan yang lebih berat dibanding
pada masa penjajahan Belanda.
Pada masa penjajahan Jepang ini rakyat Indonesia mengalami berbagai tindak
kekejaman, antara lain: romusha, pembantaian massal (tragedi mandor berdarah),
penyiksaan atas tahanan, perbudakan seks, dsb. Adanya tindakan-tindakan tersebut,
akhirnya memunculkan perlawanan rakyat Indonesia atas pemerintahan Jepang.
Diantara perlawanan rakyat tersebut terjadilah Pertempuran Singaparna di
Tasikmalaya.

2. Rumusan Masalah
• Apa penyebab terjadinya Perang Singaparna?
• Siapakah pemimpin perlawanan tersebut?
• Apa langkah yang dilakukan rakyat Singaparna untuk melawan Jepang?
• Pihak manakah yang memenangi peperangan tersebut?
BAB 2
ISI

Semua perlawanan ini bermula ketika Jepang menduduki Indonesia setelah


kolonial Belanda menyerah tanpa syarat melalui perjanjian Kalijati. Berbeda dengan
Belanda, Jepang memiliki strategi tersendiri guna menguasai Indonesia. Alih-alih
menyerang melalui kekuatan militer, Jepang lebih memilih cara propaganda guna
mengambil hati pribumi. Salah satu caranya adalah membebaskan semua tahanan
politik Hindia Belanda, yang salah satunya adalah ulama sekaligus pemimpin pondok
pesantren, K.H. Zainal Mustafa.

1. Menolak Seikerei

Setelah membebaskan K.H. Zainal Mustafa, pihak Jepang mencoba merayunya


menduduki jabatan anggota Sandenbu (Badan Propaganda) di Priangan Timur.
Namun strategi yang dilakukan Jepang menemui jalan buntu. Sebagai pemimpin
yang diikuti hampir seluruh santri di Tasikmalaya dan Priangan Timur, kyai yang
pernah menjadi santri di Sukamiskin tersebut menolak ajakan Jepang.
Beliau menolak bekerja sama karena alasan adanya ketentuan Seikerei, yaitu
sikap membungkuk ke arah Timur di pagi hari sebagai penghormatan terhadap
Kaisar Jepang (Tenno Haika). Gerakan Seikerei mirip gerakan ruku’ dalam shalat.
Tidak hanya sebagai penghormatan, Seikerei juga sebagai pengakuan bahwa
Kaisar Jepang adalah keturunan “Dewa Matahari” (Ameterasu). Dalam ajaran
Islam tindakan itu berarti musyrik.
Akibat dari penolakan tersebutJepang menempatkan polisi rahasia (Kenpeitai)
untuk mengawasi kegiatan Pesantren Sukamanah dan K.H. Zainal Mustafa.
Aiko Kurosawa dalam Mobilisasi dan Kontrol; Studi tentang Perubahan Sosial
Pedesaan di Jawa1942-1945, dengan mengutip Syarif Hidayat menyatakan,
kegeraman K.H. Zainal Mustafa terhadap Jepang mulai muncul tidak lama setelah
Tentara ke-16 Kekaisaran Jepang menduduki wilayah jawa dan membentuk
pemerintahan militer. Disebutkan pada tahun 1943 K.H. Zainal Mustafa diam-diam
melakukan persiapan perlawanan. Untuk tujuan ini, telah dilakukan kontak dengan
beberapa pesantren di Tasikmalaya.
Selain itu juga dilakukan hubungan dengan kesatuan batalyon PETA (Pembela
Tanah Air) yang dipimpin Daidancho Maskun. Nama terakhir ini disebut memiliki
hubungan yang erat dengan Pesantren Sukamanah yang dipimpin K.H. Zainal
Mustafa. Daidancho Maskun berjanji bahwa dia dan anak buahnya akan datang
ke Sukamanah/ Cimerah untuk memberi latihan militer untuk para santri. Rupanya
hubungan dan rencana itu tercium pihak Jepang. Tidak lama kemudian kesatuan
tentara PETA dipindahkan ke bagian selatan wilayah Tasikmalaya.
K.H. Zainal Mustafa pun tahu persis pihak Jepang telah dan selalu
mengawasinnya bahkan mengancamnya. Meski begitu suara-suara keras tetap
saja ditujukan kepada Jepang. Beliau dan para santri siap dengan segala
kemungkinan. Persiapan yang dilakukan adalah membentuk barisan santri dan
rakyat untuk melindungi area pesantren. Jumlahnya sebanyak 509 orang.

2. Perlawanan Hari Jum’at

Pada Februari 1944 Jepang mengirim utusan ke pesantren. Mereka mengancam


K.H. Zainal Mustafa, para santri, dan penduduk desa. Esoknya 24 Februari,
Jepang mengerahkan pasukan Kempetai yang dipimpin pejabat lokal yang
memihak Jepang seperti Camat Cakrawilaksana, Sastramaun (Lurah Cimerah),
Suhandi (juru tulis), dan Muhri (KepalaKampung Punduh). Mereka ingin meringkus
K.H. Zainal Mustafa.
Terjadi bentrok fisik dengan para santri. Senjata-senjata Jepang berhasil direbut
yaitu 12 senapan, 3 pucuk pistol, dan 25 senjata tajam. Senjata-senjata itu
disimpan dan tidak digunakan. K.H. Zainal Mustafa sadar, Jepang pasti akan
datang lagi dengan kekuatan yang lebih besar.
Pada 25 Februari 1944 sebelum pelaksanaan Shalat Jum’at, K.H. Zainal Mustafa
menyampaikan hal itu, kemudian memberikan kebebasan pilihan jika ada santri
memilih mengundurkan diri atau pulang ke kampung masing-masing. Ternyata
semua santri lebih memilih untuk ikut melawan.
Saat khutbah Jum’at,Jepang mengepung rapat pesantren dan masjid. K.H.
Zainal Mustafa meminta jama’ah tenang dan menyelesaikan Shalat Jum’at.
Setelah itu ditemuinya pasukan Kempeitai di Gunung Bentang. Seorang perwira
Jepang meminta agar berbicara di masjid. Tetapi ketika berbicara, nadanya begitu
congkak sambil mengancam K.H. Zainal Mustafa akan dihukum berat.
Setelah itu perwira Jepang itu membujuk lagi K.H. Zainal Mustafa tidak akan
dihukum asal mau meminta ampun. Jamaah pun tersinggung karena perkataan
perwira Jepang, bahwa jika satu orang Jepang mati maka harus ditebus seribu
nyawa orang Indonesia. Suasana pun berubah gaduh, dan Jepang telah bersiap.
Saat itu juga K.H. Zainal Mustafa mengeluarkan komando perlawanan.
Perkelahian pun pecah!
Dalam perkelahian di persawahan, 3 polisi Jepang tewas dan 1 melarikan diri.
Melihat ini Jepang pun marah besar. Selanjutnya dikirim 6 kompi tentara, dan desa
Sukamanah pun dikepung dari 3 arah: selatan, timur, dan utara. Menjelang ashar,
Jepang dengan menggunakan kendaraan lapis baja berusaha menerjang
pesantren. Mereka juga sengaja memaksa beberapa penduduk desa berdiri di
barisan depan.
Cara licik ini membuat para santri menjadi ragu karena berhadapan dengan
rakyat sendiri. Melihat hal ini K.H. Zainal Mustafa memerintahkan untuk tidak
melakukan perlawanan dahulu.
Karena kalah senjata, K.H. Zainal Mustafa dan para santri mundur pada saat
menjelang malam. Tentara Jepang selanjutnya merangsek ke pesantren. Mertua
K.H. Zainal Mustafa, H. Syamsudin dibunuh oleh Jepang di tempat itu.
Malam itu juga, K.H. Zainal Mustafa yang mundur ke Kampung Cihaur ditangkap
bersama dengan Kyai Najamuddin, Kyai Umar, Domon, A Hidayat, serta 27 santri.
Sejak tanggal 26-29 Februari 1944 banyak penduduk desa disekitar pesantren
yang ditangkap tentara Jepang.
Penjara Tasikmalaya menjadi penuh, dan K.H. Zainal Mustafa sendiri menjalani
proses interogasi selama 3 bulan. Interogasi itu dilakukan dengan siksaan-siksaan
berat. Setelah itu, keberadaannya tidak jelas karena K.H. Zainal Mustafa
dipindahkan ke Cipinang, Jakarta. Tapi kemudian diketahui, bahwa beliau
dieksekusi mati pada tanggal 25 Oktober 1944. Meski demikian, secara politik
akibat yang ditimbulkan dari meletusnya perlawanan itu membuat pemerintah
militer (Gunseikan-bu) Jepang di Jakarta merasa was-was karena khawatir
perlawanan seperti itu akan diikuti oleh para kyai di berbagai daerah lainnya.
Dengan tertangkap dan dieksekusinnya K.H. Zainal Mustafa tersebut
berakhirlah perlawanan rakyat atas pemerintahan Jepang di Singaparna,
Tasikmalaya.
BAB 3
PENUTUP

1. Kesimpulan

• Penyebab Peperangan Singaparna ini adalah penolakan rakyat atas gerakan


Seikerei. Karena perbuatan tersebut bertentangan dengan kepercayaan yang
mereka anut, yakni agama islam.
• Pemimpin dari perlawanan Singaparna ini adalah K.H. Zainal Mustafa, yang
merupakan pengasuh dari Pondok Pesantren Sukamanah.
• Langkah awal yang diambil untuk melawan pemerintahan Jepang adalah
dengan menjalin kerjasama dengan PETA, tapi kemudian gagal karena
tercium oleh Jepang.
• Pada akhirnya K.H. Zainal Mustafa melawan Jepang menggunakan himpunan
dari para santri dan rakyat yang berjumlah 509 orang.
• Peperangan ini dimenangkan oleh pihak Jepang dengan tertangkapnya K.H.
Zainal Mustafa pada tanggal 25 Februari 1944. Yang kemudian dieksekusi mati
pada tanggal 25 Oktober 1944.
DAFTAR PUSTAKA

• disdik.jabarprov.go.id, 2019
K.H. Zainal Mustafa dan pertempuran Tasikmalaya
• kumparan.com
Perlawanan rakyat pada Masa Pendudukan Jepang kerap berakhir tragis
• pahamify.com
Materi Sejarah Kelas 11; Sejarah Jepang Masuk Indonesia
• jabar.indtimes.com
7 Bukti Kekejaman Jepang Menjajah Indonesia Selama 3,5 Tahun

Anda mungkin juga menyukai