Anda di halaman 1dari 3

Pengerahan dan penindasan versus perlawanan

EKONOMI PERANG

Pada jaman pendudukan Jepang kehidupan ekonomi rakyat sangat menderita. Lemahnya ekonomi
rakyat berawal dari sistem bumi hangus Hindia Belanda ketika mengalami kekalahan dari Jepang
pada bulan Maret 1942. Sejak itulah kehidupan ekonomi menjadi lumpuh dan keadaan ekonomi
berubah dari ekonomi rakyat menjadi ekonomi perang. Langkah pertama yang dilakukan Jepang
adalah merehabilitasi prasarana ekonomi seperti jembatan, alat-alat transportasi dan komunikasi.
Selanjutnya Jepang menyita seluruh kekayaan musuh dan dijadikan hak milik Jepang, seperti
perkebunan-perkebunan, bank-bank, pabrik-pabrik, perusahaan-perusahaan, telekomunikasi dan
lainlain.

Pola ekonomi perang yang dilancarakan oleh Tokyo dilaksanakan secara konsekuen dalam wilayah
yang diduduki oleh angkatan perangnya. Setiap lingkungan daerah harus melaksanakan autarki
(berdiri di atas kaki sendiri), yang disesuaikan dengan situasi perang. Jawa dibagi atas 17 lingkungan
autarki, Sumatra atas 3 lingkungan dan daerah Minseifu (daerah yang diperintah Angkatan Laut
Jepang) dibagi atas 3 lingkungan autarki. Karena dengan sistem desentralisasi maka Jawa merupakan
bagian daripada “Lingkungan
Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya” mempunyai dua tugas, yakni:
1. memenuhi kebutuhan sendiri untuk tetap bertahan,
2. mengusahakan produksi barang- barang untuk kepentingan perang.

PENGENDALIAN DI BIDANG PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

 Model pengajaran dengan bahasa pengantar yaitu bahasa Jepang yang di terapkan pada pendidikan
di Indonesia pada masa pendudukan Jepang. Mata pelajaran yang diberikan juga mengacu pada
kebudayaan Jepang. Selain model pendidikan formal diadakan juga kursus-kursus, pendirian badan
olah raga ada pula pendidikan keprajuritan.
 Penerapan pendidikan di Indonesia pada masa pendudukan Jepang yang mengharuskan penguasaan
dalam bahasa Jepang, karena bahasa pengantar dalam pengajaran adalah bahasa Jepang. Hal ini secara
tidak langsung memperkenalkan budaya Jepang pada rakyat Indonesia. Akan tetapi memang inilah
yang diharapkan Jepang pada pendidikan yang diberikan pada rakyat Indonesia. Dalam pendidikan ini
memang sengaja di masukkan kebudayaan Jepang. Contoh-contoh kebudayaan yang diberikan yaitu
adat istiadat Jepang, semangat Jepang, lagu-lagu Jepang dan olahraga. Dengan pemberian kebudayaan
Jepang diharapkan dapat menghilangkan pengaruh pendidikan gaya barat yang sebelumnya ada.
 Contoh-Contoh Sekolahan yang Ada pada Masa Pendudukan Jepang di Indonesia Sekolah rakyat yang
ada pada masa pendudukan Jepang di Indonesia contohnya H.I.S Djagamonjet, H.I.S Oastenweg,
H.I.S Baloelweg-Djatinegara. Sekolah menengah pertama seperti Sekolah Menengah Pertama I di
prapatan 10, Sekolah Menengah Pewrtama II di Gambir Wetan 2, Sekolah Menengah Pertama III di
Jalan Reynstaa (Manggarai). Selain itu ada pula Sekolah Menengah Tinggi di Menteng 10. Ada pula
sekolah Tabib Jakarta dan sekolah Tinggi Hukum Jakarta dan bagi kaum wanita didirikan Sekolah
Kepandaian Poetri Wakaba. Mungkin hampir 90% sekolah menengah yang didirikan Belanda
dihapuskan oleh Jepang. Karena Jepang ingin menghapuskan rakyat Indonesia dari pengaruh Barat.
Jepang ingin mengenalkan Asia Raya di bawah pimpinan Jepang.
PENGERAHAN ROMUSA
  dipekerjakan secara paksa pada masa penjajahan Jepang di indonesia dari tahun 1942 hingga
1945. Kebanyakan romusha adalah petani, dan sejak Oktober 1943 pihak Jepang mewajibkan para
petani menjadi romusha. Jumlah orang-orang yang menjadi romusha tidak diketahui pasti -
perkiraan yang ada bervariasi dari 4 hingga 10 juta.
 Selama berada ditempat kerja sampai pulang ke kampong halamannya, ternyata romusha mendapat
fasilitas sangat minim dan banyak yang tidak diberi upah, tetapi tidak dapat menuntut karena memang
tidak ada  perjanjian kerja tertulis. Mereka dikerahkan menjadi tenaga kerja paksa dan buruh yang
diberi upah selayaknya.
 Mereka meninggal karena kekurangan makan, kelelahan, malaria dan terjangkit penyakit. Selain itu
juga karena kerasnya pengawasan dan siksaan Jepang yang kejam dan tidak berperi kemanusiaan.
Dibarak-barak romusha tidak tersedia perawatan dan tenaga kesehatan. Seakan-akan telah menjadi
rumus bahwa siapa yang tidak lagi kuat bekerja maka akan mati. Sebagai mana alam pemikiran
jepang, bahwa bukan manusianya yang diperhitungkan melainkan tujuannya yaitu “menang perang”.
 
  PERANG MELAWAN SANG TIRANI
Aceh Angkat Senjata
 Saat Jepang mulai mengobarkan perang untuk mengusir kolonialis Eropa dari Asia, tokoh-tokoh
pejuang Aceh mengirim utusan ke pemimpin perang Jepang untuk membantu usaha mengusir
Belanda dari Aceh. Negosiasi dimulai pada tahun 1940. Setelah beberapa rencana pendaratan
dibatalkan, akhirnya pada 9 Februari 1942 kekuatan militer Jepang mendarat di wilayah Ujong Batee,
Aceh Besar.
 Kedatangan mereka disambut oleh tokoh-tokoh pejuang Aceh dan masyarakat umum. Masuknya
Jepang ke Aceh membuat Belanda terusir secara permanen dari tanah Aceh. Awalnya Jepang
bersikap baik dan hormat kepada masyarakat dan tokoh-tokoh Aceh, dan menghormati kepercayaan
dan adat istiadat Aceh yang bernafaskan Islam. Rakyat pun tidak segan untuk membantu dan ikut
serta dalam program-program pembangunan Jepang.
 Namun ketika keadaan sudah membaik, pelecehan terhadap masyarakat Aceh khususnya kaum
perempuan mulai dilakukan oleh personel tentara Jepang. Rakyat Aceh yang beragama Islam pun
mulai diperintahkan untuk membungkuk ke arah matahari terbit di waktu pagi, sebuah perilaku yang
sangat bertentangan dengan akidah Islam. Karena itu pecahlah perlawanan rakyat Aceh terhadap
Jepang di seluruh daerah Aceh.
Perlawanan di Singaparna
 Dengan adanya kependudukan militer Jepang di Indonesia ternyata telah menimbulkan perlawanan
dari rakyat Indonesia.
 Perlawanan kepada militer Jepang telah terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Adanya perlawanan
rakyat terhadap pihak Jepang disebabkan pemerintahan Jepang telah belaku sewenang- wenang.
 Adapun salah satu perlawanan rakyat Indonesia kepada pihak Jepang yaitu berasal dari Jawa Barat.
Perlawanan rakyat Jawa Barat khususnya rakyat Singaparna telah dipimpin oleh K. H. Zainal Mustafa.
K. H. Zainal Mustafa merupakan seorang pemimpin pesantren Sukamnah di Singaparna, Tasikmalaya
(Jawa Barat).
 Perihal yang melatarbelakangi perlawanan rakyat di daerah Singaparna adalah karena pihak militer
Jepang telah memaksa masyarakat Singaparna untuk melakukan Seikeirei.
 
Perlawanan di indramayu
 Perlawanan terjadi pada bulan mei 1944, segera sesudah pengumuman peraturan padi yang baru
diberitahukan kepada para petani. Perintah itu berbunyi bahwa para petani harus menyerahkan
semua persediaan padi mereka, kecuali 25 kg.
 Ketika penduduk cidempet diberitahu mengenai hal itu, mereka marah, dan beberapa penduduk
menculik kucho usman, membawanya ke pekuburan dan mengancam akan membunuhnya. Karena
takut dibunuh, Usman terpaksa berjanji akan menghentikan pemungutan padi.
 Namun, segera sesudah bebas, ia lari ke cirebon dan tidak kembali sampai pemberontakan berahir.
Ketika penduduk desa mengetahui bahwa ia melarikan diri, meraka menjadi marah sekali dan
menolak pemungutan padi secara paksa. Di bawah pimpinan haji madrias, dengan anggota tetap
mereka melakukan beberapa pertemuan. Dan dari hasli pertemuan tidak ada yang di hasilkan, yang
ada Cuma rakyat yang menolak untuk menyerahkan padi mereka.
Seorang pemimpin agama yang terkenal, Khalifah Haji Abdullah Fakih, dikirim ke daerah-daerah yang
sedang bergejolak itu untuk mendamaikan rakyatdengan pemeritah.pemerintah menyebarkan
selebaran dari helikopter meminta agar rakyat tetap tenang dan menjanjika pemerintah tidak akan
melakukan pembalasan. Tetapi kemudian, pemerintah sekali lagi memasang perangkap: Haji
Madrias dan tokoh perlawanan lainnya dengan hormat di undang untuk menghadiri suatu
pertemuan di Cirebon, dan mereka di tangkap begitu sampai disana.
Perlawanan peta belitar
 PETA (singkatan dari "Pembela Tanah Air") adalah bentukan junta militer pendudukan Kekaisaran
Jepang di Indonesia yang didirikan pada bulan Oktober 1943. Jepang merekrut para pemuda
Indonesia untuk dijadikan sebagai tentara teritorial guna mempertahankan Pulau Jawa, Bali, dan
Sumatera jika pasukan Sekutu (Amerika Serikat, Inggris, Australia, Belanda, dkk.) tiba. Tentara-
tentara PETA mendapatkan pelatihan militer dari tentara Kekaisaran Jepang.
 Shodancho Supriyadi, Shodancho Muradi, dan rekan-rekannya adalah lulusan angkatan pertama
pendidikan komandan peleton PETA di Bogor. Mereka lantas dikembalikan ke daerah asalnya untuk
bertugas di bawah Daidan (Batalyon) Blitar.
 
 Nurani para komandan muda itu tersentuh dan tersentak melihat penderitaan rakyat Indonesia yang
diperlakukan bagaikan budak oleh tentara Jepang. Kondisi Romusha, yakni orang-orang yang
dikerahkan untuk bekerja paksa membangun benteng-benteng di pantai sangat menyedihkan.
Banyak yang tewas akibat kelaparan dan terkena berbagai macam penyakit tanpa diobati sama
sekali.
 Para prajurit PETA juga geram melihat kelakuan tentara-tentara Jepang yang suka melecehkan harkat
dan martabat wanita-wanita Indonesia. Para wanita ini pada awalnya dijanjikan akan mendapatkan
pendidikan di Jakarta, namun ternyata malah menjadi pemuas nafsu seksual para tentara Jepang.
Selain itu, ada aturan yang mewajibkan tentara PETA memberi hormat kepada serdadu Jepang,
walaupun pangkat prajurit Jepang itu lebih rendah daripada anggota PETA. Harga diri para perwira
PETA pun terusik dan 

Anda mungkin juga menyukai