Anda di halaman 1dari 21

MASA PENDUDUKAN JEPANG

LATAR BELAKANG
Masa pendudukan Jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada
tanggal 17 Agustus 1945 seiring dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh
Soekarno dan M. Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Jepang
memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun 1941. Di bulan yang
sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi
terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang
pada Maret 1942.
Pada Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye
publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap
kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai didekorasi oleh
Kaisar Jepang pada tahun 1943. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting
dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan
sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan
campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.

Jepang membentuk persiapan kemerdekaan yaitu BPUPKI (Badan Penyelidik Usahausaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau (Dokuritsu junbi chsakai?) dalam bahasa Jepang. Badan ini bertugas membentuk persiapan-persiapan prakemerdekaan dan membuat dasar negara dan digantikan oleh PPKI yang bertugas
menyiapkan kemerdekaan.
Bulan Oktober 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe Fumimaro sebagai
Perdana Menteri Jepang. Sebenarnya, sampai akhir tahun 1940, pimpinan militer Jepang
tidak menghendaki melawan beberapa negara sekaligus, namun sejak pertengahan tahun
1941 mereka melihat, bahwa Amerika Serikat, Inggris dan Belanda harus dihadapi
sekaligus, apabila mereka ingin menguasai sumber daya alam di Asia Tenggara. Apalagi
setelah Amerika melancarkan embargo minyak bumi, yang sangat mereka butuhkan, baik
untuk industri di Jepang, maupun untuk keperluan perang.
Admiral Isoroku Yamamoto, Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi
perang yang sangat berani, yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua
operasi besar. Seluruh potensi Angkatan Laut Jepang mencakup 6 kapal induk
(pengangkut pesawat tempur), 10 kapal perang, 18 kapal penjelajah berat, 20 kapal
penjelajah ringan, 4 kapal pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak, 65 kapal selam
serta 2.274 pesawat tempur. Kekuatan pertama, yaitu 6 kapal induk, 2 kapal perang, 11
kapal perusak serta lebih dari 1.400 pesawat tempur, tanggal 7 Desember 1941, akan
menyerang secara mendadak basis Armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbor di
kepulauan Hawaii.

Sedangkan kekuatan kedua, sisa kekuatan Angkatan Laut yang mereka miliki,
mendukung Angkatan Darat dalam Operasi Selatan, yaitu penyerangan atas Filipina dan
Malaya/Singapura, yang akan dilanjutkan ke Jawa. Kekuatan yang dikerahkan ke Asia
Tenggara adalah 11 Divisi Infantri yang didukung oleh 7 resimen tank serta 795 pesawat
tempur. Seluruh operasi direncanakan selesai dalam 150 hari. Admiral Chuichi Nagumo
memimpin armada yang ditugaskan menyerang Pearl Harbor.
Hari minggu pagi tanggal 7 Desember 1941, 360 pesawat terbang yang terdiri dari
pembom pembawa torpedo serta sejumlah pesawat tempur diberangkatkan dalam dua
gelombang. Pengeboman Pearl Harbor ini berhasil menenggelamkan dua kapal perang
besar serta merusak 6 kapal perang lain. Selain itu pemboman Jepang tesebut juga
menghancurkan 180 pesawat tempur Amerika. Lebih dari 2.330 serdadu Amerika tewas
dan lebih dari 1.140 lainnya luka-luka. Namun tiga kapal induk Amerika selamat, karena
pada saat itu tidak berada di Pearl Harbor. Tanggal 8 Desember1941, Kongres Amerika
Serikat menyatakan perang terhadap Jepang.
Perang Pasifik ini berpengaruh besar terhadap gerakan kemerdekaan negara-negara di
Asia Timur, termasuk Indonesia. Tujuan Jepang menyerang dan menduduki HindiaBelanda adalah untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna
mendukung potensi perang Jepang serta mendukung industrinya. Jawa dirancang
sebagai pusat penyediaan bagi seluruh operasi militer di Asia Tenggara, dan Sumatera
sebagai sumber minyak utama.

Organisasi yang diprakarsai oleh Jepang

Pembela Tanah Air (Peta)

Gakukotai (laskar pelajar)

Heiho (barisan cadangan prajurit)

Seinendan (barisan pemuda)

Fujinkai (barisan wanita)

Putera (Pusat Tenaga Rakyat)

Jawa Hokokai

Keibodan (barisan pembantu polisi)

Jibakutai (pasukan berani mati)

Kempetai (barisan polisi rahasia)


Sosial Budaya
1. Sistem Stratifikasi Sosial pada Zaman Jepang
Sistem stratifikasi sosial pada zaman Jepang menempatkan golongan bumiputera di atas
golongan Eropa maupun golongan Timur Asing, kecuali Jepang. Hal ini disebabkan oleh
Jepang ingin yang mengambil hati rakyat Indonesia untuk membantu mereka dalam perang
Asia Timur Raya.

2. Sistem Stratifikasi Sosial pada Zaman Industri Modern


Saat ini, industrialisasi modern tentu membawa dampak yang jauh lebih luas daripada
industrialisasi pada masa Kolonial Belanda. Di perkotaan, terdapat pergeseran struktur
pekerjaan dan angkatan kerja. Misalnya, sekarang muncul jenis-jenis pekerjaan baru
yang dahulu tidak ada, yaitu jasa konsultan, advokasi, dan lembaga bantuan hukum.
Angkatan kerja juga mengalami pergeseran, terutama dalam hal gender. Dahulu, tenaga
kerja sangat dimonopoli kaum laki-laki. Namun saat ini, kaum perempuan telah berperan
di segala bidang pekerjaan

Perlawanan rakyat terhadap Jepang


Peristiwa Cot Plieng, Aceh 10 November 1942
Pemberontakan dipimpin seorang ulama muda Tengku Abdul Jalil, guru mengaji di Cot
Plieng, Lhokseumawe. Usaha Jepang untuk membujuk sang ulama tidak berhasil,
sehingga Jepang melakukan serangan mendadak di pagi buta sewaktu rakyat sedang
melaksanakan salat Subuh. Dengan persenjataan sederhana/seadanya rakyat berusaha
menahan serangan dan berhasil memukul mundur pasukan Jepang untuk kembali ke
Lhokseumawe

Begitu juga dengan serangan kedua, berhasil digagalkan oleh rakyat. Baru pada serangan
terakhir (ketiga) Jepang berhasil membakar masjid sementara pemimpin pemberontakan
(Teuku Abdul Jalil) berhasil meloloskan diri dari kepungan musuh, namun akhirnya
tertembak saat sedang shalat.
Peristiwa Singaparna
Perlawanan fisik ini terjadi di pesantren Sukamanah Singaparna Tasikmalaya, Jawa Barat
di bawah pimpinan KH. Zainal Mustafa, tahun 1943. Beliau menolak dengan tegas ajaran
yang berbau Jepang, khususnya kewajiban untuk melakukan Seikerei setiap pagi, yaitu
memberi penghormatan kepada Kaisar Jepang dengan cara membungkukkan badan ke
arah matahari terbit. Kewajiban Seikerei ini jelas menyinggung perasaan umat Islam
Indonesia karena termasuk perbuatan syirik/menyekutukan Tuhan. Selain itu beliaupun
tidak tahan melihat penderitaan rakyat akibat tanam paksa.
Saat utusan Jepang akan menangkap, KH. Zainal Mustafa telah mempersiapkan para
santrinya yang telah dibekali ilmu beladiri untuk mengepung dan mengeroyok tentara
Jepang, yang akhirnya mundur ke Tasikmalaya.
Jepang memutuskan untuk menggunakan kekerasan sebagai upaya untuk mengakhiri
pembangkangan ulama tersebut. Pada tanggal 25 Februari 1944, terjadilah pertempuran
sengit antara rakyat dengan pasukan Jepang setelah shalat Jumat.

Meskipun berbagai upaya perlawanan telah dilakukan, namun KH. Zainal Mustafa berhasil
juga ditangkap dan dibawa ke Tasikmalaya kemudian dibawa ke Jakarta untuk menerima
hukuman mati dan dimakamkan di Ancol.
Peristiwa Indramayu, April 1944
Peristiwa Indramayu terjadi bulan April 1944 disebabkan adanya pemaksaan kewajiban
menyetorkan sebagian hasil padi dan pelaksanaan kerja rodi/kerja paksa/Romusha yang
telah mengakibatkan penderitaan rakyat yang berkepanjangan.
Pemberontakan ini dipimpin oleh Haji Madriyan dan kawan-kawan di desa Karang Ampel,
Sindang, Kabupaten Indramayu.
Pasukan Jepang sengaja bertindak kejam terhadap rakyat di kedua wilayah (Lohbener dan
Sindang) agar daerah lain tidak ikut memberontak setelah mengetahi kekejaman yang
dilakukan pada setiap pemberontakan.
Pemberontakan Teuku Hamid
Teuku Hamid adalah seorang perwira Giyugun, bersama dengan satu pleton pasukannya
melarikan diri ke hutan untuk melakukan perlawanan. Ini terjadi pada bulan November
1944.

Menghadapi kondisi tersebut, pemerintah Jepang melakukan ancaman akan membunuh


para keluarga pemberontak jika tidak mau menyerah. Kondisi tersebut memaksa sebagian
pasukan pemberontak menyerah, sehingga akhirnya dapat ditumpas.
Di daerah Aceh lainnya timbul pula upaya perlawanan rakyat seperti di Kabupaten
Berenaih yang dipimpin oleh kepala kampung dan dibantu oleh satu regu Giyugun (perwira
tentara sukarela), namun semua berakhir dengan kondisi yang sama yakni berhasil
ditumpas oleh kekuatan militer Jepang dengan sangat kejam.
Pemberontakan Peta
1. Perlawanan PETA di Blitar (29 Februari 1945)
Perlawanan ini dipimpin oleh Syodanco Supriyadi, Syodanco Muradi, dan Dr. Ismail.
Perlawanan ini disebabkan karena persoalan pengumpulan padi, Romusha maupun Heiho
yang dilakukan secara paksa dan di luar batas perikemanusiaan. Sebagai putera rakyat
para pejuang tidak tega melihat penderitaan rakyat. Di samping itu sikap para pelatih
militer Jepang yang angkuh dan merendahkan prajurit-prajurit Indonesia. Perlawanan
PETA di Blitar merupakan perlawanan yang terbesar di Jawa. Tetapi dengan tipu muslihat
Jepang melalui Kolonel Katagiri (Komandan pasukan Jepang), pasukan PETA berhasil
ditipu dengan pura-pura diajak berunding. Empat perwira PETA dihukum mati dan tiga
lainnya disiksa sampai mati. Sedangkan Syodanco Supriyadi berhasil meloloskan diri.

2. Perlawanan PETA di Meureudu-Pidie, Aceh (November 1944)


Perlawanan ini dipimpin oleh Perwira Gyugun Teuku Hamid. Latar belakang perlawanan ini
karena sikap Jepang yang angkuh dan kejam terhadap rakyat pada umumnya dan prajurit
Indonesia pada khususnya.
3. Perlawanan PETA di Gumilir, Cilacap (April 1945)
Perlawanan ini dipimpin oleh pemimpin regu (Bundanco), Kusaeri bersama rekanrekannya. Perlawanan yang direncanakan dimulai tanggal 21 April 1945 diketahui Jepang
sehingga Kusaeri ditangkap pada tanggal 25 April 1945. Kusaeri divonis hukuman mati
tetapi tidak terlaksana karena Jepang terdesak oleh Sekutu.
Perlawanan Pang Suma
Perlawanan rakyat yang dipimpin oleh Pang Suma berkobar di Kalimantan Selatan. Pang
Suma adalah pemimpin suku Dayak yang besar pengaruhnya di kalangan suku-suku di
daerah Tayan dan Meliau. Perlawanan ini bersifat gerilya untuk mengganggu aktivitas
Jepang di Kalimantan.
Momentum perlawanan Pang Suma diawali dengan pemukulan seorang tenaga kerja
Dayak oleh pengawas Jepang, satu di antara sekitar 130 pekerja pada sebuah
perusahaan kayu Jepang.

Kejadian ini kemudian memulai sebuah rangkaian perlawanan yang mencapai puncak
dalam sebuah serangan balasan Dayak yang dikenal dengan Perang Majang Desa, dari
April hingga Agustus 1944 di daerah Tayan-Meliau-Batang Tarang (Kab. Sanggau). Sekitar
600 pejuang kemerdekaan dibunuh oleh Jepang, termasuk Pang Suma.
Perlawanan Koreri di Biakdi Irian Barat tahun 1943
Perlawanan ini dipimpin oleh L. Rumkorem, pimpinan Gerakan Koreri yang berpusat di
Biak. Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh penderitaan rakyat yang diperlakukan sebagai
budak belian, dipukuli, dan dianiaya. Dalam perlawanan tersebut rakyat banyak jatuh
korban, tetapi rakyat melawan dengan gigih. Akhirnya Jepang meninggalkan Pulau Biak.
Perlawanan di Pulau Yapen Selatan
Perlawanan ini dipimpin oleh Nimrod. Ketika Sekutu sudah mendekat maka memberi
bantuan senjata kepada pejuang sehingga perlawanan semakin seru. Nimrod dihukum
pancung oleh Jepang untuk menakut-nakuti rakyat. Tetapi rakyat tidak takut dan muncullah
seorang pemimpin gerilya yakni S. Papare.

Perlawanan di Tanah Besar Papua


Perlawanan ini dipimpin oleh Simson. Dalam perlawanan rakyat di Papua, terjadi
hubungan kerja sama antara gerilyawan dengan pasukan penyusup Sekutu sehingga
rakyat mendapatkan modal senjata dari Sekutu.
Gerakan bawah tanah
Sebenarnya bentuk perlawanan terhadap pemerintah Jepang yang dilakukan rakyat
Indonesia tidak hanya terbatas pada bentuk perlawanan fisik saja tetapi Anda dapat pula
melihat betnuk perlawanan lain/gerakan bawah tanah seperti yang dilakukan oleh:
a. Kelompok Sutan Syahrir di daerah Jakarta dan Jawa Barat dengan cara menyamar
sebagai pedagang nanas di Sindanglaya.
b. Kelompok Sukarni, Adam Malik dan Pandu Wiguna. Mereka berhasil menyusup
sebagai pegawai kantor pusat propaganda Jepang Sendenbu (sekarang kantor
berita Antara).
c. Kelompok Syarif Thayeb, Eri Sudewo dan Chairul Saleh. Mereka adalah kelompok
mahasiswa dan pelajar.
d. Kelompok Mr. Achmad Subardjo, Sudiro dan Wikana. Mereka adalah kelompok
gerakan Kaigun (AL) Jepang.

Mereka yang tergabung dalam kelompok di bawah tanah, berusaha untuk mencari
informasi dan peluang untuk bisa melihat kelemahan pasukan militer Jepang dan usaha
mereka akan dapat Anda lihat hasilnya pada saat Jepang telah kalah dari Sekutu,
kelompok pemudalah yang lebih cepat dapat informasi tersebut serta merekalah yang
akhirnya mendesak golongan tua untuk secepatnya melakukn proklamasi.

Sekutu
Sesuai dengan perjanjian Wina pada tahun 1942, bahwa negara-negara sekutu bersepakat
untuk mengembalikan wilayah-wilayah yang kini diduduki Jepang pada pemilik koloninya
masing-masing bila Jepang berhasil diusir dari daerah pendudukannya.
Menurut Sekutu sebagai pihak yang memenangkan Perang Dunia II, Lord Mountbatten
sebagai Komandan Tertinggi Sekutu di Asia Tenggara adalah orang yang diserahi tanggung
jawab kekuasaan atas Sumatra dan Jawa. Tentara Australia diberi tanggung jawab
terhadap Kalimantan dan Indonesia bagian Timur.
Pada 23 Agustus 1945 tentara Belanda mendarat di Sabang, Aceh.
15 September 1945, tentara sekutu tiba di Jakarta, ia didampingi Dr Charles van der Plas,
wakil Belanda pada Sekutu. Kehadiran tentara sekutu ini, diboncengi NICA (Netherland
Indies Civil Administration - pemerintahan sipil Hindia Belanda) yang dipimpin oleh Dr
Hubertus J van Mook.

Dampak Pendudukan Jepang Dalam Berbagai Aspek Kehidupan Bangsa


Indonesia
Aspek Politik
Kebijakan pertama yang dilakukan Dai Nippon (?)(pemerintah militer Jepang) adalah
melarang semua rapat dan kegiatan politik. Pada tanggal 20 Maret 1942, dikeluarkan
peraturan yang membubarkan semua organisasi politik dan semua bentuk perkumpulan.
Pada tanggal 8 September 1942 dikeluarkan UU no. 2 Jepang mengendalikan seluruh
organisasi nasional.
Selain itu, Jepangpun melakukan propaganda untuk menarik simpati bangsa Indonesia
dengan cara:
a. Menganggap Jepang sebagai saudara tua bangsa Asia (Hakko Ichiu)
b. Melancarkan semboyan 3A (Jepang pemimpin, Jepang cahaya dan Jepang pelindung
Asia)
c. Melancarkan simpati lewat pendidikan berbentuk beasiswa pelajar.
d. Menarik simpati umat Islam untuk pergi Haji
e. Menarik simpati organisasi Islam MIAI.
f. Melancarkan politik dumping
g. Mengajak untuk bergabung tokoh-tokoh perjuangan Nasional seperti: Ir. Soekarno, Drs.
M. Hatta serta Sutan Syahrir, dengan cara membebaskan tokoh tersebut dari penahanan
Belanda

Selain propaganda, Jepang juga melakukan berbagai tindakan nyata berupa pembentukan
badan-badan kerjasama seperti berikut:
1. Putera (Pusat Tenaga Rakyat) dengan tujuan membujuk kaum Nasionalis sekuler dan
intelektual agar menyerahkan tenaga dan pikirannya untuk mengabdi kepada Jepang.
2. Jawa Hokokai (Himpunan kebaktian Jawa) merupakan organisasi sentral dan terdiri
dari berbagai macam profesi (dokter, pendidik, kebaktian wanita pusat dan
perusahaan).
Penerapan sistem Autarki (daerah yang harus memenuhi kebutuhan sendiri dan kebutuhan
perang). Sistem ini diterapkan di setiap wilayah ekonomi. Contoh Jawa menjadi 17 daerah,
Sumatera 3 daerah, dan Meinsefu (daerah yang diperintah Angkatan Laut) 3 daerah.
Setelah penyerahan kekuasaan dari Belanda kepada Jepang di Kalijati maka seluruh
daerah Hindia Belanda menjadi 3 daerah pemerintahan militer:
a. Daerah bagian tengan meliputi Jawa dan Madura dikuasai oleh tentara keenambelas
denagn kantor pusat di Batavia (Jakarta).
b. Daerah bagian Barat meliputi Sumatera dengan kantor pusat di Bukittinggi dikuasai
oleh tentara keduapuluhlima.
c. Daerah bagian Timur meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusantara, Maluku dan Irian Jaya
dibawah kekuasaan armada selatan kedua dengan pusatnya di Makassar.

Selain kebijakan politik di atas, pemerintah Militer Jepang juga melakukan perubahan dalam
birokrasi pemerintahan, diantaranya adalah pembentukan organisasi pemerintahan di
tingkat pusat dengan membentuk Departemen dan pembentukan Cou Sang In/dewan
penasehat.
Untuk mempermudah pengawasan dibentuk tiga pemerintahan militer yakni:
1. Pembentukan Angkatan Darat/Gunseibu, membawahi Jawa dan Madura dengan
Batavia sebagai pusat dan dikenal dengan tentara ke enam belas dipimpin oleh Hitoshi
Imamura.
2. Pembentukan Angkatan Darat/Rikuyun, yang membawahi Sumatera dengan pusat
Bukit Tinggi (Sumatera Barat) yang dikenal dengan tentara ke dua puluh lima dipimpin
oleh Jendral Tanabe.
3. Pembentukan Angkatan Laut/Kaigun, yang membawahi Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara, Maluku dan Irian dengan pusatnya Ujung Pandang (Makasar) yang dikenal
dengan Armada Selatan ke dua dengan nama Minseifu dipimpin Laksamana Maeda.
Aspek Ekonomi dan Sosial
Hal-hal yang diberlakukan dalam sistem pengaturan ekonomi pemerintah Jepang adalah
sebagai berikut:

Kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang maka seluruh potensi sumber
daya alam dan bahan mentah digunakan untuk industri yang mendukung mesin perang.
Jepang menyita seluruh hasil perkebunan, pabrik, Bank dan perusahaan penting.
Banyak lahan pertanian yang terbengkelai akibat titik berat kebijakan difokuskan pada
ekonomi dan industri perang. Kondisi tersebut menyebabkan produksi pangan menurun
dan kelaparan serta kemiskinan meningkat drastis.
Jepang menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi
pelanggaran yang sangat berat. Pengawasan tersebut diterapkan pada penggunaan dan
peredaran sisa-sisa persediaan barang. Pengendalian harga untuk mencegah
meningkatnya harga barang. Pengawasan perkebunan teh, kopi, karet, tebu dan
sekaligus memonopoli penjualannya. Pembatasan teh, kopi dan tembakau, karena tidak
langsung berkaitan dengan kebutuhan perang. Monopoli tebu dan gula, pemaksaan
menanam pohon jarak dan kapas pada lahan pertanian dan perkebunan merusak tanah.
Menerapkan sistem ekonomi perang dan sistem autarki (memenuhi kebutuhan daerah
sendiri dan menunjang kegiatan perang). Konsekuensinya tugas rakyat beserta semua
kekayaan dikorbankan untuk kepentingan perang. Hal ini jelas amat menyengsarakan
rakyat baik fisik maupun material.

Pada tahun 1944, kondisi politis dan militer Jepang mulai terdesak, sehingga tuntutan akan
kebutuhan bahan-bahan perang makin meningkat. Untuk mengatasinya pemerintah Jepang
mengadakan kampanye penyerahan bahan pangan dan barang secara besar-besaran
melalui Jawa Hokokai dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian), serta instansi resmi
pemerintah. Dampak dari kondisi tersebut, rakyat dibebankan menyerahkan bahan
makanan 30% untuk pemerintah, 30% untuk lumbung desa dan 40% menjadi hak
pemiliknya. Sistem ini menyebabkan kehidupan rakyat semakin sulit, gairah kerja menurun,
kekurangan pangan, gizi rendah, penyakit mewabah melanda hampir di setiap desa di pulau
Jawa salah satunya: Wonosobo (Jateng) angka kematian 53,7% dan untuk Purworejo
(Jateng) angka kematian mencapai 224,7%. Bisa Anda bayangkan bagaimana beratnya
penderitaan yang dirasakan bangsa Indonesia pada masa Jepang (bahkan rakyat dipaksa
makan makanan hewan seperti keladi gatal, bekicot, umbi-umbian).
Aspek Kehidupan Militer
Memasuki tahun kedua pendudukannya (1943), Jepang semakin intensif mendidik dan
melatih pemuda-pemuda Indonesia di bidang militer. Hal ini disebabkan karena situasi di
medan pertempuran (Asia Pasifik) semakin menyulitkan Jepang. Mulai dari pukulan
Sekutu pada pertempuran laut di Midway (Juni 1942) dan sekitar Laut Karang (Agustus 42
Februari 1943). Kondisi tersebut diperparah dengan jatuhnya Guadalacanal yang
merupakan basis kekuatan Jepang di Pasifik (Agustus 1943).

Situasi di atas membuat Jepang melakukan konsolidasi kekuatan dengan menghimpun


kekuatan dari kalangan pemuda dan pelajar Indonesia sebagai tenaga potensial yang akan
diikutsertakn dalam pertempuran menghadapi Sekutu.

Dampak Positif dan Negatif Pendudukan Jepang di Indonesia


1.
2.

3.

4.

Diperbolehkannya bahasa Indonesia untuk menjadi bahasa komunikasi nasional dan


menyebabkan bahasa Indonesia mengukuhkan diri sebagai bahasa nasional.
Jepang mendukung semangat anti-Belanda, sehingga mau tak mau ikut mendukung
semangat nasionalisme Indonesia. Antara lain menolak pengaruh-pengaruh Belanda,
misalnya perubahan nama Batavia menjadi Jakarta.
Untuk mendapatkan dukungan rakyat Indonesia, Jepang mendekati pemimpin nasional
Indonesia seperti Sukarno dengan harapan agar Sukarno mau membantu Jepang
memobilisasi rakyat Indonesia. Pengakuan Jepang ini mengukuhkan posisi para
pemimpin nasional Indonesia dan memberikan mereka kesempatan memimpin
rakyatnya.
Dalam bidang ekonomi didirikannya kumyai yaitu koperasi yang bertujuan untuk
kepentingan bersama.

5.
6.

Mendirikan sekolah-sekolah seperti SD 6 tahun, SMP 9 tahun, dan SLTA


Pembentukan strata masyarakat hingga tingkat paling bawah yaitu rukun tetangga (RT)
atau Tonarigumi
7. Diperkenalkan suatu sistem baru bagi pertanian yaitu line system (sistem pengaturan
bercocok tanam secara efisien) yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan.
8. Dibentuknya BPUPKI dan PPKI untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Dari
sini muncullah ide Pancasila.
9. Jepang dengan terprogram melatih dan mempersenjatai pemuda-pemuda Indonesia
demi kepentingan Jepang pada awalnya. Namun oleh pemuda hal ini dijadikan modal
untuk berperang yang dikemudian hari digunakan untuk menghadapi kembalinya
pemerintah kolonial Belanda.
10. Dalam pendidikan dikenalkannya sistem Nipon-sentris dan diperkenalkannya kegiatan
upacara dalam sekolah.

Dampak Negatif Pendudukan Jepang


1.

Penghapusan semua organisasi politik dan pranata sosial warisan Hindia Belanda yang
sebenarnya banyak diantaranya yang bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan,
sosial, ekonomi, dan kesejahteraan warga.

2.

3.
4.

5.
6.

7.
8.

Romusha, mobilisasi rakyat Indonesia (terutama warga Jawa) untuk kerja paksa dalam
kondisi yang tidak manusiawi.
Penghimpunan segala sumber daya seperti sandang, pangan, logam, dan minyak demi
kepentingan perang. Akibatnya beras dan berbagai bahan pangan petani dirampas
Jepang sehingga banyak rakyat yang menderita kelaparan.
Krisis ekonomi yang sangat parah. Hal ini karena dicetaknnya uang pendudukan
secara besar-besaran sehingga menyebabkan terjadinya inflasi.
Kebijakan self sufficiency (kawasan mandiri) yang menyebabkan terputusnya hubungan
ekonomi antar daerah.
Kebijakan fasis pemerintah militer Jepang yang menyebar polisi khusus dan intelijen di
kalangan rakyat sehingga menimbulkan ketakutan. Pemerintah Jepang bebas
melanggar hak asasi manusia dengan menginterogasi, menangkap, bahkan
menghukum mati siapa saja yang dicurigai atau dituduh sebagai mata-mata atau antiJepang tanpa proses pegadilan.
Pembatasan pers sehingga tidak ada pers yang independen, semuanya dibawah
pengawasan Jepang.
Terjadinya kekacauan situasi dan kondisi keamanan yang parah seperti maraknya
perampokan, pemerkosaan dan lain-lain.

9.

Pelarangan terhadap buku-buku berbahasa Belanda dan Inggris yang menyebabkan


pendidikan yang lebih tinggi terasa mustahil.
10. Banyak guru-guru yang dipekerjakan sebagai pejabat-pejabat pada masa itu yang
menyebabkan kemunduran standar pendidikan secara tajam.

Anda mungkin juga menyukai