Anda di halaman 1dari 2

Tokoh-tokoh yang Berjuang Melawan Jepang

1. Teuku Abdul Jalil


Teuku Abdul Jalil merupakan tokoh dari Aceh yang melakukan perlawanan kepada
penjajah Jepang. Beliau merupakan seorang ulama dari Cot Plieng, Aceh. Perlawanan
tersebut dilakukan tidak lama setelah Jepang masuk ke Indonesia. Masyarakat Aceh
tidak suka terhadap Jepang karena tindakan sewenang- wenang tentara Jepang.
Mereka juga tidak menghormati kehidupan beragama umat Islam yang ada di
Indonesia.

Berjuang Melawan Jepang


Pasukan Jepang menyerang Cot Plieng pada 10 November 1942. Serangan tersebut
dilakukan pada saat masyarakat sedang melaksanakan salat subuh di masjid. Namun,
dengan kesigapan masyarakat Aceh berhasil menahan serangan tersebut.

Jepang kemudian melakukan serangan kedua. Mereka membakar masjid yang sedang
digunakan oleh masyarakat untuk salat. Pada penyerangan ini, Teuku Abdul Jalil
dapat meloloskan diri. Namun akhirnya, Teuku Abdul Jalil ditembak saat sedang
melakukan salat dan beliau pun meninggal.

2. K.H. Zaenal Mustafa

K.H. Zaenal Mustafa adalah seorang ulama dari Singaparna, yaitu sebuah daerah di
Tasikmalaya, Jawa Barat. Beliau memimpin masyarakat daerahnya untuk melawan
penjajahan Jepang. Awal perlawanan tersebut yaitu penolakan K.H. Zaenal Mustafa
untuk membungkukkan badan menghormat Kaisar Jepang Teno Heika yang berada di
Tokyo, Jepang.

Pada 25 Februari 1944, seusai salat Jumat, meletuslah perlawanan bersenjata antara
masyarakat Sukamanah dan pasukan Jepang. Pasukan Jepang berniat menggempur
Sukamanah dan menangkap K.H. Zaenal Mustofa. Pada pertempuran ini, banyak
tentara Jepang terluka karena perlawanan masyarakat Sukamanah. Demikian pula di
pihak rakyat Sukamanah, ratusan orang menjadi korban. Hal ini terjadi karena
pasukan Jepang menggunakan senjata api, sedangkan rakyat Sukamanah hanya
bersenjata tajam.

K.H. Zaenal Mustofa dan kawan-kawannya ditangkap oleh pemerintah Jepang.


Mereka dimasukkan ke dalam tahanan di Tasikmalaya. K.H. Zaenal Mustofa dan
kawan-kawannya yang diangap penting dipindahkan ke Jakarta. Di penjara, K.H.
Zaenal Mustofa disiksa dengan siksaan yang berat. Setelah disiksa, K.H. Zaenal
Mustofa dihukum mati dan dimakamkan di Ancol. Kemudian, jenazahnya
dipindahkan ke Singaparna.

3. Supriyadi
Supriyadi merupakan anggota Peta, yaitu organisasi militer yang dibentuk oleh
Jepang. Pasukan Peta terdiri atas beberapa batalyon, salah satunya ditempatkan di
Blitar. Mereka bertugas untuk melakukan latihan-latihan dan mengawasi romusha
yang dikerahkan untuk membuat kubu-kubu pertahanan di daerah pantai Blitar
Selatan. Mereka menyaksikan betapa beratnya pekerjaan romusha dan betapa
sengsaranya mereka. Makanan yang diberikan tidaklah mencukupi sehingga tubuhnya
kurus-kurus dan pakaiannya pun compang-camping. Banyak di antara mereka yang
mati karena kelaparan, kecapaian, dan menderita sakit malaria.

Melihat keadaan tersebut, para tentara Peta merasa terpanggil untuk membela rakyat
dari kekejaman Jepang. Di bawah pimpinan Shodanco Supriyadi, mereka sepakat
melakukan perlawanan terhadap Jepang. Kemudian, pecahlah perlawanan tentara Peta
pada 14 Februari 1945. Mereka meninggalkan Blitar setelah membunuh orang-orang
Jepang di Blitar. Sebagian di antara mereka menuju ke lereng gunung Kelud, dan
sebagian lagi lari ke daerah Blitar Selatan.

Perlawanan ini cukup menggoncangkan pemerintah pendudukan Jepang, tetapi pada


akhirnya perlawanan ini dapat ditumpas. Alasan dapat ditumpasnya perlawanan ini
antara lain:
a. kurang matangnya perencanaan perlawanan;
b. tidak adanya kerjasama antara batalyon di satu wilayah dengan batalyon di wilayah
lainnya;
c. tidak siapnya dukungan dari rakyat; dan
d. mudahnya bangsa kita terkena tipu muslihat Jepang.
ke hutan untuk melawan. Hal ini terjadi di November 1944.

4. Teuku Gyugun Hamid


Perlawanan PETA di Meureudu-Pidie, Aceh (November 1944), Perlawanan ini
dipimpin oleh perwira Teuku Gyugun Hamid. Latar belakang perlawanan ini
karena sikap arogan dari Jepang dan kejam kepada orang-orang pada umumnya
dan Indonesia pada khususnya tentara.
Teuku Hamid adalah seorang perwira Giyugun, bersama dengan satu pleton
pasukannya melarikan diri ke hutan untuk melakukan perlawanan. Ini terjadi pada
bulan November 1944.
Menghadapi kondisi tersebut, pemerintah Jepang melakukan ancaman akan
membunuh para keluarga pemberontak jika tidak mau menyerah. Kondisi tersebut
memaksa sebagian pasukan pemberontak menyerah, sehingga akhirnya dapat
ditumpas.
Di daerah Aceh lainnya timbul pula upaya perlawanan rakyat seperti di Kabupaten
Berenaih yang dipimpin oleh kepala kampung dan dibantu oleh satu regu Giyugun
(perwira tentara sukarela), namun semua berakhir dengan kondisi yang sama yakni
berhasil ditumpas oleh kekuatan militer Jepang dengan sangat kejam

5. L. Rumkorem
Melalui gerakan Koreri di daerah Biak. Perlawanan ini dipimpin oleh L.
Rumkorem, pimpinan Gerakan Koreri yang berpusat di Biak. Perlawanan ini
dilatarbelakangi oleh penderitaan rakyat yang diperlakukan sebagai budak belian,
dipukuli, dan dianiaya. Dalam perlawanan tersebut rakyat banyak jatuh korban, tetapi
rakyat melawan dengan gigih. Akhirnya Jepang meninggalkan Pulau Biak.

6. Pang Suma
Melakukan pemberontakan di daerah Kalimantan, Perlawanan ini dipimpin oleh
Pang Suma dan meletus di Kalimantan Selatan. Pang Suma adalah pemimpin sukku
Dayak yang besar pengaruhnya dikalangan suku suku didaerah Tayan dan
Meliau. Bersifat Gerilya untuk mengganggu aktivitas Jepang di Kalimantan.Diawali
oleh pemukulan seorang tenaga kerja Dayak oleh pengawas Jepang. Satu diantara
sekitar 130 tenaga kerja di perusahaan kayu Jepang. Kejadian ini kemudian memulai
berbagai perlawanan yang mencapai puncak dalam sebuah serangan balasan Dayak
yangdikenal sebagai perang Majang Desa. Yang berlangsung dari bulan April hingga
Agustus 1944 di daerah Tayan, Meliau, Batang, Tarang ( Kab. Sanggau). Sekitar 600
Pejuang dibunuh oleh Jepang, Termasuk Pang Suma.

Anda mungkin juga menyukai