Anda di halaman 1dari 8

Zaman Pendudukan Jepang di Indonesia

Nama : Ari Ferdiansyah


Kelas : XI DKV 2
No Absen : 11

SKMN 1 KALIANGET
Jl. By Pas Kertasada, Desa Kalimook, Bereklorong, Kalimo'ok, Kec. Kalianget, Kabupaten
Sumenep, Jawa Timur 69471
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, dengan ini kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Sejarah Zaman Pendudukan Jepang di Indonesia.
Adapun makalah Sejarah Zaman Pendudukan Jepang di Indonesia ini telah kami usahakan
semaksimal dan tentunya dengan bantuan dari banyak pihak, sehingga dapat memperlancar
prosed pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu, kami juga ingin menyampaikan rasa terimah
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
pembuataan makalah Sejarah Zaman Pendudukan Jepang di Indonesia.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini tentang “Sejarah Zaman
Pendudukan Jepang di Indonesia”Ini dapat diambil manfaatnya sehingga dapat memberikan
inspirasi terhadap pembaca. Selain itu, kritik dan saran dari anda kami tunggu untuk perbaikan
makalah ini nantinya.

Kalianget, 04 April 2023

Penyusun
Latar Belakang
Pada Bulan Oktober 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe Fumimaro
sebagai Perdana Menteri Jepang.[2] Sebenarnya, sampai akhir tahun 1940, pimpinan
militer Tambelang tidak menghendaki melawan beberapa negara sekaligus, namun sejak
pertengahan tahun 1941, mereka melihat bahwa Amerika Serikat, Inggris, dan Belanda
harus dihadapi sekaligus apabila mereka ingin menguasai sumber daya alam di Asia
Tenggara. Apalagi setelah Amerika melancarkan embargo minyak bumi yang sangat
dibutuhkan untuk industri di Jepang maupun untuk keperluan perang.

Laksamana Isoroku Yamamoto, Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan


strategi perang yang sangat berani, yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya
untuk dua operasi besar. Seluruh potensi Angkatan Laut Jepang mencakup 6 kapal induk
(pengangkut pesawat tempur), 10 kapal perang, 18 kapal penjelajah berat, 20 kapal
penjelajah ringan, 4 kapal pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak, 65 kapal selam
serta 2.274 pesawat tempur. Kekuatan pertama, yaitu 6 kapal induk, 2 kapal perang, 11
kapal perusak serta lebih dari 1.400 pesawat tempur, tanggal 7 Desember 1941, akan
menyerang secara mendadak basis Armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbor di
kepulauan Hawaii. Sedangkan kekuatan kedua, sisa kekuatan Angkatan Laut yang
mereka miliki, mendukung Angkatan Darat dalam Operasi Selatan, yaitu penyerangan
atas Filipina dan Malaya/Singapura, yang akan dilanjutkan ke Jawa. Kekuatan yang
dikerahkan ke Asia Tenggara adalah 11 Divisi Infanteri yang didukung oleh 7 resimen
tank serta 795 pesawat tempur. Seluruh operasi direncanakan selesai dalam 150 hari.
Admiral Chuichi Nagumo memimpin armada yang ditugaskan menyerang Pearl Harbor.
1. Kedatangan Jepang di Indonesia
Jepang pertama kali mendarat di Indonesia pada 11 Januari 1942, tepatnya di
Tarakan, yang dulunya termasuk wilayah Kalimantan Timur. Salah satu alasan
kedatangan Jepang ke Indonesia adalah untuk mendapat cadangan logistik dan bahan
industri perang, seperti minyak bumi dan alumunium karena saat itu Jepang masih
terlibat dalam Perang Pasifik. Kedatangan Jepang ke Tarakan telah berhasil memukul
mundur pasukan Hindia Belanda yang juga datang ke sana untuk mengambil kekayaan
sumber daya alamnya. Setelah Tarakan, Jepang datang ke Pontianak pada 29 Januari
1942, Samarinda pada 3 Februari 1942, dan Banjarmasin pada 10 Februari 1942.
Kedatangan Jepang ke Indonesia awalnya mendapat sambutan baik dari rakyat
Indonesia karena Jepang dianggap telah membebaskan Indonesia dari jeratan penjajah
pemerintah Hindia Belanda. Selain itu, Jepang juga menjanjikan kemerdekaan terhadap
Indonesia serta berusaha meyakinkan rakyat pribumi bahwa mereka akan mengusir
penjajah Belanda dari Tanah Air. Di awal kedatangannya, Jepang memutarkan lagu
kebangsaan Indonesia, yaitu Indonesia Raya setiap hari lewat radio. Tidak hanya itu,
Jepang juga mengibarkan bendera Merah Putih di samping bendera Jepang. Jepang
berusaha sebaik mungkin menunjukkan citra seolah-olah memihak rakyat pribumi.
Namun ternyata, tindakan tersebut hanya taktik Jepang untuk bisa mendapat simpati
dari rakyat pribumi sehingga mereka bersedia membantu pihak Jepang. Pada akhirnya,
Jepang juga menjajah rakyat Indonesia dengan menerapkan beberapa kebijakan yang
sangat menyengsarakan.

2. Penindasan Jepang terhadap rakyat Indonesia


Jepang datang dengan membawa propaganda Gerakan Tiga A, yaitu Jepang Cahaya,
Pemimpin, dan Pelindung Asia. Selain itu, Jepang juga mengaku sebagai saudara tua dari
Indonesia. Maksudnya, Jepang menganggap dirinya sebagai kakak atau pemimpin Asia
dan setiap bangsa yang dijajah harus hormat terhadap mereka. Hal ini dilakukan pihak
Jepang dengan tujuan untuk mendapatkan simpati dari rakyat pribumi. Namun pada
praktiknya, Jepang justru mengambil kebutuhan rakyat pibumi, seperti makanan, obat-
obatan, dan pakaian. Tindakan ini tentu membuat rakyat pribumi sangat menderita dan
hak mereka seakan telah dirampas begitu saja. Lebih lanjut, kebijakan Jepang lainnya
yang juga tidak kalah menyengsarakan adalah kebijakan kerja paksa atau romusha.
Lewat kebijakan romusha, tentara Jepang memaksa rakyat pribumi, terutama petani
untuk mengerjakan segala sesuatu yang mereka butuhkan. Mulai dari terjun di medan
pertempuran, membangun benteng, penjara, dan masih banyak lainnya. Setiap hari,
para pekerja paksa harus mengerjakan tugas-tugas berat yang bahkan jauh dari kata
manusiawi.
3. Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Jepang
a) Peristiwa Cot Plieng, Aceh 10 November 1942
Pemberontakan dipimpin seorang ulama muda Tengku Abdul Jalil, guru mengaji
di Cot Plieng, Lhokseumawe. Usaha Jepang untuk membujuk sang ulama tidak
berhasil, sehingga Jepang melakukan serangan mendadak di pagi buta sewaktu
rakyat sedang melaksanakan salat Subuh. Dengan persenjataan
sederhana/seadanya rakyat berusaha menahan serangan dan berhasil memukul
mundur pasukan Jepang untuk kembali ke Lhokseumawe. Begitu juga dengan
serangan kedua, berhasil digagalkan oleh rakyat. Baru pada serangan terakhir
(ketiga) Jepang berhasil membakar masjid sementara pemimpin pemberontakan
(Teuku Abdul Jalil) berhasil meloloskan diri dari musuh, namun akhirnya
tertembak saat sedang salat.
b) Peristiwa Singaparna
Perlawanan fisik ini terjadi di pesantren Sukamanah Singaparna Tasikmalaya,
Jawa Barat di bawah pimpinan KH. Zainal Mustafa, tahun 1943. Dia menolak
dengan tegas ajaran yang berbau Jepang, khususnya kewajiban untuk melakukan
Seikerei setiap pagi, yaitu memberi penghormatan kepada Kaisar Jepang dengan
cara membungkukkan badan ke arah matahari terbit. Kewajiban Seikerei ini jelas
menyinggung perasaan umat Islam Indonesia karena termasuk perbuatan
syirik/menyekutukan Tuhan. Selain itu diapun tidak tahan melihat penderitaan
rakyat akibat tanam paksa. Saat utusan Jepang akan menangkap, KH. Zainal
Mustafa telah mempersiapkan para santrinya yang telah dibekali ilmu bela diri
untuk mengepung dan mengeroyok tentara Jepang, yang akhirnya mundur ke
Tasikmalaya. Jepang memutuskan untuk menggunakan kekerasan sebagai upaya
untuk mengakhiri pembangkangan ulama tersebut. Pada tanggal 25 Februari
1944, terjadilah pertempuran sengit antara rakyat dengan pasukan Jepang
setelah salat Jumat. Meskipun berbagai upaya perlawanan telah dilakukan,
namun KH. Zainal Mustafa berhasil juga ditangkap dan dibawa ke Tasikmalaya
kemudian dibawa ke Jakarta untuk menerima hukuman mati dan dimakamkan di
Ancol.
c) Peristiwa Indramayu, April 1944
Peristiwa Indramayu terjadi bulan April 1944 disebabkan adanya pemaksaan
kewajiban menyetorkan sebagian hasil padi dan pelaksanaan kerja paksa yang
telah mengakibatkan penderitaan rakyat yang berkepanjangan. Pemberontakan
ini dipimpin oleh Haji Madriyas dan kawan-kawan di desa Karang Ampel, Sindang,
Kabupaten Indramayu. Pasukan Jepang sengaja bertindak kejam terhadap rakyat
di kedua wilayah (Lohbener dan Sindang) agar daerah lain tidak ikut
memberontak setelah mengetahui kekejaman yang dilakukan pada setiap
pemberontakan.
d) Pemberontakan Teuku Hamid
Teuku Hamid adalah seorang perwira Giyugun, bersama dengan satu pleton
pasukannya melarikan diri ke hutan untuk melakukan perlawanan. Ini terjadi
pada bulan November 1944.

Menghadapi kondisi tersebut, pemerintah Jepang melakukan ancaman akan


membunuh para keluarga pemberontak jika tidak mau menyerah. Kondisi
tersebut memaksa sebagian pasukan pemberontak menyerah, sehingga akhirnya
dapat ditumpas.

Di daerah Aceh lainnya timbul pula upaya perlawanan rakyat seperti di


Kabupaten Berenaih yang dipimpin oleh kepala kampung dan dibantu oleh satu
regu Giyugun (perwira tentara sukarela), namun semua berakhir dengan kondisi
yang sama yakni berhasil ditumpas oleh kekuatan militer Jepang dengan sangat
kejam.

e) Perlawanan Koreri di Biak di Irian Barat tahun 1943


Perlawanan ini dimulai dari gerakan kultural Koreri pimpinan Angganita
Manufandu tahun 1939. Saat Jepang sampai Angganita dipenjara pemerintah
Jepang sehingga gerakan dipimpin oleh Stefanus Simioparef yang kemudian
menjadi gerakan bernuansa politis. Pertempuran terbuka dimulai 10 October
1942, di Pantai Manswan, Selatan Biak yang mengakibatkan sekitar korban 2000
orang. Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh penderitaan rakyat yang diperlakukan
sebagai budak belian, dipukuli, dianiaya tapi juga untuk melawan kolonial dan
pengaruh dari luar yang mulai merubah agama dan budaya lokal. Dalam
perlawanan tersebut rakyat banyak jatuh korban, tetapi rakyat melawan dengan
gigih. Pimpinan lain gerakan ini adalah Lukas Rumkorem yang kemudian
mendirikan iterasi pertama Perserikatan Indonesia Merdeka (PIM), partai politik
pertama di Biak pada September 1945, yang mengadakan pertemuan di
September hingga November di Nusi, lalu kemudian pindah sejak Januari 1946 ke
Bosnek.
f) Perlawanan Pang Suma
Perlawanan rakyat yang dipimpin oleh Pang Suma berkobar di Kalimantan Barat.
Pang Suma adalah pemimpin suku Dayak yang besar pengaruhnya di kalangan
suku-suku di daerah Tayan dan Meliau. Perlawanan ini bersifat gerilya untuk
mengganggu aktivitas Jepang di Kalimantan.

Momentum perlawanan Pang Suma diawali dengan pemukulan seorang tenaga


kerja Dayak oleh pengawas Jepang, satu di antara sekitar 130 pekerja pada
sebuah perusahaan kayu Jepang. Kejadian ini kemudian memulai sebuah
rangkaian perlawanan yang mencapai puncak dalam sebuah serangan balasan
Dayak yang dikenal dengan Perang Majang Desa, dari April hingga Agustus 1944
di daerah Tayan-Meliau-Batang Tarang (Kab. Sanggau). Sekitar 600 pejuang
kemerdekaan dibunuh oleh Jepang, termasuk Pang Suma.
g) Perlawanan di Pulau Yapen Selatan
Perlawanan ini termasuk dari sebaran gerakan Koreri di Biak dan dipimpin oleh
Nimrod. Ketika Sekutu sudah mendekat maka memberi bantuan senjata kepada
pejuang. Nimrod lalu dihukum pancung oleh Jepang. Tetapi muncullah seorang
pemimpin gerilya baru yakni Silas Papare yang saat itu bekerja sama dengan
NEFIS, intelejen Belanda. Dia menjadi penghubung antara mantan pasukan
gerilya dengan sekutu.
h) Perlawanan di Tanah Besar Papua
Perlawanan ini dipimpin oleh Simson. Dalam perlawanan rakyat di Papua, terjadi
hubungan kerja sama antara gerilyawan dengan pasukan penyusup Sekutu
sehingga rakyat mendapatkan modal senjata dari Sekutu.
i) Gerakan bawah tanah
Sebenarnya bentuk perlawanan terhadap pemerintah Jepang yang dilakukan
rakyat Indonesia tidak hanya terbatas pada bentuk perlawanan fisik saja tetapi
Anda dapat pula melihat bentuk perlawanan lain/gerakan bawah tanah seperti
yang dilakukan oleh:
 Kelompok Sutan Syahrir di daerah Jakarta dan Jawa Barat dengan cara
menyamar sebagai pedagang nanas di Sindanglaya.
 Kelompok Sukarni, Adam Malik dan Pandu Wiguna. Mereka berhasil
menyusup sebagai pegawai kantor pusat propaganda Jepang Sendenbu
(sekarang kantor berita Antara).
 Kelompok Syarif Thayeb, Eri Sudewo dan Chairul Saleh. Mereka adalah
kelompok mahasiswa dan pelajar.
 Kelompok Achmad Subardjo, Sudiro dan Wikana. Mereka adalah kelompok
gerakan Kaigun (AL) Jepang.
4. Dampak Positif Pendudukan Jepang
Tidak banyak yang mengetahui tentang dampak positifnya Jepang menduduki
Indonesia. Ada pun dampak positif yang dapat dihadirkan antara lain:
 Diperbolehkannya bahasa Indonesia untuk menjadi bahasa komunikasi nasional
dan menyebabkan bahasa Indonesia dikukuhkan sebagai bahasa nasional.
 Jepang mendukung semangat anti-Belanda, sehingga mau tak mau ikut
mendukung semangat nasionalisme Indonesia. Antara lain menolak pengaruh-
pengaruh Belanda, misalnya perubahan nama Batavia menjadi Jakarta.
 Untuk mendapatkan dukungan rakyat Indonesia, Jepang mendekati pemimpin
nasional Indonesia seperti Soekarno dengan harapan agar Soekarno mau
membantu Jepang memobilisasi rakyat Indonesia. Pengakuan Jepang ini
mengukuhkan posisi para pemimpin nasional Indonesia dan memberikan mereka
kesempatan memimpin rakyatnya.
 Dalam bidang ekonomi, didirikannya Kumyai yaitu koperasi yang bertujuan untuk
kepentingan bersama.
 Mendirikan sekolah-sekolah seperti SD 6 tahun, SMP 3 tahun, dan SMA 3 tahun.
 Pembentukan strata masyarakat hingga tingkat paling bawah yaitu rukun
tetangga (RT) atau Tonarigumi
 Diperkenalkan suatu sistem baru bagi pertanian yaitu line system (sistem
pengaturan bercocok tanam secara efisien) yang bertujuan untuk meningkatkan
produksi pangan.
 Dibentuknya BPUPKI dan PPKI untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Dari sini muncullah ide Pancasila.
 Jepang membuat program latihan dan mempersenjatai pemuda-pemuda
Indonesia demi kepentingan Jepang. Dan oleh para pemuda Indonesia, hal ini
dijadikan modal untuk berperang menghadapi Jepang nantinya, serta melawan
kembalinya pemerintah kolonial Belanda.
 Dalam pendidikan dikenalkannya sistem Nipon-sentris dan diperkenalkannya
kegiatan upacara dalam sekolah.
5. Kependudukan Jepang di Indonesia berakhir
Setelah Jepang menjajah Indonesia selama 3,5 tahun, akhirnya Jepang hengkang dari
Indonesia pada 17 Agustus 1945, bertepatan dengan dikumandangkannya Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno. Kepergian Jepang dari Indonesia didasari oleh
kekalahannya dalam Perang Pasifik setelah dua kota penting di negaranya, yaitu
Hiroshima (6 Agustus 1945) dan Nagasaki (9 Agustus 1945) dibom oleh Amerika Serikat.
Kehancuran yang disebabkan oleh bom atom di Hiroshima dan Nagasaki sekaligus
ancaman dari Uni Soviet membuat Jepang sadar bahwa sudah tidak ada harapan lagi
untuk menang. Akhirnya, pada 14 Agustus 1945, Kaisar Jepang Hirohito memutuskan
menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Pasukan Jepang berusaha menyembunyikan
berita kekalahan mereka dari para pemuda Indonesia. Akan tetapi, berita itu terdengar
oleh salah seorang tokoh pejuang kemerdekaan, yaitu Sutan Sjahrir. Begitu Sutan Sjahrir
mendengar berita tersebut, ia langsung menindaklanjutinya dengan mendesak Soekarno
dan Mohammad Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Pada
akhirnya, kependudukan Jepang resmi berakhir di Indonesia pada 17 Agustus 1945,
bersamaan dengan peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai