Anda di halaman 1dari 37

MASA PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA

Pada bulan Oktober 1941, Jendral Hideki Tojo menggantikan Konoe


Fumimaro sebagai Perdana Menteri Jepang. Akhir tahun 1940, pimpinan militer
jepang tidak menghendaki melawan beberapa negara, namun sejak pertengahan
tahun 1941 bahwa Amerika Serikat, Inggris dan Belanda harus dihadapi sekaligus,
mereka ingin menguasai sumber daya alam di Asia Tenggara. Setelah Amerika
melancarkan embargo minyak bumi untuk kebutuhan industri di Jepang maupun
untuk keperluan perang.

Gambar : Rakyat yang bekerja sebagai Romusha

Admiral Isoroku Yamamoto, Panglima Angkatan Laut Jepang,


mengembangkan strategi perang yang sangat berani yaitu mengarahkan seluruh
kekuatan armadanya untuk dua operasi besar. Seluruh potensi Angkatan Laut
Jepang mencakup 6 kapal pengangkut pesawat tempur, 10 kapal perang, 18 kapal
penjelajah berat, 20 kapal penjelajah ringan, 4 kapal pengangkut perlengkapan, 112
kapal perusak, 65 kapal selam serta 2.274 pesawat tempur. Kekuatan pertama yaitu
: 6 kapal pengangkut pesawat tempur, 2 kapal perang, 11 kapal perusak serta lebih
dari 1.400 pesawat tempur. Pada tanggal 7 Desember 1941, akan menyerang secara
mendadak basis Armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbour, kepulauan
Hawai. Kekuatan kedua, sisa Angkatan Laut yang mereka miliki, mendukung
Angkatan Darat dalam Operasi Selatan, yaitu : penyerangan atas Filipina dan
Malaysia / Singapura yang akan dilanjutkan ke Jawa.
Kekuatan yang diarahkan ke Asia Tenggara adalah 11 Divisi Infantri yang
didukung 7 resimen tank serta 795 pesawat tempur. Operasi ini direncanakan
selesai dalam 150 hari. Admiral Chuichi Nagumo memimpin armada yang
ditugaskan menyerang Pearl Harbour.

Pada tanggal 7 Desember 1941, 360 pesawat terbang yang terdiri dari pembom
pembawa torpedo serta sejumlah pesawat tempur diberangkatkan dalam dua
gelombang.Pengeboman Pearl Harbor ini berhasil menenggelamkan dua kapal
perang besar serta merusak 6 kapal perang lain. Selain itu pemboman Jepang
tesebut juga menghancurkan 180 pesawat tempur Amerika. Lebih dari 2.330
serdadu Amerika tewas dan lebih dari 1.140 lainnya luka-luka. Namun tiga kapal
induk Amerika selamat, karena pada saat itu tidak berada di Pearl Harbor. Tanggal
8 Desember 1941, Kongres Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Jepang.
Tujuan Jepang menyerang dan menduduki Hindia-Belanda adalah untuk
menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi
perang Jepang serta mendukung industrinya. Jawa dirancang sebagai pusat
penyediaan bagi seluruh operasi militer di Asia Tenggara, dan Sumatera sebagai
sumber minyak utama.Sebelum meletusnya Perang Asia Timur Raya, Jepang
memetakan wilayah Asia Tenggara menjadi 2 bagian, yaitu :

1. Wilayah A, yaitu beberapa koloni Inggris, Belanda dan Amerika Serikat


yang meliputi wilayah ; Semenanjung Melayu, Kalimantan Utrara, Philipina
dan Indonesia.

2. Wilayah B, yaitu koloni Perancis yang meliputi Vietnam, Laos dan


Kamboja. Jepang menguasai kawasan Asia Tenggara, wilayah A dengan
tujuan untuk menjadikan kawasan Aasia Tenggara sebagai sumber bahan
mentah bagi industri perang dan pertahanannya. Jepang juga berusaha
memotong garis perbekalan musuh yang berada di wilayah ini. Jepang
memperoleh kemenangan mudah untuk menduduki Indonesia yang dikuasai
Belanda pada bulan Januari 1942. Dimulai dari wilayah Tarakan
(Kalimantan Timur) sebagai penghasil minyak bumi terbesar di Indonesia,
berturutturut kemudian wilayah Balikpapan, Ambon,Kendari, Pontianak
dapat dikuasai pada bulan yang sama. Pada bulan Pebruari 1942 Jepang
berhasil menguasai Palembang. Untuk menguasai Indonesia, Jepang
menggunakan 2 jalur, yaitu :
 Lewat Philipina ; Tarakan, Balikpapan, Bali, Rembang Indramayu.

 Lewat Semenanjung Melayu ; Palembang, Pontianak, Tanjung Priok.

Pada tanggal 5 Maret 1942 tentara Jepang berhasil menguasai Batavia. Karena
semakin terdesak serta tidak adanya bantuan dari Amerika Serikat akhirnya
Belanda terpaksa harus menyerah tanpa syarat kepada Jepang melalui Perjanjian
Kalijati (Subang Jawa barat) pada tanggal 8 Maret 1942. Perjanjian ini
ditandatangani oaleh Jenderal Teerporten selaku wakil Gubernur Jenderal Hindia
Belanda di Indonesia (Tjarda Van Stackenborg Stackhouwer) dengan Jenderal
Immamura sebagai Pimpinan bala tentara Jepang di Indonesia.

Pemerintahan Jepang di Indonesia di bidang Milliter


Sebutan resmi pemerintahan milliter Jepang adalah Bala Tentara Nippon
memegang kekuasaan militer dan segala kekuasaan yang dulu dipegang oleh
gubernur Jendral (pada masa kekuasaan Belanda). Dalam pelaksanaan sistem
pemerintahan ini, kekuasaan atas wilayah Indonesia dipegang oleh dua angkatan
perang yaitu angkatan darat (Rikugun) dan angkatan laut (Kaigun). Masing-masing
angkatan mempunyai wilayah kekuasaan. Dalam hal ini Indonesia dibagi menjadi
tiga wilayah kekuasaan yaitu:

1. Wilayah I : Daerah Jawa dan Madura dengan pusatnya Batavia berada di


bawah kekuasaan Rikugun.

2. Wilayah II : Daerah Sumatra dan Semenanjung Tanah Melayu dengan


pusatnya Singapura berada di bawah kekuasaan Rikugun.

3. Wilayah III : Daerah Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Irian


berada di bawah kekuasaan Kaigun. Selain itu Jepang juga mendirikan
berbagai organisasi kemilliteran seperti :

a. Gerakan Tiga A, Gerakan ini disebut karena semboyannya adalah


Nippon Pelindung Asia, Nippon Cahaya Asia, Nippon Pemimpin Asia.
Gerakan ini dipimpin oleh Syamsuddin SH. Namun dalam perkembangan
selanjutnya gerakan ini tidak dapat menarik simpati rakyat, sehinnga
pada tahun 1943 Gerakan Tiga A dibubarkan dan dibagi dengan Putera.
b. Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) adalah organisasi ini dibentuk pada
tahun 1943 dibawah pimpinan “Empat Serangkai”, yaitu Bung Karno,
Bung Hatta, Ki Hajar Dewantara, KH Mas Mansyur. Gerakan Putera ini
pun diharapkan dapat menarik perhatian bangsa Indonesia agar
membantu pasukan Jepang dalam setiap peperangan yang dilakunnya.
Ternyata Gerakan Putera yang menjadi bentukan Jepang ini ternyata
menjadi bumerang bagi Jepang. Hal ini disebabkan oleh anggota-anggota
dari Putera yang memiliki sifat nasionalisme yang tinggi.

c. Pembela Tanah Air (PETA) adalah sebuah organisasi bentukan Jepang


dengan keanggotaanya berisi pemuda-pemuda Indonesia. Dalam
organisasi PETA ini para pemuda bangsa Indonesia dididik atau
mendapatkan latihan kemiliteran dari pasukan Jepang. Pemuda-pemuda
inilah yang menjadi tiang utama perjuangan kemerdekaan bangsa dan
negara Indonesia.

Gambar : Tentara PETA

Tujuan awalnya pembentukan organisasi PETA ini adalah untuk memenuhi


kepentingan peperangan Jepang di Lautan Pasifik. Namun karena PETA bersifat
nasional dan diaanggap sangat membahayakan kedudukan Jepang atas wilayah
Indonesia, maka pada tahun 1944 PETA dibubarkan. Berikutnya Jepang
mendirikan organisasi lainnya yang bernama Perhimpunan Kebaktian Rakyat yang
lebih terkenal dengan nama Jawa Hokokai. Kepemimpinan organisasi ini berada di
bawah Komando Militer Jepang. Karena Pemerintahan pendudukan Jepang di
Indonesia dipegang oleh militer, maka semua kegiatan diarahkan untuk
kepentingan perang. Hal ini menyebabkan rakyat sangat menderita serta
kekurangan sandang dan pangan sehingga terjadi kematian diberbagai tempat.
Selain pemerasan dibidang pertanian, Jepang juga mewaijibkan rakyat untuk
menyerahkan besi-besi tua untuk pembuatan senjata. Jepang juga merampas harta
benda rakyat terutama emas. Selain itu juga akibat pemerintahan kemilliteran
Jepang, Kebijakan pemerintah pada pendudukan Jepang antara lain berupa
pengerahan tenaga rakyat untuk melaksanakan kerja paksa. Para pemuda juga
diwajibkan untuk masuk menjadi anggota organisasi militer maupun semi militer
yang dibentuk Jepang.

1. Romusha adalah kerja paksa (tanpa dibayar) pada zaman penduduka Jepang.
Tujuannya adalah membangun sarana dan prasarana untuk kepentingan rakyat
Jepang. Sarana dan prasarana tersebut antara lain jembatan, lapangan terbang, serta
gua-gua tempat persembunyian.

2. Kinrohosi adalah kerja paksa (tanpa dibayar) untuk para pamong desa dan
pegawai rendahan. Mereka diperlakukan sebagai tenaga romusha yang lainnya.
Para kinrohosi banyak yag dikirim ke luar Jawa untuk membantu membuat
pertahanan tentara Jepang.

3. Wajib Militer

Berikut ini wajib militer yang dibentuk untuk membantu Jepang


menghadapi Sekutu, yaitu :

 Seinendan (Barisan Pemuda), dibentuk tanggal 9 Maret 1943 dengan


anggota para pemuda usia 14-22 tahun.

 Keibodan (Barisan Pembantu Polisi), dibentuk tanggal 29 April 1943


dengan anggota para pemuda usia 23-25 tahun.

 Fujinkai (Barisan Wanita), dibentuk pada bulan Agustus 1943, dengan


anggota para wanita usia 15 tahun ke atas.

 Gakutotai (Barisan Pelajar), anggotanya terdiri dari murid-miridd sekolah


lanjutan.
 Heiho (Pembantu Pranjurit Jepang), dibentuk pada bulan April 1943 dengan
anggota pemuda berusia 18-25 tahun.

 PETA (Pembela Tanah Air), dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1943 dengan
tujuan untuk memoertahankan tanah air Indonesia dari penjajahan bangsa
Barat.

 Jawa Hohokai (Kebaktian Rakyat Jawa), dibentuk pada tanggal 1 Maret


1944 dengan tujuan untuk mengerahkan rakyat agar mau membantu atau
berbakti kepada Jepang.

 Suisyintai (Barisan Pelopor), dibentuk pada tanggal 24 September 1944 dan


diresmikan pada tanggal 25 September 1944. Tujuannya untuk
meningkatkan kesiapsiagaan rakyat.

Perlawanan rakyat Indonesia terhadap Jepang


Karena rakyat Indonesia tidak terima terhadap pemerintahan Jepang dan
merasa tersiksa, banyak sekali terjadi perlawanan-perlawanan di berbagai daerah di
Indonesia, antara lain adalah :

1. Perlawanan koreri di biak

Perlawanan ini dipimpin oleh L. Rumkorem, pimpinan Gerakan


“Koreri” yang berpusat di Biak. Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh
penderitaan rakyat yang diperlakukan sebagai budak belian, dipukuli, dan
dianiaya. Dalam perlawanan tersebut rakyat banyak jatuh korban, tetapi
rakyat melawan dengan gigih. Akhirnya Jepang meninggalkan Pulau Biak.

2. Perlawanan Pang Suma

Perlawanan Rakyat yg dipimpin oleh Pang Suma berkobar di Kalimantan


Selatan. Pang Suma adalah pemimpin suku Dayak yg besar pengaruhnya
dikalangan suku-suku di daerah Tayan dan Meliau. Perlawanan ini bersifat gerilya
untuk mengganggu aktivitas Jepang di Kalimantan.

Momentum perlawanan Pang Suma diawali dengan pemukulan


seorang tenaga kerja Dayak oleh pengawas Jepang, satu di antara sekitar 130
pekerja pada sebuah perusahaan kayu Jepang. Kejadian ini kemudian
memulai sebuah rangkaian perlawanan yang mencapai puncak dalam sebuah
serangan balasan Dayak yang dikenal dengan Perang Majang Desa, dari
April hingga Agustus 1944 di daerah Tayan-Meliau-Batang Tarang

(Kab. Sanggau). Sekitar 600 pejuang kemerdekaan dibunuh oleh Jepang,


termasuk Pang Suma.

3. Peristiwa Singaparna

Perlawanan fisik ini terjadi di pesantren Sukamanah Jawa Barat (Singaparna)


di bawah pimpinan KH. Zainal Mustafa, tahun 1943. Beliau menolak dengan tegas
ajaran yang berbau Jepang, khususnya kewajiban untuk melakukan Seikerei setiap
pagi, yaitu memberi penghormatan kepada Kaisar Jepang dengan cara
membungkukkan badan ke arah matahari terbit. Kewajiban Seikerei ini jelas
menyinggung perasaan umat Islam Indonesia karena termasuk perbuatan
syirik/menyekutukan Tuhan. Selain itu beliaupun tidak tahan melihat penderitaan
rakyat akibat tanam paksa. Pada tanggal 25 Februari 1944, terjadilah pertempuran
sengit antara rakyat dengan pasukan Jepang setelah salat Jumat. Meskipun
berbagai upaya perlawanan telah dilakukan, namun KH. Zainal Mustafa berhasil
juga ditangkap dan dibawa ke Tasikmalaya kemudian dibawah ke Jakarta untuk
menerima hukuman mati dan dimakamkan di Ancol.

4. Peristiwa Indramayu, April 1944

Gambar : Rakyat Indramayu yang akan dipekerjakan sebagai Romusha


Peristiwa Indramayu terjadi bulan April 1944 disebabkan adanya
pemaksaan kewajiban menyetorkan sebagian hasil padi dan pelaksanaan
kerja rodi/kerja paksa/Romusha yang telah mengakibatkan penderitaan
rakyat yang berkepanjangan. Pemberontakan ini dipimpin oleh Haji
Madriyan dan kawan-kawan di desa Karang Ampel, Sindang Kabupaten
Indramayu. Pasukan Jepang sengaja bertindak kejam terhadap rakyat di
kedua wilayah (Lohbener dan Sindang) agar daerah lain tidak ikut
memberontak setelah mengetahi kekejaman yang dilakukan pada setiap
pemberontakan.

5. Pemberontakan Teuku Hamid

Teuku Hamid adalah seorang perwira Giyugun, bersama dengan satu


pleton pasukannya melarikan diri ke hutan untuk melakukan perlawanan. Ini
terjadi pada bulan November 1944. Menghadapi kondisi tersebut,
pemerintah Jepang melakukan ancaman akan membunuh para keluarga
pemberontak jika tidak mau menyerah. Kondisi tersebut memaksa sebagian
pasukan pemberontak menyerah, sehingga akhirnya dapat ditumpas. Di
daerah Aceh lainnya timbul pula upaya perlawanan rakyat seperti di
Kabupaten Berenaih yang dipimpin oleh kepala kampung dan dibantu oleh
satu regu Giyugun (perwira tentara sukarela), namun semua berakhir dengan
kondisi yang sama yakni berhasil ditumpas oleh kekuatan militer Jepang
dengan sangat kejam.

6. Peristiwa Cot Plieng, Aceh 10 November 1942

Pemberontakan dipimpin seorang ulama muda Tengku Abdul Jalil,


guru mengaji di Cot Plieng Lok Seumawe. Usaha Jepang untuk membujuk
sang ulama tidak berhasil, sehingga Jepang melakukan serangan mendadak
di pagi buta sewaktu rakyat sedang melaksanakan salat Subuh. Dengan
persenjataan sederhana/seadanya rakyat berusaha menahan serangan dan
berhasil memukul mundur pasukan Jepang untuk kembali ke Lhokseumawe.
Begitu juga dengan serangan kedua, berhasil digagalkan oleh rakyat. Baru
pada serangan terakhir (ketiga) Jepang berhasil membakar masjid sementara
pemimpin pemberontakan (Teuku Abdul Jalil) berhasil meloloskan diri dari
kepungan musuh, namun akhirnya tertembak saat sedang salat.
7. Pemberontakan PETA, perlawanan PETA terjadi hingga 3 kali yaitu :

Perlawanan PETA (pusat tenaga rakyat) di Blitar (29 Februari 1945)


Perlawanan ini dipimpin oleh Syodanco Supriyadi, Syodanco Muradi, dan
Dr. Ismail. Perlawanan ini disebabkan karena persoalan pengumpulan padi,
Romusha maupun Heiho yang dilakukan secara paksa dan di luar batas
perikemanusiaan. Sebagai putera rakyat para pejuang tidak tega melihat
penderitaan rakyat. Di samping itu sikap para pelatih militer Jepang yang
angkuh dan merendahkan prajuritprajurit Indonesia. Perlawanan PETA di
Blitar merupakan perlawanan yang terbesar di Jawa. Tetapi dengan tipu
muslihat Jepang melalui Kolonel Katagiri (Komandan pasukan Jepang),
pasukan PETA berhasil ditipu dengan pura-pura diajak berunding. Empat
perwira PETA dihukum mati dan tiga lainnya disiksa sampai mati.
Sedangkan Syodanco Supriyadi berhasil meloloskan diri.

 Perlawanan PETA di Meureudu, Aceh (November 1944)

Perlawanan ini dipimpin oleh Perwira Gyugun T. Hamid. Latar belakang


perlawanan ini karena sikap Jepang yang angkuh dan kejam terhadap rakyat pada
umumnya dan prajurit Indonesia pada khususnya.

 Perlawanan PETA di Gumilir, Cilacap (April 1945)

Perlawanan ini dipimpin oleh pemimpin regu (Bundanco) Kusaeri


bersama rekan-rekannya. Perlawanan yang direncanakan dimulai tanggal 21
April 1945 diketahui Jepang sehingga Kusaeri ditangkap pada tanggal 25
April 1945. Kusaeri divonis hukuman mati tetapi tidak terlaksana karena
Jepang terdesak oleh Sekutu.

Dampak Pendudukan Jepang Di Indonesia


A. Aspek politik

Kebijakan pertama yang dilakukan Dai Nippon (pemerintah militer Jepang)


adalah melarang semua rapat dan kegiatan politik. Pada tanggal 20 Maret 1942,
dikeluarkan peraturan yang membubarkan semua organisasi politik dan semua
bentuk perkumpulan. Pada tanggal 8 September 1942 dikeluarkan UU no. 2 Jepang
mengendalikan seluruh organisasi nasional. Anda masih ingat perjuangan Parindra
dan GAPI?

Perjuangan Parindra dan GAPI adalah Indonesia mulia dan sempurna


serta berusaha untuk menentukan nasib sendiri bagi bangsa Indonesia.
Parindra berusaha untuk mempersatukan persepsi/pandangan organisasi
pergerakan nasional dengan cara menggabungkan beberapa organisasi.
Sementara GAPI berjuang untuk mencapai kemerdekaan dengan jalan
perjuangan melalui tuntutan Indonesia berparlemen. Tentu saja perjuangan
Parindra dan GAPI akan membahayakan posisi Jepang yang baru saja
menginjakkan kakinya di Indonesia. Dalam rangka menancapkan kekuasaan
di Indonesia, pemerintah militer jepang melancarkan strategi politisnya
dengan membentuk gerakan Tiga A.

Gerakan ini merupakan upaya Jepang untuk merekrut dan


mengerahkan tenaga rakyat yang akan dimanfaatkan dalam perang Asia
Timur Raya. Berbagai propaganda akan dilakukan agar gerakan tersebut
sukses dan Indonesia dapat meyakini bahwa Jepang adalah bangsa Asia
yang memiliki kelebihan dan dapat diharapkan membebaskan Indonesia dari
penjajahan Barat. Ketidaksuksesan gerakan Tiga A, membuat Jepang
mencari bentuk lain untuk dapat menarik simpati rakyat. Upaya yang
dilakukan adalah menawarkan kerjasama dengan para pemimpin indonesia
untuk membentuk “Putera”. melalui Putera diharapkan para pemimpin
nasional dapat membujuk kaum Nasionalis sekuler dan intelektual untuk
mengabdikan pikiran dan tenaganya demi kepentingan perang melawan
Sekutu.

Keberhasilan organisasi Putera, tidak terlepas dari kemampuan para


pemimpin serta tingginya kepercayaan rakyat Indonesia pada para tokoh
nasional untuk memperjuangkan Indonesia merdeka. Indikasinya dapat
Anda lihat dari kemajuan organisasi Putera sampai ke berbagai daerah dan
kemandirian Putera dalam menjalankan kegiatan operasional tanpa suntikan
dana dari pemerintah Jepang. Meskipun Putera tidak mampu menghasilkan
karya konkrit bagi perjuangan pergerakan nasional namun, dengan adanya
Putera mentalitas bangsa Indonesia secara tidak langsung sudah
dipersiapkan untuk dapat memperjuangkan proklamasi kemerdekaan.
Langkah pendudukan selanjutnya Jepang membentuk Dinas Polisi
Rahasia yang disebut Kempetai bertugas mengawasi dan menghukum
pelanggaran terhadap pemerintah Jepang. Pembentukan Kempetai ini
menyebabkan tokoh-tokoh pergerakan Nasional Indonesia memilih sikap
kooperatif untuk menghindari halhal yang tidak diinginkan, karena
kekejaman Kempetai yang sangat terkenal. Diskriminasi politik tentara
pendudukan juga diterapkan, untuk membedakan wilayah Jawa dengan luar
Jawa. Untuk pulau Jawa Jepang bersikap lemah karena pertimbangan jauh
dari Sekutu, sementara untuk luar Jawa sebaliknya mendapat
kontrol/pengawasan yang sangat ketat. Selain itu, Jepangpun melakukan
propaganda untuk menarik simpati bangsa Indonesia dengan cara :

 Menganggap Jepang sebagai saudara tua bangsa Asia (ingat Hakko Ichiu)

 Melancarkan semboyan 3A (Jepang pemimpin, Jepang cahaya dan Jepang


pelindung Asia)

 Melancarkan simpati lewat pendidikan berbentuk beasiswa pelajar.

 Menarik simpati umat Islam untuk pergi Haji

 Menarik simpati organisasi Islam MIAI. (ingat modul 3, mengapa MIA tidak
dibubarkan)

 Melancarkan politik dumping

 Mengajak untuk bergabung tokoh-tokoh perjuangan Nasional seperti: Ir.


Soekarno, Drs. M. Hatta serta Sutan Syahrir, dengan cara membebaskan
tokoh tersebut dari penahanan Belanda.

Selain propaganda, Jepang juga melakukan berbagai tindakan nyata


berupa pembentukan badan-badan kerjasama seperti berikut :

 Putera (Pusat Tenaga Rakyat) dengan tujuan membujuk kaum Nasionalis


sekuler dan intelektual agar menyerahkan tenaga dan pikirannya untuk
mengabdi kepada Jepang.
 Jawa Hokokai (Himpunan kebaktian Jawa) merupakan organisasi sentral dan
terdiri dari berbagai macam profesi (dokter, pendidik, kebaktian wanita
pusat dan perusahaan).

Penerapan sistem Autarki (daerah yang harus memenuhi kebutuhan


sendiri dan kebutuhan perang). Sistem ini diterapkan di setiap wilayah
ekonomi. Contoh Jawa menjadi 17 daerah, Sumatera 3 daerah, dan Meinsefu
(daerah yang diperintah Angkatan Laut) 3 daerah. Setelah penyerahan
kekuasaan dari Belanda kepada Jepang di Kalijati maka seluruh daerah
Hindia Belanda menjadi 3 daerah pemerintahan militer :

a. Daerah bagian tengan meliputi Jawa dan madura dikuasai oleh tentara ke -
16 dengan kantor pusat di Batavia.

b. Daerah bagian Barat meliputi Sumatera dengan kantor pusat di Bukit tinggi
dikuasai oleh tentara ke – 25.

c. Daerah bagian Timur meliputi Kalimantan, Sulawesi, Nusantara, Maluku


dan Irian Jaya dibawah kekuasaan armada selatan kedua dengan pusatnya di
Makassar.

Selain kebijakan politik di atas, pemerintah Militer Jepang juga


melakukan perubahan dalam birokrasi pemerintahan, diantaranya adalah
pembentukan organisasi pemerintahan di tingkat pusat dengan membentuk
Departemen dan pembentukan Cou Sang In/dewan penasehat. Untuk
mempermudah pengawasan dibentuk tiga pemerintahan militer yakni :

a. Pembentukan Angkatan Darat/Gunseibu, membawahi Jawa dan Madura


dengan Batavia sebagai pusat dan dikenal dengan tentara ke enam belas
dipimpin oleh Hitoshi Imamura.

b. Pembentukan Angkatan Darat/Rikuyun, yang membawahi Sumatera dengan


pusat Bukit Tinggi (Sumatera Barat) yang dikenal dengan tentara ke dua
puluh lima dipimpin oleh Jendral Tanabe.

c. Pembentukan Angkatan Laut/Kaigun, yang membawahi Kalimantan,


Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian dengan pusatnya Ujung
Pandang (Makasar) yang dikenal dengan Armada Selatan ke dua dengan
nama Minseifu dipimpin Laksamana Maeda.

Untuk kedudukan pemerintahan militer sementara khusus Asia


Tenggara berpusat di Dalat/Vietnam. Dengan sistem sentralisasi kekuasaan,
Jepang mencoba untuk menanamkan kekuasaan di Indonesia. Pulau Jawa
menjadi pusat pemerintahan yang terpenting, bahkan jabatan Gubernur
Jenderal masa Hindia Belanda dihapus dan diambil alih oleh panglima
tentara Jepang di Jawa. Sementara status pegawai dan pemerintahan sipil
masa Hindia Belanda tetap diakui kedudukannya asal memiliki kesetiaan
terhadap Jepang. Status badan pemerintahan dan UU di masa Belanda tetap
diakui sah untuk sementara, asal tidak bertentangan dengan aturan kesetiaan
tentara Jepang.

B. Aspek Ekonomi dan Sosial

Pada kedua aspek ini, Anda akan menemukan bagaimana praktek


eksploitasi ekonomi dan sosial yang dilakukan Jepang terhadap bangsa
Indonesia dan Anda bisa membandingkan dampak ekonomi dan sosial
dengan dampak politis dan birokrasi. Hal-hal yang diberlakukan dalam
sistem pengaturan ekonomi pemerintah Jepang adalah sebagai berikut :
 Kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang maka seluruh
potensi sumber daya alam dan bahan mentah digunakan untuk industri
yang mendukung mesin perang. Jepang menyita seluruh hasil
perkebunan, pabrik, Bank dan perusahaan penting. Banyak lahan
pertanian yang terbengkelai akibat titik berat kebijakan difokuskan
pada ekonomi dan industri perang. Kondisi tersebut menyebabkan
produksi pangan menurun dan kelaparan serta kemiskinan meningkat
drastis.
 Jepang menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan
sanksi pelanggaran yang sangat berat. Pengawasan tersebut diterapkan
pada penggunaan dan peredaran sisa-sisa persediaan barang.
Pengendalian harga untuk mencegah meningkatnya harga barang.
Pengawasan perkebunan teh, kopi, karet, tebu dan sekaligus
memonopoli penjualannya. Pembatasan teh, kopi dan tembakau,
karena tidak langsung berkaitan dengan kebutuhan perang. Monopoli
tebu dan gula, pemaksaan menanam pohon jarak dan kapas pada lahan
pertanian dan perkebunan merusak tanah.
 Menerapkan sistem ekonomi perang dan sistem autarki (memenuhi
kebutuhan daerah sendiri dan menunjang kegiatan perang).
Konsekuensinya tugas rakyat beserta semua kekayaan dikorbankan
untuk kepentingan perang. Hal ini jelas amat menyengsarakan rakyat
baik fisik maupun material.
 Pada tahun 1944, kondisi politis dan militer Jepang mulai terdesak,
sehingga tuntutan akan kebutuhan bahan-bahan perang makin
meningkat. Untuk mengatasinya pemerintah Jepang mengadakan
kampanye penyerahan bahan pangan dan barang secara besar-besaran
melalui Jawa Hokokai dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian), serta
instansi resmi pemerintah.
 Sulitnya pemenuhan kebutuhan pangan semakin terasakan bertambah
berat pada saat rakyat juga merasakan penggunaan sandang yang amat
memprihatinkan. Pakaian rakyat compang camping, ada yang terbuat
dari karung goni yang berdampak penyakit gatal-gatal akibat kutu dari
karung tersebut. Adapula yang hanya menggunakan lembaran karet
sebagai penutup.
C. Aspek kebudayaan
Kebijakan yang diterapkan pemerintah Jepang di bidang pendidikan
adalah menghilangkan diskriminasi/perbedaan siapa yang boleh
mengenyam/merasakan pendidikan. Pada masa Belanda, Anda tentu masih
ingat, yang dapat merasakan pendidikan formal untuk rakyat pribumi hanya
kalangan menengah ke atas, sementara rakyat kecil (wong cilik) tidak
memiliki kesempatan. Sebagai gambaran diskriminasi yang dibuat Belanda,
ada 3 golongan dalam masyarakat :
a. Kulit putih (Eropa)
b. Timur Aing (Cina, India dll)
c. Pribumi
Satu hal yang melemahkan dari aspek pendidikan adalah penerapan
sistem pendidikan militer. Sistem pengajaran dan kurikulum disesuaikan
untuk kepentingan perang. Siswa memiliki kewajiban mengikuti latihan
dasar kemiliteran dan mampu menghapal lagu kebangsaan Jepang. Begitu
pula dengan para gurunya, diwajibkan untuk menggunakan bahasa Jepang
dan Indonesia sebagai pengantar di sekolah menggantikan bahasa Belanda.
Untuk itu para guru wajib mengikuti kursus bahasa Jepang yang diadakan.
Satu hal yang paling menarik untuk Anda cermati adalah pemaksaan
yang dilakukan oleh pemerintah Jepang agar masyarakat Indonesia terbiasa
melakukan penghormatan kepada Tenno ( Kaisar) yang dipercayai sebagai
keturunan dewa matahari ( Omiterasi Omikami). Sistem penghormatan
kepada kaisar dengan cara membungkukkan badan menghadap Tenno,
disebut dengan Seikeirei. Penghormatan Seikerei ini, biasanya diikuti
dengan menyanyikan lagu kebangsaan Jepang ( kimigayo) . Tidak semua
rakyat Indonesia dapat menerima kebiasaan ini, khususnya dari kalangan
Agama. Penerapan Seikerei ini ditentang umat Islam, salah satunya
perlawanan yang dilakukan KH. Zainal Mustafa, seorang pemimpin pondok
pesantren Sukamanah Jawa Barat. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa
Singaparna.
E. Aspek Kehidupan Militer
Pada aspek militer ini, Anda akan memahami bahwa badan-badan
militer yang dibuat Jepang semata-mata karena kondisi militer Jepang yang
semakin terdesak dalam perang Pasifik. Memasuki tahun kedua
pendudukannya (1943), Jepang semakin intensif mendidik dan melatih
pemuda-pemuda Indonesia di bidang militer. Hal ini disebabkan karena
situasi di medan pertempuran (Asia – Pasifik) semakin menyulitkan Jepang.
Mulai dari pukulan Sekutu pada pertempuran laut di Midway (Juni 1942)
dan sekitar Laut Karang (Agustus ’42 – Februari 1943). Kondisi tersebut
diperparah dengan jatuhnya Guadalacanal yang merupakan basis kekuatan
Jepang di Pasifik (Agustus 1943).
Situasi di atas membuat Jepang melakukan konsolidasi kekuatan
dengan menghimpun kekuatan dari kalangan pemuda dan pelajar Indonesia
sebagai tenaga potensial yang akan diikutsertakn dalam pertempuran
menghadapi Sekutu. Di bawah ini Anda akan mempelajari bentuk-bentuk
barisan militer yang dipersiapkan oleh Jepang antara lain:
a. 9 Maret 1943 didirikan gerakan Seinendan (Barisan Pemuda).
Pelantikannya dilakukan 29 April 1943, dengan anggota ± 3500
pemuda. Tujuannya untuk melatih dan mendidik para pemuda, agar
mampu menjaga dan mempertahankan tanah air dengan kekuatan
sendiri. Persyaratan untuk menjadi Seinendan adalah: pemuda berusia
14 – 23 tahun.
b. Pembentukan Barisan Pelajar ( Gokutai) untuk pelajar SD – SLTA.
c. Pembentukan Barisan bantu Polisi ( Keibodan), dengan syarat yang
lebih ringan dari Seinendan, usia yang diprioritaskan ± 23 – 25 tahun.
Untuk Keibodan ini ada keharusan untuk setiap desa (ku) yang
memiliki pemuda dengan usia tersebut dan berbadan sehat wajib
menjadi Keibodan. Sistem pengawasan Keibodan ini diserahkan pada
Polisi Jepang. Ada beberapa istilah Keibodan sesuai dengan wilayah
atau daerahnya seperti di Sumatera disebut dengan Bogodan
sedangkan di daerah Angkatan Laut, khususnya di Kalimantan disebut
dengan Borneo Konon Hokokudan dengan jumlah pasukan ± 28.000
orang.
d. Pembentukan barisan pembantu Prajurit Jepang ( Heiho) April 1943.
Anggota Heiho adalah pemuda berusia ± 18 – 25 tahun, dengan
pendidikan terendah SD. Mereka akan ditempatkan langsung pada
angkatan perang Jepang (AL – AD). Walaupun berstatus pembantu
prajurit tetapi mereka dilatih untuk mampu menggunakan senjata dan
mengoperasikan meriam-meriam pertahanan udara. Bahkan saat
perang semakin hebat mereka diikutsertakan bertempur ke front di
Solomon dan tempat lain. Disinilah para pemuda kita mendapat
tempat latihan militer yang sesungguhnya dengan kemampuan yang
tinggi.
e. Pembentukan Barisan Semi Militer khusus direkrut dari golongan
Islam dengan nama : Hizbullah (Tentara Allah) diantaranya tokoh
Otto Iskandinata dan Dr. Buntaran Martoatmojo
f. Pembentukan Pasukan Pembela Tanah Air ( PETA) tanggal 3 Oktober
1943 dilakukan oleh Letjen Kumakici Harada melalui Osamu Seiri no.
44 yang mengatur tentang pembentukan PETA. Pembentukan PETA
ini, Jepang bercermin dari Perancis saat menguasai Maroko dengan
memanfaatkan pemuda Maroko sebagai tentara Perancis. Secara
khusus penjelasan tentang PETA, akan lebih diperluas, karena
peranan anggota PETA ini sangat besar dalam upaya
memperjuangkan kemerdekaan dan mempertahankannya. Disinilah
inti dari kekuatan militer RI nantinya (sering diistilahkan dengan
embrio dari TNI).
g. Pembentukan Jawa Hokokai
Memasuki tahun 1944 kondisi Jepang bertambah buruk. Satu persatu
wilayahnya berhasil dikuasai Sekutu, bahkan serangan langsung mulai
diarahkan ke negeri Jepang sendiri. Melihat kondisi tersebut pada
tanggal 9 September 1944 PM Kaiso mendeklarasikan janji
kemerdekaan untuk Indonesia di kemudian hari. Janji ini semata-mata
untuk memotivasi bangsa Indonesia agar tetap setia membantu
perjuangan militer Jepang dalam menghadapi Sekutu. Beberapa hari
sesudah janji kemerdekaan dibentuklah Benteng perjuangan Jawa
(Jawa Sentotai) ini merupakan badan perjuangan dalam Jawa
Hokokai, bahkan organisasi lainpun dibentuk seperti Barisan Pelopor
(Suisyintai) dipimpin langsung oleh Ir. Soekarno, Sudiro, RP. Suroso,
Otto Iskandardinata dan Dr. Buntaran Martoatmojo.
PERISTIWA SEKITAR PROKLAMSI

Perjuangan melawan penjajahan itu mencapai puncaknya dengan pernyataan


Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Dengan
pernyataan itu, bangsa Indonesia menyatakan kebebasannya sebagai bangsa yang
merdeka dan berdaulat. Kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia kemudian
diwujudkan dengan pembentukan negara kebangsaan Indonesia.

Gambar : Sidang Pembentukan BPUPKI

A. PEMBENTUKAN BPUPKI
Pada tahun 1944, Saipan jatuh ke tangan Sekutu, Amerika Serikat.
Demikian juga dengan pasukan Jepang, Dai Nippon yang berada di Papua
Nugini, Kepulauan Solomon, dan Kepulauan Marshall berhasil dipukul
mundur oleh pasukan Sekutu. Dengan demikian, seluruh garis pertahanan
Jepang di Pasifik-Oceania sudah mulai mengalami kehancuran dan baying-
bayang kekalahan Jepang sudah mulai tampak. Selanjutnya, Jepang
mengalami serangan udara di Ambon, Makassar, Manado, dan Surabaya.
Bahkan, pasukan Sekutu telah mendarat di daerah-daerah penghasil minyak,
seperti Tarakan dan Balikpapan.
Dalam situasi yang kritis tersebut, pada tanggal 1 Maret 1945 Letnan
Jenderal Kumakici Harada, pemimpin pemerintahan pendudukan Jepang di
Jawa, mengumumkan pembentukan Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Pembentukan
badan ini bertujuan untuk menyelidiki hal-hal penting yang menyangkut
pembentukan negara Indonesia merdeka. Pengangkatan pengurus BPUPKI
diumumkan pada tanggal 29 April 1945. Dr. K.R.T. Radjiman
Wedjodiningrat diangkat sebagai ketua (Kaico), sedangkan yang duduk
sebagai ketua muda (Fuku Kaico) pertama adalah seorang Jepang bernama
Ichibangase. R.P. Suroso diangkat sebagai kepala secretariat dengan dibantu
oleh Toyohoto Masuda dan Mr. A.G. Pringgodigdo.

B. SIDANG-SIDANG BPUPKI
Pada tanggal 28 Mei 194 dilangsungkan upacara peresmian BPUPKI
bertempat di Gedung Cuo Sangi In, Jalan Pejambon (sekarang Gedung
Departemen Luar Negeri), Jakarta. Upacara peresmian itu dihadiri pula oleh
dua pejabat militer Jepang, yaitu Jenderal Itagaki (Panglima Tentara Ke-7
yang bermarkas di Singapura) dan Letnan Jenderal Nagano (Panglima
Tentara Ke-16 yang baru). Pada kesempatan itu dikibarkan bendera Jepang,
Hinomaro, oleh Mr. A.G. Pringgodigdo yang kemudian disusul dengan
pengibaran bendera Merah Putih oleh Toyohito Masuda. Peristiwa tersebut
membangkitkan semangat para anggota dalam usaha mempersiapkan
kemerdekaan Indonesia.

Perumusan Dasar Negara Indonesia


Persidangan BPUPKI untuk merumuskan undang-undang dasar
diawali dengan pembahasan mengenai persoalan “dasar” bagi negara
Indonesia merdeka. Untuk itulah pada kata pembukaannya, Ketua BPUPKI
Dr. Radjiman Wedjodiningrat meminta pandangan para anggota mengenai
dasar negara Indonesia merdeka tersebut. Tokoh perumusan dasar negara
Indonesia ada 3, yaitu : Muh. Yamin; Prof. Dr. Mr. Supomo; dan Ir.
Soekarno. Berikut “Asas Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia”
dari 3 tokoh yaitu :
1. Muh. Yamin (29 Mei 1945) mengemukakan lima “Asas Dasar Negara
Kebangsaan Republik Indonesia” sebagai berikut :
a. Peri Kebangsaan
b. Peri Kemanusiaan
c. Peri Ketuhanan
d. Peri Kerakyatan
e. Kesejahteraan Rakyat
2. Prof. Dr. Mr. Supomo (31 Mei 1945) mengemukakan lima “Asas
Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” sebagai berikut :
a. Persatuan
b. Kekeluargaan
c. Keseimbangan
d. Musyawarah
e. Keadilan Sosial

3. Ir. Soekarno (1 Juni 1945) mengemukakan lima “Asas Dasar Negara


Kebangsaan Republik Indonesia” sebagai berikut :
a. Kebangsaan Indonesia
b. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
c. Mufakat atau Demokrasi
d. Kesejahteraan Sosial
e. Ketuhanan Yang Maha Esa

Persidangan pertama BPUPKI berakhir pada tanggal 1 Juni 1945.


Sidang tersebut belum menghasilkan keputusan akhir mengenai dasar negara
Indonesia merdeka. Selanjutnya diadakan masa reses selama satu bulan
lebih.
Pada tanggal 22 Juni 1945, BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang
beranggotakan 9 orang. Oleh karena itu, panitia ini juga disebut sebagai
Panitia Sembilan. Anggota-anggotanya adalah:
1. Ir. Soekarno
2. Drs. Moh. Hatta
3. Mr. Muh Yamin
4. Mr. Ahmad Subardjo
5. Mr. A.A. Maramis
6. Abdulkadir Muzakkir
7. K.H. Wachid Hasyim
8. K.H. Agus Salim
9. Abikusno Tjokrosujoso
Oleh Mr. Muh. Yamin rumusan itu diberi nama Jakarta Charter atau
Piagam Jakarta. Rumusan rancangan dasar negara Indonesia merdeka itu
adalah sebagai berikut :
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya,

2. (menurut) Kemanusiaan yang adil dan beradab,

3. Persatuan Indonesia,

4. (dan) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan perwakilan,

5. (serta dengan mewujudkan suatu) Keadilan social bagi seluruh rakyat


Indonesia.

Rancangan Undang-Undang Dasar

Pada tanggal 10 Juli 1945 dibahas Rencana Undang-Undang Dasar,


termasuk soal pembukaan atau preambule-nya oleh sebuah Panitia
Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan
beranggotakan 21 orang. Pada tanggal 11 Juli 194, Panitia Perancang
Undang-Undang Dasar dengan suara bulat menyetujui isi preambule
(pembukaan) yang diambil dari Piagam Jakarta.

Panitia tersebut membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-Undang


Dasar yang diketuai oleh Prof. Dr. Mr. Supomo dengan anggotanya Mr.
Wongsonegoro, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. A.A. Maramis, Mr. R.P. Singgih,
H. Agus Salim, dan Sukiman. Hasil perumusan panitia kecil ini kemudian
disempurnakan bahasanya oleh Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri dari
Husein Djajadiningrat, Agus Salim, dan Supomo.

Persidangan kedua BPUPKI yang dilaksanakan pada tanggal 14 Juli


1945, dengan Ir. Soekarno sebagai ketua panitia perancang Undang-Undang
Dasar melaporkan tiga hasil, yaitu sebagai berikut :

a. Pernyataan Indonesia Merdeka,

b. Pembukaan Undang-Undang Dasar, dan


c. Undang-Undang Dasar (batang tubuh).

C. AKTIVITAS GOLONGAN MUDA


Sebelum BPUPKI dibentuk, pada tanggal 16 Mei 1945 di Bandung
telah diadakan Kongres Pemuda Seluruh Jawa yang diprakarsai oleh
Angkatan Moeda Indonesia. Organisasi tersebut sebenarnya dibentuk atas
inisiatif Jepang pada pertengahan tahun 1944. Akan tetapi kemudian
berkembang menjadi suatu pergerakkan pemuda yang sangat anti terhadap
Jepang. Kongres pemuda ini dihadiri oleh sekitar 100 orang lebih utusan
pemuda, pelajar, dan mahasiswa dari seluruh tanah Jawa di antaranya
Djalam Ali, Chairul Saleh, Anwar Tjokroaminoto, Harsono Tjokroamiinoto
serta sejumlah mahasiswa yang berasal dari Sekolah Tinggi Kedokteran (Ika
Daigaku) yang berada di Jakarta. Kongres ini menghimbau para pemuda di
Jawa hendaknya bersatu dan mempersiapkan diri untuk melaksanakan
proklamasi kemerdekaan yang bukan merupakan hadiah dari tangan Jepang.
Setelah tiga hari berlangsung kongres akhirnya diputuskan dua buah
resolusi, yaitu sebagai berikut :
 Semua golongan Indonesia, terutama golongan pemuda dipersatukan
dan dibulatkan di bawah satu pimpinan nasional.

 Dipercepatnya pelaksanaan pernyataan kemerdekaan Indonesia.

Kongres akhirnya menyatakan dukungan sepenuhnya dan kerja sama


yang sangat erat dengan Jepang dalam usaha mencapai kemerdekaan.
Pernyataan tersebut tidak memuaskan beberapa tokoh pemuda yang hadir.
Mereka bertekad untuk menyiapkan suatu gerakan pemuda yang lebih
radikal. Untuk itulah pada tanggan 3 Juni 1945 diadakanlah suatu pertemuan
rahasia di Jakarta untuk membentuk suatu panitia khusus yang diketuai oleh
B.M. Diah, dengan anggotanya Sukarni, Sudiro, Sjarif Thajeb, Harsono
Tjokroaminoto, Wikana, Chairul Saleh, P. Gultom, Supeno, dan Asmara
Hadi, yang kemudian disebut dengan istilah Kelompok Sepuluh.

Hasil kerja kelompok tersebut dilaporkan pada rapat tanggal 15 Juni


1945. Pada rapat itu berhasil dibentuk Gerakan Angkatan Baroe Indonesia.
Kegiatan-kegiatan gerakan ini banyak dikendalikan oleh para pemuda dari
Asrama Menteng 31. Tujuan dari gerakan ini menunjukkan sifat gerakan
yang lebih radikan, yakni antara lain sebagai berikut :

 Mencapai persatuan yang kompak di antara seluruh golongan


masyarakat Indonesia.

 Menanamkan semangat revolusioner massa atas dasar kesadaran


mereka sebagat rakyat yang berdaulat.

 Membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

D. PEMBENTUKAN PPKI
Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya,
pemerintah pendudukan Jepang membentuk Dokuritsu Junbi Inkai atau
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sebanyak 21 anggota
PPKI yang terpilih tidak hanya terbatas pada wakil-wakil dari Jawa yang
berada di bawah pemerintahan Tentara Jepang Ke-16, tetapi juga dari
berbagai pulau, yaitu 12 wakil dari Jawa, 3 wakil dari Sumatra, 2 wakil dari
Sulawesi, seorang wakil dari Kalimantan, seorang wakil dari Sunda Kecil
(Nusa Tenggara), seorang dari Maluku, dan seorang lagi dari golongan
penduduk Cina. Ir. Soekarno ditunjuk sebagai ketua PPKI dan Drs. Moh.
Hatta ditunjuk sebagai wakil ketuanya, sedangkan Mr. Ahmad Subardjo
ditunjuk sebagai penasihatnya. Namun, seiring dengan harusnya keterlibatan
akan sepengetahuan Jepang, maka anggota PPKI ditambah 6 orang lagi,
sehingga menjadi 27 orang. Sedangkan untuk anggota-anggota PPKI itu
sendiri, sudah saya pribadi cantumkan di sini, antara lain sebagai berikut :
1. Ir. Sukarno. (Ketua)
2. Drs. Muhammad Hatta. (Wakil Ketua)
3. Anang Abdul Hamidan
4. Andi Pangeran Pettarani
5. Bandoro Pangeran Hario Purubojo
6. Bendoro Kanjeng Pangeran Ario Suryohamijoyo
7. Dr. G.S.S.J. Ratulangie
8. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung Rajiman Wedyodiningrat
9. Dr. M. Amir
10.Drs. Yap Tjwan Bing
11.Haji Abdul Wahid Hasyim
12.Haji Teuku Mohammad Hasan
13.Ki Bagus Hadikusumo
14.Ki Hajar Dewantara
15.Mas Sutarjo Kartohadikusumo
16.Mr. Abdul Abbas
17.Mr. I Gusti Ketut Puja
18.Mr. Raden Ahmad Subarjo
19.Mr. Raden Iwa Kusuma Sumantri
20.Mr. Raden Kasman Singodimejo
21.Mr. Yohanes Latuharhary
22.Muhammad Ibnu Sayuti Melik
23.Prof. Dr. Mr. Raden Supomo
24.Raden Abdul Kadir
25.Raden Adipati Wiranatakusuma
26.Raden Oto Iskandardinata
27.Raden Panji Suroso
Para anggota PPKI, Gunseikan Mayor Jenderal Yamamoto
menegaskan bahwa para anggota PPKI bukan hanya dipilih oleh pejabat di
lingkungan Tentara Jepang Ke-16, melainkan juga dipilih oleh Jenderal
Besar Terauchi yang menjadi penguasa perang tertinggi di seluruh wilayah
Asia Tenggara.
Dalam rangka pengangkatan itu, Jenderal Besar Terauchi memanggil
tiga tokoh pergerakan nasional, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Dr.
Radjiman Wedjodiningrat. Pada tanggal 9 Agustus 1945, mereka berangkat
menuju markas besar Terauchi di Dalat, Vietnam Selatan. Dalam pertemuan
di Dalat tersebut pada tanggal 12 Agustus 1945, Jenderal Besar Terauchi
menyampaikan kepada ketiga tokoh itu bahwa Kekaisaran Jepang telah
memutuskan untuk memberikan suatu kemerdekaan kepada Indonesia.
Pelaksanaannya dapat dilakukan segera setelah segala persiapannya selesai
oleh PPKI. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia-
Belanda.
Ketika ketiga tokoh itu pulang kembali menuju Jakarta pada tanggal
14 Agustus 1945, Jepang telah dijatuhi bom atom oleh Sekutu di kota
Hiroshima dan kota Nagasaki. Bahkan, Uni Soviet mengingkari janjinya dan
menyatakan perang terhadap Jepang serta melakukan penyerbuan ke
Manchuria. Dengan demikian, dapat diramalkan bahwa kekalahan Jepang
akan segera terjadi. Keesokan harinya, pada tanggal 15 Agustus 1945,
Soekarno-Hatta tiba kembali di tanah air. Dengan bangganya Ir. Soekarno
berkata, “Sewaktu-waktu kita dapat merdeka; soalnya hanya tergantung
kepada saya dan kemauan rakyat memperbarui tekadnya meneruskan
perang suci Dai Tao ini. Kalau dahulu saya berkata ‘Sebelum jagung
berbuah, Indonesia akan merdeka sekarang saya dapat memastikan
Indonesia akan merdeka, sebelum jagung berbuah.” Perkataan itu
menunjukkan bahwa Ir. Soekarno pada saat itu belum mengetahui bahwa
Jepang telah menyerah kepada Sekutu.
E. PERBEDAAN PENDAPAT ANTARA GOLONGAN TUA DAN
GOLONGAN MUDA
Berita tentang kekalahan Jepang diketahui oleh sebagian golongan
muda melalui radio siaran luar negeri. Pada malam harinya, Sutan Syahrir
menyampaikan berita tersebut kepada Moh. Hatta. Syahrir juga menanyakan
mengenai kemerdekaan Indonesia sehubungan dengan peristiwa tersebut.
Moh. Hatta berjanji akan menanyakan hal itu kepada Gunseikanbu. Setelah
yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu, Moh. Hatta segera
mengambil keputusan untuk dengan cepat mengundang para anggota PPKI.
Selanjutnya golongan muda mengadakan rapat di salah satu ruangan
Lembaga Bakteriologi di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta. Rapat
dilaksanakan pada tanggal 15 Agustus 1945, pukul 20.30 waktu Jawa. Rapat
yang dipimpin oleh Chairul Saleh itu menghasilkan keputusan
“Kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri,
tak dapat digantungkan pada orang dan negara lain. Segala ikatan dan
hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang harus segera
diputuskan dan sebaliknya diharapkan diadakan perundingan dengan
golongan muda agat mereka juga diikutsertakan dalam pernyataan
proklamasi kemerdekaan.”
Keputusan rapat itu disampaikan oleh Wikana dan Darwis pada pukul
22.30 waktu Jawa kepada Ir. Soekarno di rumahnya, Jalan Pegangsaan
Timur 56, Jakarta. Kedua utusan tersebut segera menyampaikan keputusan
golongan muda agar Ir. Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia tanpa menunggu hadiah dari Jepang. Tuntutan Wikana yang
disertai dengan suatu ancaman bahwa akan terjadi pertumpahan darah
apabila Ir. Soekarno tidak menyatakan proklamasi keesokan harinya telah
menimbulkan ketegangan. Kemudian, Ir. Soekarno marah dan berkata

“Ini leher saya, seretlah saya ke pojok itu dan sudahilah nyawa saya mala
mini juga, jangan menunggu sampai besok. Saya tidak bisa melepaskan
tanggung jawab saya sebagai ketua PPKI. Karena itu saya tanyakan
kepada wakil-wakil PPKI besok”. Ketegangan itu juga disaksikan oleh
golongan tua lainnya, seperti Drs. Moh. Hatta, Dr. Buntara, Dr. Samsi, Mr.
Ahmad Subardjo, dan Iwa Kusumasumantri.

F. PERISTIWA RENGASDENGKLOK

Gambar : Peristiwa Rengasdengklok

Rumah tempat tinggal Ir. Soekarno dan Moh. Hatta ketika dijauhkan oleh para pemuda
(golongan muda) dari pengaruh Jepang.

Sekitar pukul 24.00, kedua utusan, Wikana dan Darwis meninggalkan


halaman rumah Ir. Soekarno dengan diliputi perasaan kesal memikirkan
sikap dan perkataan Soekarno-Hatta. Sesampainya mereka di tempat rapat,
mereka melaporkan semuanya. Menanggapi hal itu, golongan muda kembali
mengadakan rapat pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945 di Asrama
Baperpi, Jalan Cikini 71 Jakarta. Selain dihadiri oleh para pemuda yang
mengikuti rapat sebelumnya, rapat ini juga dihadiri oleh Sukarni, Yusuf
Kunto, Dr. Muwardi dari Barisan Pelopor, dan Syudanco Singgih dari
Daidan PETA Jakarta Syu. Rapat ini memutuskan untuk “menyingkirkan Ir.
Soekarno dan Drs. Moh. Hatta ke luar kota dengan tujuan untuk
menjauhkan mereka dari segala mepgaruh Jepang”. Untuk menghindari
kecurigaan dari pihak tentara Jepang, Syudanco Singgih yang diberi
kepercayaan untuk melaksanakan rencana tersebut dibantu oleh Sukarni dan
Jusuf Kunto.

Pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.30 waktu Jawa, sekelompok


pemuda membawa Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta ke luar kota menuju
Rengasdengklok, sebuah kota kawedanaan di pantai utara Kabupaten
Karawang. Alasan yang mereka kemukakan, bahwa keadaan di kota sangat
genting sehingga keamanan Soekarno-Hatta di dalam kota sangat terancam.
Tempat yang dituju merupakan kedudukan sebuah Syudan (Kompi) tentara
PETA Rengasdengklok dengan Komandannya Syudanco Subeno.

Sementara itu di Jakarta para anggota PPKI yang diundang rapat pada
tanggal 16 Agustus memenuhi undangannya dan berkumpul di Gedung
Pejambon 2. Akan tetapi, rapat ini tidak dihadiri oleh pengundangnya
Soekarno-Hatta yang sedang berada di Rengasdengklok. Mereka pun merasa
heran. Satu-satunya jalan untuk mengetahui keadaan Soekarno dan Hatta
adalah melalui Wikana, salah satu utusan yang bersitegang dengan
Soekarno-Hatta malam harinya. Oleh karena itu, Mr. Ahmad Subardjo
mendekati Wikana. Selanjutnya antara kedua tokoh golongan tua dan
golongan muda itu tercapai kesepakatan bahwa proklamasi kemerdekaan
harus dilaksanakan di Jakarta. Karena adanya kesepakatan tersebut, Yusuf
Kunto dari golongan muda bersedia mengantar Mr. Ahmad Subardjo
bersama sekretarisnya, Sudiro (Mbah) ke Rengasdengklok. Rombongan
mereka ini tiba pada pukul 18.00 waktu Jawa. Selanjutnya, Ahmad Subardjo
memberikan jaminan dengan taruhan nyawa bahwa proklamasi kemerdekaan
akan diumumkan pada keesokan harinya, yakni pada tanggal 17 Agustus
1945 selambat-lambatnya pukul 12.00. Dengan adanya jaminan tersebut,
komandan kompi PETA Rengasdengklok Syudanco Subeno bersedia
melepaskan Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta untuk pergi kembali ke
Jakarta.

G. PERUMUSAN TEKS PROKLAMASI

Rombongan Ir. Sokarno tiba kembali di Jakarta pada pukul 23.30 waktu
Jawa. Setelah rombongan Ir. Soekarno dan Moh. Hatta singgah di rumah
masing-masing, rombongan kemudian menuju ke rumah Laksamana
Tadashi Maeda di jalan Imam Bonjol No.1, Jakarta. Hal itu disebabkan
Laksamana Tadashi Maeda telah menyampaikan kepada Ahmad Subardjo
bahwa ia menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya.

Ir. Soekarno dan Moh. Hatta menemui Somubuco (Kepala Pemerintahan


Umum) Mayor Jenderal Nishimura untuk menjajaki sikapnya mengenai
proklamasi kemerdekaan. Mereka ditemani oleh Laksamana Maeda,
Shigetada Nishijima, Tomogero Yoshizumi, dan Miyoshi sebagai
penerjemah. Pertemuan itu belum mencapai suatu kesepakatan. Nishimura
menegaskan bahwa garis kebijakan Panglima Tentara Jepang Ke-16 di Jawa
adalah “dengan menyerahnya Jepang kepada Sekutu berlaku ketentuan
bahwa tentara Jepang tidak diperbolehkan lagi mengubah status quo
(status politik Indonesia). Sejak tengah hati sebelumnya, tentara Jepang
semata-mata sudah merupakan alat Sekutu dan diharuskan tunduk kepada
Sekutu”. Berdasarkan garis kebijakan itu, Nishimura melarang Soekarno-
Hatta untuk mengadakan rapat PPKI dalam rangka proklamasi kemerdekaan.

Ir. Soekarno yang menuliskan konsep naskah proklamasi, sedangkan


Drs. Moh. Hatta dan Mr. Ahmad Subardjo menyumbangkan pikiran secara
lisan. Kalimat pertama dari naskah proklamasi merupakan saran dari Mr.
Ahmad Subardjo yang diambil dari rumusan di BPUPKI, sedangkan kalimat
terakhir merupakan sumbangan pikiran dari Drs. Moh. Hatta. Hal ini
disebabkan menurut beliau perlu adanya tambahan pernyataan pengalihan
kekuasaan (Transfer of Sovereignty).
Pada pukul 04.30 waktu Jawa, konsep naskah proklamasi telah selesai
disusun. Selanjutnya, mereka menuju ke serambi depan menemui para
hadirin yang menunggu. Ir. Soekarno memulai membuka pertemuan dengan
membacakan naskah proklamasi yang masih konsep tersebut. Ir. Soekarno
meminta kepada semua hadirin untuk menandatangani naskah proklamasi
selaku wakil-wakil bangsa Indonesia. Pendapat itu diperkuat oleh Moh.
Hatta dengan mengambil contoh naskah Declaration of Independence dari
Amerika Serikat. Usulan tersebut namun ditentang oleh tokoh-tokoh
pemuda. Karena mereka beranggapan bahwa sebagian tokoh-tokoh tua yang
hadir adalah “kepanjangan tangan” dari Jepang. Selanjutnya, Sukarni, salah
satu seorang tokoh golongan muda, mengusulkan agar yang menandatangani
naskah proklamasi cukup Ir. Soekarno dan Moh. Hatta atas nama bangsa
Indonesia.
Ir. Soekarno memulai membuka pertemuan dengan membacakan
naskah proklamasi yang masih konsep tersebut. Ir. Soekarno meminta
kepada semua hadirin untuk menandatangani naskah proklamasi selaku
wakil-wakil bangsa Indonesia. Pendapat itu diperkuat oleh Moh. Hatta
dengan mengambil contoh naskah Declaration of Independence dari
Amerika Serikat. Usulan tersebut namun ditentang oleh tokoh-tokoh
pemuda. Karena mereka beranggapan bahwa sebagian tokoh-tokoh tua yang
hadir adalah “kepanjangan tangan” dari Jepang. Selanjutnya, Sukarni, salah
satu seorang tokoh golongan muda, mengusulkan agar yang menandatangani
naskah proklamasi cukup Ir. Soekarno dan Moh. Hatta atas nama bangsa
Indonesia.
Setelah usulan Sukarni itu disetujui, Ir. Soekarno meminta kepada
Sayuti Melik untuk mengetik naskah tulisan tangan Ir. Soekarno tersebut
dengan disertai perubahan-perubahan yang telah disepakati. Ada tiga
perubahan yang terdapat pada naskah ketikan Sayuti Melik, yaitu kata
“tempoh” diganti menjadi “tempo”, sedangkan kata “wakil-wakil bangsa
Indonesia” diganti menjadi “Atas nama bangsa Indonesia”. Perubahan juga
dilakukan dalam cara menuliskan tanggal, yaitu “Djakarta, 17-8-05” diubah
menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen ‘05”. Kemudian, timbul
persoalan mengenai tempat proklamasi akan diselenggarakan. Sukarni
mengusulkan bahwa Lapangan Ikada (yang sekarang adalah bagian tenggara
lapangan Monumen Nasional) telah dipersiapkan bagi kumpulnya
masyarakat Jakarta untuk mendengarkan pembacaan naskah proklamasi.
Akan tetapi, Ir. Soekarno menganggap Lapangan Ikada adalah salah satu
lapangan umum yang dapat menimbulkan bentrokan antara rakyat dengan
pihak militer Jepang. Oleh karena itu, Bung Karno mengusulkan agar
upacara proklamasi dilaksanakan di rumahnya, Jalan Pegangsaan Timur
Nomor 56, Jakarta, dan disetujui oleh para hadirin.

H. PELAKSANAAN PROKLAMASI KEMERDEKAAN

Proses pelaksanaan Proklamsi yang juga diikuti oleh pengibaran bendera Merah Putih. Bendera
Merah Putih ini sebelumnya telah dijahit dan disiapkan oleh Ibunda Fatmawati.

Pada pukul 05.00 waktu Jawa tanggal 17 Agustus 1945, para pemimpin
Indonesia dari golongan tua dan golongan muda keluar dari rumah Laksamana
Maeda. Mereka pulang ke rumah masing-masing setelah berhasil merumuskan
naskah proklamasi. Mereka telah sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan
pada pukul 10.30 waktu Jawa (pukul 10.00 WIB sekarang). Sebelum pulang, Bung
Hatta berpesan kepada para pemuda yang bekerja di kantor berita dan pers,
terutama B.M. Diah untuk memperbanyak teks proklamasi dan menyiarkannya ke
seluruh Indonesia bahkan seluruh dunia.
Menjelang pukul 10.30, para pemimpin bangsa Indonesia telah
berdatangan ke Jalan Pegangsaan Timur, antara lain Mr. A.A. Maramis, Ki Hajar
Dewantara, Sm Ratulangi, K.H. Mas Mansur, Mr. Sartono, M. Tabrani, dan A.G.
Pringgodigdo. Adapun susunan acara yang telah dipersiapkan adalah sebagai
berikut :

1. Pembacaan Proklamasi.

2. Pengibaran Bendera Merah Putih.

3. Sambutan Walikota Suwirjo dan Muwardi.

Berita proklamasi juga disiarkan melalui pers dan surat selebaran. Hampir
seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat
berita proklamasi dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, seperti
surat kabar Soeara Asia di Surabaya dan harian Tjahaja di Bandung.
PEMBENTUKAN PEMERINTAHAN PERTAMA RI

Sehari setelah proklamasi dikumandangkan, para pemimpin bekerja keras


membentuk lembaga pemerintahan sebagaimana layaknya suatu negara merdeka.
PPKI kemudian menyelenggarakan rapat pada 17 Agustus 1945. Atas inisiatif
Soekarno dan Hatta, mereka merencanakan menambah sembilan orang sebagai
anggota baru yang terdiri dari para pemuda, seperti Chairul Saleh dan Sukarni.
Namun, para pemuda memutuskan untuk meninggalkan tempat karena
menganggap PPKI adalah bentukan Jepang.

1. Pengesahan UUD 1945

Rapat pertama PPKI untuk mengesahkan UUD 1945 tanggal 18


Agustus 1945 dilaksanakan di Pejambon Jakarta. Sebelumnya, Soekarno dan
Hatta meminta Ki Bagus Hadikusumo, K.H.Wachid Hasjim, Mr. Kasman
Singodimedjo, dan Mr.Teuku Mohammad Hassan untuk mengkaji
rancangan pembukaan UUD. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Piagam
Jakarta yang dianut oleh BPUPKI pada 22 Juni 1945, khususnya berkaitan
dengan kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi para pemeluk-pemeluknya”.
Rapat berhasil menyepakati bersama rancangan Pembukaan dan UUD
Negara Republik Indonesia. Rancangan yang dimaksud adalah Piagam
Jakarta yang dibuat oleh BPUPKI dengan sedikit perubahan disahkan
menjadi UUD. Isi dari UUD meliputi Pembukaan, Batang Tubuh yang
terdiri dari 37 Pasal, 4 Pasal Aturan Peralihan, dan 2 Ayat Aturan Tambahan
disertai dengan penjelasan. Dengan demikian, Indonesia memiliki landasan
hukum yang kuat dalam hidup bernegara dengan menentukan arahnya
sendiri.

2. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden


Pada hari yang sama, dalam rapat untuk memilih presiden dan wakil
presiden, tampil Otto Iskandardinata yang mengusulkan agar pemilihan
dilakukan secara mufakat. Ia sendiri mengajukan Soekarno dan Hatta
masing-masing sebagai presiden dan wakil presiden. Tentunya hal ini sesuai
dengan UUD yang baru disahkan.
Dalam musyawarah untuk mufakat, secara aklamasi peserta sidang
menyetujui dan menetapkan Soekarno dan Hatta sebagai presiden dan wakil
presiden pertama Republik Indonesia, diiringi dengan lagu kebangsaan
“Indonesia Raya”.
3. Pembagian Wilayah Indonesia
Rapat PPKI pada 19 Agustus 1945 memutuskan pembagian wilayah
Indonesia menjadi delapan provinsi di seluruh bekas jajahan Hindia
Belanda. Kedelapan provinsi tersebut adalah Jawa Timur, Jawa Tengah,
Jawa Barat, Borneo (Kalimantan), Maluku, Sulawesi, Sunda Kecil (Nusa
Tenggara), Sumatra, dan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Surakarta.
4. Pembentukan Kementerian
Setelah rapat menetapkan wilayah, Panitia Kecil yang dipimpin oleh
Mr. Ahmad Soebardjo menyampaikan laporannya. Panitia Kecil mengajukan
tiga belas kementerian. Sidang kemudian membahas usulan tersebut dan
menetapkan perihal kementerian. Selanjutnya, rapat memutuskan adanya
dua belas departemen dan satu Kementerian Negara, yaitu :
1. Menteri Luar Negeri Mr. Achmad Soebardjo
2. Menteri Dalam Negeri R.A.A. Wiranatakoesoema
Wakil Menteri Dalam Negeri Mr. Harmani
3. Menteri Keamanan Rakyat Soeljadikoesoemo
4. Menteri Kehakiman Prof. Dr. Soepomo
5. Menteri Penerangan Amir Sjarifuddin
Wakil Menteri Penerangan Ali Sastroamidjojo
6. Menteri Keuangan Dr. Samsi Sastrawidagda
7. Menteri Kemakmuran Ir. Soerachman Tjokroadisoerjo
8. Menteri Pekerjaan Umum Abikoesno Tjokrosoejoso
9. Menteri Perhubungan Abikoesno Tjokrosoejoso
10.Menteri Sosial Iwa Koesoemasoemantri
11.Menteri Pengajaran Ki Hadjar Dewantara
12.Menteri Kesehatan Dr. Boentaran Martoatmodjo

Menteri Negara :
1. Mohammad Amir Wahid Hasjim
2. Mr. Sartono
3. A. A. Maramis
4. Otto Iskandardinata
Pejabat setingkat menteri
1. Ketua Mahkamah Agung Dr. Koesoema Atmadja
2. Jaksa Agung Gatot Tarunamihardja
3. Sekretaris Negara Abdoel Gaffar Pringgodigdo
4. Juru bicara negara Soekarjo Wirjopranoto

5. Pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat


Pada 22 Agustus 1945, PPKI kembali menyelenggarakan rapat
pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang akan
menggantikan PPKI. Soekarno dan Hatta mengangkat 135 orang anggota
KNIP yang mencerminkan keadaan masyarakat Indonesia. Seluruh anggota
PPKI, kecuali Soekarno dan Hatta menjadi anggota KNIP. Mereka
kemudian dilantik pada 29 Agustus 1945. Susunan pengurus KNIP adalah
sebagai berikut :
Ketua KNIP : Mr. Kasman Singodimejo
Wakil Ketua I : Sutarjo Kartohadikusumo
Wakil Ketua II : Mr.J.Latuharhary
Wakil Ketua III : Adam Malik
Tugas dan wewenang KNIP adalah menjalankan fungsi pengawasan
dan berhak ikut serta dalam menetapkan GBHN.
6. Membentuk Kekuatan Pertahanan dan Keamanan
Pada 23 Agustus Presiden Soekarno mengesahkan secara resmi
berdirinya BKR sebagai badan kepolisian yang bertugas menjaga keamanan.
Mayoritas angota BKR terdiri dari mantan anggota PETA, KNIL, dan
Heiho. Terpilih sebagai pimpinan BKR pusat adalah Kaprawi.
Berdasarkan maklumat Presiden RI, pada 5 Oktober berdirilah
Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Soepriyadi (tokoh perlawanan tentara
PETA terhadap Jepang di Blitar) terpilih sebagai pimpinan TKR. Atas dasar
maklumat itu, Oerip Soemohardjo segera membentuk Markas Besar TKR
yang dipusatkan di Yogyakarta.
Pada perkembangannya, Tentara Keamanan Rakyat berubah menjadi
Tentara Keselamatan Rakyat pada 7 Januari 1946. Nama itu berubah
kembali menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) pada 24 Januari 1946.
TRI berubah nama menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada 3 Juni
1947. Dengan demikian, hingga pertengahan 1947 pemerintah telah berhasil
menyusun, mengonsolidasi, sekaligus menyatukan alat pertahanan dan
keamanan.
RIWAYAT HIDUP TOKOH-TOKOH PEMUDA MASA PROKLAMASI

Berikut ini adalah biografi beberapa tokoh pelopor terjadi peristiwa


rengasdengklok yang terjadi pada tanggal 16 agustus tahun 1945 pukul 03.00 wib :

1. CHAERUL SALEH
Chaerul Saleh Datuk Paduko Rajo atau lebih dikenal dengan nama
Chaerul Saleh lahir di Sawahlunto, Sumatera Barat pada tanggal 13
September 1916. Ia adalah seorang pejuang kemerdekaan dan tokoh politik
Indonesia yang pernah menjabat sebagai menteri, wakil perdana menteri,
dan ketua MPRS antara tahun 1957 sampai 1966. Chaerul Saleh menempuh
pendidikan SR (Sekolah Rakyat) di Medan dan diselesaikannya di
Bukittinggi (1924-1931).
Setelah tamat ia melanjutkan ke HBS (Hogere Burger School) bagian B
di Medan dan diselesaikannya di Jakarta (1931-1937). Melanjutkan lagi ke
Fakultas Hukum di Jakarta (1937-1942). Menjabat Ketua Persatuan Pemuda
Pelajar Indonesia (1940-1942), dan setelah Jepang masuk jadi anggota dari
panitia Seinendan, membentuk Barisan Banteng, dan anggota PUTERA dan
Barisan Pelopor yang dipimpin oleh Ir. Soekarno. Selanjutnya ia menjadi
wakil ketua pada Gerakan Angkatan Baru dan Pemuda.
Setelah kembali pada Desember 1956 ia diangkat menjadi wakil ketua
umum Legiun Veteran RI. Tanggal 9 April 1957 diangkat menjadi Menteri
Veteran dalam Kabinet Karya, pada tanggal 10 Juli 1959 diangkat pada
kementrian Perindustrian Dasar dan Pertambangan dan Migas. Pada tanggal
13 November 1963 diangkat menjadi Wakil Perdana Menteri III. Tanggal 8
Februari 1967 ia meninggal dunia. Untuk mengenang jasanya di bidang
kemiliteran, pangkat terakhir yang diperoleh adalah Jenderal Kehormatan
TNI AD, sedangkan bintang jasa yang diperoleh antara lain Bintang Gerilya,
Satyalencana Peristiwa Aksi Militer II, Satyalencana Peringatan Perjuangan
Kemerdekaan, Bintang Mahaputra Tingkat III, Satyalencana Satya Dharma,
Lencana Kapal Selam RI, dan Doktor Honoris Causa dalam Ilmu
Kemasyarakatan dari Universitas Hasanuddin.

2. JUSUF KUNTO
Jusuf Kunto lahir di Salatiga pada tanggal 8 Agustus 1921. Jusuf Kunto sebenarnya
bernama asli Kunto. Namanya berubah menjadi Jusuf Kunto sejak tahun 1937,
diambil dari nama depan keluarga kakak sepupunya, Mr. Jusuf Suwondo. Jusuf
Kunto merupakan salah satu tokoh yang ikut menculik Soekarno dan Hatta ke
Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945. Dia bersama Sukarni dan
beberapa anggota PETA yang menjemput dan membawa Soekarno dan Hatta
menuju Rengasdengklok. Jusuf Kunto pernah tinggal di Pangkalpinang, Bangka,
karena ia mengikuti ayahnya yang bekerja sebagai mantra kesehatan di Tambang
Timah Bangka. Ia menempuh pendidikan formalnya di Hollandsch Chinesche
School, sekolah khusus untuk orang-orang keturunan Cina.

Anda mungkin juga menyukai