Anda di halaman 1dari 3

1.

Ekonomi perang

Pada masa pendudukan di Indonesia, Jepang mengeluarkan kebijakan ekonomi perang. Ekonomi
perang merupakan kebijakan pemerintah Jepang yang digunakan untuk menggali semua kekuatan
ekonomi di Indonesia. Kebijakan tersebut dikeluarkan untuk membantu kegiatan Jepang yang
tengah menghadapi pada Perang Dunia II.

Mengapa Jepang menerapkan kebijakan ekonomi perang? Dalam buku Ekonomi Indonesia (2017)
Dalam Lintasan Sejarah karya Boediono, Perang Dunia II mengubah peta politik. Indonesia dikuasai
oleh Jepang pada 1942-1945. Tujuan politik penguasa baru untuk adalah menjadikan Indonesia
sebagai penyangga tentara Jepang untuk memenangi peperangan. Untuk mencapai tujuan politik
tersebut, sistem ekonomi perang diterapkan. Saat PD II pecah, di daratan Eropa satu demi satu
negara jatuh ke tangan Jerman. Di Asia, khususnya di Asia Timur dan Asia Tenggara satu demi satu
negara seperti Indonesia jatuh ke Jepang. Pada Maret 1942, Belanda menyerah. Berakhirlah masa
kekuasan Belanda yang panjang di Indonesia dan diganti kekuasaan yang jauh lebih keras dan lebih
eksploitatif. Selama 3,5 tahun di bawah pendudukan Jepang ekonomi Indonesia beroperasi dengan
modus darurat perang.

2. Pengendalian di Bidang Pendidikan dan Kebudayaan

Pada masa Pendudukan Jepang, Pemerintah Jepang mengubah sistem pendidikan dan kebudayaan
di Indonesia secara drastis. Adanya pembatasan kegiatan pendidikan dan memprioritaskan latihan
militer. Selain itu, para pelajar harus menghormati budaya dan adat istiadat Jepang. Tak hanya itu,
mereka juga harus melakukan kegiatan kerja bakti. kegiatan kerja bakti itu meliputi: pengumpulan
bahan-bahan untuk perang, penanaman bahan makanan, penanaman pohon jarak, perbaikan jalan,
dan pembersihan asrama. Akibat keputusan pemerintahan Jepang tersebut membuat angka buta
huruf menjadi meningkat. Oleh karena itu pemuda Indonesia mengadakan program pemberantasan
buta huruf yang dipelopori oleh putera. Berdasarkan kenyataan tersebut dapat dikatakan bahwa
kondisi pendidikan di Indonesia pada masa pendudukan Jepang mengalami kemunduran. Bagi
Jepang, pelaksanaan pendidikan bagi rakyat Indonesia bukan untuk membuat pandai tetapi dalam
rangka untuk pembentukan kader-kader yang memelopori program kemakmuran bersama Asia
timur raya.

3. 3. Pengerahan Romusha

Romusha adalah kata yang berasal dari bahasa Jepang dan memiliki arti serdadu pekerja. Para
penjajah membentuk kelompok-kelompok penduduk pribumi dan menjadikan mereka sebagai buruh
kasar di bawah kekuasaan Jepang. Romusha adalah pekerjaan yang bersifat sukarela sehingga hanya
dilakukan oleh para sukarelawan, seperti pengangguran yang sedang mencari pekerjaan.

Mengutip buku Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Nusa Tenggara Barat oleh Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, tujuan romusha adalah untuk membuat tempat-tempat pertahanan
dan meningkatkan hasil produksi pertanian. Adapun pekerjaan berat yang dilakukan oleh romusha
adalah membangun kubu-kubu pertahanan, terowongan bawah tanah dan daerah perbukitan,
lapangan terbang, dan bangunan militer di garis depan. Perlakuan penjajah Jepang kepada para
romusha untuk memenuhi tujuannya bahkan lebih keji daripada apa yang terjadi pada para pekerja
rodi. Para romusha bekerja tidak mengenal waktu, karenanya begitu banyak di antara mereka yang
tumbang karena kelaparan dan beberapa lainnya tewas karena dibunuh.Beberapa dampak dari kerja
paksa romusha adalah:

1. Kemiskinan yang disebabkan oleh penyerahan wajib padi kepada pemerintah

2. Kelangkaan bahan pangan

3. Tingkat kesehatan menurun

4. Angka kematian meningkat

4. Perang Melawan Sang Tirani

Pada masa pendudukan Jepang banyak perempuan Indonesia yang ditipu oleh Jepang dengan dalih
bekerja sebagai perawat atau disekolahkan, ternyata hanya dipaksa untuk melayani para kempetai.
Oleh sebab itu, timbul berbagai perlawanan terhadap pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia

a. Aceh Angkat Senjata


‘Aceh Angkat Senjata’ adalah salah satu bentuk perlawanan rakyat Indonesia terhadap
penjajah Jepang dan perisitiwa ini terjadi pada November 1942 di Lhoukseumawe sekitar Cot
Plieng, Aceh. Perlawanan ini berakhir dikarenakan ketika Abdul Jalil dan pengikutnya sedang
mendirikan shalat ditembaki oleh tentara Jepang hingga sang pemimpin tewas.
b. Perlawanan di Singaparna
Perlawanan rakyat Singaparna adalah aksi perlawanan yang dilakukan rakyat Singaparna
terhadap Jepang pada 25 Februari 1944. Perlawanan Rakyat Singaparna dipimpin oleh KH
Zainal Mustofa. Perlawanan ini terjadi karena rakyat Singaparna diharuskan melakukan
kegiatan Seikerei atau penghormatan terhadap Dewa Matahari.
c. Perlawanan rakyat Indramayu
Latar belakang dan sebab-sebab perlawanan itu tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi
di Singaparna. Para petani dan rakyat Indramayu pada umumnya hidup sangat sengsara.
Begitu juga kebijakan untuk mengerahkan tenaga romusa juga terjadi di Indramayu,
sehingga semakin membuat rakyat menderita. Rakyat tidak dapat menerima cara-cara
Jepang yang demikian. Rakyat protes dan melawan. Mereka bersemboyan «lebih baik mati
melawan Jepang daripada mati kelaparan». Setelah kejadian tersebut, maka terjadilah
perlawanan yang dilancarkan oleh rakyat.
d. Rakyat Kalimantan angkat senjata
Pemimpin Suku Dayak ini memiliki pengaruh yang luas di kalangan orang-orang atau suku-
suku dari daerah Tayan, Meliau, dan sekitarnya.Pang Suma dan pengikutnya melancarkan
perlawanan terhadap Jepang dengan taktik perang gerilya. Lebih menyedihkan lagi, para
mata-mata itu juga tidak segan-segan menangkap rakyat, melakukan penganiayaan, dan
pembunuhan, baik terhadap orang-orang yang dicurigai atau bahkan terhadap saudaranya
sendiri.
e. Perlawanan Rakyat Irian Barat
Pada 1943, rakyat Papua melakukan perlawanan terhadap Jepang. Perlawanan rakyat Papua
tersebut diawali dengan kemunculan gerakan Koreri di Biak. Pasalnya, selama berkuasa di
Biak, Jepang melakukan hal-hal kejam. Rakyat Biak dijadikan budak, dipukuli, dan dianiaya
secara keji. Rakyat Papua yang merasa Jepang sudah berperilaku seenaknya pun melakukan
perlawanan di bawah pimpinan L Rumkorem. Gerakan Koreri adalah gerakan yang menjadi
wujud kekecewaan rakyat Papua atas tindakan Jepang dengan basis perlawanan di Biak.
f. Peta di Blitar Angkat Senjata
Pemberontakan PETA (Pembela Tanah Air) di Blitar adalah sebuah peristiwa pemberontakan
yang dilakuan sebuah batalion PETA (Pembela tanah Air) di Blitar, Jawa Timur pada tanggal
14 Februari 1945. Pemberontakan ini dipimpin oleh Shodancho Soeprijadi terhadap pasukan
Jepang. Latar belakang perlawanan PETA di Blitar, Jawa Timur adalah rendahnya status
perwira PETA, pemerasan ekonomi, dan pengerahan tenaga kerja secara paksa (romusha).

Anda mungkin juga menyukai