Indonesia. Pasalnya, bukan hanya sumber daya alam, tenaga manusia juga diperas untuk
kepentingan Jepang. Namun, dibalik mirisnya kehidupan bangsa Indonesia pada masa
kependudukan Jepang, ada dampak positif yang terasa sampai saat ini di beberapa bidang
kehidupan.
Dampak kependudukan Jepang pada kehidupan masyarakat Indonesia bisa dilihat di sejumlah
bidang, termasuk politik, ekonomi, sosial-budaya, pendidikan serta bidang birokrasi dan militer.
Jepang memberikan suatu gelar kepahlawanan bagi pekerja yang meninggal dunia akibat
kekejaman romusa. Gelar tersebut bernama “pahlawan pekerja” atau “prajurit ekonomi”..
Tujuan Romusha
Mengutip buku Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Nusa Tenggara Barat oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, tujuan romusha adalah untuk membuat tempat-
tempat pertahanan dan meningkatkan hasil produksi pertanian.
Adapun pekerjaan berat yang dilakukan oleh romusha adalah membangun kubu-kubu
pertahanan, terowongan bawah tanah dan daerah perbukitan, lapangan terbang, dan
bangunan militer di garis depan.
Perlakuan penjajah Jepang kepada para romusha untuk memenuhi tujuannya bahkan lebih
keji daripada apa yang terjadi pada para pekerja rodi.
Para romusha bekerja tidak mengenal waktu, karenanya begitu banyak di antara mereka
yang tumbang karena kelaparan dan beberapa lainnya tewas karena dibunuh.
Tindakan Jepang dalam mengeksploitasi sumber daya alam dan sumber daya manusia
tentunya memberikan dampak bagi negara Indonesia.
Dari dampak-dampak di atas maka dapat diketahui bahwa betapa buruknya kehidupan
sosial rakyat Indonesia saat dikuasai oleh Jepang. Eksploitasi yang dilakukan secara
besar-besaran melalui sistem kerja paksa romusha menimbulkan dampak negatif yang
signifikan bagi rakyat Indonesia.
Masyarakat dipaksa dan dikerahkan untuk membangun dan memperbaiki jalan, menanam
tanaman jarak di sepanjang jalan dan membangun saluran air.
Adanya kesulitan komunikasi karena Jepang sebagai pengendali utama secara sengaja
melakukan hal tersebut terjadi.
Adanya penggantian nama pada beberapa kota di Indonesia. Awalnya, kota tersebut
merupakan serapan dari Bahasa Belanda dan diganti dengan asli nama Indonesia. (contoh
: Buitenzorg menjadi Bogor, Batavia menjadi Jakarta).
Adanya pembangunan suatu Gedung kebudayaan di Jakarta dan diberi nama Keimun
Bunda Shidosho pada 1 April 1943.
Diterapkannya kebijakan tradisi kerja bakti massal pada masa Jepang yang dikenal
dengan Kinrohoshi.
Komunikasi antarpulau dan akses ke dunia luar yang terkendala dan terhambat karena
saluran komunikasi diambil alih Jepang.
Semua nama-nama kota yang menggunakan bahasa Belanda diganti menjadi
menggunakan Bahasa Indonesia misalnya Batavia menjadi Jakarta, dan Buitenzorg
menjadi Bogor.
Pada 1 April 1943 didirikan sebuah pusat kebudayaan bernama Keimin Bunka Shidoso
untuk mengawasi gerak para seniman supaya tetap sejalan dengan tujuan dan propaganda
Jepang.
Kebijakan Seikerei atau penghormatan pada Kaisar Jepang Tenno Heika dengan
membungkuk 90 derajat tiap pagi ke arah matahari terbit.
Kaisar Tenno Heika dianggap sebagai keturunan Dewa Matahari, sehingga penghormatan
ini dilakukan sebagai bentuk tunduk pada Kaisar.
Namun, kebijakan ini menimbulkan pertentangan di kalangan para ulama muslim hingga
sering menimbulkan bentrok fisik dengan pihak Dai Nippon.
Salah satu peristiwa perlawanan ulama yang terkenal adalah peristiwa Singaparna yang
diinisiasi oleh KH Zainal Mustafa di Tasikmalaya, Jawa Barat.