I. Latar Belakang
1
selatan1. Sehingga pada 7 Desember 1941, Jepang menyerang Pearl Harbour
dan Jepang resmi ikut andil dalam Perang Dunia II.
1
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI: Zaman
Jepang dan Zaman Republik (1942-1998), Jakarta: Balai Pustaka, 2011, hlm. 1.
2
Nugroho Notosusanto, The Peta Army: During The Japanese Occupation Of Indonesia, Tokyo:
Waseda University Press, 1979, hlm. 29-30
3
Pusponegoro dan Notosusanto, op.cit., hlm. 69
2
Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, Sumatera hingga ke
Papua.
Dengan mengangkat topik “jugun ianfu” yang sangat kontroversial ini,
penulis ingin mengetahui lebih banyak tentang jugun ianfu ini. Selain itu,
dalam paper ini, penulis juga akan melihat lebih dalam dampak Jugun Ianfu
dalam bidang kesehatan fisik dan mental di kalangan jugun ianfu itu sendiri.
Terakhir, penulis ingin mengetahui kisah-kisah kelam dari para jugun ianfu.
4
Laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Jaringan Advokasi Jugun Ianfu
Indonesia
(JAJI), Menggugat Negara Indonesia atas Pengabaian Hak-hak Asasi Manusia (Pembiaran) Jugun
Ianfu sebagai
Budak Seks Militer dan Sipil Jepang 1942 – 1945, Jakarta: Komnas HAM, 2012, hlm. xvi
3
sebagai wilayah logistik Jepang dalam Perang Pasifik. Hal ini dikarenakan
pertimbangan bahwa perang modern menaklukan Asia Pasifik yang
dilakukan militer Jepang tidak akan mungkin dilakukan tanpa persediaan
minyak. Hindia Belanda adalah salah satu wilayah dengan kandungan minyak
yang besar di Asia.
Pada awalnya, Jepang tidak langsung menginvasi wilayah-wilayah di
Indonesia dari tangan Belanda. Selama tahun 1930-an, orang-orang Jepang
mulai berdatangan ke Indonesia dan menjadi pedagang dan menjual barang
dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan pedagang-pedagang
lain5. Selain menjadi pedagang, ada juga yang menjadi tukang foto keliling,
tukang sol sepatu, dan lain-lain. Hal ini dilakukan Jepang untuk mencari
wilayah-wilayah yang aman untuk mendarat nantinya. Pada masa ini juga,
orang-orang Jepang yang berada di Indonesia telah memainkan strategi yang
licik. Mereka berlaku sangat sopan sehingga pribumi lebih hormat dan
bersimpati kepada mereka dibandingkan dengan orang-orang Belanda.
Pada tanggal 1 Maret 1942, Tentara Ke-16 Jepang berhasil mendarat
di tiga tempat sekaligus, yakni Teluk Banten, Eretan (Jawa Barat), dan Kragan
(Jawa Tengah)6. Pulau Jawa hanya bisa dipertahankan Belanda selama
delapan hari saja. Pada 9 Maret 1942, belanda menyerah tanpa syarat ke
Jepang di Kalijati, Subang. Sejak saata itu, pendudukan Jepang di Indonesia
resmi dimulai.
Pada awalnya, Jepang diterima dengan sangat baik oleh para pribumi.
Hal ini dikarenakan Jepang yang berhasil menumpaskan kolonialisme
Belanda di Indonesia. Selain itu, penerimaan yang terbuka oleh rakyat
Indonesia juga disebabkan oleh salah satu Ramalan Jayabaya yang
meramalkan bahwa akan ada orang kate yang akan menguasai Indonesia
hanya seumur jagung dan sesudah itu kemerdekaan akan tercapai 7. Selain dari
5
Notosusanto, op.cit., hlm. 20
6
Pusponegoro dan Notosusanto, op.cit., hlm. 7
7
Pusponegoro dan Notosusanto, ibid, hlm. 27
4
dua hal tersebut, Jepang juga melakukan propaganda-propaganda yang
ditujukan untuk menarik simpati rakyat Indonesia.
Setibanya di Indonesia, Jepang langsung membentuk organisasi-
organisasi yang ditujukan untuk kepentingan Perang Asia Timur Raya yang
ingin dimenanginya. Dalam bidang militer, Jepang membentuk PETA dan
Heiho. Dalam bidang semi-militer, Jepang membentuk Seinendan, Keibodan,
Fujinkai, Jibakutai, dan lain-lain. Dalam bidang politik, Jepang membentuk
Gerakan Tiga A, Chuo Sangi In, dan PUTERA. Lalu, dalam bidang
“hiburan”, pemerintah Jepang membentuk Jugun Ianfu.
Jugun ianfu didirikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
pemerkosaan yang dilakukan oleh tentara Jepang kepada perempuan lokal.
Karena pemerkosaan kerap terjadi di daerah-daerah yang diduduki oleh
Jepang. Salah satunya adalah peristiwa pembantaian dan pemerkosaan massal
yang terjadi di Nanking yang terjadi saat Jepang menduduki wilayah tersebut.
Pembantaian dan pemerkosaan massal ini merupakan perbuatan keji yang
tidak bermoral. Atas dasar ini, pemerintah militer Jepang mulai mengeluarkan
kebijakan “comfort system” dimana didalamnya terdapat “comfort stations”
atau Ian-jo yang merupakan rumah bordil yang menampung para “comfort
women” atau jugun ianfu. Kebijakan ini diterapkan di setiap wilayah yang
diduduki Jepang.
8
Dimar Kartika Listiyanti, 2008, Jugun Ianfu Pada Masa Pendudukan Jepang di Indonesia 1942-1945:
Sebuah Analisis Perspektif Gender (Skripsi), Universitas Indonesia, hal. 56
5
Kepala Biro Medis Kementerian Perang, Setsuzo Kinbara, sejak tahun 1941
sudah giat menganjurkan agar ian-jo didirikan di Indonesia. Selain itu,
pendirian ian-jo dan pembentukan jugun ianfu juga dipertimbangkan atas
mayoritas agama yang dianut pribumi pada saat itu yaitu Islam. Apabila nafsu
tentara Jepang yang tidak dapat tersalurkan, maka hal tersebut akan memicu
adanya pemerkosaan. Pemerkosaan tersebut dikhawatirkan akan menurunkan
simpati rakyat Indonesia terhadap Jepang. Ian-jo pun mulai didirikan di
beberapa tempat di Jawa, Balikpapan, Ambon, dan beberapa wilayah lainnya
di Indonesia.
Perekrutan wanita-wanita yang akan dijadikan jugun ianfu dilakukan
dengan berbagai cara. Mulai dari cara yang halus dan kasar. Cara halus
dilancarkan dengan janji-janji yang diberikan oleh pemerintah Jepang kepada
perempuan-perempuan Indonesia. Janji-janjinya antara lain diberangkatkan
untuk menempuh pendidikan di Singapura dan Jepang secara gratis. Selain
pendidikan gratis, ada janji lain yang diberikan oleh pemerintah Jepang. Yaitu
diberikan posisi atau jabatan yang tinggi ketika kembali ke tanah air. Karena
janji-janji yang diberikan berfokus pada bidang pendidikan, maka tak heran
yang terbuai akan janji-janji ini adalah perempuan muda berumur 13-17
tahun. Dengan umur yang masih amat belia, maka dapat disimpulkan bahwa
kondisi perempuan-perempuan belia tersebut masih perawan. Walaupun
sudah berjanji, namun kenyataannya tidak ada perempuan yang benar-benar
sampai ke tujuan untuk menempuh pendidikan. M.engapa perempuan-
perempuan Indonesia sangat mudah terbuai oleh janji-janji yang diberikan
oleh pemerintah Jepang? Ada tiga faktor penyebabnya, yakni 1). Semangat
para perempuan muda untuk memperbaiki kondisi keluarga dan mengabdi
untuk bangsanya, 2). Keadaan Indonesia yang sangat sulit pada saat itu
sehingga banyak perempuan yang memimpikan kehidupan yang lebih baik,
dan 3). Peran orangtua yang bekerja dan mengabdikan diri kepada Jepang.
Pada umumnya, mereka dijadikan Jugun Ianfu di daerahnya sendiri. Namun
ada pula yang dikirim ke Burma dan Filiphina.
6
Selain dengan cara halus, pemerintah Jepang juga merekrut para jugun
ianfu dengan cara paksaan, kekerasan, dan juga ancaman. Bahkan ada seorang
perempuan korban jugun ianfu yang diculik paksa ketika sedang bermain di
pinggir jalan. Pemerintah Jepang juga melancarkan ancaman-ancaman kepada
para calon Jugun Ianfu dan juga para orangtua. Para perempuan-perempuan
yang sudah terekrut, dikumpulkan dalam ian-jo yang merupakan bekas
asrama peninggalan Belanda, markas militer Jepang, dan rumah-rumah
penduduk yang sengaja dikosongkan9.
Ketika berada dalam ian-jo, para jugun ianfu mendapat kamar dengan
nomor kamar dan namanya diganti menjadi nama Jepang. Hal ini
dimaksudkan agar para tentara Jepang merasa sedang menggauli perempuan
dari negaranya sendiri, padahal mereka sedang menggauli perempuan
Indonesia. Dalam ian-jo, para jugun ianfu diberi makan rata-rata dua kali
sehari namun tak jarang pula hanya diberi sarapan.
9
Pusponegoro dan Notosusanto, op.cit., hlm. 69
7
seksual di antara para tentara, dan bukan untuk kepentingan para
perempuan10.
“Pada saat itulah saya, yang telah meninggalkan rumah dan pergi
begitu jauhnya untuk bekerja dan menjadi mandiri, syok tak terbayangkan
pekerjaan yang harus saya lakukan.... Saya berontak tidak mau berbaring di
papan pemeriksaan, tetapi petugas medis langsung menelanjangi dan lalu
memeriksa saya”12. Itulah pengakuan dari Song Shin Do13. Karena sudah
dikatakan bahwa Jepang tidak hanya menetapkan kebijakan “comfort system”
di Indonesia melainkan di setiap negara yang diduduki Jepang. Para
10
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Pengadilan Kejahatan Perang Internasional
Terhadap Perempuan Keputusan 4 Desember 2001, Jakarta: Komnas HAM, 2013, hlm 106
11
Pusponegoro dan Notosusanto, op.cit., hlm 72
12
Komnas HAM, op.cit., hlm. 116
13
Seorang jugun ianfu asal negeri Korea yang dibawa ke Indonesia
8
perempuan-perempuan di daerah-daerah tersebut kemudian bisa menjadi
jugun ianfu di daerahnya sendiri ataupun dikirim ke negara lain.
14
Salah satu korban yang terpaksa menjadi jugun ianfu dan ditempatkan di Bandung
15
Komnas HAM, op.cit., hlm.18
16
Pusponegoro dan Notosusanto, op.cit., hlm. 74
17
Komnas HAM, op.cit., hlm. 119
9
para jugun ianfu pastinya sangat rentan terkena penyakit menular
seksual. Namun, hal tersebut tidak dapat tertangani dengan baik.
18
Komnas HAM, op.cit., hlm 125
10
memerkosa. Saat diperiksa dan ditelanjangi bulat-bulat, pintu ruang
pemeriksaan terbuka lebar agar para tentara dapat melihat.
Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan bukanlah bertujuan untuk
menyembukan penyakit, namun hanya untuk menekan gejala-gejala
agar bisa terus bekerja. Akibatnya, infeksi yang terjadi justru semakin
parah.
2.4 Kekerasan Fisik dan Mental yang Diterima Para Jugun Ianfu
Selama berada di ian-jo, para jugun ianfu dipaksa untuk terus
melayani para tentara Jepang siang dan malam. Hal ini terjadi dalam kurun
waktu berbulan-bulan atau bahkan bertaun-tahun. Karena pemerkosaan yang
terjadi terus menerus, kemaluan mereka menjadi membengkak dan terus
menerus mengalami pendarahan. Sebagian dari mereka tidak dapat berjalan,
duduk, dan buang air kecil tanpa mengalami rasa sakit. Apabila
pembengkakan yang terjadi sudah parah, akan dioleskan semacam krim untuk
memungkinkan tentara melakukan penetrasi terhadap perempuan yang sudah
sangat kesakitan dan kemaluannya membengkak.
Selain melayani para tentara di ian-jo, tak jarang ada beberapa jugun
ianfu yang dijadikan jugun ianfu pribadi untuk tentara yang berpangkat tinggi.
Mereka dibawa ke kompleks perwira. Suhanah19 adalah salah satu jugun ianfu
yang memiliki pengalaman menjadi jugun ianfu pribadi salah seorang
petinggi militer Jepang. Ia bersaksi bahwa ia diboyong ke rumah perwira
19
Seorang korban jugun ianfu Indonesia
11
tersebut beberapa kali seminggu. Walaupun demikian, siksaan fisik yang
dialami tidak berkurang.
Para jugun ianfu selalu ditekan dengan sejumlah teror. Apabila para
tentara tidak puas dengan pelayanan yang ada, maka tentara tersebut akan
mengadu ke pengelola. Kemudian, pengelola akan memukuli jugun ianfu
yang dilaporkan tersebut. Akibat penyiksaan ini, para jugun ianfu mengalami
cedera berkepanjangan akibat pemukulan dan penyiksaan, seperti patah tulang
yang tidak bisa pulih lagi, kehilangan pendengaran,cacat bekas luka, sakit
kepala, mimpi buruk dan masalah pencernaan20
Untuk makanan dan tempat tinggal, para jugun ianfu harus membayar
dengan harga yang sangat mahal. Mereka dijerat dengan hutang-hutang yang
tidak masuk akal dan harus menggantinya dengan tetap melayani para tentara
Jepang untuk melunasi hutangnya. Hal inilah yang membuat para jugun ianfu
sulit untuk meloloskan diri. Selain hal ini, hukuman fisik yang terjadi apabila
mereka melarikan diri juga membuat mereka berpikir dua kali untuk
melarikan diri. Hukuman fisik bisa berupa digantung, ditusuk oleh besi,
20
Komnas HAM, op.cit., hlm. 123
21
Seorang korban jugun ianfu asal Indonesua
12
disayat-sayat, dipukul, dan lain-lain. Hukuman-hukuman fisik ini
menyebabkan cacat sementara dah bahkan cacat permanen.
22
Berdasarkan penelusuran dan riset yang dilakukan oleh Komnas HAM dan JAJI, AWF ternyata
merupakan
kendaraan politik Pemerintah Jepang, untuk melepaskan tanggungjawabnya terhadap masalah Jugun
Ianfu Asia
dengan menawarkan uang 2 juta yen tanpa permintaan maaf secara resmi kepada Jugun Ianfu dari
beberapa negara di Asia secara sembunyi-sembunyi. Dana AWF berasal dari pengusaha swasta dan
pajak masyarakat yang tidak mengetahui masalah Jugun Ianfu sebagai hutang perang Pemerintah
Jepang yang belum terselesaikan.
13
sudah banyak korban jugun ianfu yang telah meninggal dunia. Selain itu, sulit
untuk mendata para korban jugun ianfu karena mereka yang pernah menjadi
korban kekejaman ini merasa malu membuka identitasnya sebagai mantan
korban budak seks tentara Jepang.
III. Penutup
Dengan uraian yang dipaparkan diatas, dapat diketahui bahwa
perlakuan yang didapatkan para jugun ianfu adalah suatu bentuk
pelanggaran ham berat. Salah satu pelanggaran HAM berat menurut
Undang-Undang RI nomor 26 tahun 2000 adalah kejahatan terhadap
kemanusiaan dimana di dalamnya termasuk pembunuhan, pemusnahan,
perbudakan, pengusiran paksa, perampasan kebebasan fisik, penyiksaan,
perkosaan, penganiayaan, penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan
apartheid. Menurut UU tersebut, sistem jugun ianfu telah mencakup lima
hal yakni perbudakan, perampasan kebebasan fisik, penyiksaan,
perkosaan, dan penganiayaan. Melihat fakta-fakta sejarah yang ada
tentang jugun ianfu ini, dapat kita tarik pelajaran bahwa HAM bisa
dilanggar dengan beralaskan tujuan kemenangan perang semata. Manusia
bisa begitu serakahnya memanfaatkan sesamanya dengan kejam untuk
memenuhi tujuannya. Bahkan kata kejam saja tidak cukup untuk
melukiskan perbudakan seksual yang terjadi dalam kurun waktu 1942-
1945 di Indonesia.
Kasus ini belum menemukan titik terang hingga saat ini. Kedua belah
pihak, baik Indonesia maupun Jepang harus bersama-sama menangani
kasus ini secara serius. Walaupun sudah berlalu dan menjadi sejarah,
bukan berarti kejahatan bisa lolos begitu saja. Terlebih jika kejahatan
tersebut menimbulkan korban jiwa dan luka yang sangat mendalam di diri
para korban yang masih hidup.
14
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, Natalia. 2001. Jugun Ianfu: Kekerasan Seksual Dalam Bentuk Pelacuran
Pada Masa Pendudukan Jepang di Jawa Tengah dan Yogyakarta Periode
1942-1945 (Skripsi). Universitas Indonesia
Listiyanti, Dimar Kartika. 2008. Jugun Ianfu Pada Masa Pendudukan Jepang di
Indonesia 1942-1945: Sebuah Analisis Perspektif Gender (Skripsi).
Universitas Indonesia
Notosusanto, Nugroho. 1979. The Peta Army: During The Japanese Occupation Of
Indonesia. Tokyo: Waseda University Press
Laporan:
Laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Jaringan
Advokasi Jugun Ianfu Indonesia (JAJI). 2013. Menggugat Negara Indonesia atas
Pengabaian Hak-hak Asasi Manusia (Pembiaran) Jugun Ianfu sebagai Budak Seks
Militer dan Sipil Jepang 1942 – 1945. Jakarta: Komnas HAM
15