Anda di halaman 1dari 6

KH.

ZAINAL MUSTAFA
SATRIO WAHYU WIBOWO, 11 IPS 5
SMA NEGERI 1 TUMPANG
Pendahuluan
KH Zainal Mustafa lahir di Desa Cimerah, Kecamatan Singaparna, Tasikmalaya pada
tahun 1899 (pendapat lain menyebut ia lahir tahun 1901 dan 1907) dari pasangan Nawapi
dan Ny. Ratmah. Sewaktu masih kecil ia bernama Umri dan sepulang dari pesantren
berganti nama menjadi Hudaemi. Selain memperoleh pendidikan formal di Sekolah Rakyat,
ia belajar agama dari berbagai pesantren di Jawa Barat yang membuatnya memiliki
pengetahuan agama yang luas dan mahir berbahasa Arab. Diantaranya Pesantren Gunung
Pari selama 7 tahun, Pesantren Cilenga, Singaparna selama 3 tahun, Pesantren Sukaraja,
Garut selama 3 tahun, Pesantren Sukamiskin, Bandung selama 3 tahun dan pesantren
jamanis selama 1 tahun
Zaenal Mustofa adalah pemimpin sebuah pesantren di Tasikmalaya dan pejuang
Islam pertama dari Jawa Barat yang mengadakan pemberontakan terhadap pemerintahan
Jepang. Nama kecilnya Hudaeni. Lahir dari keluarga petani berkecukupan, putra pasangan
Nawapi dan Ny. Ratmah, di kampung Bageur, Desa Cimerah, Kecamatan Singaparna (kini
termasuk wilayah Desa Sukarapih Kecamatan Sukarame) Kabupaten Tasikmalaya (ada yang
menyebut ia lahir tahun 1901 dan Ensiklopedia Islam menyebutnya tahun 1907, sementara
tahun yang tertera di atas diperoleh dari catatan Nina Herlina Lubis, Ketua Masyarakat
Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat). Namanya menjadi Zaenal Mustofa setelah ia
menunaikan ibadah haji pada tahun 1927.
Hudaeni memperoleh pendidikan formal di Sekolah Rakyat. Dalam bidang agama, ia
belajar mengaji dari guru agama di kampungnya. Kemampuan ekonomis keluarga
memungkinkannya untuk menuntut ilmu agama lebih banyak lagi. Pertama kali ia
melanjutkan pendidikannya ke pesantren di Gunung Pari di bawah bimbingan Dimyati,
kakak sepupunya, yang dikenal dengan nama KH. Zainal Muhsin. Dari Gunung Pari, ia
kemudian mondok di Pesantren Cilenga, Leuwisari, dan di Pesantren Sukamiskin, Bandung.
Selama kurang lebih 17 tahun ia terus menggeluti ilmu agama dari satu pesantren ke
pesantren lainnya. Karena itulah ia mahir berbahasa Arab dan memiliki pengetahuan
keagamaan yang luas.

1 | Artikel Sejarah Indonesia


Lewat ibadah haji, ia berkenalan dengan ulama-ulama terkemuka.Ia pun
mengadakan tukar pikiran soal keagamaan dan berkesempatan melihat pusat pendidikan
keagamaan di Tanah Suci. Kontak dengan dunia luar itu mendorongnya untuk mendirikan
sebuah pesantren. Maka sekembalinya dari ibadah haji, tahun 1927. Pada 1927 KH Zainal
Mustafa mendirikan pesantren yang merupakan cita-citanya. Pesantren yaang ia dirikan
dinamai Persantren Sukamanah, bertempat di Kampung Cikembang Girang Desa Cimerah
(sekarang Kampung Sukamanah Desa Sukarapih, Kecamatan Singaparna, Tasikmalaya.
Nama Sukamanah merupakan nama pemberian dari orang yang mewakafkan tanah
pesantren tersebut. Beberapa tahun kemudian, tahun 1933 KH Zainal Mustafa bergabung
dengan organisasi yang didirikan oleh KH Hasyim Asy'ari, Nahdhatul Ulama (NU), dan
diangkat sebagai wakil ro’is Syuriah NU Cabang Tasikmalaya.
Zainal Mustafa merupakan kiai muda yang berjiwa revolusioner. Ia menganut paham
pendidikan yang sifatnya "Non Cooperation", tidak mau bekerja sama dengan pemerintah
Belanda. Secara terang-terangan ia mengadakan kegiatan yang membangkitkan semangat
kebangsaan dan sikap perlawanan terhadap pendudukan penjajah. Melalui khutbah-
khutbahnya ia selalu menyerang kebijakan politik kolonial Belanda.
Isi
Peristiwa pemberontakan Singaparna mempunyai dasar keagamaan dan kebangsaan
yang kuat. Cita-cita negara islam dijunjung tinggi di dalam hati setiap rakyat sesuai dengan
ajaran agama yang diajarkan. Demikian pula semangat kemerdekaan sangat tebal dalam
masyarakat Singaparna, yang terkenal kebenciannya terhadap penjajahan. Pada masa
kolonial Belanda pun daerah ini mendapat pengawasan yang keras. Rakyat teguh beragama,
tetapi teguh pula memegang kebangsaannya. Di atas dasar-dasar inilah tumbuh alasan-
alasan untuk memberontak terhadap totiliter Jepang. Adanya “Seikrei” yaitu mebungkuk
(menghormat) kearah Tokyo. Hal inilah yang sangat dibenci oleh santri-santri karena berarti
mereka disuruh untuk menyembah matahari. Cara menyembah ini melukai hati umat yang
beragama islam, seolah-olah merubah arah qiblat dari Tanah Suci ke Jepang. Cita-cita
“Dairul Islam”, yang telah meluas dan mendalam di kalangan rakyat, tidaklah mungkin
mengalah kepada gerakan “seikrei” ini yang dilakukan oleh pemerintah Jepang pada tiap
upacara. Api perlawanan suci yang telah menyala sedemikian dalam hati penganut islam di
daerah ini, ditumpahi pula oleh kekejaman romusha dan pengumpulan padi dan beras soal
romusha sangat diderita oleh rakyat sebagai pekerja paksaan di bawah ancaman bayonet,

2 | Artikel Sejarah Indonesia


yang amat mengganggu dalam kekeluargaan dan kedesaan. Demikian pula soal
pengumpulan padi, Jepang sama sekali tidak memerhatikan kesengsaraan hidup rakyat
desa. Akibat perintah keras dari militer Jepang terjadilah pemungutan dari syucokan melalui
kenco (bupati), gunco bahan makanan kini menderita kekurangan. Para petani tidak dapat
lagi merasakan hasil keringatnya, karena hampir seluruh hasilnya diangkut oleh pemerintah
Jepang.
Adapun hal yang menjadi latar belakang terjadinya pemberontakan Singaparna diantaranya,
yaitu :
1. Adanya “Seikrei” yaitu mengheningkan cipta membungkuk (menghormat) kearah Tokyo.
Hal inilah yang sangat dibenci oleh rakyat karena mereka harus menyembah matahari.
2. Adanya kewajiban menyerahkan beras kepada Jepang pada setiap panen sebanyak 2
kwintal. Hal ini dirasakan oleh petani desa Cimerah dan daerah sekitar Singaparna sangat
berat.
3. Terjadinya penipuan terhadap wanita-wanita dan gadis-gadis yang dijanjikan akan
disekolahkan di Tokyo, sehingga banyak yang mendaftarkan diri. Tapi sebenarnya wanita-
wanita tersebut dikirim ke daerah pertempuran seperti Birma dan Malaya untuk menghibur
tentara-tentara Jepang.
Pemberontakan pertama pada tahun 1943 K.H.Z. Mustofa bersama para pengikutnya
mulai menyusun rencana untuk mengadakan perlawanan. Tapi Jepang yang tidak pernah
lepas perhatiannya terhadap mereka sudah dapat mengetahui rencana tersebut. Rencana
tersebut akan dimulai kira-kira tanggal 25 Februari 1944, untuk melaksanakannya mereka
mempersiapkan diri dengan sangat sederhana, mereka akan hanya bermodalkan bambu
runcing dan golok-golok dari bambu. Tetapi itu tidak membuat mereka menyerah karena
para santri-santri di pesantren Sukamarnah pun mulai berlatih untuk bela diri. Pemerintah
Jepang mengetahui kegiatan tersebut dari mata-matanya dan ingin melakukan
penyerangan, maka santri-santri di pesantren Sukamarnah bersiap-siap jika Jepang
menyerang secara tiba-tiba. Pemimpin dari kelompok Sukamarnah adalah ;Domon,
Abdulhakim, Najamudin, dan Ajengan Subki, sedangkan kepala dari pesantren tersebut
adalah K.H.Z Mustafa dan di bantu dengan wakilnya Najamuddin. Pada tanggal 24 Februari
satu hari sebelum terjadinya peristiwa Jepang mengirim satu utusannya goto-sidokan dari
kepolisian Tasikmalaya dengan beberapa Keiboho Indonesia untuk melakukan perundingan
dengan K.H.Z Mustofa. Goto-Sidokam disuruh kembali ke Tasikmalaya untuk menyampaikan

3 | Artikel Sejarah Indonesia


pesan ultimatum dari K.H.Z Mustofa kepada Jepang yang berisi bahwa pada tanggal 1
Maulid Jepang harus memerdekakan pulau Jawa atau akan ada terjadi pertempuran.
Keesokan harinya rombongan jepang datang ke Sukamarnah untuk menemui K.H.Z Mustofa
untuk mengadakan perundingan, mereka adalah Kompeitaico Tasikmalaya, Kompeitaico
Garut. Tetapi karena sikap mereka yang dirasa Ajengan Najmuddin dan kawan-kawan tidak
baik dengan terpaksa mereka para Santri Sukamarnah melakukan kekerasan jug walau
kepada bangsanya. Karena sudah terkepung oleh para santri Jepang menyerahkan semua
senjatanya dan ditahan sehari semalam, setelah satu hari berlalu baru lah petugas-petugas
santri mengizinkan Jepang pulang.
Pemberontakan kedua pada 25 Februari 1944 pada hari jum’at khotbah terakhir dari
K.H.Z telah disampaikan dan saat itu juga terdengar suara kendaraan menghampiri
pesantren. Salah satu dari keempat opsir jepang melambaikan tangan ke Mustofa dengan
maksud memanggil Mustofa, Opsir-opsir jepang itu datang dengan maksud menyampaikan
bahwa Sukamanah tidak mau bekerja sama dengan Jepang dan tidak mau menurut perintah
negara untuk menghadap ke Tasikmalaya. Mustofa menjawab dengan singkat bahwa dia
akan datang besok untuk mengembalikan senjata api dengan ganti, kepala tuan dari empat
opsir itu tinggal di Sukamanah. Karena santri sukamanah emosi mendengarnya mereka
mulai menyerang 4 opsir jepang itu, 3 opsir mati dan satunya lagi melarikan diri. Setelah
kejadian itu keadaan mulai tenang dan K.H.Z Mustofa mulai menyiapkan siasa-siasat bahwa
jepang pasti akan melakukan perlawanan. Pasukan Sukamanah berkekuatan 2000 orang itu
diletakkan di kampung Cihaur yang dipimpin oleh Najjamuddin. K.H.Z berpesan agar tidak
ada perang dengan bangsa sendiri, ketika pukul lebih kurang 16:00 santri melihat truk yang
mendekati garis pertahanan Sukamanah, lalu santri paling depan melaporkan kepada K.H.Z
Mustofa bahwa mereka adalah bangsa kita, Jepang menggunaka taktik adu domba antara
bangsa sendiri. Tetap saja K.H.Z Mustofa mengatakan untuk menghindari perlawan dengan
bangsa sendiri, tetapi Jepang sudah meluncurkan senjatanya ke santri Sukamanah dan
menghujam sebagian dari mereka dan pada saat itulah perang antar bangsa tidak dapat
dihindari. Kira-kira pukul 17:30 semua tempat pertahanan Sukamanah sudah hancur dan
banyak santri yang tewas. Sedangkan K.H.Z Mustofa ditawan dan dibawa ke Kompeitai
Tasikamalaya.

Penutup

4 | Artikel Sejarah Indonesia


Setelah pertempuran selesai K.H.Z Mustofa menyuruh santri-santrinya untuk
mundur dan menyelamatkan diri, sedangkan Jepang menghancurkan pesantren tersebut.
Pada tanggal 26 Februari 1944 penjara Tasikmalaya sudah dipenuhi ole 700-800 tahanan.
Pada tanggal 27 Februari 1944 datang instruksi rahasia dari K.H.Z Mustofa ke penjara
tersebut untuk menyampaikan pesan kepada santri-santrinya. Pada tanggal 29 Februari
1944 diadakan pemeriksaan sampai 3 bulan kedepan, dan pada pertengahan Mei 1944
hasilnya keluar ;
1. Golongan yang tidak bersalah (dikembalikan ke kampung masing-masing)
2. Golongan yang mempunyai sangkut paut dengan pemberontakan tetapi tidak aktif
( dikenai hukuman 5-7 tahun, orang yang ada di golongan ini ada 79 orang)
3. Pimpinan pemberontakan dan mereka yang dituduh aktif dalam pembunuhan opsir-opsir
jepang dan ikut aktif dalam pertempuran melawan pasukan bersenjata Dai Nippon. ( ada 23
orang termasuk K.H.Z Mustofa)
Para santri yang gugur dalam pertempuran berjumlah 86 orang. Meninggal di
Singaparna karena disiksa sebanyak 4 orang. Meninggal di penjara Tasikmalaya karena
disiksa sebanyak 2 orang. Hilang tak tentu rimbanya (kemungkinan besar dibunuh tentara
Jepang), termasuk K.H. Zaenal Mustofa, sebanyak 23 orang. Meninggal di Penjara
Sukamiskin Bandung sebanyak 38 orang, dan yang mengalami cacat (kehilangan mata atau
ingatan) sebanyak 10 orang. Para santri ini tidak memiliki apa-apa untuk memperjuangkan
kemerdekaan negeri ini, kecuali darah, kerja keras, air mata, dan keringat. Perlu dijelaskan
pula bahwa sehari setelah peristiwa itu, antara 700-900 orang ditangkap dan dimasukkan ke
dalam penjara di Tasikmalaya. Yang sangat penting adalah instruksi rahasia dari K.H. Zaenal
Mustofa kepada para santri dan seluruh pengikutnya yang ditahan, yaitu agar tidak
mengaku terlibat dalam pertempuran melawan Jepang, termasuk dalam kematian para
opsir Jepang, dan pertanggungjawaban tentang pemberontakan Sukamanah dipikul
sepenuhnya oleh K.H. Zaenal Mustofa. Akibatnya memang berat. Sebanyak 23 orang yang
dianggap bersalah, termasuk K.H. Zaenal Mustofa, dibawa ke Jakarta untuk diadili. Namun
mereka hilang tak tentu rimbanya. Kemungkinan besar mereka dibunuh. Korban lainnya,
seperti telah disebutkan di atas dan sekitar 600-an orang dilepas, karena dianggap tidak
terlibat.
Daftar Rujukan
toaz.info-makalah-perlawanan-rakyat-singaparna .

5 | Artikel Sejarah Indonesia


https://biografi-tokoh-pahlawan-indonesia.blogspot.com/2018/10/kh-zainal-mustafa-
singaparna-tasikmalaya.html

6 | Artikel Sejarah Indonesia

Anda mungkin juga menyukai