Museum Satria Mandala terletak di Jalan Gatot Subroto No. 14 Jakarta Selatan.
Menariknya, koleksi yang ada di dalam Museum Satria Mandala seputar peralatan yang digunakan
oleh TNI, seperti senjata berat dan ringan, atribut ketentaraan, kendaraan perang, dan berbagai
jenis pesawat terbang.
Dilihat dari koleksi tersebut, dapat diketahui bahwa kisah sejarah yang tersimpan dalam Museum
Satria Mandala adalah perjuangan TNI sejak tahun 1945 hingga sekarang.
Dulunya bernama Wisma Yaso Sebelum dijadikan museum, tempat ini lebih dulu dikenal dengan
nama Wisma Yaso, kediaman istri Soekarno bernama Ratna Sari Dewi.
Wisma Yaso juga menjadi tempat Soekarno disemayamkan, sebelum akhirnya dipindahkan di
pemakaman di Blitar, Jawa Timur.
Perencanaan untuk pembangunan Museum Satria Mandala dimulai pada 1968 dan
dipertanggungjawabkan oleh Brigjen TNI Nugroho Notosusanto.
Nugroho mendapat inspirasi untuk mendirikan museum bagi perjuangan TNI dari Museo Nacional
de Historia di Meksiko dan Museum Peringatan Perang Australia di Canberra.
Mulanya, museum ini akan dibangun di istana presiden di Bogor, Jawa Barat. Akan tetapi, Presiden
Soeharto tidak setuju dan menyarankan untuk menggunakan rumah Wisma Yaso.
Setelah itu, Wisma Yaso dipugar pada 15 November 1971 dan mulai dibangun menjadi museum.
Museum Satria Mandala baru diresmikan setahun kemudian, tepatnya tanggal 5 Oktober 1972,
tepat pada Hari Ulang Tahun TNI.
Penamaan Satria Mandala diambil dari bahasa Sansekerta yang berarti lingkungan keramat bagi
para ksatria.
Isi Museum Satria Mandala Museum ini menyimpan 74 diorama yang menggambarkan peranan TNI
dalam rangka membela sekaligus mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Salah satu diorama yang ditampilkan di dalam museum adalah perjuangan TNI bersama rakyat
dalam menumpas gerombolan separatis DI/TII di Jawa Barat, Jawa Tengah, Aceh, Kalimantan
Selatan, dan Sulawesi Selatan sekitar tahun 1960-an.
Selain diorama, ada juga dokumen, peta operasi, dan benda-benda relik lainnya.
Lebih lanjut, diorama lain yang ada di Museum Satria Mandala sebagai berikut: - Diorama sejarah
kelahiran TNI, - Diorama proklamasi, - Diorama Pertempuran Ambarawa, - Diorama Pertempuran
Surabaya
Di bagian luar ruangan, pengunjung disajikan dengan koleksi senjata berat dan ringan serta
beragam kendaraan perang.
Kendaraan perang yang tersimpan seperti tank, panser, jeep, helikopter, kapal, dan berbagai jenis
pesawat terbang.
Salah satu pesawat terbang yang tersimpan di dalam Museum Satria Mandala adalah pesawat
Amerika AT-16 Harvard, P-51 Mustang, dan B-25 Mitchell.
Sementara itu, kendaraan laut yang tersimpan adalah KRI Pattimura.
Museum Gajah
Eksistensi Museum Nasional diawali dengan berdirinya suatu himpunan yang bernama
pada tanggal 24 April 1778. Pada masa itu di Eropa tengah terjadi revolusi intelektual (the Age
ilmu pengetahuan. Pada tahun 1752 di Haarlem, Belanda berdiri De Hollandsche Maatschappij
der Wetenschappen (Perkumpulan Ilmiah Belanda). Hal ini mendorong orang-orang Belanda di
independen yang didirikan untuk tujuan memajukan penetitian dalam bidang seni dan ilmu
etnologi dan sejarah, Berta menerbitkan hash penelitian. Lembaga ini mempunyai semboyan
Salah seorang pendiri lembaga ini, yaitu JCM Radermacher, menyumbangkan sebuah rumah
miliknya di Jalan Kalibesar, suatu kawasan perdagangan di Jakarta-Kota. Kecuali itu ia juga
menyumbangkan sejumlah koleksi benda budaya dan buku yang amat berguna, sumbangan
Radermacher inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya museum dan perpustakaan.
Selama masa pemerintahan Inggris di Jawa (1811-1816), Letnan Gubernur Sir Thomas
Stamford Raffles menjadi Direktur perkumpulan ini. Oleh karena rumah di Kalibesar sudah
penuh dengan koleksi, Raffles memerintahkan pembangunan gedung baru untuk digunakan
sebagai museum dan ruang pertemuan untuk Literary Society (dulu disebut gedung “Societeit
de Harmonie”). Bangunan ini berlokasi di jalan Majapahit nomor 3. Sekarang di tempat ini
Jumlah koleksi milik BG terus neningkat hingga museum di Jalan Majapahit tidak dapat lagi
membangun sebuah gedung museum baru di lokasi yang sekarang, yaitu Jalan Medan Merdeka
Barat No. 12 (dutu disebut Koningsplein West). Tanahnya meliputi area yang kemudian di
atasnya dibangun gedung Rechst Hogeschool atau “Sekolah Tinggi Hukum” (pernah dipakai
dan Keamanan). Gedung museum ini baru dibuka untuk umum pada tahun 1868.
Museum ini sangat dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya penduduk Jakarta.
Mereka menyebutnya “Gedung Gajah” atau “Museum Gajah” karena di halaman depan museum
terdapat sebuah patung gajah perunggu hadiah dari Raja Chulalongkorn (Rama V) dari
Thailand yang pernah berkunjung ke museum pada tahun 1871. Kadang kala disebut juga
“Gedung Arca” karena di dalam gedung memang banyak tersimpan berbagai jenis dan bentuk
Pada tahun 1923 perkumpulan ini memperoleh gelar “koninklijk” karena jasanya dalam bidang
Kebudayaan Indonesia. Perubahan ini disesuaikan dengan kondisi waktu itu, sebagaimana
tercermin dalam semboyan barunya: “memajukan ilmu-ilmu kebudayaan yang berfaedah untuk
Mengingat pentingnya museum ini bagi bangsa Indonesia maka pada tanggal 17 September
Indonesia, yang kemudian menjadi Museum Pusat. Akhirnya, berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, No.092/ 0/1979 tertanggal 28 Mei 1979, Museum Pusat
Kini Museum Nasional bernaung di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Museum
Nasional mempunai visi yang mengacu kepada visi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
yaitu “Terwujudnya Museum Nasional sebagai pusat informasi budaya dan pariwisata yang
Lubang Buaya dikenal sebagai tempat pembuangan tujuh jenazah korban pemberontakan
G30S PKI. Seperti diketahui, aksi G30S PKI terjadi pada tanggal 30 September 1965.
Oleh karena itu, setiap tanggal 30 September diperingati sebagai Hari G30S PKI.
Lokasi Lubang Buaya berada di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Lubang Buaya menjadi
tempat pembuangan perwira Angkatan Darat yang menjadi korban G30S PKI. Tubuh mereka
dimaksukkan ke dalam lubang kecil, sehingga lebih dari satu orang menumpuk di dalamnya.
Para korban yang sudah dievakuasi dari Lubang Buaya kemudian dimakamkan di Taman
Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan.