Anda di halaman 1dari 13

KLIPING TENTANG MUSEUM

D
I
S
U
S
U
N

OLEH :
NAMA ANGGOTA :
1. Cllorrah Novita Sari
2. Ririn Pratiwi
3. Andini
4. Asmirandah

KELAS : VII E

SMPN 1 PEMALI
TAHUN AJARAN 2022/2023
1. MUSEUM NASIONAL INDONESIA

Sejarah
Berdirinya Museum Nasional Indonesia pada 24 April 1778 ini bermula dari pembentukan
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, sebuah lembaga kebudayaan di
Batavia. Pada masa pemerintahan Inggris, 1811 sampai 1816, Thomas Stamford,
direktur Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen memerintahkan
pembentukan gedung baru. Gedung tersebut akan dibangun di Jalan Majapahit No.3 yang
akan digunakan sebagai museusm dan ruang pertemuan untuk Literary Society, perkumpulan
penyuka literatur. Pada 1862, setelah museum sudah dipenuhi dengan beberapa koleksi,
pemerintah Hindia Belanda mendirikan gedung museum pada 1868.  Pada 17 September
1962, Lembaga Kebudayaan Indonesia menyerahkan museum ini kepada pemerintah
Republik Indonesia.  Sejak saat itu, pengelolaan museum dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Kebudayaan, di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.  Kemudian, pada 2005,
Museum Nasional telah dikelola oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Museum
Nasional juga dikenal sebagai Museum Gajah. Pada halaman museum terdapat sebuah
patung. Patung yang terletak di halaman Monumen Nasional adalah patung gajah berbahan
perunggu oleh Raja Chulalongkorn dari Thailand pada 1871.  Sejak 28 Mei 1979, nama resmi
dari lembaga ini adalah Museum Nasional Republik Indonesia.
Fungsi Museum Nasional
Museum Nasional Indonesia memiliki visi, yaitu “Terwujudnya Museum Nasional sebagai
pusat informasi budaya dan pariwisata yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa,
meningkatkan peradaban dan kebanggaan terhadap kebudayaan nasional, serta memperkokoh
persatuan dan persahabatan antar bangsa”. Berdasarkan visi tersebut, dapat dipahami bahwa
Museum Nasional berfungsi sebagai pusat studi ilmu pengetahuan bagi warga Indonesia yang
ingin mengetahui bagaimana peradaban Indonesia pada masa lampau. Selain itu, Museum
Nasional juga berfungsi sebagai tempat pariwisata atau rekreasi yang dapat memberikan
kesenangan bagi para pengunjung.
Koleksi Museum Nasional
Hingga saat ini, Museum Nasional Indonesia memiliki sekitar 160.000 koleksi benda-benda
bersejarah. Koleksi dari Museum Nasional dapat dibagi ke beberapa bagian, di antaranya:
1. Koleksi Prasejarah, seperti gerabah, kapak batu, peralatan yang terbuat dari tulang,
tanduk, kulit kerang, kapak upacara, bejana upacara, nekara, dan manik-manik yang
terbuat dari bahan kaca.
2. Koleksi Arkeologi, seperti arca dewa Hindu, arca Budha, arca perwujudan, arca
binatang, ornamen, benda perhiasan, peralatan upacara, peralatan mata pencaharian
hidup, bagian bangunan, alat musik, mata uang, prasasti, dan lain-lain.
3. Koleksi Numimastik dan Heraldik, seperti mata uang dan lambang tanda jasa.
4. Koleksi Geografi, berupa peta tentang aneka budaya bangsa Indonesia, peta kuno
tentang dunia sekitar abad ke 16-19 Masehi, peta Indonesia abad ke 16 Masehi, peta
perkembangan kota Batavia abad ke 16-17 Masehi, peta kota Banten lama tahun 1670
serta daerah lainnya.
Terdapat juga koleksi-koleksi berupa piring, mangkuk, botol, kendi, dan guci yang terbuat
dari keramik (porselin) yang berasal dari Cina. Terdapat juga beberapa koleksi lukisan,
seperti Raden Saleh, Affandi, Basuki Abdullah, dan pelukis asing lainnya
2. MUSEUM KEPRESIDENAN BALAI KIRTI

Museum Kepresidenan Republik Indonesia Balai Kirti merupakan salah satu unit
kerja yang berada di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Letak museum berada di kawasan Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat,
dengan luas area 3.211,6 m2. Ide pendirian museum muncul pada tahun 2012 atas prakarsa
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pembangunannya melibatkan beberapa
kementerian, yaitu Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Pekerjaan Umum,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan  Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif.
Museum Kepresidenan Republik Indonesia Balai Kirti diresmikan pada tanggal 18
Oktober 2014 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada awalnya Museum
Kepresidenan Republik Indonesia Balai Kirti merupakan Unit Pelaksana Teknis Eselon II,
namun dalam perjalanannya kemudian ditinjau kembali dan disesuaikan dengan beban
kerjanya dan menjadi UPT Tingkat Eselon III a. Museum Kepresidenan Republik Indonesia
Balai Kirti berfungsi sebagai wahana rekreasi dan edukasi untuk memperoleh informasi dari
sajian memorabilia serta visual dari para Presiden Indonesia, sehingga pengunjung bisa
menghayati, mengapresiasi, dan meneladani jejak langkah serta prestasi yang telah dicapai
oleh masing-masing Presiden Republik Indonesia selama masa baktinya.
Bangunan Museum Kepresidenan Republik Indonesia Balai Kirti terdiri atas tiga lantai, yaitu:
1. Lantai pertama, disebut sebagai Galeri Kebangsaan, menyajikan relief patung Garuda
Pancasila, teks Proklamasi, teks Pancasila, teks Pembukaan UUD 1945, teks Sumpah
Pemuda, Teks Lagu Indonesia Raya, dan panel peta digital yang menceritakan sejarah
perkembangan wilayah NKRI dari tahun 1945-2014. Dibagian belakang berdiri enam
patung Presiden Republik Indonesia yang telah menyelesaikan purna bakti.
2. Lantai kedua, merupakan Galeri Kepresidenan yang memamerkan berbagai koleksi
dan informasi penting terkait dengan karya dan prestasi enam presiden yang
terangkum dalam enam clusters. Di lantai kedua ini juga terdapat Perpustakaan
Kepresidenan yang menyimpan buku koleksi presiden ataupun buku mengenai
kepresidenan. Perpustakaan ini didesign dengan sangat nyaman sehingga dapat
dimanfaatkan pengunjung untuk membaca dan juga melakukan penelitian.
3. Lantai ketiga, terdapat ruang rapat dan taman terbuka dengan berbagai tanaman tropis
dan pemandangan kawasan Istana Kepresidenan Bogor yang dapat digunakan sebagai
ruang publik.
3. MUSEUM SUMPAH PEMUDA

Menurut catatan yang ada, Museum Sumpah Pemuda pada awalnya adalah rumah
tinggal milik Sie Kong Liang. Gedung didirikan pada permulaan abad ke-20. Sejak 1908
Gedung Kramat disewa pelajar Stovia (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) dan RS
(Rechtsschool) sebagai tempat tinggal dan belajar. Saat itu dikenal dengan
nama Commensalen Huis. Mahasiswa yang pernah tinggal adalah Muhammad Yamin, Amir
Sjarifoedin, Soerjadi (Surabaya), Soerjadi (Jakarta), Assaat, Abu Hanifah, Abas, Hidajat,
Ferdinand Lumban Tobing, Soenarko, Koentjoro Poerbopranoto, Mohammad Amir,
Roesmali, Mohammad Tamzil, Soemanang, Samboedjo Arif, Mokoginta, Hassan, dan
Katjasungkana.

Koleksi
Berikut 4 dari beberapa koleksi yang ada di Museum Sumpah Pemuda
1. Biola W. R. Supratman 
Biola W. R. Supratman termasuk model amatus. Berukuran 4/4 atau standar, dengan
panjang badan 36 cm, lebar badan  pada bagian terlebar 20 cm, dan 11 cm pada bagian
tersempit. Tebal tepian biola 4,1 cm dan tebal bagian tengah 6 cm. Pada bagian badan
terdapat dua lubang berbentuk “S” terbalik, disebut “f hole”, satu di sisi kiri dan satu di
sisi kanan, yang berfungsi membuang gema dari dalam. Pada bagian dalam terdapat
tulisan “Nicolaus Amatus Fecit in Cremona 16”, petunjuk nama pembuat dan alamatnya.
Pada bagian badan juga terdapat tick rest atau penahan dagu yang terpisah.
2. Bendera INPO

INPO (Indonesische Nationale Padvinderij Organisatie, Organisasi Pandu Nasional


Indonesia) adalah peleburan dua organisasi kepanduan, Nationale Padvinderij Organisatie
(NPO) dan Jong Indonesische Padvinderij Organisatie (JIPO). NPO didirikan di Bandung
1923 sedangkan JIPO di Jakarta. Pada 1926 di Bandung keduanya bergabung menjadi
INPO. Sebagai lambang identitas, INPO mempunyai bendera berukuran 84 cm x 120 cm
berwarna merah dan putih.
3. Patung Susunan Panitia Kongres
Kongres diselenggarakan pada 27-28 Oktober 1928 di Weltevreden oleh sebuah panitia
dengan susunan sebagai berikut: Ketua: Soegondo Djojopoespito (PPPI) Wakil Ketua:
R.M. Djoko Marsaid (Jong Java) Sekretaris: Muhammad Yamin (Jong Sumatranen Bond)
Bendahara: Amir Sjarifuddin (Jong Bataks Bond) Pembantu I: Djohan Mohammad Tjaja
(Jong Islamieten Bond) Pembantu II: R. Katja Soengkana (Pemuda Indonesia) Pembantu
III: R. C. L. Senduk (Jong Celebes) Pembantu IV: Johannes Leimena (Jong Ambon)
Pembantu V: Rochjani Soe’oed (Pemoeda Kaoem Betawi)
4. Patung W. R. Soepratman

W. R. Soepratman lahir dari keluarga militer. Ayahnya, Senen Kartodikromo adalah


seorang bintara KNIL (Koningklijk Nederlandsch Indie Leger) W. R. Soepratman lahir di
Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, pada tanggal 19 Maret
1903. W. R. Soepratman mengawali masa sekolahnya dengan memasuki sekolah Budi
Utomo di Jakarta pada tahun 1909. pendidikan di Perguruan Budi Utomo tersebut tidak
dapat diselesaikannya karena W. R. Soepratman pindah ke Makassar setelah ibunya, Siti
Senen, meninggal pada tahun 1914. Pendidikannya diteruskan dengan memasuki Sekolah
Angka Dua dan selesai pada tahun 1917. dua tahun kemudian, W. R. Soepratman lulus
Klein Amtenaar Examen (KAE). Pendidikan yang ditempuh selanjutnya adalah Normaal
School. W. R. Soepratman tinggal di Makassar kurang lebih 10 tahun (1914 – 1924).
Berkat pergaulannya yang cukup luas di kalangan pemuda, hatinya tergerak untuk
menciptakan lagu Indonesia Raya. Tidak ada yang tahu pasti kapan dan di mana lagu
Indonesia Raya diciptakan. Lagu itu mulai dikenal umum ketika W. R. Soepratman
membagikan konsep lirik sebuah lagu kepada para peserta Kongres Pemuda Kedua, 27 –
28 Oktober 1928. pada malam penutupan kongres, W. R. Soepratman dengan gesekan
biolanya mengiringi sebarisan panduan suara membawakan lagu Indonesia Raya.

4. MUSEUM KEBANGKITAN NASIONAL

Museum Kebangkitan Nasional berada pada sebuah komplek bangunan peninggalan


kolonial Belanda yang pernah dipergunakan sebagai tempat pendidikan kedokteran
“STOVIA” (School Tot Oplending Van Inlandsche Artsen) yaitu sekolah kedokteran bumi
putera.
Awal berdirinya pendidikan kedokteran di Indonesia ini, ada kaitannya dengan
pemberantasan berbagai penyakit menular (tipes, kolera, disentri dan lain-lain) yang tersebar
di daerah Banyumas dan Purwokerto pada 1847. Wabah penyakit tersebut tidak dapat
diberantas oleh tenaga medis pemerintahan Hindia Belanda yang jumlahnya terbatas, begitu
juga dengan cara pengobatan yang telah ada pada waktu itu (tradisional), sehingga ada usul
dari Kepala Jawatan Kesehatan waktu itu Dr. W. Bosch untuk mendidik beberapa anak
Bumiputra menjadi pembantu dokter Belanda.
Seiring dengan perkembangan zaman gedung STOVIA dianggap tidak representatif lagi
untuk dijadikan sebagai tempat pendidikan dokter, karena itu pemerintah Hindia Belanda
membangun gedung baru di Salemba yang bernama Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting
(sekarang menjadi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo). Gedung tersebut menjadi tempat
pendidikan kedokteran merangkap rumah sakit, peralatan kedokteran yang ada didalamnya
sama dengan yang ada di Eropa.
Mulai bulan Juli 1920 kegiatan pendidikan STOVIA pindah ke gedung baru di Salemba,
ruang-ruang kelas yang ada dimanfaatkan sebagai tempat belajar Sekolah Asisten Apoteker.
Pelajar STOVIA diberikan kebebasan untuk memilih tempat tinggal di asrama STOVIA atau
kos di rumah penduduk yang ada di daerah sekitar Salemba.
Kemudian bangunan secara berurutan bangunan tersebut dipergunakan sebagai berikut :
1. Tanggal 12 Desember 1983 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan bangunan
bersejarah Gedung Kebangkitan Nasional sebagai Cagar Budaya.
2. Tanggal 7 Februari 1984 pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
menyelenggarakan sebuah museum di dalam Gedung Kebangkitan Nasional dengan
nama Museum Kebangkitan Nasional.
3. Tanggal 13 Desember 2001 Museum Kebangkitan Nasional menjadi Unit Pelaksana
Teknis di bawah Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
4. Tahun 2012 sampai sekarang Museum Kebangkitan Nasional menjadi Unit Pelaksana
Teknis di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
 

Koleksi
Museum Kebangkitan Nasional memiliki berbagai macam jenis koleksi. Koleksi museum
merupakan bukti sejarah dari peristiwa masa lalu. Masing – masing koleksi memiliki peran
tersendiri dalam menggambarkan peristiwa yang terjadi di masa lalu. Koleksi – koleksi di
Museum Kebangkitan Nasional merupakan bukti sejarah sekaligus pendukung cerita
mengenai peristiwa bersejarah yaitu Kebangkitan Nasional yang ditandai dengan berdirinya
organisasi modern pertama yaitu Organisasi Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908. Adapun
koleksi – koleksi Museum Kebangkitan Nasional adalah Gedung Kebangkitan Nasional,
lukisan, patung, mebel, alat kedokteran, foto kebangkitan nasional, senjata tradisonal, mata
uang masa Hindia Belanda serta Jubah Sultan Thaha. 
5. MUSEUM PERUMUSAN NASKAH PROKLAMASI

Pasca kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, gedung ini masih
ditempati oleh Laksamana Muda Tadashi Maeda hingga sekutu kembali melakukan agresi
militer di Indonesia di bulan September 1945. Karena hal ini, gedung ini beralih fungsi
menjadi markas tentara Inggris.
Setelah Indonesia terbebas dari belenggu intervensi militer dari Sekutu, ada proses
pemindahan status dari gedung Museum Perumusan Naskah Proklamasi ini. Hal ini terjadi
dalam aksi nasionalisasi terhadap gedung yang sempat dijadikan kediaman resmi dari Duta
Besar Inggris.
Pada tahun 1961, pemerintah Indonesia menyerahkan gedung bersejarah ini kepada
perusahaan Jiwasraya melalui departemen keuangan. Perusahaan Jiwasraya menyewakan
gedung ini kepada kedaulatan Inggris hingga tahun 1981.
Di masa-masa akhir penyewaan gedung, pemerintah DKI Jakarta dengan cepat
membuat keputusan untuk menjadikan gedung ini sebagai monumen sejarah Indonesia
Setelah ditetapkan sebagai monumen nasional Indonesia, gedung Museum Perumusan Naskah
Proklamasi ini digunakan untuk berbagai hal, seperti:
 Pada tahun 1981, gedung ini dimanfaatkan untuk kantor wilayah dari Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan DKI Jakarta
 Pada tahun 1982, gedung ini digunakan sebagai Perpustakaan Nasional dan perkantoran.
Selanjutnya
 Pada tahun 1984, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada waktu itu Prof. Dr. Nugroho
Notosusanto, memberikan instruksi kepada Direktur Permuseuman untuk segera
merealisasi gedung bersejarah tersebut menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi
 Pada tanggal 26 Maret 1987, gedung ini diserahkan kepada Direktorat Permuseuman,
Direktorat Jenderal Kebudayaan, untuk dijadikan Perumusan Naskah Proklamas

Koleksi
Lantai Satu
Pada bagian muka sisi kiri, diletakkan meja dan kursi tamu tempat Maeda menerima
Soekarno, Hatta, dan Ahmad Soebardjo, setibanya mereka dari Rengasdengklok pada 16
Agustus 1945 pukul 22.00 WIB. Di sana, ketiganya, tidak termasuk Maeda, mempersiapkan
perumusan naskah Proklamasi. Di sebelah ruang pertemuan ada meja makan tempat
dirumuskannya naskah Proklamasi. Pada 17 Agustus 1945, dini hari pukul 03.00 wib,
Soekarno, Hatta, dan Ahmad Soebardjo memasuki ruangan ini untuk merumuskan konsep
naskah Proklamasi. Ada tiga patung lilin tiruan sosok Soekarno, Hatta dan Ahmad Soebardjo
tengah berembuk merumuskan naskah Proklamasi.

Lantai dua
Di lantai dua bekas rumah Maeda, terpajang benda-benda koleksi museum, dari berupa
dokumentasi, kertas, buku, pita kaset, kain, pakaian, dan juga piagam. Pada bagian kiri
bangunan, ada deskripsi tokoh-tokoh yang hadir dalam perumusan naskah Proklamasi yang
dipajang di dinding sekeliling ruangan. Sementara pada bagian tengahnya terdapat tiga vitrin
atau elatase pamer yang memajang benda-benda koleksi yang didapat dari keluarga para
tokoh dan pahlawan.

Anda mungkin juga menyukai