Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang memiliki kebudayaan dan suku
yang beragam. Kebudayaan dan suku yang beragam ini menjadikan Indonesia sebagai Negara
dengan keaneragaman unik. Disamping memiliki kebudayaan yang beragam, Indonesia juga
mempunyai Museum sebagai wadah memperkenalkan keanekaragam budaya, salah satu
museum tersebut ialah Museum Simalungun.

Museum Simalungun adalah tempat wisata sejarah dan budaya. Selain sebagai sebuah
nama Kabupaten, Simalungun juga merupakan suku asli dari Provinsi Sumatera Utara yang kini
menyebar di seluruh Indonesia. Museum Simalungun dengan berbagai jenis koleksinya ini
berada di Jalan. Sudirman No. 20 Kota Pematangsiantar.

Sejarah mengenai Museum Simalungun dimulai sejak dibangun pada April 1936.
Tujuannya adalah untuk melestarikan dan menjaga sejarah serta kebudayaan Simalungun dari
masa ke masa. Museum Simalungun didirikan/diprakarsai oleh 7 orang Raja Simalungun
beserta utusan Pemerintah, tokoh masyarakat, kepala distrik pada pertemuan Harungguan.

Diawal berdiri Museum ini bernama Rumah Pusaka Simalungun. Namun seiring
perkembangan nama tersebut akhirnya diganti. Pada Desember 1939, akhirnya proses
pembangunan rampung dan resmi dibuka untuk umum pada 30 April 1940. Museum ini
kemudian dikelola secara prifesional 14 tahun kemudian oleh Yayasan Museum Simalungun
yang didirikan pada 27 September 1954.

1.2 Rumusan masalah

1. Siswa diharapkan mengetahui sejarah Museum Simalungun !


2. Siswa diharapkan dapat menjelaskan dan mengetahui peninggalan apa saja yang
terdapat di Museum Simalungun !

1.3 Tujuan penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Seni Budaya dan
Sejarah sekaligus sebagai sarana untuk lebih mengenal tentang Museum Simalungun dan
sejarahnya.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Museum Simalungun

Sejarah Museum Simalungun dimulai pada tahun 1932, disertasi karya Dr. ANJ
Th. a Th. van der Hoop dengan judul “Megalitich Remains in South Sumatera” yang
memberikan motivasi untuk menyelidiki makna dari batu – batu atau patung kuno di
Sumatera Selatan. Kemudian disertasi tersebut dibaca oleh G.L. Tichelman yang saat itu
menjabat sebagai kontelir di Simalungun. Tichelman kemudian termotivasi untuk
mengadakan penyelidikan yang sama di daerah tugasnya, yaitu daerah Simalungun. Hal
inilah yang kemudian menjadi cikal bakal didirikannya Museum Simalungun.

Setelah melakukan penyelidikan sementara, Tichelman meminta kepada 7 Raja


Simalungun (Marpitu Simalungun : Kerajaan Siantar, Kerajaan Tanah Jawa, Kerajaan
Dolok Silou, Kerajaan Raya, Kerajaan Panei, Kerajaan Purba dan Kerajaan Silimakuta)
untuk melakukan pencatatan patung – patung yang ada di daerah masing – masing pada
saat sidang rutin di Kerapatan Nabolon 5 September 1935. Dua hari kemudian, Madja
Purba (kepala menteri Algemene Dienst) mengutus anggotanya yang bernama Benjamin
Damanik untuk terjun langsung mengunjungi daerah – daerah untuk memperlancar proses
pencatatan. Dalam waktu yang relatif singkat, puluhan patung material batu dan kayu
dengan beragam bentuk berhasil tercatat. Salah satu yang paling menarik dari temuan
puluhan patung tersebut adalah Patung Silapalapa yang kemudian dipindahkan dari
Pematangsiantar ke Amsterdam, tepatnya di Museum Rijks pada tahun 1938.

2
2.2 Latar belakang terbentuknya Museum Simalungun

Kelanjutan dari latar belakang terbentuknya Museum Simalungun adalah usulan


masyarakat untuk mendirikan museum. Usulan ini mendapat perhatian dari para petinggi
saat itu hingga akhirnya usulan ini dibicarakan pada sidang rutin di Kerapatan Nabolon.
Para Raja Simalungun yang memiliki pemikiran berorientasi pada masa depan akhirnya
menyetujui usulan tersebut. Setelah pemerintah daerah menyetujui usul tersebut, maka
disiarkanlah berita bahwa akan dibangun Museum Simalungun atau yang saat itu disebut
Rumah Pusaka Simalungun. Tujuan didirikannya Museum Simalungun adalah untuk
menjaga wajah asli kebudayaan Simalungun, untuk kemudian diwariskan kepada generasi
yang akan datang.

Selain dengan sistem birokrasi dari pemerintah daerah sampai kepada masyarakat
desa, penyebaran berita mengenai pendirian Museum Simalungun juga dilakukan melalui
media massa, contohnya seperti Sinar Simalungun, Warta Baru, Sinalnal, dan lain
sebagainya. Penyiaran berita ini kepada masyarakat sangatlah penting dikarenakan selain
dari kerajaan dan pemerintah Belanda, biaya untuk pembuatan museum juga dipungut dari
masyarakat. Salah satu bantuan biaya dari masyarakat adalah melalui retribusi karet.
Pemerintah menaikkan penjualan karet sebanyak 2 sen per kilogramnya. Kemudian jumlah
kenaikan tersebut dikumpulkan menjadi bantuan biaya dari mayarakat untuk membangun
museum.

Pada tahun 1937, pemerintah mengangkat Dr. P. Voorhoeve yang merupakan


seorang ahli bahasa menjadi Taal-ambtenaar untuk mempelajari budaya Simalungun, mulai
dari bahasa, adat, kepercayaan, dan lain sebagainya. Di samping itu, Voorhoeve juga
diangkat menjadi penasehat dalam kepengurusan museum.

Pada 14 Januari 1937 diadakan sidang atau harungguan di kantor Kerapatan


Nabolon untuk menentukan lokasi museum. Dari sidang ini ditetapkan bahwa Museum
Simalungun akan dibangun di Pematangsiantar. Penetapan Pematangsiantar sebagai
lokasi museum bukan tanpa alasan, Pematangsiantar sendiri adalah kota perniagaan, kota
pelajar, selain itu kota Pematangsiantar juga perlintasan menuju daerah lain seperti Medan,
Tapanuli, Asahan, Dairi, dan daerah – daerah lainnya. Karena perlintasan tersebut, maka
Pematangsiantar banyak disinggahi oleh para saudagar dan juga turis. Sehingga,
Pematangsiantar dinilai sebagai tempat yang strategis untuk membangun Museum
Simalungun dan diharapkan dapat menarik banyak orang untuk berkunjung ke Museum
Simalungun ketika sudah berdiri. Selanjutnya diadakan pengangkatan pengurus Museum
Simalungun, yang terdiri dari A. H. Doornik sebagai ketua, Madja Purba sebagai sekretaris,
Mogang Purba, Djaudin Saragih, R. H. Volbeda sebagai anggota, dan Dr. P. Voorhoeve
sebagai penasehat.

3
Tanah untuk tempat pembangunan museum adalah hasil hibah Wali Kota
Pematangsiantar saat itu. Letaknya sama dengan letak museum sekarang, Jalan Jenderal
Sudirman Nomor 20, dekat dengan kantor pos yang banyak dilalui orang, tetapi tidak begitu
dekat dengan hiruk pikuk lalu lintas kota.

Selesai dengan urusan tanah, hal yang harus diurus selanjutnya adalah bentuk dari
museum. Museum akan dibuat dengan bentuk Rumah Bolon yang merupakan rumah adat
suku batak. Rumah Bolon umumnya terdiri dari dua bagian, yaitu lopou dan rumah.

Pada rencana awal akan dilakukan pemindahan Rumah Bolon dari Buluh Raya yang
merupakan daerah Kerajaan Raya pada saat itu. Namun, usia Rumah Bolon tersebut sudah
tua dan akan sangat menguras biaya untuk pemindahannya, sehingga rencana ini pun
gagal. Beranjak dari kegagalan rencana sebelumnya, museum akan tetap dibangun dengan
bentuk Rumah Bolon tetapi pembangunannya akan dilakukan secara bertahap. Hal ini
dikarenakan biaya yang tidak mencukupi. Bagian lopou akan lebih dulu dibangun,
kemudian akan dilanjut membangun bagian rumah ketika biayanya sudah ada.

Untuk contoh lopou-nya sendiri dibuat oleh Yan Kaduk Saragih (Kepala Distrik Raya
Kahean) bersama Voorhoeve. Selanjutnya pada 2 Januari 1939 contoh tersebut diterima
oleh Residen Sumatera Timur. Setelah gambar konstruksi museum dibuat oleh Locale
Water Staat (sekarang PU), akhirnya pada 10 April 1939 dimulailah pembangunan
Museum Simalungun dengan biaya sebesar 1.650 gulden.

Perlu diketahui, bahwa pembangunan museum dipimpin oleh Locale Water Staat
(sekarang PU). Para tukang atau pekerja yang mambangun museum berasal dari pribumi
yang mampu mengikuti gambar konstruksi yang sudah dibuat. Kemudian pada 18 Oktober
1939 pembangunan museum akhirnya selesai. Tugas selanjutnya diserahkan kepada
pengurus museum yang sudah diangkat sebelumnya untuk mengisi museum dengan benda
– benda warisan budaya daerah Simalungun.

Setelah proses panjang, akhirnya diadakan upacara peresmian Museum


Simalungun pada 30 April 1940. Upacara peresmian dilakukan sesuai adat Simalungun
kemudian dilanjut dengan kata sambutan dari para pengurus dan petinggi Simalungun saat
itu.

Pada saat Museum Simalungun dibangun dan diresmikan, sebenarnya di Eropa


telah pecah Perang Dunia II. Satu bulan setelah peresmian Museum Simalungun, NAZI
Jerman menyerbu dan menduduki Belanda, kondisi ini sangat berpengaruh pada kondisi
pemerintahan Belanda di Indonesia, sehingga perhatian terhadap pengembangan museum
menjadi terbatas. Perawatan museum hanya dilakukan dengan seadanya saja.
Kemunduran terus berlanjut hingga Jepang menduduki Indonesia pada 1942. Situasi
semakin sulit karena Indonesia secara langsung juga tengah berperang melawan penjajah.

4
Kemudian setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, kepemilikan Museum
Simalungun resmi menjadi milik Indonesia. Kendati demikian, perawatan museum masih
terlihat memprihatikan. Hingga akhirnya pada 1954, setelah kunjungan Sekretaris Jenderal
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, disempurnakanlah kepengurusan museum
dengan diebentuknya Yayasan Museum Simalungun yang diketuai oleh Farel Pasaribu
yang saat itu menjabat menjadi bupati Simalungun. Yayasan ini berlaku hingga sekarang
dengan ketua yayasan bapak Drs. Djomen Purba.

2.3 Koleksi yang terdapat di Museum Simalungun

Beberapa koleksi peninggalan yang terdapat di Museum Simalungun adalah berupa


entografi dan arkeologi dengan jumlah 866 dan kemudian semakin bertambah hingga lebih
dari 975 buah.

Di Museum Simalungun Pematangsiantar tersimpan berbagai benda yang identic


dengan antropologi, kesenian, peralatan sistem mata pencaharian dan segala sesuatu yang
berkaitan dengan Simalungun.

Secara lengkap terdapat 6 jenis koleksi di Museum Simalungun yakni:

a) Koleksi handcraft
b) Koleksi Arkeologi
c) Koleksi Numismatika
d) Koleksi Keramikalogis
e) Koleksi Naskah kuno

5
f) Koleksi Etnografika

Beberapa koleksi tersebut masih terjaga dengan baik di Museum Simalungun. Koleksi-
koleksi dari kerajaan yang dulunya ada dapat disaksikan dan dilihat di Museum Simalungun
seperti pingga pasu yakni piring yang digunakan khusus untuk raja. Selain itu dapat dilihat
peralatan hidup sehari-hari orang Simalungun yang dulunya kerap digunakan seperti tempat
penyimpanan garam, tempat penyimpanan beras yang disebut Parborason, tempat
penyimpanan ikan atau Taduhan, tempat penyimpanan ari atau Tatabu.

Koleksi menarik lainnya adalah alat-alat yang digunakan pada mata pencaharian suku
Simalungun seperti bubu, yakni alat penangkap ikan, agadi alat yang digunakan untuk
menyadap nira, wewean yaitu alat yang digunakan untuk memintal benang dan masih banyak
lainnya.

Koleksi etnografika sekaligus handcraft di Museum Simalungun seperti mongmong,


ogung, heseh, gonndrang, arba, husapi, sarune dan berbagai jenis alat musik Simalungun
lainnya. Disini juga dapat dilihat berbagai jenis perhiasan dan pakaian adat tradisional
Simalungun seperti doramani yaitu perhiasan untuk laki-laki, bulang yakni perhiasan dari kain
untuk kaum perempuan, suri-suri yakni selendang yang digunakan oleh kaum perempuan,
gondit pengikat kain di bagian pinggang untuk kaum wanita, suhul gading yaitu keris dan juga
raut yakni sejenis pisau berukuran kecil. Semua ini merupakan beberapa peninggalan
kebudayaan yang bernilai sejarah yang terdapat di Museum Simalungun.

6
BAB III
KESIMPULAN

Museum Simalungun adalah salah satu Museum tua yang terdapat di Kota
Pematangsiantar yang bertujuan untuk menjaga cagar budaya agar tidak punah ditelan jaman.
Museum ini memiliki berbagai peninggalan sejarah pada jamannya yang memiliki nilai histori
tinggi. Sebagai warga maupun suku yang mendiami Simalungun, sudah selayaknya kita bangga
dan ikut menjaga melestarikan peninggalan-peninggalan benda bersejarah yang terdapat di
Museum Simalungun kota Pematangsiantar.

7
DAFTAR PUSTAKA

https://www.alolingsimalungun.com/2020/07/27/museum-simalungun-destinasi-wisata-budaya-
di-pusat-kota-siantar/

https://suarausu.or.id/sudah-puluhan-tahun-berdiri-berikut-sejarah-museum-simalungun/

https://www.pariwisatasumut.net/2014/11/museum-simalungun-pematang-siantar.html

Anda mungkin juga menyukai