Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an sebagai pandangan hidup Islam lebih banyak menyajikan suatu


masalah secara garis besar atau prinsip-prinsip pokoknya saja. Kebenaran Al-
Qur’an yang demikian menjadi salah satu keistimewaannya, sehingga terus
menerus menjadi objek kajian para intelektual sepanjang masa.

Sejalan dengan itu kesiapan jiwa manusia dalam menerima dan tunduk
terhadap kebenaran itu berbeda – beda, jiwa yang bersih yang fitrahnya tidak
ternoda kejahatan akan lebih mudah menerima dan menyambut petunjuk,
sedangkan jiwa yang tertutup oleh kegelapan dan kebhatilan akan sult untuk
menerima kebenaran dan petunjuk.

Dengan sebab dan akibat akan lebih mudah dan menarik kepada
pendengar, apabila dalam peristiwa itu terdapat pesan – pesan dan pelajaran
mengenai berita orang – orang terdahulu, rasa ingin tahu merupakan faktor yang
paling kuat yang dapat menambah kesan terhadap peristiwa dalam hati.

Nampaknya kalau boleh diasumsikan, inilah yang menjadi dasar


pertimbangan logis kenapa di dalam makalah Metode Studi Al-Qur’an yang kalau
dihayati dan di selami sangatlah indah sekali dan akan membuat ghirah keislaman
terpanggil serta bangkit.

1
B. Rumusan Masalah

1. Pengertian Al-Qur’an dan Studi Al-Qur’an?


2. Isi dan Pesan-Pesan Al-Qur’an?
3. Fungsi Al-Qur’an?
4. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an?

C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui apa itu studi Al-Qur’an


2. Mengetahui isi dan pesan Al-Qur’an
3. Mengetahui fungsi Al-Qur’an
4. Mengetahu metodologi penafsiran Al-Qur’an

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-Qur’an dan Studi Al-Qur’an

Secara etimologi Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab dalam bentuk kata
(qara’a – yaqro’u – Qur’anan) yang berarti bacaan. Sebagian ulama yang lain
berpendapat bahwa lafadz al-Qur’an bukanlah musytak dari qara’amelainkan isim
alam (nama sesuatu) bagi kitab yang mulia, sebagaimana hanya nama Taurat dan
Injil. Penamaan ini dikhususkan menjadi nama bagi kitab suci yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw.

Menurut gramatika bahasa Arab bahwa kata “al-Qur’an” adalah bentuk


mashdar dari kata qara’a yang maknanya murodif (sinonim) dengan kata qira’ah,
artinya bacaan tampaknya tidak menyalahi aturan, karena mengingat pemakaian
yang dipergunakan al-Qur’an dalam berbagai tempat dan ayat. Misalnya, antara
lain dalam surat al-Qiyamah ayat 17 – 18:

.
Artinya: sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (didadamu)
dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila telah selesai membacakannya
maka ikutilah bacaannya itu”.

Dalam surah lain, seperti al-A’raf ayat 204:

Artinya: dan apabila dibacakan al-Qur’an, maka dengarkanlah baik – baik, dan
perhatikan dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.

3
Adapun defenisi al-Qur’an yang dikemukakan para Ulama, antara lain:

1. Menurut Imam Jalaluddin al-Suyuthy seorang ahli Tafsir dan Ilmu


Tafsir didalam bukunya “Itmam al-Dirayah” menyebutkan: “al-
Qur’an ialah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
saw. Untuk melemahkan pihak-pihak yang menantangnya, walaupun
dengan hanya satu surat saja dari padanya”1
2. Muhammad Ali al-Shabuni menyebutkan pula sebagai berikut: “al-
Qur’an adalah kalam Allah yang tiada tandingannya, diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw. Penutup para Nabi dan Rasul, dengan
perantara Malaikat Jibril a.s dan ditulis pada mushaf – mushaf yang
kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca
dan mempelajarinya merupakan suatu ibadah, yang dimulai dengan
surat al-Fatihah dan ditutup dengan an-Nas.
3. As-Syekh Muhammad al-Khudhary Beik dalam bukunya “Ushul al-
Fiqh” “al-Kitab itu ialah al-Qur’an, yaitu firman Allah swt. Yang
berbahasa Arab, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.
Untuk difahami isinya, untuk diingat selalu, yang disampaikan kepada
kita dengan jalan mutawatir, dan telah tertulis didalam suatu mushaf
antara kedua kulitnya dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri
dengan surat an-Nas”.

Berdasarkan definisi – definisi yang dikemukakan di atas, maka unsur –


unsur terpenting yang dapat diambil dari hakikat al-Qur’an itu ialah:
Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
saw. Dengan perantara Malaikat Jibril a.s, sebagaimana yang dinyatakan dalam
firman-Nya surat asy-Syu’ara ayat 193:

Artinya: dia dibawah turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril).


1
Muhammad Yasir, Ade Jamaruddin, Studi Al-Qur’an (Riau, cv asa Riau, 2016), hal. 1-4.

4
B. Pengertian Studi Al-Qur’an (‘Ulumul Qur’an)

Studi al-Qur’an secara istilah bermakna “segala ilmu yang membahas


tentang kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang berkaitan
dengan turun, bacaan, kemukjizatan, dan lain sebagainya”. Asah-Shabuni
mendefinisikan studi Al-Qur’an itu kajian – kajian yang berhubungan dengan Al-
Qur’an dari aspek turun, pengumpulan, susunan, kodifikasi, asnan an-nuzul, Al-
makki wa Al-madani, pengetahuan mengenai an-nasikh dan al-mansukh. ,menurut
Az-Zarqani, studi Al-Qur’an adalah “kajian – kajian yang berhubungan dengan
Al-Qur’an, dari aspek turun, susunan, pengumpulan, tulisan, bacaan, tafsir,
mukjizat, nasikh dan mansukh, menolak syubhat darinya, dan lain – lain. 2

Berdasarkan pengertian di atas, maka secara bahasa kata ‘ulum Al-Qur’an dapat


diartikan kepada ilmu-ilmu tentang Al-Qur’an.

Secara terminologi, Al-Qur’an berarti “Kalam Allah yang diturunkan


kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril, sampai kepada kita secara
mutawatir. Dimulai dengan Surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan Surah An-Nas,
dan dinilai ibadah (berpahala) bagi setiap orang yang membacanya”.

Jadi, ‘ulumul Qur’an secara istilah bermakna “Segala ilmu yang


membahas tentang kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
berkaitan dengan turun, bacaan, kemukjizatan, dan lain sebagainya”. Ash-Shabuni
mendefinisikan ‘ulumul Qur’an itu kepada “Kajian-kajian yang berhubungan
dengan Al-Qur’an dari aspek turun, pengumpulan, susunan, kodifikasi, asbab an-
nuzul, Al-makki wa Al-madani, pengetahuan mengenai an-nasikh dan Al-
mansukh, muhkam dan mutasyabihdan lain sebagainya segala pembahasan yang
berkaitan dengan Al-Qur’an. Menurut Az-Zarqani, ‘ulumul Qur’an adalah
“Kajian-kajian yang berhubungan dengan Al-Qur’an, dari aspek turun, susunan,
pengumpulan, tulisan, bacaan, tafsir, mukjizat, nasikh dan mansukh, menolak
syubhat darinya, dan lain-lain. Jadi, apa saja ilmu yang berkaitan dengan Al-
Qur’an adalah termasuk dalam perbincangan ‘ulumul Qur’an.

2
Kadar M, Yusuf, studi Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah , 2009), hal. 2
Rosihon Anwar, Ulumul Al-Qur’an, (Bandung: pustaka setia, 2008), hal.13

5
Dari definisi yang ada tersebut ada perbedaan redaksi antara para ulama
yang satu dengan ulama yang lain. Walaupun ada perbedaan, penulis melihat ada
maksud yang sama, baik antara Ash-Shabuni maupun Az-Zarqani, yakni bahwa
‘ulum Al-Qur’an adalah sejumlah pembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur’an.

Mengenai kemunculan istilah ‘ulum Al-Qur’an untuk pertama kalinya, para


penulis menyatakan bahwa istilah ini muncul pada abad VI Hijriah oleh Abu Al-
Farj bin Al-Jauzi. Pendapat ini disitir pula oleh Asy-Suyuthi dalam pengantar
kitabAl-itqan. Az-Zarqani menyatakan bahwa istilah itu muncul pada awal abad V
Hijriah melalui tangan Al-Hufi (w. 430 H) dalam karyanya yang berjudulAl-
Burhan fi‘ulum Al-Qur’an.

Analisis lain dikemukakan oleh Abu SyahbahDengan merujuk kepada


kitab Muqaddimatanifi ‘ulumA1-Qur’an yang dicetak tahun 1954 dan diedit oleh
Arthur Jeffri, seorang orientalis kenamaan, Syahbah berpendapat bahwa istilah
‘ulum Al-Qur’an muncul dengan ditulisnya kitabAl-Mabani fi Nazhm Al-
Ma’aniyang ditulis tahun 425 H (abad V H). Sayangnya, penulis kitab itu belum
ditemukan sampai sekarang. Kitab yang hasil cetakannya mencapai 250 halaman
itu menyajikan pembahasan-pembahasan tentang makki-madani, nuzul Al-Qur’an,
kodifikasi Al-Qur’an, penulisan dan mushaf, penolakan terhadap berbagai
keraguan menyangkut pengkodifikasi Al-Qur’an dan penulisan mushaf, jumlah
surat dan ayat, tafsir, ta’wil, muhkam-mutasyabih, turunnya Al-Qur’an dengan
tujuh huruf (sab’ah ahruf) dan pembahasan-pembahasan lainnya. Lebih lanjut,
Syahbah mengkritik analisis yang dikemukakan oleh Az-Zarqani. Kritiknya itu
menyangkut embel-embel“‘ulum Al-Qur’an”pada kitab Al-Burhan fi ‘ulum Al-
Qur’an yang dinyatakan oleh Az-Zarqani sebagai kitab‘ulum Al-Qur’an yang
pertama kali muncul. Persoalannya, Az-Zarqani menyatakan juz I kitab itu hilang.
Lalu, dari mana ia memperoleh nama kitab itu? Tetapi setelah dilakukan
pengecekan terhadap kitab KasyfAzh-Zhunun, menurut Syahbah, ternyata kitab itu
bernama Al-Burhan fi Tafsir Al-Qur’an. Pendapat lain dikemukakan Subhi Al-
ShaliH Ia berpendapat bahwa istilah ‘ulum Al-Qur’an sudah muncul semenjak
abad III H, yaitu ketika Ibn Al-Marzuban menulis kitab yang berjudul Al-Hawi fi
‘ulum Al-Qur’an

6
C. Isi dan Pesan – Pesan Al-Qur’an

Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Dari keseluruhan isi


al-Qur’an itu, pada dasarnya mengandung pesan – pesan sebagai berikut:

1. Masalah tauhid, termasuk didalamnya masalah kepercayaan terhadap yang


gaib.
2. Masalah ibadah, yaitu kegiatan – kegiatan dan perbuatan – perbuatan yang
mewujudkan dan menghidupkan didalam hati dan jiwa,
3. Masalah janji dan ancaman, yaitu janji dengan balasan baik bagi mereka
yang berbuat baik dan ancaman atau siksa bagi mereka yang berbuat jahat,
janji akan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat dan ancaman akan
mendapat kesengsaraan dunia akhirat, janji dan ancaman diakhirat berupa
surga dan neraka.
4. Jalan menuju kebahagiaan dunia akhirat, berupa ketentuan – ketentuan dan
aturan – aturan yang hendaknya dipenuhi agar dapat mencapai keridhohan
Allah.
5. Riwayat dan cerita, yaitu sejarah orang – orang terdahulu baik sejarah
bangsa – bangsa, tokoh – tokoh maupun Nabi dan Rasul Allah.

Selanjutnya Abdul Wahab Khalaf lebih memerinci pokok – pokok


kandungan (pesan–pesan) Al-Qur’an kedalam tiga kategori, yaitu:

1. Masalah kepercayaan (I’tiqadiyah), yang berhubungan dengan rukun iman


kepada Allah, malaikat kitabullah, rasulullah, hari kebangkitan, dan takdir.
2. Masalah etika (khuluqiyah), berkaitan dengan hal – hal yang dijadikan
perhiasan bagi seseorang untuk berbuat keutamaan dan meninggalkan
kehinaan.
3. Masalah perbuatan dan ucapan (‘amaliyah), terbagi kedalam dua macam:
1. Masalah ibadah, berkaitan dengan rukun Islam, nazar, sumpah dan
ibadah-ibadah lain yang mengatur hubungan antara manusia dan Allah
swt. 2. Masalah muamalah, seperti akad, pembelanjaan, hukuman, jinayat,
dan sebagainya yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain,
baik perseorangan maupun kelompok.

7
D. Fungsi – Fungsi Al-Qur’an

Fungsi al-Qur’an dilihat dari nama-namanya. Menelaah fungsi al-Qur’an


tentu tidak bisa mengabaikan apa yang dikatakan al-Qur’an tentang dirinya
sendiri. Karena, di situlah kelak informasi primer yang dibutuhkan. Selain itu,
baru dengan melihat hadist-hadist Nabi Muhammad saw yang menjelaskan hal
tersebut, dan tidak tertutup kemungkinan juga pendapat ulama yang terkait hal
itu.3

Kitab suci al-Qur’an telah menjelaskan tentang dirinya antara lain melalui
sejumlah nama atau sebutan yang diberikan Allah swt untuknya. Al-Qur’an
memiliki banyak nama. Banyaknya nama ini menunjukkan kedudukannya yang
tinggi dan kemuliaannya.

Selain dilihat dari nama-namanya, fungsi al-Qur’an juga bisa dilihat dari
kedudukannya dalam konteks kesejarahan kitab suci. Sebagaimana diketahui, al-
Qur’an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan Allah swt kepada Nabi dan
Rasul-Nya. Ia diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw yang merupakan
penutup para nabi dan rasul. Tidak ada kitab suci lain sesudahnya.

Sebagaimana konsekwensi dari kitab suci terakhir, al-Qur’an mengemban


misi yang lebih besar dibanding kitab-kitab suci sebelumnya ditunjuk untuk kaum
tertentu dan masa yang terbatas, al-Qur’an diturunkan bagi seluruh manusia
hingga akhir zaman. Hal itu karena Nabi Muhammad yang membawanya adalah
rasul untuk segenap umat manusia hingga akhir masa.

Selain itu al-Qur’an juga berperan sebagai sarana ibadah untuk


mendekatkan diri kepada Allah swt melalui membacanya dan menangkap pesan-
pesan yang ada didalamnya. Oleh karena itu, fungsi Al-Qur’an bagi manusia dapat
dirinci sebagai berikut:

3
Muhaimin, Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, kawasan dan wawasan studi Islam, (Jakarta: Kencana,
2007), hal. 84-85

8
1. petunjuk bagi manusia

Fungsi pertama Al-Quir’an adalah sebagai petunjuk bagi manusia. Seperti


diketahui, fungsi utama sebuah kitab suci dalam agama dan keyakinan apapun
adalah menjadi pedoman bagi umat Islam. Meskipun begitu al-Qur’an
menyatakan bahwa ia bukan hanya menjadi petunjuk bagi kaum Muslimin, tapi
juga bagi umat manusia seluruhnya. Keseluruhan misi al-Qur’an ini tidak lepas
dari kemenyeluruhan misin Nabi Muhammad saw yang diutus untuk seluruh
manusia. Hal ini di tegaskan oleh Allah swt dalam Q.S Saba: 28:

Artinya: dan Allah tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan kepada umat
manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.

Didalam al-Qur’an memang ada dua versi penyebutan al-Qur’an sebagai


petunjuk. Pertama, ia petunjuk bagi seluruh manusia. Kedua, ia petunjuk bagi
orang-orang yang beriman atau bertaqwa. Ayat yang menyatakan hal pertama
diantaranya adalah: 4

Artinya: bulan Ramadhon adalah bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan)


al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (al-Baqarah: 185).

4
Sahid, Ulumul Qur’an (Surabaya: Pustaka Idea, 2016), hal. 36
Suma, Studi Ilmu-Ilmu, hal.26

9
2. Penyempurna kitab-kitab suci sebelumnya

Al-Qur’an juga berfungsi sebagai penyempurna kitab-kitab suci


sebelumnya. Fungsi ini hadir karena al-Qur’an adalah kitab suci terakhir yang
diturunkan oleh Allah swt kepada rasul dan nabi-Nya. Sebagai kitab suci terakhir,
al-Qur’an membawa tugas menyempurnakan kitab-kitab suci terdahulu.
Rasionalitas dibalik fungsi ini setidaknya bisa diterangkan melalui dua alasan.
Pertama, kitab-kitab suci terdahulu memang diturunkan untuk kaum tertentu dan
zaman yang terbatas. Kedua, dalam perkembangan sejarah, kitab-kitab suci
terdahulu tidak bebas dari perubahan dan penyimpangan.

Terkait fungsi al-Qur’an sebagai penyempurna kitab-kitab suci


sebelumnya, ada tiga rincian tugas. Pertama, membenarkan adanya kitab-kitab
suci terdahuli; kedua, meluruskan hal-hal yang telah diselewengkan dari kitab-
kitab suci tersebut; ketiga, menjadi kitab alternatif untuk kitab-kitab suci yang
pernah ada.

3. Sumber pokok agama Islam

Sebagaimana diketahu sumber pokok agama Islam itu ada tiga, yakni: al-
Qur’an, Sunnah, dan Ijtihad. Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad. Sunnah adalah sabda, tindakan dan ketetapan
Rasulullah. Sedangkan Ijtihad adalah usaha sungguh-sungguh yang dilakukan
oleh ulama mujtahid untuk menyimpulkan hukum agama dengan tetap mengacu
kepada al-Qur’an dan Sunnah. Ada dua bentuk Ijtihad yang di sepakati oleh
ulama, yaitu Ijma’ (kesepakatan umat pasca wafatnya Rasulullah) dan Qiyas
(analogi).

Al-Qur’an merupakan semua pokok seluruh ajaran Islam. Yusuf al-


Qardlawi mengatakan bahwa al-Qur’an adalah pokok Islam dan jiwanya. Dari al-
Qur’anlah diperoleh ajaran tentang keimanan (aqidah), ibadah, akhlak, dan

10
prinsip-prinsip hukum serta syariat. Secara garis besar, al-Qur’an sebagai sumber
ajaran Islam. 5

E. Metodologi Penafsiran AL-Qur’an

a. Pengertian Tafsir

Tafisr berakar dari kata fassara. Muhammad Hin al-Dahabi dalam “Tafsir
wa al-mufassirun” menerangkan arti etimologi tafsir dengan “al-idhah”
(penjelasan) dan “al-bayan” (keterangan , makna tersebut digambarkan dalam Q.S
al-Furqan ayat 33:

Sedangkan dalam kamus yang berlaku tafsir berarti “al-ibahah wa kasyf


mughta” (menjelaskan atau membuka yang tertutup).

Sedangkan dalam arti terminologis tafsir, berarti penjelasan tentang


kalamullah (al-Qur’an) karena itu yang dimaksud dengan ilmu tafsir adalah
sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Jalal al-Din al-Suyuti, tertib makiyah dan
madaniyah, mukhkam dan mutasyabihat-nya, nasikh dan mansukhnya, halal dan
haramnya, janji dan ancamannya, perintah dan larangannya, dan mengenai
ungkapan dan perumpamaan.

Sedang Abu Hayyan dalam “Bahr al-Muhith” menjelaskan bahwa, Ilmu


Tafsir adalah ilmu yang membahasah bagaimana csara mengucapkan lafal-lafal
al-Qur’an, menerangkan apa yang ditunjukkan dan hukumnya, baik secara
fardiyah maupun tersusun, serta makna yang terkandung dalam susunan
kalimatnya.

Dari defenisi di atas tersebut menggambarkan bahwa cakupan Ilmu


Tafsir sangat banyak, yang meliputi berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan

5
Yusuf Qardlawi, Kaifa Nata’amal ma’a al-Qur’an al-‘adhim (Kairo: Dar al-Syuruq, 2000), hal. 49

11
penafsiran. Misalnya, Ilmu Qira’ah, Ilmu Tashrif, Ilmu I’rob, Ilmu Bayan, Ilmu
Badi’, ilmu Ma’ani, ilmu Ushul, dan sebagainya.

b. Fungsi Ilmu Tafsir

tafsir mempunya fungsi tersendiri yang tidak kalah pentingnya dengan


ilmu-ilmu lain. Fungsi yang dimaksud mengacu pada asumsi, bahwa dalam al-
Qur’an banyak memakai ungkapan yang sesuai dengan tingkat kepandaian
manusia, dan al-Qur’an tidak bisa diketahui maksudnya dengan sekedar
mendengarkan, karena itu dibutuhkan tafsir al-Qur’an untuk mengeluarkan
(istimbath) hukum-hukum dan ilmu pengetahuan yang terkandung didalamnya,
dengan begitu maka tafsir berfungsi untuk mengetahui yang disyariatkan Allah
kepada hambanya, baik berkaitan dengan perintah larangan sebatas kemampuan
manusia.

begitu juga dapat diketahu dengan petunjuk Allah mengenai akidah,


ibadah dan akhlak agar manusia dapat hidup bahagia dunia akhirat, serta untuk
mengetahui segi kemukjizatan al-Qur’an agar dapat menambah kepercayaan
kepadanya, dan lebih penting lagi untuk mengantarkan pelaksanaan ibadah yang
lebih baik. Sebab tafsir berarti mencakup upaya membaca, memahami, dan
mengamalkan isi kandungannya.6

6
Muhaimin, Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, kawasan dan wawasan studi Islam, (Jakarta: Kencana,
2007), hal. 106

12
BAB III
KESIMPULAN

Secara etimologi Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab dalam bentuk kata
(qara’a – yaqro’u – Qur’anan) yang berarti bacaan. Sebagian ulama yang lain
berpendapat bahwa lafadz al-Qur’an bukanlah musytak dari qara’amelainkan isim
alam (nama sesuatu) bagi kitab yang mulia, sebagaimana hanya nama Taurat dan
Injil. Penamaan ini dikhususkan menjadi nama bagi kitab suci yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw.

Menurut gramatika bahasa Arab bahwa kata “al-Qur’an” adalah bentuk


mashdar dari kata qara’a yang maknanya murodif (sinonim) dengan kata qira’ah,
artinya bacaan tampaknya tidak menyalahi aturan, karena mengingat pemakaian
yang dipergunakan al-Qur’an dalam berbagai tempat dan ayat.

Studi al-Qur’an secara istilah bermakna “segala ilmu yang


membahas tentang kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
berkaitan dengan turun, bacaan, kemukjizatan, dan lain sebagainya”. Asah-
Shabuni mendefinisikan studi Al-Qur’an itu kajian – kajian yang berhubungan
dengan Al-Qur’an dari aspek turun, pengumpulan, susunan, kodifikasi, asnan an-
nuzul, Al-makki wa Al-madani, pengetahuan mengenai an-nasikh dan al-
mansukh. ,menurut Az-Zarqani, studi Al-Qur’an adalah “kajian – kajian yang
berhubungan dengan Al-Qur’an, dari aspek turun, susunan, pengumpulan, tulisan,
bacaan, tafsir, mukjizat, nasikh dan mansukh, menolak syubhat darinya, dan lain –
lain. 7
Berdasarkan pengertian di atas, maka secara bahasa kata ‘ulum Al-
Qur’andapat diartikan kepada ilmu-ilmu tentang Al-Qur’an.

Secara terminologi, Al-Qur’an berarti “Kalam Allah yang diturunkan


kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril, sampai kepada kita secara
mutawatir. Dimulai dengan Surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan Surah An-Nas,
dan dinilai ibadah (berpahala) bagi setiap orang yangmembacanya”.

13
Jadi, ‘ulumul Qur’an secara istilah bermakna “Segala ilmu yang membahas
tentang kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang berkaitan
dengan turun, bacaan, kemukjizatan, dan lain sebagainya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Al-Abrasyi, Muhammad Athiyah, Ruh al-Tarbiyah wa al .Ta’lim, Saudi


Arabiyah: Dar Al-lhya’, t.t.

Al-Ahwani, Ahmad Fuad, Al Falsafah al-Islamiyah, Mesir: al Maktabah al-


Tsaqafiyah, 1969.

Ali, Maulana Muhammad, The Religion of Islam, Lahore-Pakistan: Ahmadiyah


Anjuman Ishaat Islam, 1950.

Ali, Syaikh Shalil Ibnu Su’ud, al-Tamassuk bi al-Sunnah wa Atsarih fi Istiqamah


al-Muslim, Riyadh: Majalah at-Buhuts al-Islamiyah,t.t.

Anis, Ibrahim, et al,, Al-Mu’jam al-Wasith, Mesir: Dar al-Ma’arif, 1972

15

Anda mungkin juga menyukai