Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang


Sepanjang sejarah, Tauhid digunakan untuk menetapkan dan menerangkan segala apa
yang diwahyukan Allah kepada RasulNya. Perkembangan Tauhid mengalami beberapa
tahapan sesuai dengan  dengan perkembangan manusia, yang dimulai pada masa nabi Adam,
Rasulullah SAW, masa Khullafaurrasyidun, sampai sekarang, walaupun demikian dari nabi
Adam hingga sekarang aqidah dalam islam tetap satu yaitu mengesakan Tuhan.

B.     Rumusan Masalah


a) Bagaimana kesatuan aqidah islam semenjak nabi Adam hingga nabi Muhammad
SAW.?
b) Jalan apa yang ditempuh para Rasul dalam menanamkan akidah islam?
c) Bagaimana keberagaman akidah dalam islam dan permasalahannya?

C.     Tujuan
a) Mengetahui kesatuan aqidah islam semenjak nabi Adam hingga nabi Muhammad
SAW
b) Mengetahui jalan yang ditempuh para Rasul dalam menanamkan akidah islam?
c) Mengetahui keberagaman akidah dalam islam dan permasalahannya?
 

1
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kesatuan Akidah semenjak Nabi adam a.s hingga nabi Muhammad SAW.
Manusia, sejak masa azali, telah dimintai kesaksiannya tentang siapa Tuhan mereka.
Ketika nabi adam a.s diturunkan kedunia, beliau membawa serta akidah ketauhidan itu.
Akidah tauhid ini beliau ajarkan kepada anak cucunya sampai turun temurun. Ketika nabi
adam wafat, diantara cucu-cucu beliau terdapat beberapa orang yang menyimpang dari
akidah ini karena godaan syaitan. Dari penyimpanan akidah inilah kelak lahir kepercayaan-
kepercayaan yang sesat dan menyimpang dari agama yang benar. Jumlah mereka yang
tersesat itu dari hari kehari semakin bertambah, sedangkang akidahnya pun semakin jauh dari
sumbernya yang asli. Untuk mengembalikan akidah yang sesat itu, Allah mengutus seorang
rasul yang dipilihnya dari kalangan anak cucu adam dengan membawa akidah tauhid pula.
Rasul baru ini lalu menyampaikan ajaran untuk masuk kembali kedalam agama(islam) yang
dulu dibawa oleh nabi Adam. Umat manusia pun, yang waktu itu jumlahnya belum begitu
banyak, sebagian kembali kepada akidah tauhidnya. Namun adapula yang tetap berpegang
pada akidahnya yang telah sesat itu. Ibarat domba-domba, saat mereka diawasi dan diasuh
oleh pengalamnnya, mereka tenang dan tertib. Namun, begitu penggembalanya pergi,serta
merta, domba-domba itu  pun berpencaran, dan tidak jarang menjadi tersesat dan hilang.
Begitulah, pada saat rasul sesudah nabi adam itu dipanggil menghadap Allah untuk
selamanya, sebagian dari ummatnya ada yang menyimpang dari akidah yang diajarkannya.
Sementara itu, jumlah manusia pun terus bertambah dari waktu kewaktu. Pada saat kesesatan
itu sudah demikian nyata, Allah mengutus lagi seorang rasul untuk mengembalikan anak
cucu adam itu pada akidahnya yang benar. Bila sudah demikian, Allah pun mengutus pula
seorang rasul dengan membawa ajaran yang sama, akidah ketauhidan. Begitulah seterusnya,
nabi dan rasul silih berganti datang dan pergi, nabi Adam wafat, tampil nabi Idris, nabi Idris
wafat, datang nabi Nuh, nabi Nuh wafat, diutus pula nabi Shalih dan seterusnya bersambung
panjang membentuk garis vertikal dari nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad
SAW. Adapun anak cucu adam yang menyimpang dari akidah yang benar, membentuk
cabang dan ranting-ranting yang terus berkembang menjadi beribu-ribu agama dan
kepercayaan yang sesat
Tidak semua rasul yang diutus Allah itu mendapat sambutan yang baik dari
ummatnya. Hampir seluruhnya mendapat tantang dari ummatnya, dan bahkan adapula yang

2
diusir dari negerinya, disiksa, dan dibunuh. Sekalipun demikian, selalu ada pengikutnya yang
melanjutkan ajaran para rasul itu.
Dengan demikian, hakikatnya akidah tauhid merupakan akidah yang satu yang
merentang panjang dari Adam hingga nabi Muhammad, itulah yang dimaksud dengan
kesatuan akidah dalam sejarah ummat manusia ini. Adapun ajaran-ajaran agama yang tidak
mencerminkan ketauhidan, hanyalah merupakan penyimpangan dari akidah ketauhidan yang
satu itu. Adanya kepercayaan terhadap zat yang maha tinggi dikalangan berbagai bangsa
primitif seperti yang selama ini dibuktikan oleh para ahli,selain menjadi bukti bahwa
beragama itu merupakan naluri manusia sekaligus bisa dinyatakan sebagai sisa-sisa akidah
tauhid yang dibawa oleh para nabi terdahulu serta membantah kebenaran teori evolusi dalam
kepercayaan ummat manusia. Kalaupun ada yang bisa disebut evolusi hal itu terdapat pada
peningkatan dan penyempurnaan syariat yang ditetepakan Allah utnuk mengatur kehidupan
mansuia. Syariat itu dimaksudkan untuk mengatur kehidupan manusia, sedangkan kehidupan
itu terus berkembang dari waktu kewaktu maka syariat yang ditetapkan oleh Allah terlihat
mengalami peningkatan dan penyempurnaan, pada masa nabi Adam, ketika jumlah manusia
masih bisa dihitung dengan jari, syariat Allah membenarkan pernikahan antara saudara
kandung  sendiri. Akan tetapi, pada saat manusia sudah berkembang menjadi ummat yang
besar syariat Allah yang berkaitan hal ini kemudia disempurnakan. Demikian pula syariat
yang berkenaan dengan aspek kehidupan lain yang mencapai puncak kesempurnaannya pada
saat kerasulan nabi Muhammad SAW. Itulah makna firman Allah SWT dalam surah Al-
Baqarah Ayat 213 yang artinya “ manusia itu adalah ummat yang satu (setelah timbul
perselisihan) maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi
peringatan, dan Allah menurunkan bersama meerka kitab dengan benar untuk member
keputusan diantara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih
tentang kitab itu, melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka kitab,yaitu setelahg
datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki anatra mereka
sendiri. Maka Allah member petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang
hal-hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendaknya. Alllah selalu memberi petunjuk
orang yang dikehendakinya kepada jalan yang lurus”
Allah juga berfirman dalam surah Al-Mu’minun ayat 52-53

3
Artinya :
“ sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan aku
adalah Tuhanmu maka bertakwalah kepadaku. Kemudian, mereka pengikut-pengikut Rasul
itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan tiap-tiap golongan
merasa bangsa dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing)”.

Begitu juga firman Allah SWT dalam surah An-Nisa ayat 163-164

Artinya :
“ sesungguhnya kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana kami telah
memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan kami telah
memberikan wahyu pula kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, dan anak cucunya, Isa,
Ayyub, Yunus, Harun, dan Sulaiman, dan kami berikan Zabur kepada daud, dan kami telah
mengutus rasul-rasul yang sungguh telah kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu,
dan rasul-rasul yang tidak kami kisahkan kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa
dengan langsung”
Apa yang biasa ditarik dari ketiga ayat tersebut diatas, dan juga berbagi ayat lain yang sejenis
adalah para nabi itu semuanya menyerukan ajaran yang sama yakni Tauhid.

B.    Jalan yang Ditempuh Para rasul dalam Menanamkan Akidah


            Telah disebutkan di muka bahwa para rasul diutus oleh Allah untuk memurnikan
akidah umat manusia. Ajaran akidah yang mereka bawa bisa dibilang ringan dan mudah. Di
samping itu, ajaran-ajaran yang mereka bawa itu mudah dimengerti, dipahami, dan diterima
dengan akal sehat, Para rasul tersebut menyuruh umatnya mengarahkan pandangannya untuk
memikirkan tanda-tanda kekuasaan Tuhan.
            Seperti rasul-rasul terdahulu, Nabi Muhammad SAW. Pun menanamkan akidah itu
dalam hati dan jiwa umatnya. Beliau menyuruh umatnya agar pandangan dan pemikiran
mereka diarahkan dan ditujukan kejurusan ini. Akal mereka digerakkan dan fitrah mereka
dibangunkan sambil mengusahakan penanaman akidah itu dengan memberikan didikan, lalu

4
disuburkan dan dikokohkan, sehingga dapat mencapai puncak kebahagiaan yang dicita-
citakan.
            Rasulullah SAW. Dapat mengubah umatnya yang semula menyembah berhala dan
patung, melakukan syirik dan kufur, menjadi umat yang berakidah tauhid, mengesakan
Tuhan  seru sekalian alam. Hati mereka dipompa dengan keimanan dan keyakinan. Beliau
dapat pula membentuk sahabat-sahabatnya menjadi pemimpin yang harus diikuti dalam hal
perbaikan akhlak dan budi bahkan menjadi pembimbing  kebaikan dan keutamaan. Lebih dari
itu lagi, beliau telah membentuk generasi dari umatnya sebagai suatu bangsa yang menjadi
mulia dengan sebab adanya keimanan dalam dada mereka , berpegang teguh pada hak dan
kebenaran. Pada saat itu umat yang berada dibawah pimpinannya, bagaikan matahari dunia,
dan mengajak kesejahteraan dan keselamatan pada seluruh umat manusia.
            Allah SWT. Membuat kesaksian pada generasi itu bahwa mereka benar-benar
memperoleh ketinggian dan keistimewaan yang khusus, sebagaimana firman-Nya

Artinya :
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’aruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah,”(Q.S Ali –Imran
110)
            Keimanan yang dimiliki oleh sebagian sahabt Nabi SAW. Itu mencapai tingkat yang
dapat dikatakan, “Andaikata tabir pun disingkapkan, tidaklah bertambah keyakinanku”.
Maksudnya ialah sudah penuh dan berada di puncak yang tertinggi, sekalipu  tabir kegaiban
terbuka, keyakinan itu tidak ditambah lagi.

C. Keragaman Akidah dalam Islam dan permasalahannya


           Semenjak kadaulatan Negara Tauhid berdiri di bawah pimpinan Rasul Allah yang
terakhir yakni, Nabi Muhammad SAW, keadaan akidah tetap dalam kesuciaannya yang
berasal dari wahyu  ilahi dan ajaran-ajaran yang diberikan dari langit. Dasar utamanya  yang
digunakan sebagai pedoman adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis. Pada tingkat permulaan, yang
dituju ialah memberikan didikan dalam watak dan tabiat, meluhurkan sifat-sifat yang
bersangkutan dengan gharizah qalbu dan cara didikan yang harus dilalui dan ditempuh.
Maksudnya ialah setiap manusia dari kalangan masyarakat itu dapat memperoleh keluhuran
yang yang sesuai dengan kehormatan dan kemuliaan dirinya sehingga tumbuhlah suatu
kekuatan secara otomatis yang amat kokoh dalam kehidupan.

5
            Selanjutnya, setelah datang masa pertikaian yang banyak berdasarkan siasat dan
politik, apalagi setelah adanya hubungan dengan pemikiran-pemikiran filsafat dan ajaran-
ajaran agama lain, kemudian memaksa otak manusia untuk menyelami sesuatu yang tidak
kuasa dicapainya, itulah yang menjadi sebab pokok terjadinya pergantian atau
penyelewengan dari jalan yang ditempuh oleh para nabi dan rasul. Ini pula yang merupakan
sebab utama keimanan yang asalnya cukup luas dan mudah diterima, serta amat tinggi
nilainya lalu menjadi berbagai macam pemikiran yang berisikan atau menjadi bahan kiasan
yang banyak diperselisihkan menurut ketentuan mantik atau ilmu bahasanya, juga menjadi
pokok perdebatan dan perselisihan pendapat yang tidak berujung dan berpangkal sama sekali.
            Ajaran keimanan yang sudah berubah itu, akhirnya tidak lagi mencerminkan
keimanan yang dapat menjadikan jiwa kembali suci, amal perbuatan menjadi mulia dan baik,
atau memberi semangat gerak pada perseorangan dapat memberi daya hidup pada umat dan
bangsa.
            Sebagai akibat dari perselisihan dalam berbagai persoalan siasat dan politik, terjadi
penyelewengan ajaran-ajaran tauhid yang dibawa oleh para rasul, dan paham pemikiran
madzhab-madzhab itu berpecah-belah menjadi beberapa golongan. Para tokohnya, kemudian
memberikan pengajaran yang berlainan, berbeda antara satu dan lainnya.
            Setiap ajaran mencerminkan corak tersendiri dari cara pemikiran tertentu. Masing-
masing pihak menganggap bahwa apa yang mereka miliki dan mereka pegang sajalah yang
benar, sedangkan yang lain, yang tidak sepaham dengannya, adalah salah. Demikianlah,
anggapan setiap golongan. Bahkan, ada anggapan yang lebih ekstrem lagi, yakni siapa saja
yang tidak masuk ke dalam golongan kelompoknya dianggap ke luar dari Islam (kafir).
            Oleh karena itu, muncullah paham-paham seperti: paham ahli hadis, paham
Asy’ariyah, paham Maturidiah, paham Mu’tazilah, paham Syi’ah, paham Jahamiah, dan
masih banyak lagi paham lainnya. Bahkan, di antara mereka terjadi perselisihan antara kaum
‘Asy’ariyah dengan kaum Mu’tazilah.
            Pokok utama yang menyebabkan timbulnya perselisihan dan perbedaan pendapat
tersebut, berkisar dalam hal-hal :
1. Apakah keimanan itu hanya sebagai kepercayaan saja ataukah kepercayaan yang ada
hubungannya dengan amal perbuatan?
2. Apakah sifat-sifat Allah SWT. Yang dztiah itu kekal ataukah dapat lenyap darinya?
3. Manusia itu masayyar  dan mukhayyat?
4. Apakah wajib atas Allah SWT. Itu mengerjakan yang baik atau yang terbaik ataukah
yang wajib?

6
5. Apakah baik ataua buruk itu dapat dikenal dengan akal atau dengan syari’at?
6. Apakah Allah SWT. Itu wajib memberi pahala kepada orang yang taat dan menyiksa
kepada orang yang bermaksiat ataukah tidak wajib sedemikian?
7. Apakah Allah SWT. Dapat dilihat di akhirat nanti ataukah hal itu mustahil sama
sekali?
8. Bagaimanakah hukum seseorang yang menumpuk-numpuk dosa besar sehingga
matinya tidak bertobat?
Masih banyak lagi persoalan yang merupakan bahan perselisihan pendapat berbagai
golongan kaum mukminin menyebabkan tersobek-sobeknya umat Islam menjadi berbagai
golongan dan partai
Benar-benar sangat menyedihkan sebab hasil dari pertengkaram yang tidak berujung
pangkal ini adalah kaum muslimin membuat suatu kesalahan yang amat besar, suatu
kekeliruan yang amat berbahaya.
Akidah yang semula teguh dan mantap telah menjadi goyah dan goncang dalam hati.
Keimanan pun tidak meresap dalam jiwa sehingga akidah itu tidak lagi dapat menguasai jalan
kehidupan yang harus ditempuh oleh setiap umat muslim dan kehidupan yang harus ditempuh
oleh setiap umat muslim dan bahkan keimanan itu sendiri tidak dapat lagi menjadi pusat
pemerintahan yang menjiwai segala tindak dan langkahnya orang yang mengaku sebagai
pemeluknya.
Sebagai kelanjutan dari akidah yang sudah lemah itu, lalu kelemahan itu merata pula
pada pribadi perseorangan, keluarga, masyarakat, dan negara, bahkan pengaruh kelemahan
tersebut mengenai pula segala segi kehidupan umat manusia. Kelemahan itu merayap di
segenap penjuru, sehingga umat itu menurun kepada generasi-generasi yang berikutnya, tidak
pula dapat memberikan pertanggungjawabannya, baik ke dalam maupun ke luar.
Umat islam tidak lagi menetapi sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT.
Menjadi pribadi yang cukup cakap untuk menjadi pemimpin umat serta pemberi petunjuk
kepada seluruh bangsa di dunia. Ini merupakan akibat dari kelemahan yang datang bertubi-
tubi sebagimana diuraikan di atas.

7
BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Ketauhidan telah muncul sejak diciptanya Adam AS oleh Allah SWT. Adam
diperintahkan untuk mengajarkan Tauhid kepada anak cucunya. Akan tetapi semenjak nabi
Adam wafat, mulai terjadilah penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh bani Adam
ini, sehingga Allah mengutus nabi Nuh AS sebagai Nabi dan nenek moyang ke-2 bagi umat
manusia.
Begitulah watak manusia, makin lama makin mengendur ketauhidannya. Allah
mengutus para Rosul-Nya untuk memberi peringatan agar umat manusia kembali ke jalan-
Nya yang lurus hingga nabi terahir, yaitu nabi Muhammad.
Pada zaman nabi Muhammad adalah masa penyusunan peraturan-peraturan,
penetapan pokok-pokok akidah dan penyatuan umat Islam serta masa untuk mebangun
kedaulatan Islam. Pada masa ini orang-orang Islam langsung tertuju kepada Rosulullah SAW
untuk mengetahui dasar-dasar agama dan hukum-hukum syariah. Disamping itu mereka juga
disinari oleh nur wahyu dan petunjuk-petunjuk Al-qur’an.
Setelah Rosulullah SAW wafat, kepemimpinan diambil oleh Khulafaurrosyidin.
Dalam masa kedua Kholifah pertama, yakni Abu bakar dan Umar, penetapan pokok-pokok
akidah masih seperti kala Rosulullah SAW. Di masa Usman dan Ali timbullah beberapa
golongan dan partai yang diakibatkan akan terjadinya kekacauan politik yang kemudian
masing-masing dari mereka berusaha mempertahankan pendiriannya dan terbukalah pintu
takwil bagi nash-nash Alqur’an dan hadist, juga terjadi pembuatan periwayatan-periwayatan
palsu. Oleh sebab itu pembahasan mengenai akidah mulai subur dan berkembang selangkah
demi selangkah dan kian hari kian membesar dan meluas.

8
DAFTAR PUSTAKA

http://mutmainnahjudge.blogspot.com/2013/10/kesatuan-dan-keragaman-akidah-dalam.html

Anda mungkin juga menyukai