Anda di halaman 1dari 5

TUGAS MUSEOLOGI

Dosen Pengampu : Dr. Rosmawati, S.S., M.Si.

Yusriana, S.S., M.A.

OLEH :

ALDISURYA RANTE TA’DUNG

F071191055

DEPARTEMEN ARKEOLOGI

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2021
Sejarah Permuseuman di Dunia
Kata museum memiliki berbagai arti selama berabad-abad. Pada zaman klasik
museum menandakan sebuah kuil yang didedikasikan untuk Muses yaitu sembilan dewi yang
mengawasi kesejahteraan epik, musik, puisi cinta, pidato, sejarah, tragedi, komedi, tarian, dan
astronomi. Sejarah mencatat bahwa museum terorganisir pertama didirikan di Alexandria,
Mesir sekitar abad ke-3 SM oleh Ptolemy Soter. Hal ini terjadi di wilayah Yunani kuno.
Konon, Kata museum bagi orang Yunani klasik berasal dari kata muze yang artinya
kumpulan sembilan dewi perlambang ilmu dan kesenian (Edson dan Dean, 1996).
Setelah museum (mouseion) awal ini yang berfokus pada pendidikan, ada periode
dormansi museologis yang panjang. Meskipun objek dari berbagai jenis dikumpulkan di
banyak bagian dunia yang dikenal, sebagian besar adalah koleksi timbunan yang
diakumulasikan untuk nilai moneter objek atau koleksi keingintahuan yang dikumpulkan
karena keunikannya. Dalam kedua kasus tersebut bukanlah motif utama pencerahan manusia.
Periode berikutnya dari pengembangan museum dikaitkan dengan Renaissance. Perubahan
dalam pengumpulan pada waktu itu, dimulai pada abad ke-14 dan berlanjut hingga abad ke-
16, sejajar dengan kemajuan dalam seni rupa dan sains.Itu adalah saat perubahan besar yang
melihat revisi pemikiran dunia untuk menekankan pentingnya peran pengetahuan intuitif dan
pengalaman individu dalam proses mengetahui. Fokus bergeser dari sosial-sentris ke alam
semesta yang berpusat pada manusia.
Pada abad ke-16, Kota Florence (Firenze) di Italia adalah pusat pertumbuhan
intelektual terbaik tentang seni dan ilmu pengetahuan. Di kota inilah kata “museum" pertama
kali digunakan untuk menggambarkan koleksi Medici pada saat Lorenzo the Magnificent.
Metodologi sistematis dan ilmiah untuk memahami manusia dan alam telah berevolusi pada
abad ke-16, dan menjadikan museum sebagai lembaga pencerahan telah muncul kembali
(Edson dan Dean, 1996).
Sejarah Permuseuman di Indonesia
Sejak masa prasejarah hingga sekarang, kebudayaan Indonesia senantiasa mengalami
proses dinamika. Kebudayaan kerap kali dalam transisi untuk menerima hal baru, bahkan ada
kecenderungan untuk mempertahankan yang lama. Demikianlah pertumbuhan dan
perkembangan kebudayaan Indonesia didasarkan kepada proses dialog, memakan waktu
cukup lama untuk menghasilkan bentuk kebudayaan baru yang dapat diterima oleh seluruh
warga bangsa.

Perkembangan kebudayaan di Indonesia mempunyai tahapan yang berbeda-beda di


tiap daerah dan mempunyai bentuk beraneka, sehingga secara budaya setiap wilayah
Nusantara sejatinya merupakan bentuk budaya unikum dan tidak dijumpai di lingkup budaya
daerah lainnya. Kebudayaan unikum di tiap daerah adalah cerminan dari kepribadian bangsa
yang merupakan refleksi darijati diri bangsa Indonesia. Ketika kebudayaan di tiap daerah
tersebut diharapkan untuk tetap menjadi acuan dari generasi ke generasi berikutnya, sebagai
simbol hakikat kebangsaan, maka diperlukan adanya pendokumentasian, inventarisasi, dan
juga pengenalan kepada khalayak dari berbagai daerah. Saat itulah lembaga yang disebut
museum sangat diperlukan. Dalam hal ini kaitan antara lembaga museum dan kebudayaan
nasional beserta kebudayaan daerah yang unikum menjadi jelas. Museum adalah lembaga
bagi kebanggaan perkembangan kebudayaan di tiap daerah di Nusantara.

Pada tanggal 24 April 1778 Indonesia didirikan Bataviaasch Genootschap van


Kunsten en Wetenschaapen yang merupakan cikal bakal museum sesuai dengan slogan Ten
Nutte van het Gemeen atau untuk kepentingan umum. Setelah kemerdekaan namanya diganti
menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia (1950). Selanjutnya museum warisan Belanda itu
menjadi Museum Pusat (1962) dan kemudian menjadi Museum Nasional (1970). Menurut
catatan sejarah, sebenarnya pada tahun 1662 Indonesia pernah memiliki museum yang
didirikan oleh Rumphius di Ambon, yaitu De Amboinsch Raritenkaimer. Namun, museum
tertua di Indonesia itu telah lenyap ditelan waktu seiring perginya sang pendiri. Perlu
diketahui beberapa museum yang berdiri sebelum kemerdekaan Indonesia yaitu Museum
Radyapustaka (1890), Museum Zoologi Bogor (1894), Museum Rumah adat Aceh (1915),
Museum Purbakala trowulan (1920), Museum Geologi Bandung (1929), Museum Bali
(1932), Museum Rumah Adat Baanjuang Bukittinggi (1933), Museum Sonobudoyo (1935),
Museum Simalungun (1938) dan Museum Herbarium di Bogor (1941). Pada tahun 1948
pemerintah mendirikan Jawatan Kebudayaan di Yogyakarta yang bertugas untuk menggali,
membina dan mengembangkan kebudayaan bangsa yang dalam struktur organisasinya berada
dalam Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Pada tahun 1957 jawatan itu
memiliki satu unit kerja yang bernama Urusan Museum. Urusan Museum itu pada tahun 1965
ditingkatkan menjadi Lembaga Museum-Museum Nasional. Selanjutnya (1986) Lembaga
Museum-Museum Nasional itu dijadikan Direktorat Museum dalam lingkungan Direktorat
Jenderal Kebudayaan pada masa Kabinet Ampera. Direktorat Museum kemudian
disempurnakan menjadi Direktorat Permuseuman (1975).
Pada tahun 2000 Direktorat Permuseuman diubah menjadi Direktorat Sejarah dan
Museum di bawah Departemen Pendidikan Nasional. Pada tahun 2001, Direktorat Sejarah
dan Museum diubah menjadi Direktorat Permuseuman. Pada tahun 2002, susunan organisasi
diubah menjadi Direktorat Purbakala dan Permuseuman di bawah Badan Pengembangan
Kebudayaan dan Pariwisata. Tahun 2004 Direktorat Purbakala dan Permuseuman diubah
menjadi Asdep Purbakala dan Permuseuman. Tahun 2005, dibentuk kembali Direktorat
Museum di bawah Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan
Pariwisata.
Dalam rangka pembinaan dan pengembangan permuseuman di Indonesia pada tahun
1971, Direktorat Permuseuman mengelompokkan museum menjadi tiga jenis yaitu Museum
Umum dan Museum Lokal. Kemudian pengelompokan itu diubah pada tahun 1975 menjadi
Museum Umum, Museum Khusus dan Museum Pendidikan. Pada tahun 1980
pengelompokan museum kembali disederhanakan menjadi Museum umum dan Museum
khusus. Kedua museum tersebut berdasarkan tingkat kedudukannya dijabarkan menjadi
Museum Tingkat Nasional, Museum Tingkat Regional (Provinsi) dan Museum Tingkat Lokal
(Kotamadya/Kabupaten). Dunia permuseuman Indonesia menetapkan tiga pilar utama yang
dijadikan kebijakan dalam kegiatan operasional museum, yaitu :
 Mencerdaskan Bangsa
 Kepribadian Bangsa
 Ketahanan Nasional dan wawasan Nusantara.
Keberadaan museum bukan suatu lembaga pelengkap belaka agar bangsa Indonesia
tampak berbudaya, Museum yang baik akan menyebarkan falsafah yang dianut bangsanya.
Museum Indonesia, tentunya juga berasaskan Pancasila serta menghormati dinamika
perkembangan masyarakatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Edson, Gery dan Dian, David (Editor : Andrew Wheatcroft). 1996. The Handbook
For Museum. London and New York: Routledge Taylor and Francis Group.
Ghautama, Gatot dan Prioyulianto. 2008. Pedoman Museum Indonesia. Direktorat
Museum: Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan
dan Pariwisata.

Anda mungkin juga menyukai