Afina Fatharani
Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Kabupaten Sumedang
Pos-el: afinafatharani@gmail.com
Received: Oct 14, 2021 Accepted: Nov 19, 2021 Published: Dec 1,2021
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penataan artefak di museum dapat
merepresentasikan dan memunculkan kesadaran identitas nasional. Studi kasus dilakukan di Museum
Konferensi Asia-Afrika yang memiliki tema sejarah konferensi internasional pertama bagi bangsa-
bangsa “kulit berwarna”. Museum yang dibangun di suatu negara cenderung menunjukkan identitas
nasionalnya untuk melegitimasi kekuatan bangsa. Terdapat lima aspek yang memengaruhi bagaimana
museum dapat mewakili identitas nasional, seperti tema museum, artefak, narasi pada ruang pameran,
konsep identitas nasional, dan yang terakhir adalah regulasi sekaligus visi museum. Dalam menjawab
pertanyaan utama penelitian, penulis menggunakan metode kualitatif, sehingga ditemukan
pengetahuan mendalam dari hasil wawancara dengan informan. Penelitian ini menemukan bahwa
konsepsi identitas nasional dari staf museum yang bertanggung jawab dalam penataan artefak bersifat
konstruktif. Identitas nasional adalah bentuk imajinatif dari seluruh komunitas yang ada dalam suatu
bangsa. Itulah yang diilustrasikan kurator melalui penataan dan pengorganisasian artefak dengan
merepresentasikan peristiwa sejarah bangsa, simbol-simbol bangsa, serta ideologi nasional di ruang
pameran Museum Konferensi Asia-Afrika.
Kata kunci: Museum, Identitas Nasional, Artefak.
Abstract
This research aims to ascertain how artifact arrangement represents and awakens national identity
in a museum. The case study is located in the Asian-African Conference Museum which has the
historical theme of the first international conference for "colored" nations. A museum that builds in
a nation tends to show its national identity to legitimize nation power. It comprises five aspects that
affect how the museum could represent national identity, such as museum theme, artifact, display
narration, national identity conception, and the last is regulation as well as a vision of a museum
itself. The writer used the qualitative method to answer this research's main question, which could
find deep knowledge of information derived from interviewing the informants. This research has
found that the conception of national identity from museum staff who correspond with artifact
arrangement is constructive. National identity is an imaginative form of a whole community that
Jurnal Prajnaparamita 28
Penataan Artefak di Museum Konferensi Asia-Afrika sebagai Representasi Identitas Nasional
__________________________________________________________________________________
Afina Fatharani
exists in a nation. The curator illustrates through artifact arrangement and organizing by
representing the historical event of the nation, nation symbols, and national ideology in the Asian-
African Conference Museum exhibition room.
29 Jurnal Prajnaparamita
Jurnal Prajnaparamita Volume 10 Nomor 2, Desember 2021
e-ISSN: 2807-1298 DOI: https://doi.org/10.54519/prj.v10i2.44
p-ISSN: 2355-5750
Artefak di dalam ruang pameran museum seluruh delegasi, yaitu kesetaraan, hidup
tidak hanya menunjukkan sudut pandang atau berdampingan secara damai, dan kerjasama
worldview seorang pembuatnya pada suatu internasional. Dari sinilah penulis ingin
masyarakat tertentu, tetapi juga mewakili mengetahui bagaimana Museum Konferensi
atau merepresentasikan ide dari kurator yang Asia-Afrika menampilkan identitas nasional
telah melakukan proses pengumpulan, dalam nuansa museum yang bercerita tentang
pemilihan, serta penyajian dari artefak bangsa-bangsa dengan pandangan dan
tersebut. Fokus kajian mengenai antropologi ideologi yang berbeda bersatu dalam suatu
museum telah menarik beberapa pelajar konferensi bersejarah.
untuk mengkajinya. Beberapa di antaranya
mengkaji museum dengan wacana identitas. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran bagaimana cara
Salah satunya adalah kajian yang museum menampilkan artefak dan
dilakukan oleh Prawirosusanto (2008:226) melakukan penataan di dalam ruang pameran
berjudul Sejarah, Klasifikasi, dan Politik untuk membangun identitas bangsa Indonesia
Representasi Enam Museum di Yogyakarta. kepada publik. Selain itu, penelitian
Disimpulkan bahwa museum dengan mengenai antropologi dan museum di
berbagai tema dan fokusnya memiliki cara- Indonesia masih terbilang sedikit. Berbeda
cara yang khas untuk merepresentasikan dengan beberapa negara di Eropa yang telah
wacana-wacana yang ingin disampaikan. mengaitkan ilmu antropologi dengan
Wacana-wacana tersebut dapat berupa museum sejak sejumlah negara di Eropa
identitas, kisah, peristiwa, nilai, dan berekspansi ke daerah jajahan di wilayah
pengetahuan. Pengetahuan yang disampaikan Asia dan Afrika. Hal itu memang didukung
oleh museum melewati proses penyeleksian, atas kepentingan bangsa Eropa untuk
dikonstruksi, dan diwacanakan melalui ruang mempelajari kebudayaan masyarakat
pameran museum (Prawirosusanto, jajahannya dan mendokumentasikannya di
2008:226). Penelitian tersebut pun dalam museum.
menunjukkan cara museum-museum di
Landasan Teori
Yogyakarta mengangkat identitas kota.
Museum merupakan tempat yang dapat
Berkaitan dengan peristiwa Konferensi
membangun perasaan identitas bangsa
Asia-Afrika 1955 yang melibatkan bangsa-
kepada pengunjung dengan menyampaikan
bangsa lain di Asia dan Afrika, Museum
materi kebudayaan dan sejarah suatu bangsa
Konferensi Asia-Afrika mengangkat isu
(Bouquet, 2012:45). Museum membangun
tersebut dengan upaya membangun identitas
identitas nasional melalui gaya arsitektur
bangsa Indonesia. Pedoman Pancasila,
bangunan dan melalui koleksi-koleksinya.
Pembukaan UUD 1945, dan gagasan politik
Identitas bangsa yang ditonjolkan oleh
luar negeri bebas aktif menjadi dasar
museum ditampilkan melalui benda-benda
diselenggarakan Konferensi Asia-Afrika
pameran yang kemudian dapat dibandingkan
1955, karena memiliki prinsip penolakan
dengan bangsa lain.
praktik imperialisme dan kolonialisme serta
Definisi penataan ruang pameran
mengutamakan nilai kemanusiaan. Dari
museum dalam membangun identitas
kesepuluh poin Dasasila Bandung yang
nasional adalah apabila artefak-artefak yang
merupakan hasil rumusan konferensi,
dipamerkan dan dipajang dalam ruang
terdapat tiga nilai penting yang diyakini
pameran menunjukkan keberhasilan suatu
Jurnal Prajnaparamita 30
Penataan Artefak di Museum Konferensi Asia-Afrika sebagai Representasi Identitas Nasional
__________________________________________________________________________________
Afina Fatharani
31 Jurnal Prajnaparamita
Jurnal Prajnaparamita Volume 10 Nomor 2, Desember 2021
e-ISSN: 2807-1298 DOI: https://doi.org/10.54519/prj.v10i2.44
p-ISSN: 2355-5750
berguna dalam menafsirkan dan memberi oleh Chandler dalam Casaliggi dan Porscha
kesimpulan dari data yang telah (2016:35), yakni berawal dari peristiwa-
dikumpulkan. peristiwa bersejarah yang di dalamnya ada
perubahan ideologi, teknologi, politik,
Analisis data yang mendukung penelitian maupun transformasi budaya.
kualitatif ini adalah kerangka analisis
interpretatif atau tafsir kebudayaan. Salah satu sisi romantisme yang
Alasannya adalah karena data-data yang ditunjukan dalam ruang museum adalah
diambil oleh penulis melalui teknik observasi panel foto Soekarno saat memberi pidato
dan wawancara memerlukan suatu pembukaan Konferensi Asia-Afrika berjudul
penafsiran. Artefak digunakan oleh museum Let a New Asia and a New Africa be Born
untuk menyampaikan wacana identitas yang membangun semangat peserta sidang di
bangsa Indonesia. Oleh karena itu, analisis Gedung Merdeka.
interpretatif sangat diperlukan dalam
Dalam melakukan penataan artefak di
penelitian ini.
dalam ruang pameran, staf bagian koleksi
museum memiliki pertimbangan yang
HASIL DAN PEMBAHASAN didasari oleh sejarah diplomasi Indonesia
dalam Konferensi Asia-Afrika dan tujuan
Museum Konferensi Asia-Afrika tergolong museum untuk menyampaikan nilai-nilai
sebagai museum event yang menceritakan Konferensi Asia-Afrika 1955. Dengan
suatu peristiwa sejarah perjuangan. Oleh begitu, terdapat isu identitas nasional yang
karena itu, pengunjung perlu digiring rasa diharapkan dapat sampai kepada pengunjung.
emosionalnya untuk merasakan bagaimana
perjuangan orang-orang “dunia ketiga” Anderson dalam Hall (1996:613)
dalam melawan praktik-praktik kolonialisme menyebut identitas nasional dengan
dan imperialisme. Praktik penjajahan komunitas terbayang atau imagined
memungkinkan terjadinya interaksi lintas community. Hal yang membedakan suatu
bangsa, sehingga memengaruhi masyarakat bangsa dengan bangsa lain tidak
pembentukan identitas nasional. Era lain adalah dari cara masyarakat tersebut
kebangkitan nasional yang dialami Inggris, membayangkan bangsanya. Identitas
Perancis, dan Jerman pada 1780-1860 juga nasional ini kemudian direpresentasikan
disebut sebagai era romantis, di mana melalui lambang-lambang negara.
identitas nasional diimajinasikan secara Kebudayaan nasional dibentuk melalui
virtual dan naratif (Casaliggi & Porscha, simbol dan representasi yang bersifat
2016 : 136-137). diskursif, yaitu memiliki makna yang dapat
mengatur seorang individu berperilaku dan
Kurator menggunakan pendekatan mengonsepsikan dirinya (Hall, 1996:613).
romantisme dalam melakukan penataan
artefak. Romantisme bagi Friedrich Kurator museum Konferensi Asia-Afrika
Nietzsche adalah pelarian individu dari membangun identitas nasional sesuai dengan
konflik melalui mimpi, imajinasi, serta konsep dari Benedict Anderson dalam
bentuk penyangkalan diri lainya (Casaliggi & menata displai, yakni melalui emblem.
Porscha, 2016 : 28). Keterkaitan antara Anggota masyarakat memiliki respons yang
romantisme dengan nasionalisme dijelaskan ia pelajari sebagaimana orang pada umumnya
Jurnal Prajnaparamita 32
Penataan Artefak di Museum Konferensi Asia-Afrika sebagai Representasi Identitas Nasional
__________________________________________________________________________________
Afina Fatharani
dalam memaknai emblem atau lambang karena dapat menjadi pedoman bersatunya
negara (Anderson, 2006:9). Identitas nasional Asia-Afrika dengan keragaman agama, etnis,
dalam diri individu dapat dibangun dengan paham politik, paham ekonomi, dan lain-lain.
mengingatkan publik mengenai sejarah suatu
bangsa, simbol, dan ideologi negara . Proses Terdapat dua unsur pembentukan imaji
konstruksi identitas nasional inilah yang suatu bangsa, yaitu batas dan kedaulatan.
mereka lakukan dalam menata artefak di Bangsa dibayangkan sebagai sesuatu yang
ruang pameran Museum Konferensi Asia- terbatas karena meskipun di dalam suatu
Afrika, yakni melalui panel berisi makna masyarakat bangsa terdapat jumlah penduduk
lambang burung Garuda dan sejarah yang sangat banyak, ia tetap memiliki batas-
pembentukannya. batas untuk bangsa lain seluwes apa pun
batas-batas tersebut (Anderson, 2006:7).
Untuk memunculkan rasa “bersatu” Inilah yang dilakukan oleh pihak kurator
terhadap suatu bangsa tempat seseorang lahir museum Konferensi Asia-Afrika, yaitu
dan dibesarkan, juga dapat direpresentasikan memberi batas serta menunjukkan kedaulatan
melalui kisah heroik ataupun kisah tidak bangsa Indonesia melalui ideologi bangsa
menggembirakan yang terjadi pada suatu Indonesia itu sendiri yang ditampilkan pada
negara. Penyajian dan pengilustrasian beberapa panel.
peristiwa Konferensi Asia-Afrika 1955 di
dalam ruang pameran museum memang Selain itu, bangsa dibayangkan sebagai
diarahkan untuk menunjukkan peran bangsa komunitas karena bangsa selalu dipahami
Indonesia di dalam konferensi. Diorama sebagai kesatuan persahabatan yang sangat
sidang pembukaan Konferensi Asia-Afrika dalam dan bersifat horizontal tanpa melihat
mengilustrasikan Presiden Soekarno yang adanya perbedaan dan eksploitasi (Anderson,
sedang membaca pidato, meski beberapa 2006:7). Konteks persaudaraan inilah yang
delegasi dari negara sponsor juga turut menurut Anderson memungkinkan anggota
menyampaikan pidato. masyarakat suatu bangsa rela berkorban dan
bertaruh nyawa melawan bangsa penjajah .
Begitu pula dengan ditampilkannya Pihak kurator ruang pameran pun
ideologi bangsa Indonesia pada tiga buah menunjukkan pengorbanan para generasi tua
panel berisi Pembukaan Undang-Undang dan muda dari Indonesia sewaktu mengusir
Dasar 1945, Pancasila, dan Kebijakan Politik bangsa penjajah melalui teks pidato Soekarno
Luar Negeri Indonesia. Ketiga hal tersebut yang ditampilkan pada panel.
disampaikan sebagai konsep dasar dari
usulan Indonesia untuk menggagas Tabel 1
Konferensi Asia-Afrika. Peserta Konferensi Analisis Komparatif Konsep Imagined
Asia-Afrika terdiri atas berbagai bangsa di Community pada Penataan Ruang Pameran
Asia dan Afrika yang memiliki keragaman Museum
ideologi politik, seperti demokrasi, monarki,
dan teokrasi serta paham ekonomi yang Representasi Penataan Ruang
beragam pula, seperti marhaenisme, Identitas Nasional Pameran Museum
sosialisme, kapitalisme, dan komunisme. Di sebagai Imagined Konferensi Asia-
sisi lain, ideologi yang ditampilkan di dalam
Community Afrka
ruang pameran museum adalah Pancasila dan
pedoman “Bhinneka Tunggal Ika”. Kedua
gagasan milik Indonesia ini disampaikan
33 Jurnal Prajnaparamita
Jurnal Prajnaparamita Volume 10 Nomor 2, Desember 2021
e-ISSN: 2807-1298 DOI: https://doi.org/10.54519/prj.v10i2.44
p-ISSN: 2355-5750
Jurnal Prajnaparamita 34
Penataan Artefak di Museum Konferensi Asia-Afrika sebagai Representasi Identitas Nasional
__________________________________________________________________________________
Afina Fatharani
Konferensi Asia-Afrika 1955, cuplikan video dari berbagai latar belakang (Richardson,
Soekarno saat membaca pidato, dan foto 2012:2). Meskipun mengalami dua kali
Soekarno lainnya yang berhubungan dengan perombakan di dalam ruang pameran, yaitu
pelaksanaan konferensi. pada tahun 1992 dan 2005, tema sejarah
Adamson (1980:142) dalam bukunya diplomasi Indonesia di dalam Konferensi
berjudul Hegemony and Revolution Asia-Afrika tetap menjadi isu utama dalam
menuliskan pandangan dari Gramsci bahwa mempertimbangkan penataan.
segala bentuk hubungan hegemoni tidak lain Perubahan penataan artefak tidak
adalah hubungan pendidikan. Pendidikan dilatarbelakangi dari kepentingan dari
yang dimaksud, dapat berupa pendidikan kurator, tetapi dibatasi tema dan kebijakan
formal atau informal berupa pengetahuan museum. Museum publik seperti halnya
yang didapat dari generasi sebelumnya. Museum Konferensi Asia-Afrika dibiayai
Pengetahuan inilah yang memunculkan dan dijalankan oleh pemerintah atau negara,
pemahaman akan identitas nasional yang yaitu di bawah naungan Kementerian Luar
dimiliki kurator museum. Negeri. Maka dari itu, kurator disebut juga
sebagai pelayan masyarakat. Ia memberi jasa
Penataan Artefak di Dalam Ruang kepada masyarakat sebagai politisi dan
Pameran Didasari oleh Tema dan birokrat (Fowle, 2010:10-11).
Kebijakan Museum Konferensi Asia- Pertimbangan lain yang dilakukan
Afrika kurator dalam menata artefak adalah
Penataan artefak di dalam ruang pameran berdasarkan keputusan dari Kementerian
Museum Konferensi Asia-Afrika semenjak Luar Negeri. Dengan kata lain, apabila terjadi
dibangun pada tahun 1980 mengalami pergantian staf Seksi Pelestarian dan
perubahan pada tahun 1992 dan 2005. Dokumentasi Diplomasi Publik atau kurator
Perubahan penataan ini dilatarbelakangi di dalam ruang pameran museum, tidak akan
situasi sosial yang telah berubah, tidak hanya memengaruhi terjadinya perubahan penataan
dari segi teknologi, tetapi juga kondisi ruang pameran Museum Konferensi Asia-
politik. Museum Konferensi Asia-Afrika Afrika.
mengalami beberapa kali perubahan Ruang pameran harus memiliki tema.
pemajangan benda-benda koleksi dari segi Tema inilah yang mendasari objek koleksi
tata letak, tempat displai, dan materi sejarah apa saja yang dapat ditampilkan. Objek
yang disampaikan. koleksi pertama yang dijangkau oleh
Proses kuratorial melibatkan kegiatan pengunjung ketika memasuki ruang pameran
menciptakan, membangun, dan adalah diorama Sidang Pembukaan
mengembangkan tema di dalam ruang Konferensi Asia-Afrika 1955. Posisi diorama
pameran dengan cara memilah dan mengatur ini dekat dengan panel mengenai sejarah
karya seni terkait dengan tema serta Gedung Merdeka. Antarkoleksi artefak tidak
memastikan seluruh aspek pameran dapat menceritakan suatu rentetan peristiwa yang
merepresentasikan pesan kepada pengunjung sistematis, tetapi berdasarkan pertimbangan
35 Jurnal Prajnaparamita
Jurnal Prajnaparamita Volume 10 Nomor 2, Desember 2021
e-ISSN: 2807-1298 DOI: https://doi.org/10.54519/prj.v10i2.44
p-ISSN: 2355-5750
Jurnal Prajnaparamita 36
Penataan Artefak di Museum Konferensi Asia-Afrika sebagai Representasi Identitas Nasional
__________________________________________________________________________________
Afina Fatharani
Dalam memunculkan tema museum, identitas suatu bangsa. Artinya, alasan suatu
kurator senantiasa berinteraksi dengan museum membangun identitas nasional
artefak dan pengunjung, baik secara langsung melalui penataan ruang pameran adalah
maupun tidak langsung. Pendekatan ini untuk memberikan legitimasi kepada suatu
dibagi menjadi dua, yaitu pendekatan bangsa. Dengan adanya kedua faktor ini,
didactic dan triadic. Penata artefak ruang yaitu tema dan kebijakan museum, apabila
pameran memilah artefak, merawat, dan terjadi pergantian kurator, tidak akan
kemudian memajangnya adalah bentuk memengaruhi perubahaan penataan. Hal
interaksi yang disebut dengan pendekatan tersebut terjadi karena adanya batasan dari
didactic. Sementara itu, interaksi antara tema dan kebijakan museum itu sendiri dalam
penata artefak dan pengunjung melalui media mengonstruksi identitas nasional melalui
dalam ruang pameran dinamakan dengan penataan artefak.
pendekatan triadic.
Kegiatan kuratorial dibatasi oleh tema DAFTAR PUSTAKA
museum. Namun, kurator memiliki
kebebasan untuk mengonstruksikan sendiri Abdulgani, Roeslan. (1980). The Bandung
konsepsi yang dimilikinya dengan syarat Connection. Jakarta : Kementerian Luar
tetap dilakukan negosiasi terhadap institusi Negeri Republik Indonesia.
yang menaungi museum. Kurator Museum
Konferensi Asia-Afrika mengonsepsikan Adamson, Walter L. (1980). Hegemony and
identitas nasional dapat terbangun melalui Revolution: a Study of Antonio
atribut-atribut negara, ideologi bangsa, dan Gramsci’s Political and Cultural
sejarah. Konsep dari kurator ini merupakan
Theory. California: University of
bentuk “imaji” terhadap komunitas terbayang
atau dalam hal ini adalah bangsa Indonesia. California Press.
Kebijakan museum dalam
Anderson, Benedict. (2006). Imagined
menyampaikan pesan-pesan kepada
pengunjung pun dapat memengaruhi community: Reflections on the Origin
pertimbangan kurator dalam melakukan and Spread of Nationalism. London:
penataan artefak. Terkait dengan hal itu, Verso.
museum berkuasa untuk menyampaikan
pengetahuan kepada publik. Museum Barnard, Alan, dan Spencer. (2002).
Konferensi Asia-Afrika menyampaikan Encyclopedia of Social and Cultural
pengetahuan kepada publik mengenai sejarah Anthropology. London: Routledge.
diplomasi bangsa Indonesia dalam
menggagas dan menyelenggarakan Bouquet, Marry (Ed). (2001). Academic
Konferensi Asia-Afrika 1955. Cerita Anthropology and the Museum. Oxford:
mengenai peran bangsa Indonesia di dalam Berghahn Books.
peristiwa Konferensi Asia-Afrika 1955 yang
dimunculkan di dalam ruang pameran ini ______. (2012). Museums, A Visual
menjadi salah satu faktor untuk Anthropology. London : Berghahn Books.
mengonstruksi identitas nasional atau
komunitas terbayang. Burke, Peter J., dan Jan E Stets. (2009).
Apabila diturunkan lagi, nasionalisme Identity Theory. Oxford: Oxford
dapat berupa pengakuan seseorang akan
University Press.
37 Jurnal Prajnaparamita
Jurnal Prajnaparamita Volume 10 Nomor 2, Desember 2021
e-ISSN: 2807-1298 DOI: https://doi.org/10.54519/prj.v10i2.44
p-ISSN: 2355-5750
Jurnal Prajnaparamita 38