Anda di halaman 1dari 8

Warisan Budaya Islam di Aceh

Dosen Pengempu :
Dr.Saidun Derani M,ag.

Disusun Oleh:
Shofwat Zaini
11180220000148

SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITA ISLAM NEGRI JAKARTA
2019M
PENDAHULUAN
Adanya warisan budaya mengharuskan untuk kita semua sebagai penerus dari budaya
tersebut untuk melestarikan dan menjaga budaya itu agar supaya tidak hilang. Warisan
budaya antar daerah biasanya berbeda dengan daerah lainnya. Karna budaya itu sebagai ciri
khas dari daerah itu sendiri.
Secara historisnya aceh merupakan tempat pertamakali islam datang ke nusantara.
Oleh karna itu aceh dan islam sulit sekali di pisahkan. Sebab itu pula aceh memiliki beragam
warisan budaya islam. Baik dari segi bangunan, seni, maupun adat istiadat yang dimilikinya.
Dari segi budaya berbentuk bangunan aceh memilikinya seperti masjid, dan makan.
Seperti halnya hindu – budha yang yang memiliki budaya berbentuk bangunan yang biasa
dikenal dengan sebutan candinya. Biasanya budaya dalam bentuk bangunan sebagai tanda
akan kebesaran dari kerajaan itu sendiri.
ISI
1. Sejarah Masuknya Islam di Aceh
Islam di aceh merupakan Agama yang dianut oleh mayoritas penduduk aceh. Banyak
ahli Sejarah baik dalam maupun luar Negri yang berpendapat bahwa Agama Islam pertama
kali masuk ke Indonesia melalui Aceh.
Keterangan Marco Polo yang singgah di perlak pada tahun 1292 menyatakan bahwa
negri itu sudah menganut agama lain. Begitu juga samdera-pasai. Berdasarkan makan yang
ditemukan dibekas kerajaan tersebut dan berita dari sumber – sumber yang ada seperti yang
sudah kita uraikan bahwa kerajaan ini sudah menjadi kerajaan Islam sekitar 1270.
Tentang sejarah perekembangan Islam di daerah Aceh pada zaman – zaman
permulaan ini petunjuk yang ada selain yang telah kita sebutkan pada bagian – bagian yang
lalu ada pada naskah – naskah yang berasal dari dalam negri sendir seperti kitab Sejarah
Melayu, Hikayat Raja – Raja pasai. Menurut kedua kitab tersebut, seorang mubaligh yang
bernama syek Ismail telah datang dari mekah sengaja menuju Samudera Pasai untuk
mengislamkan penduduk disana. Sesudah menyebarkan sesudah menyebarkan agama islam
seperlunya, syekh Ismail pun pulang kembali ke Mekah. Perlu juga disebutkan di sini bahwa
dalam kedua kitab ini disebutkan pula negri – negri lain di Aceh yang turut diislamkan, antara
lain: Perlak, lamuri, barus, dan lain-lain.
Berdasarkan keterangan kedua sumber itu dapatlah diperkirakan bahwa sebagian tempat-
tempat di Aceh, terutama tempat-tempat di tepi pantai telah memeluk agama Islam. Islam
yang masuk ke Aceh khususnya dan Indonesia umumnya pada mulanya mengikuti jalan-jalan
dan kota-kota dagang di pantai, kemudian barulah menyebar ke pedalaman. Para pedagang
dan mubaligh telah memegang peranan penting dalam penyebaran agama Islam.
Secara historis sosiologis, masuk dan berkembangnya Islam ke suatu daerah sangat
kompleks. Terdapat banyak permasalahan yang terkait dengannya, misalnya dari mana
asalnya, siapa yang membawa, apa latar belakangnya dan bagaimana dinamikanya, baik dari
segi ajaran Islam maupun pemeluknya. Ada beberapa pendapat yang menyatakan kapan
masuknya Islam ke Aceh. Hamka berpendapat Islam masuk ke Aceh sejak abad pertama
Hijriah (ke-7 atau 8 M) namun ia menjadi sebuah agama populis pada abad ke-9 seperti
pendapat Ali Hasjmy. Sedangkan para orientalis seperti Snouck Hourgronje berpendapat
Islam masuk pada abad ke-13 M yang ditandai dengan berdirinya Kesultanan Samudra Pasai.
Ilmuan belanda, mouquette menyimpulkan bahwa asal-usul islam di aceh adalah Gujarat di
pesisir selatan pantai india. Dia mendasarkan kesimpulannya setelah mempertimbangkan
gaya batu nisan yang ditemukan di pasai. Sumatera utara, kususnya yang bertanggal 17
dzulhijjah 841 H/ 27 september 1428M. Yang identik dengan batu nisan yang ditemukan di
makam Maulana Malik Ibrahim di gresik, jawa timur. Dia lebih jauh menyatakan bahwa
corak batu nisan yang ada di psai sama dengan yang ditemukan di cambay, Gujarat.
2. Warisan Budaya di Aceh

 Makam Iskandar Muda


Sultan Iskandar Muda (Aceh, Banda Aceh, 1593 atau 1590– Banda
Aceh, Aceh, 27 Desember 1636) merupakan sultan yang paling besar dalam masa
Kesultanan Aceh, yang berkuasa dari tahun 1607 sampai 1636. Aceh mencapai
kejayaannya pada masa kepemimpinan Iskandar Muda, di mana daerah kekuasaannya yang
semakin besar dan reputasi internasional sebagai pusat dari perdagangan dan pembelajaran
tentang Islam. Beliau juga pernah melakukan serangan terhadap Portugis, tetapi serangan
tersebut tidak berhasil, meskipun begitu Aceh tetap merupakan kerajaan yang merdeka.
Namanya kini diabadikan pada Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda di Aceh.
Dari pihak leluhur ibu, Iskandar Muda adalah keturunan dari Raja Darul-Kamal, dan
dari pihak leluhur ayah merupakan keturunan dari keluarga Raja Makota Alam. Darul-Kamal
dan Makota Alam dikatakan dahulunya merupakan dua tempat permukiman bertetangga
(yang terpisah oleh sungai) dan yang gabungannya merupakan asal mula Aceh Darussalam.
Iskandar Muda seorang diri mewakili kedua cabang itu, yang berhak sepenuhnya menuntut
takhta.
Ibunya, bernama Putri Raja Indra Bangsa, yang juga dinamai Paduka Syah Alam,
adalah anak dari Sultan Alauddin Riayat Syah, Sultan Aceh ke-10; di mana sultan ini adalah
putra dari Sultan Firman Syah, dan Sultan Firman Syah adalah anak atau cucu (menurut
Djajadiningrat) Sultan Inayat Syah, Raja Darul-Kamal.
Putri Raja Indra Bangsa menikah dengan upacara besar-besaran dengan Sultan
Mansur Syah, putra dari Sultan Abdul-Jalil, di mana Abdul-Jalil adalah putra dari Sultan
Alauddin Riayat Syah al-Kahhar, Sultan Aceh ke-3.
Makam Iskandar Muda berada di dekat Krueng Daroy, bersebelahan dengan
Meuligoe Aceh, kediaman resmi Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, berdampingan
dengan Museum Aceh. Makam ini sempat dihilangkan jejaknya oleh Belanda ketika
berlangsung perang Aceh.

Banyak situs bersejarah peninggalan Kesultanan Aceh hancur selama perang


melawan Hindia Belanda. Beberapa diantaranya, makam dari Sultan Iskandar Muda dan
anggota keluarganya, yaitu Putri Kamaliah dari Pahang (Putroe Phang), Sultanah
Safiatuddin Tajul Alam dan Puteri Sendi Ratna Indera.
Makam adalah bukti bahwa seseorang pernah hidup. Makam adalah wujud singgasana
terakhir manusia. Tetapi, sultan iskandar muda bukanlah sekedar kuburan jasad. Makam
sultan iskandar muda adalah sejarah imperium, sejarah peradaban islam ke-5 terbesar di
dunia pada abad ke-17.
Barangkali, inilah salah satu alasan Belanda menghancurkan makam Iskandar Muda
ketika perang. Karena mereka tahu, bahwa makam Sultan Iskandar Muda adalah sejarah
kemegahan Aceh. Untuk menghapuskan sejarah kajayaan Aceh, maka Belanda menghilangkan
jejak sang tokoh fenomenal tersebut.

Karena ulah Belanda, makam Iskandar Muda pernah hilang jejaknya kemudian
ditemukan berkat bantuan salah seorang bekas pemaisuri sultan Aceh yang bernama Pocut
Meurah.

Ketika makam bersejarah dijadikan situs wisata, generasi Aceh dan pengunjung luar
Aceh setidaknya dapat menyaksikan sisa-sisa kejayaan yang telah hilang dimakan waktu.
Walaupun hanya bangunan monumen, namun keberadaan makam bersejarah selalu dapat
menumbuhkan rasa cinta dan patriotisme terhadap Tanah Air.
Makam-makam tersebut hilang tanpa jejak dan untuk memutus keterikatan
masyarakat Aceh dengan sejarah puncak kejayaan mereka di masa Iskandar Muda. Setelah
hilang selama ratusan tahun, Makam Sultan Iskandar Muda yang telah berusia tiga abad
akhirnya berhasil ditemukan dan kemudian dipugar kembali.
Baru pada 19 Desember 1952 lokasi Makam Sultan Iskandar Muda itu bisa ditemukan
kembali, berkat petunjuk yang diberikan oleh bekas permaisuri salah seorang Sultan Aceh yang
bermana Pocut Meurah.

Sultan Iskandar Muda memerintah Kerajaan Aceh Darussalam pada tahun 1607-1636,
dan membawanya pada puncak kejayaan. Pada abad ke-17 itu, Kerajaan Aceh berada di
peringkat terbesar kelima di antara kerajaan-kerajaan Islam di dunia. Banda Aceh ketika itu
telah menjadi bandar perniagaan internasional, disinggahi kapal-kapal asing yang mengangkut
hasil bumi dari kawasan Asia ke benua Eropa.

Sultan Iskandar Muda juga dikenal sebagai raja yang adil, termasuk kepada
keluarganya sendiri. Salah satu puteranya yang bernama Meurah Pupok dipancungnya di depan
umum karena melakukan kesalahan yang berat. Makam Murah Pupok berada di dalam
kompleks KerKhoff Peutjoet.

Peristiwa itu memunculkan ucapan kebanggaan orang Aceh: Adat bak Po


Temeuruhoom, Hukom bak Syiah Kuala, yang artinya “Adat dipelihara Sultan, hukum ada
pada Syiah Kuala”. Syiah Kuala adalah nama lain dari Tengku Abdul Rauf As Singkili,
seorang ulama besar Aceh abad ke-17 yang terkenal ahli di bidang ilmu hukum dan
keagaaman

Makam Sultan Iskandar Muda ini juga dilengkapi fasilitas yang cukup memadai bagi
para peziarah. Seperti terdapat toilet umum, tempat parkir yang luas, serta mushola tak jauh
dari makam yang bisa digunakan untuk ibadah. Disekitar lokasi, juga ditemui banyak masjid
besar bagi para pengunjung yang hendak menunaikan sholat.
Kompleks Makam Sultan Iskandar Muda pemeliharaannya oleh seorang juru pelihara.
Jumlah makam 1 buah keadaan makam terawat dengan baik.
Bangunan makam asli Sultan Iskandar Muda sudah dihancurkan oleh Belanda, jadi makam
yang ada sekarang merupakan replika dari bentuk aslinya. Badan makam terdapat tulisan
tanggal dan angka tahun wafatnya Sultan Iskandar Muda, tipe makam ini menampakkan
makam semu dengan 2 tipe undakan. Undakan pertama pada bagian lengkungan, terdapat
kaligrafi / bahasa Arab, dan bagian tengah membentuk kotak segi tiga memanjang, serta tiap
tingkatan dibatasi pelipit, undakan ke dua terdapat kesamaan, yang membedakan hanya
pelipitnya bertuliskan kaligrafi / bahasa Arab. Keadaan bangunan makam berukuran besar dan
tampak sudah dicat warna hijau, kuning.

Melihat tipe nisan pada makam Sultan Iskandar Muda menampakkan tipe segi empat, di
bagian bawah nisan bentuk segi empat dan berundak. Di bagian tengah badan makam terdapat
tiga bidang ruang, panel satu dan dua bertuliskan kaligrafi / bahasa Arab serta panel ketiga
bentuk kubah. Nisan dengan bentuk penataan bahu san berpola hias sulur – sulur daun bunga
teratai salimputan.
Identifikasi Objek
Nama / Jenis Objek : Makam Sultan Iskandar Muda
Periode : Islam
Lokasi :
- Desa : Keraton
- Kecamatan : Baiturrahman
- Kab./Kodya : Banda Aceh
Bahan : Batu Alam

Keterangan :
- Luas tanah : 60 m2
- Data Sejarah : Ada
- Data Arkeologis : Ada
- Peneliti : Suaka PSP Aceh dan SUMUT
- Tahun : 1991
- Keadaan sekarang : Baik
- Jumlah Bangunan : 1 (satu) buah makam
- Status Pemilikan : Negara
- Pengamatan : Ada (Suaka PSP)
- Pemeliharaan : Ada (Suaka PSP)
PENUTUP.
Makam Sultan Iskandar Muda merupakan warisan budaya berbentuk arkeologis yang
berada di aceh. Ia merupakan Raja dari Kerajaan Aceh. Di zamannya kerajaan Aceh
berkembang sangat pesat ia juga merupakan sebagai tokoh Agama di daerah Aceh tersebut.
Kemahirannya dalam mengelola Aceh membuat Aceh sangat ditakuti oleh para penjajah pada
saat itu.
Makam yang ada pada saat ini merupakan makam replica. Karna makan yang aslinya
hancur oleh belanda, yang mana belanda ingin menghilangkan warisan budaya tersebut. Agar
rakyat aceh tak memiliki rasa Nasionalis.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Iskandar_Muda_dari_Aceh

https://id.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Aceh

http://disbudpar.acehprov.go.id/makam-sultan-iskandar-muda/

https://www.tempat.me/wisata/Makam-Sultan-Iskandar-Muda

https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/makam-sultan-iskandar-muda-
persemayaman-abadi-sang-penakluk

http://rianakhyar10.blogspot.com/2014/01/konservasi-arsitektur-oleh-hizriannur.html

https://www.wasatha.com/2017/04/makam-sultan-iskandar-muda-di-samping.html

Anda mungkin juga menyukai