Anda di halaman 1dari 29

PERAN DAN PERJUANGAN SULTAN ISKANDAR MUDA

(1607-1636 M) DALAM MEMBANGUN KEJAYAAN


KESULTANAN ACEH

Pimbimbing 1: Didin Nurul Rosyidin MA. Ph.D


Pimbimbing 2: Zenal Masduqi M.Ag. MA

CHILYATUN NAFISAH
NIM 14123141127

KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2016 M/ 1437 H

E-Mail: chilyatunnafisahh@mail.co
ABSTRAK

Chilyatun Nafisah. NIM 14123141127. “PERAN DAN PERJUANGAN


SULTAN ISKANDAR MUDA (1607-1636) DALAM MEMBANGUN
KEJAYAAN KESULTANAN ACEH”. Skripsi. Cirebon : Fakultas Ushuluddin
Adab Dakwah, Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam, Juni 2016.
Dalam skripsi ini penulis mendeskripsikan tentang kondisi Kerajaan
Aceh Darussalam pada masa Sultan Iskandar Muda yang merupakan sultan yang
paling berkuasa dari tahun 1607-1636. Saat itu Aceh mempunyai armada perang
yang sangat kuat, strategi perang yang jitu serta dasar-dasar politik luar negeri
yang mengantarkan Aceh mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda. Hal tersebut dibuktikan dengan daerah kekuasaannya yang
semakin besar dan reputasi Internasional sebagai pusat perdagangan dan
pembelajaran agama Islam. Pelabuhan besar yang telah dimiliki Aceh bukan
semata hanya titik pertemuan dagang antar negara. Sultan Iskandar Muda telah
berhasil mengatur semua aspek kehidupan sedemikian rupa dalam Kerajaan Aceh
Darussalam.
Dalam skripsi ini penulis merumuskan tujuan penelitian yang membahas
tiga aspek saja yakni untuk mengetahui Kerajaan Aceh, mengetahui Kerajaan
Aceh masa Sultan Iskandar Muda dan mengetahui peran dan perjuangan Sultan
Iskandar Muda dalam membangun kejayaan Kesultanan Aceh Darussalam.
Penelitian ini menggunakan pendekatan library research dengan metode studi
historis yang melalui empat tahapan. Pertama, pencarian/pengumpulan data
(heuristik). Kedua, verifikasi sumber data yang di dapat. Ketiga, Interpretasi data
yang telah ada, dan keempat, penulisan data-data (historiografi).
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sejak Sultan Iskandar
Muda diangkat sebagai sultan ke dua belas, pada tahun 1607-1636 M, kerajaan
mengalami kemajuan yang sangat pesat, baik dalam bidang politik ekonomi dan
kebudayaan. Salah satu yang sangat menonjol yang dilakukan Sultan Iskandar
Muda ialah memimpin suatu kegiatan yang teratur dalam menentang Portugis di
kawasan Selat Malaka. Di samping itu juga telah berjasa dalam bidang politik
yaitu menyusun undang-undang untuk mengatur ketatanegaraan Kerajaan Aceh
yang dikenal dengan nama Adat Meukuta Alam. Sultan juga telah berhasil
mengangkat derajat kehidupan sosial ekonomi dan kebudayaan masyarakat Aceh
pada zamannya sehingga di bawah pemerintahannya Kerajaan Aceh dapat
mencapai puncak kejayaannya, hingga mencapai peringkat kelima di antara
kerajaan Islam terbesar di dunia, yakni setelah kerajaan Maroko, Isfahan, Persia
dan Agra.

Kata Kunci : Sultan Iskandar Muda, Setrategi Perang, Politik.


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aceh merupakan negeri istimewa. Aceh memiliki keunikan yang sangat
kental akan nilai-nilai Islam yang telah menjadi urat nadi dalam kehidupan
masyarakatnya sejak dulu sampai sekarang. Kegemilangan Aceh yang diraih sejak
dulu hingga sekarang telah banyak memberikan inspirasi, yang tidak hanya bagi
Indonesia, melainkan juga menjadi inspirasi bagi bangsa lain, dalam bentuk
perjuangannya. Aceh merupakan salah satu bangsa yang berada di Pulau Sumatera
yang memiliki tradisi militer, sekaligus pernah menjadi bangsa terkuat di Selat
Malaka, meliputi wilayah Sumatra yang merupakan bagian paling utara dan paling
barat dari kepulauan Indonesia. Di sebelah barat terbentang Lautan Hindia,
sedangkan di sebelah utara dan timurnya terletak Selat Malaka, yang merupakan
jalan perniagaan yang begitu ramai, yang telah dilalui banyak kapal-kapal
pedagang dari berbagai negeri di Asia terutama dari Indonesia, Tiongkok dan
India.
Tidak heran jika kemudian, banyak bangsa lain yang ingin masuk dan
menjajah (menguasai) negeri tersebut, karena di sana terdapat kekayaan rempah-
rempah yang begitu laris diburu dari berbagai negara manapun. Sebagai kerajaan
yang terletak di pinggiran pantai, Aceh mempunyai peran politik yang jitu dan
mempunyai armada laut yang kuat, sehingga dengan mudah ia dapat mengawasi
para pedagang yang singgah di daerah kekuasaannya.
Dalam sebuah karya yang ditulis oleh orang asing dan penulis Indonesia
mengenai sejarah Aceh disebutkan bahwa, Sultan Iskandar Muda merupakan
seorang pemimpin yang paling terkenal dari deretan nama-nama sultan yang
memerintah di Kerajaan Aceh. Di bawah pemerintahan sultan, Kerajaan Aceh
dapat mencapai kejayaan dalam bidang politik, agama, ekonomi, hukum dan
kebudayaan.1

1
Rusdi Sufi, Pahlawan Nasional Sultan Iskanda Muda, (Jakarta: proyek Inventarisasi
dan Dokumntasi Sejarah Nasional, 1995) hlm. 1
Tindakan yang telah dilakukan oleh Sultan Iskandar Muda merupakan
lanjutan dari sultan-sultan sebelumnya. Meskipun dalam uraian yang terbatas akan
mengenai Sultan Iskandar Muda, topik ini tetap menyangkut dan menyinggung
masa-masa sesudahnya. Dalam penulisan biografi tersebut penulis mencoba
menonjolkan peranan dari seorang sultan dalam memerintah Kerajaan Aceh.
Peran sultan merupakan salah satu faktor penentu bagi perkembangan
sebuah kerajaan. Pada masanya ia harus mengatur, menyusun kebijakan dan
bertindak sesuai dengan situasi yang menjadikan sebuah kerajaan yang berjaya.
Tentu juga dengan Kerajaan Aceh pada masa Sultan Iskandar Muda, dengan
adanya beberapa faktor yang membuat Kerajaan Aceh mulai berkembang
mencapai puncak kejayaannya, dan akan terjadi masa kemunduran di mana sudah
tidak ada lagi yang memerintah seperti pada saat ia memimpin.
Sejak Aceh muncul sebagai kerajaan, peranan yang terdapat pada sultan
pertama kali memerintah, ia sudah menentukan dengan baik bagi perkembangan
kerajaannya. Aceh merupakan sebuah kerajaan Islam yang memiliki adat istiadat
yang tidak lepas dari Syariat Islam (Allah swt), dan Al-Qur’an sebagai Qanun
Meukuta Alam (undang-undang hukum) yang ada di wilayah Nanggroe Aceh
Darussalam, disitulah Aceh disebut-sebut sebagai Serambi Mekah.2
Islam untuk pertama kalinya datang ke Indonesia sekitar abad ke 7, yang
didatangkan langsung dari Arab dan daerah yang pertama kali di datangi oleh
Islam ialah daerah Pesisir Sumatera, adapun kerajaan yang pertama yaitu Samudra
Pasai. Orang-orang Islam yang ada di Pesisir Utara Sumatera telah ikut andil dan
aktif dalam mengambil peranan dalam menjalankan dakwah penyebaran Islam di
Indonesia.3

2
“Serambi Mekkah” merupakan sebuah gelar yang amat terhormat dari umat Islam
Nusantara, suatu gelar yang penuh bernuansa keagamaan, keimanan, serta ketaqwaan. Rizki
Ridyasmara, Gerilya Salib Di Serambi Mekah: Dari zaman Portugis hingga paska Tsunami, Cet.1,
(Jakarta, Pustaka Al-Kautsar,2006) hlm. 1

3
Desy Nazia Putri, dkk. Sejarah Dan Berkembangnya Islam Di Aceh,
Http://ChaerolRizal.Blogspot.Com/2014/02/sejarah-masuk-dan-berkembangnya-islam.html.
Diunduh hari Minggu tgl, 24-Januari-2016, jam 14.30 wib
Islam yang ada di Aceh Darussalam sebenarnya berasal dari gabungan
kerajaan-kerajaan kecil seperti Kerajaan Islam Pereulak, Samudra Pasai, Lingga,
Samainra, Jaya dan terakhir Darussalam.4 Adapun Islam masuk ke Aceh sendiri
ada yang mengatakan datang dari India, Persia atau Arab, sedangkan jalur yang
dipakai untuk menyebarkan dakwah Islam di antaranya menggunakan teori
Mekkah. Menurut pendapat Hamka, masuknya agama Islam ke Nusantara
Indonesia sekitar abad ke 7 M, yang telah dituturkan dalam berita Cina “Dinasti
Tang” dengan ditemukannya daerah hunian wirausahawan dari Arab yang
sebenarnya Islam telah di bawah oleh para wiraniagawan Arab. Sedangkan sekitar
tahun 1275 (abad ke-13) merupakan berdirinya Kerajaan Samudra Pasai dan telah
berkembangnya agama Islam bukan masuknya agama Islam.5
Kedudukan peran ulama pada zaman kerajaan amatlah strategis, baik di
dalam kehidupan kemasyarakatan maupun dalam pemerintahan. Ulama tidak
hanya mengurusi masalah keagamaan saja, tetapi juga masalah keduniawian.
Peran yang diambil oleh ulama merupakan salah satu faktor yang membawa
budaya (adat), sedangkan Islam menjadi suatu kesatuan yang tidak akan
terpisahkan dengan begitu mudah oleh masyarakat Aceh. Peran yang dijalani oleh
ulama telah mengalami dinamika yang sangat baik, pasang maupun surutnya, dan
mengalami puncak kejayaannya pada masa Kesultanan Iskandar Muda. Pada masa
era pemberlakuan Syariat Islam di Aceh Darussalam, ulama menjadi salah satu
tombak yang membawa masyarakat Aceh menjadi masyarakat yang sejahtera,
aman dan tertib bersama umara.
Hal ini yang dapat kita cermati dari tradisi intelektual keislaman di Aceh
pada abad ke 17 M. Adapun tokoh terpenting yang pertama kita patut
menyebutnya dalam hal ini ialah Hamzah Fansuri. Ia seorang pemikir, penyair,
dan penganut paham wujudiyyah. Selain itu juga, peranan ulama di kerajaan tidak

4
Rizki Ridyasmara, Op.cit, hlm. 17

5
Ahmad Mansur Suryanegara, API SEJARAH, (Bandung, PT. Grafindo Media
Pratama, 2009) hlm. 99
dilihat dari segi keagamaannya saja melainkan dalam bidang politik dan
perekonomiannya juga.6
Sultan Ali Mughayat Syah merupakan sultan yang telah meluaskan
wilayah kekuasaannya ke daerah Pedir yang bekerja sama dengan Portugis,
kemudian ke Pasai, pada tahun 1524 M. Dengan kemenangan yang didapat dari
dua kerajaan tersebut, Aceh dengan mudah melebarkan sayap kekuasaannya ke
Sumatera Timur. Untuk mengatur semuanya Raja Aceh mengirim para
panglimanya ke daerah Pedir, salah satu di antaranya adalah Gocah, pahlawan
yang menurunkan sultan-sultan Deli dan Serdang. Sultan Ali Mughayat Syah
(1514-1530 M)7 telah banyak berjasa dalam berbagai aspek keislaman, yang
terdapat dalam bidang politik, sultan berupaya untuk menghadang penjajah
Portugis kristiani dengan memprakarsai negara Islam bersatu, yaitu menyatukan
tenaga politik Islam di dalam sebuah negara yang kuat dan berdaulat yang diberi
nama “Aceh Besar”, dalam istilah Aceh di sebut Aceh Rayeuk dan ada juga yang
menyebutnya dengan nama Aceh Lhe Sagoe (Aceh Tiga Sagi). Dalam bidang
kepemerintahan seorang raja telah meletakkan Islam sebagai asas kenegaraan,
bahkan melarang orang-orang yang selain Islam untuk memangku jabatan
kenegaraan atau meneruskan jabatannya. Sedangkan dalam bidang dakwah, telah
dibangun pusat Islam yang megah, dihimpun oleh para ulama dari juru dakwah,
serta menyuruh berjihad untuk memerangi penyembahan berhala dan syirik, 8 tidak
lama ia memerintah, ia telah wafat pada tanggal 7 Agustus 1530.9
Setelah wafatnya Sultan Ali Mughayat Syah, pemerintahan
dipindahalihkan kepada putra sulungnya yaitu Salah Ad-Din atau Sultan
6
Amirul Hadi, Aceh: Sejarah, Budaya dan Tradisi, (Jakarta: Pustaka Obor
Indonesia2010) hlm. 159

7
Tahun 1514 merupakan pemerintahan pertama Sultan Ali Mughayat Syah di Aceh
yang melakukan perluasan kebeberapa daerah yang berada di wilayah Sumatera Utara, seperti di
Daerah Daya dan Pasai. Pada tahun tersebut beliau mengadakan serangan terhadap kedudukan
Portugis di Malaka serta menyerang Kerajaan Aru. Bambang Suwondo,1977/1978, Sejarah
Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh, (Jakarta,Balai Pustaka) hlm. 60

8
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008) hlm. 195.

9
Denys Lombard, Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636), (Jakarta,
Kepustakaan Populer Gramedia, 2006) hlm. 49.
Salahuddin. Ia menyerang Malaka pada tahun 1537 M, tetapi tidak juga berhasil,
kemudian pemerintahan tersebut alihkan lagi kepada ‘Ala ad-Din Ri’ayat Syah al-
Qahhar sekitar tahun 1538 M, yang merupakan anak bungsu dari Ali Mughayat
Syah, yang telah menggantikan saudaranya dan mengukuhkan kekuasaan
kesultanan.10 Peletak dasar kebesaran Kerajaan Aceh adalah Sultan Alauddin
Ri’ayat Syah yang bergelar Al-Qahar. Dalam menghadapi balatentara Portugis,
yang telah menjalin hubungan persahabatan dengan Kerajaan Utsmani di Turki
dan negara Islam yang lainnya yang ada di Nusantara. Bantuan yang telah didapat
dari Kerajaan Turki Utsmani, membuat Aceh dapat membangun angkatan perang
dengan baik, ketika itu Aceh tampaknya telah mengakui bahwa Kerajaan Turki
Utsmani sebagai pemegang kedaulatan tertinggi kekhalifahan dalam Islam.11
Setelah tidak ada lagi yang memerintah dari semua sultan, giliran Sultan
Iskandar Muda (1607-1636 M), yang merupakan Sultan Aceh yang kedua belas,
di tahun 1607 M. ia telah mendapatkan kesempatan untuk naik tahta, dan pada
1637 M. ia turun tahta setelah memerintah selama 30 tahun lamanya dan
digantikan oleh menantunya yaitu sultan Iskandar Tsani. Pada masanya Aceh
menguasai seluruh pelabuhan yang ada di Pesisir Timur dan Sumatra Barat,
sedangkan tanah Gayo yang berbatasan dengan Minangkabau telah diislamkan.
Hanya orang-orang kafir Batak yang berusaha untuk menangkis
kekuatan-kekuatan Islam yang datang, bahkan mereka melangkah begitu jauh
sehingga meminta bantuan terhadap Portugis, bahkan Sultan Iskandar Mudapun
tidak terlalu menggantungkan diri kepada bantuan Turki Usmani yang jaraknya
sangat jauh hanya untuk mengalahkan Portugis, sultan kemudian bekerja sama
dengan musuh Portugis yaitu Belanda dan Inggris.
Dalam pemerintahan yang telah dijalankan Sultan Iskandar Muda,
Kerajaan Aceh mengalami perkembangan ekonomi yang baik. Hal tersebut
dikarenakan sultan benar-benar memperhatikan aspirasi dan permasalahan
rakyatnya. Ia juga membuat peraturan yang tegas dalam bidang perindustrian,
10
Denys Lombard, Kerajaan Aceh, Op.cit, hlm. 49-50

11
Yang telah memerintah tahun 1290- 1326 M, yang telah berhasil dalam menduduki
benteng Byzantium. Ibid, hlm. 52
pertambangan, pelayaran, pertanian serta perikanan, dan pada saat itu juga hukum
benar-benar ditegakkan.12
Kejayaan yang telah dimiliki dari Kerajaan Aceh dengan memiliki
tentara yang kuat, peran politik yang jitu dan armada laut yang sangat besar
sehingga dapat menguasai sebagian dari Sumatera (daerah Bengkulu di pantai
Barat dan Daerah Kampar di Pantai Timur). 13 Kerajaan Aceh merupakan kerajaan
yang bercorak Islam, yang letaknya sangat strategis di jalur pelayaran dan
perdagangan. Aceh juga memiliki daerah kekuasaan yang sangat luas, sehingga
kerajaan ini sangat maju terutama di bidang perekonomian. Adapun angkatan laut
Kerajaan Aceh berkembang lebih pesat di Asia Tenggara, pengaruh dakwah Islam
Kerajaan Aceh telah mewarnai gugusan kepulauan Nusantara. Dari sinilah yang
menyebabkan Barat Kristen bersatu menyerang, menjajah dan merampok
kekayaan negeri-negeri Islam. Islam mendorong Aceh menjadi negara yang
disegani oleh negara lain. Para pembawa kebudayaan Islam juga sebagian besar
menjadikan pusat ilmu pengetahuan di Aceh terutama di bidang keagamaan yang
telah dilakukan dengan cara mengeraskan agama Islam yang diperintahkan untuk
sholat, mengasihi orang fakir miskin dan selain itu juga dibangunnya masjid
Baiturrahman.
Penulis merasa tertarik dengan pembahasan mengenai “Peran dan
Perjuangan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) dalam Membangun Kejayaan
Kesultanan Aceh”, di mana pembahasan tersebut menggambarkan sebuah
kejayaan serta kearifan yang tidak terjadi setelah masa tampuk kepemimpinannya.

Tujuan Penelitian
Pada penelitian ini memiliki tujuan di antaranya ialah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Kerajaan Aceh sebelum Sultan Iskandar Muda.

12
Amirul Hadi, Op.cit, hlm149

13
R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3, (Yogyakarta:Kanisius
1973) hlm. 63
2. Untuk mengetahui Kerajaan Aceh masa Sultan Iskandar Muda.
3. Untuk mengetahui Peran dan Perjuangan Sultan Iskandar Muda dalam
membangun kejayaan Kesultanan Aceh.

METODE PENELITIAN
Untuk sampai pada tujuan penelitian, dilakukan seperangkat metode
kerja yang komprehensif dan sistematis sehingga penelitian pun didapat dengan
lebih mudah untuk dijalankan. Penelitian sejarah merupakan penelitian yang
tergolong “metode historis” yakni metode yang khusus digunakan dalam
penelitian sejarah melalui tahapan tertentu. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Notosusanto yaitu:14
1. Heuristik
Yakni menghimpun jejak-jejak masa lampau. Tahapan heuristik
merupakan tahap awal dalam rangkaian tahapan penelitian sejarah. Menurut
Notosusanto, heuristic berasal dari bahasa Yunani “heuriskein” yang artinya
sama seperti “to find, yang berarti tidak hanya menemukan, tetapi mencari dulu.
Pada tahap pertama, peneliti berusaha mencari dan mengumpulkan sumber yang
behubungan dengan topik yang akan dibahas.15 Dalam pelaksanaannya prosedur
yang harus ditempuh adalah berusaha mendapatkan sumber yang memiliki
kredibilitas tinggi.16 Dengan menggunakan studi pustaka (studi literature), di sini
penulis berusaha mencari dan mengumpulkan sumber-sumber data tertulis yang
terdapat di dalam perpustakaan maupun browsing literatur di internet yang
berkaitan dengan sejarah berdiri samapai perjuangan Sultan Iskandar Muda tahun
1607-1636 M, dalam kejayaan Kesultanan Aceh.
Sehingga dalam hal ini akan ditempuh teknik kepustakaan dengan
mengumpulkan data yang mengenai sejarah berdirinya Aceh hingga yang
14
Sulasman, Metodologi Penelitiaan Sejarah Teori, Metode, Contoh Aplikasi,
(Bandung: Pustaka Setia, 2014) hlm.75

15
Ibid, hlm. 93

16
Aminudin Kasdi, Memahami Sejarah, (Surabaya: Unesa University Press, 2008)
hlm. 25.
berkaitannya dengan Aceh. Adapun yang dilakukan oleh penulis mengumpulkan
sumber dengan mencari buku-buku yang berkaitan dengan tema penelitian
penulisan. Penulis juga mencari dan mengumpulkan data dari internet, tokoh buku
gramedia, perpustakaan IAIN, perpustakaan Sumber, dan Perpustakaan 400.
2. Kritik
Kritik yaitu menyelidiki apakah jejak itu sejati, baik bentuk maupun
isinya. Pada tahap ini, sumber yang telah dikumpulan pada tahapan heuristik
dengan buku-buku yang relevan dengan pembahasan yang terkait. Selanjutnya
diseleksi dengan mengacu pada prosedur yang ada, yakni sumber yang faktual dan
keaslian sumber (otensititas) yang dilakukan.17
M. Dien Madjid menegaskan bahwa, setiap sumber mempunyai aspek
baik aspek intern maupun aspek ekstern. Aspek Intern dilakukan untuk menilai
kelayakan atau kredibilitas sumber. Kredibilitas sumber biasanya mengacu pada
kemampuan sumber untuk mengungkap kebenaran suatu peristiwa sejarah.
Kemampuan sumber meliputi kompetensi, kedekatan atau kehadiran sumber
dalam peristiwa sejarah. Selain itu, kepentingan dan subjektivitas sumber serta
ketersediaan sumber untuk mengungkapkan kebenaran. Konsistensi sumber
terhadap isi atau konten.18
Aspek Ekstern dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keabsahan atau
autentisitas sumber. Kritik terhadap autentisitas sumber tersebut misalkan dengan
melakukan pengecekan tanggal penerbitan dokumen, pengecekan bahan yang
berupa kertas atau tinta. Memastikan sebuah sumber apakah termasuk sumber asli
atau salinan. Apakah itu penulisanulang atau hasil fotokopi.
Kritik terhadap keaslian sumber sejarah di antaranya dapat dilakukan berdasarkan
usia dan jenis budaya yang berkembang pada waktu peristiwa itu terjadi, jenis
tulisan, huruf dan lain sebagainya. Diperlakukan dengan pengetahuan yang
bersifat umum dalam mengetahui sifat dan kontek zaman, contohnya terdapat

17
Sulasman, Op.cit, hlm. 101

18
M. Dien Madjid, Ilmu Sejarah: Sebuah Pengantar, cet1(Jakarta: Prenada Media
Group, 2014) hlm. 223-224.
pada peningalan candi yang terbuat dari batu andesit adapula yang terbuat dari
terakota, maksudnya itu menggambarkan sebuah perkembangan suatu zaman.19
Ditahap ini penulis berusaha menyortir data-data mana saja yang berkaitan dengan
masalah yang dibahas, dengan cara tersebut terhadap data-data sejarah yang ada
hingga akhirnya memperoleh fakta-fakta sejarah yang dapat dipercaya.
3. Interpretasi
Interpretasi merupakan penguraian fakta-fakta dan kepentingan topik
sebuah sejarah serta menjelaskan masalah kekinian. Tidak ada interpretasi yang
bersifat final, sehingga setiap generasi berhak menerangkan interpretasi sendiri. 20
Dalam melakukan proses interpretasi, penulis juga dituntut untuk bermain dengan
imajinatif. Karena fakta-fakta sejarah tidak akan pernah sempurna sehingga
terdapat “ruang gelap sejarah” yang kerap kali tercipta.21
Jadi sudah jelas, untuk mengetahui sebab-sebab dalam peristiwa itu sebuah
pengetahuan tentang masa lalu, sehingga pada saat penelitian akan mengetahui
situasi pelaku, tindakan, dan tempat peristiwa. Para ahli sejarah membebaskan
pengguna apa saja dari bentuk dan metode interpretasi yang logis untuk mencapai
tujuannya.22 Dalam tahapan ini merupakan hasil dari kegiatan kritik di atas,
sehingga memperoleh sebuah penafsiran dengan menghubungkan fakta-fakta yang
diperoleh, kemudian menjadi sebuah susunan yang logis dan kronologis dan
tersusun sesuai dengan penelahan waktu kejadian peristiwa sejarah.
4. Historiografi
Dalam metode sejarah, penulisan sejarah (historiografi) merupakan fase
atau langkah terakhir dari beberapa fase yang harus dilakukan oleh peneliti
sejarah. Historiografi merupakan tahap akhir dari penelitian sejarah, setelah
melalui fase heuristik, kritik sumber dan interpretasi. Pada tahap inilah penulisan
sejarah dilakukan. Pengisahan sejarah itu jelas sebagai sebuah kenyataan
19
Ibid, hlm. 224

20
Sulasman, Op.cit, hlm. 107

21
M.Dien Madjid. Op.cit, hlm. 227

22
Dudung Abdurahman, Op.cit, hlm. 115-116
subjektif, karena setiap orang atau generasi dapat mengarahkan sudut
pandangannya terhadap apa yang telah terjadi dengan berbagi interpretasi yang
sangat erat dengan sikap hidup, pendekatan atau orientasinya. Oleh karena itu
perbedaan pandangan terhadap masa lampau yang pada dasarnya ialah subjektif
dan obsholut, dan pada gilirannya akan menjadi kenyataan yang relative. 23
Langkah ini menitikberatkan dari hasil-hasil ketiga tahapan diatas, dengan
mengungkapkan serta memaparkan sumber-sumber sejarah yang diperoleh
disajikan secara tertulis sebagai kisah sejarah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

KERAJAAN ACEH SEBELUM SULTAN ISKANDAR MUDA

A. Sejarah Berdirinya Kerajaan Aceh Sebelum Sultan Iskandar Muda


Sebelum Kerajaan Aceh berdiri mula-mula Samudra Pasailah yang
merupakan kerajaan Islam kedua sesudah Perlak. Kerajaan ini terletak di Pesisir
Timur Laut Aceh, yang telah berdiri sejak abad ke 13 M, yang telah dirintis oleh
Malik Ash Shaleh (Marah Silu) pada tahun 1267-1297 M, akan tetapi ia bukanlah
seorang sultan yang mendirikan kerajaan, melainkan Nizamuddin al-Kamil yang
telah mendirikan Kerajaan Pasai pada tahun 1267 M. Ia adalah seorang laksamana
angkatan laut dari Mesir sewaktu dinasti Fatimiyyah masih berkuasa, yang di
tugaskan untuk merebut pelabuhan Kambayat di Gujarat (1238 M). Sultan
Nizamuddin telah menguasai perdagangan lada setelah ia mendirikan Kerajaan
Samudra Pasai. 24
Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan yang menjadikan dasar
negaranya “Islam Ahlusunnah Waljama’ah”. Negeri tersebut sangat kaya dan
makmur karena di dalamnya terdapat sebuah sistem pemerintahan yang amat
tertib, sehingga Malik Ash-Shaleh dapat disebut dengan pengembara yang di darat

23
M.Dien Madjid. Op.cit, hlm. 230-231
24
Raja pertamanya adalah Marah Silu (Sultan Malik Ash-Shaleh)
dan di laut. Sepeninggalnya Malik Ash-Shaleh (Marah Silu), kerajaan
dipindahalihkan kepada putra sulungnya yaitu Sultan Malik Adh-Dhahir (Tahir).25
Dilihat dari segi peta politik, munculnya Kerajaan Samudra Pasai sejalan
dengan suramnya peranan maritim Kerajaan Sriwijaya, yang sebelumnya telah
memegang peranan penting di kawasan Sumatera dan sekelilingnya. Dalam
Hikayat Raja-Raja Pasai, telah dibincangkan mengenai gelar Malik Ash-Shaleh
sebelum diangkat sebagai raja adalah Marah Silu.26 Ia masuk Islam berkat
pertemuannya dengan Syaikh Ismail (utusan dari Syarif Mekkah) 27, yang
kemudian diberi gelar dengan Sultan Malik Ash-Shaleh.28
Muara Sungai Peusangan merupakan sebagai tempat pusat Kerajaan
Samudra Pasai, sebuah aliran sungai yang lebar dan panjang sehingga
memudahkan kapal-kapal dan perahu yang telah mengayuh dayungkan ke
pedalaman sehingga terdapat dua kota yang bersebrangan di Muara sungai
Peusangan, yaitu Pasai dan Samudera.29
Informasi di atas oleh berita Cina dan diperkuat dengan pendapat Abu
‘Abdillah Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim At-Thanji yang
lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Batutah, seorang pengembara yang sangat
terkenal dari Maroko. Di saat pertengahan abad ke 14 M (tahun 746 H/1345 M),
ia begitu terkesan dan kagum menyaksikan perkembangan Islam yang ada di

25
Disebutkan bahwa Istana Raja Samudra telah disusun dan diatur secara India, dan
diantara pembesarnya terdapat orang Persia dan patihnya bergrelar amir. Dedi Supriyadi. Op.cit,
hlm. 195
26
Marah Silu merupakan putra Merah Gajah, nama Marah merupakan gelar bangsawan
yang sangat lazim di Sumatera Utara. Sedangkan Silu yang berasal dari kata sungkala aslinya
berasal dari Sanskrit Chula, kepemimpinannya menonjol yang menempatkan dirinya menjadi raja.

27
Syarif Mekkah merupakan penguasa di bawah perlindungan Daulah Fathimiyah
Mesir yang bermadzhab Syafi’I, selain itu sebagai pelindung Ka’bah kiblat seluruh umat muslim
dunia, yang mempunyai kedudukan spiritual dan politis yang amat penting. Saifuddin Zuhri,
Sejarah Kebangkitan Islam Dan Perkembangannya Di Indonesi, (TK PT. Al Ma’arif, 1979) hlm.
211

28
“Malik Ash-Shaleh adalah gelar yang dipakai oleh pembangun kerajaan Mameluk
yang pertama di Mesir, yaitu “Al-Malikush Shaleh Al Ayyub”. Badri Yatim, Sejarah Peradaban
Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013) hlm. 206

29
Kota Pasai terletak lebih ke Muara sedangkan Kota Samudera terletak agak lebih
mendalam. Ibid, hlm. 206
Samudra Pasai dalam perjalanannya dari Delhi menuju ke Cina. Ibnu Batutah
sangat mengagumi Sultan “Jawa yaitu Sultan Malik Adh-Dhahir” (Samudra
Pasai) di saat yang memerintah seorang raja yang begitu alim dan bermadzhab
Syafii, sampai Ibnu Batutah begitu berani menyatakan kekaguman terhadap raja-
raja Islam yang pernah dikunjunginya baik itu dari Hindustan maupun Turkistan,
namun “Raja Jawa-lah (Sultan Malik Adh-Dhahir)” yang sangat alim dengan
ilmunya yang sangat mendalam jika itu dibandingkan dengan raja-raja yang telah
di sebutkan tadi.30
Pada saat itu Samudra Pasai diperintah oleh Sultan Malik Adh-Dhahir
(putra sulung dari Sultan Marah Silu). Menurut informasi dari Cina, pada awal
tahun 1282 M. kerajaan kecil (Samudra) ini telah mengirim duta-duta yang
disebut dengan memakai nama muslim di antaranya Husein dan Sulaiman untuk
menghadap Raja Cina. Sedangkan menurut pernyataan Ibnu Batutah, Islam sudah
ada dari satu abad lamanya yang telah disiarkan di sana. Ibnu Batutah telah
meriwayatkan dengan kerendahan hati, semangat keagamaan dan kesalehan yang
dimiliki oleh rakyatnya dengan mengikuti Mazhab Syafi’i. Menurut pendapat Ibnu
Batutah, Samudra Pasai merupakan pusatnya ilmu agama Islam dan sebagai
tempat berkumpulnya para ulama dari berbagai negeri Islam untuk memberikan
solusi (berdiskusi) dari berbagai masalah keduniawian dan keagamaan.31
Sedangkan dalam kehidupan perekonomiannya, kerajaan maritim ini
tidak mempunyai basis agraris. Pelayaran dan perdagangan merupakan sendi-
sendi ekonomi yang memungkinkan, Kerajaan Pasai memperoleh pajak dan
penghasilan lainnya sebagai sumber pemasukan. Menurut Tome Pires telah
menceritakan bahwa Samudra Pasai telah terdapat mata uang Derham.32 Menurut
yang dikatakan Tome Pires, bahwa dari setiap kapal yang datang dengan

30
Saefuddin Zuhri. Op.cit, hlm. 204

31
Badri Yatim. Op.cit, hlm 207

32
Nama Derham ini ditiru oleh orang-orang Aceh dari nama susunan mata uang dari
orang-orang Arab, sedangkan Keuh “cashes” (Keuh tersebut bersala dari bahasa Aceh sendiri
yang artinya timah). Sistem mata uang ini tidak mengalami perubahan hingga pemerintahan Sultan
Iskandar Muda.
membawa barang dagangannya dari Barat sampai ketika mau memasuki Samudra
Pasai akan dikenakan pajak sebesar 6%. Dari segi perekonomian dan geografinya,
Samudra Pasai merupakan salah satu daerah yang terpenting sebagai jalan
alternatif penghubung antara pusat-pusat perdagangan yang ada di Kepulauan
Indonesia, Cina, India dan Arab. Dapat dibuktikan dengan adanya mata uang
kerajaan, sebagai kerajaan yang makmur.33
Mata uang Derham ini pernah di teliti oleh H.K.J. Cowan bahwa mata
uang Derham ini telah memakai nama-nama seperti Sultan Alaudin, Sultan Malik
Adh-Dhahir, Sultan Abu Zaid dan Abdullah. Hal tersebut sebagai bukti yang
menunjukkan adanya sejarah Kerajaan Samudra Pasai. Sementara itu, telah itu
ditemukan pula 11 mata uang dirham dengan bertuliskan nama Sultan Muhammad
Malik Adh-Dhahir, Sultan Ahmad dan Sultan Abdullah, yang semuanya adalah
Raja Samudra Pasai dari abad ke 14-15 M.34
Kerajaan Samudra Pasai berlangsung sampai tahun 1524 M. akibat
penaklukkan oleh bangsa Portugis sejak tahun 1521. Ketika Kerajaan Samudra
Pasai mengalami kemunduran, muncullah benih-benih lahirnya Kesultanan Aceh
Darussalam. Kerajaan Aceh ini berdiri diatas puing-puing kerajaan Hindu-Budha
yang pernah ada sebelumnya, seperti Kerajaan Indra Purwa, Kerajaan Indra Patra,
dan Kerajaan Indrapura (Indrapuri).
Sultan Ali Mughayat (Raja Ibrahim), mendirikan Kerajaan Aceh pada
abad ke 15. Pada awalnya kerajaan ini berdiri di atas wilayah Kerajaan Lamuri,
sebelum menundukkan dan menyatukan beberapa kerajaan disekitarnya yang
mencakup Pasai, Pedir (Pidie), Daya, dan Aceh.35 Menurut Lombard dalam buku
Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda, Hikayat Aceh mengisahkan
munculnya Kerajaan Aceh Darussalam sebagai hasil jenis pembauran pemukiman
yaitu raja-raja dari kedua pemukiman (Makota Alam dan Darul Kamal) yang

33
Ibid, hlm. 207

34
Ibid, hlm. 207

35
Mohammad Said, Aceh Sepanjang Abad , (Medan, PT Percetakan dan Penerbitan
Waspada medan, 1981) hlm. 157
bergabung mengawinkan anak mereka.36 Hikayat Aceh mencatat bahwa Musaffar
Shah menjadi raja di Makota Alam dan Inayat Shah menjadi raja di Darul Kamal,
yang keduanya terus berperang dan berakhir dengan kemenangan oleh Musaffar
Shah. Tindak lanjut kemenangan itu, Sultan Musaffar Shah menyatukan negeri
tersebut dalam satu kesultanan. Hasil dari penggabungan tersebut yang menjadi
Aceh Darussalam.37
Pada masa pemerintahan Aceh Darussalam awal mulai kemajuan dalam
perdagangan, sebelumnya para saudagar-saudagar telah berdagang di Malaka
yang kini telah dialihkan kegiatan para saudagar ke Aceh setelah Malaka dikuasai
oleh Portugis sekitar tahun 1511 M. Akibat dari penaklukkan Malaka oleh
Portugis kini jalur perdagangan yang sebelumnya dari laut Jawa ke utara melalui
Selat Karimata hingga ke Malaka, kini dipindahkan melalui Selat Sunda dan
menyusuri pantai Barat Sumatera hingga sampai ke Aceh. Dari situlah kini Aceh
menjadi pusat perdagangan yang begitu ramai dikunjungi oleh para saudagar dari
berbagai pelosok negeri.38
Menurut H.J de Graaf, dalam buku Sejarah Peradaban Islam, Aceh telah
menerima Islam dari Samudra Pasai yang kini menjadi bagian dari wilayahnya
hingga pergantian agama yang akan terjadi pada pertengahan abad ke 14. Menurut
pendapatnya Kerajaan Aceh merupakan penyatuan dari dua kerajaan kecil
(Lamuri dan Aceh Darul Kamal), dan ia juga berpendapat bahwa raja yang
pertama adalah Sultan Ali Mughayat Syah.39
B. Perkembangan Kerajaan Aceh Sebelum Sultan Iskandar Muda
Untuk mengetahui bagaimana gambaran perkembangan Kerajaan Aceh
Darussalam semenjak berdirinya tahun 1514 M, yang telah dibangun oleh Sultan
Ali Mughayat Syah, hingga masa di mana pemerintahan Sultan Iskandar Muda

36
Denys Lombard, Op.cit, hlm. 46-47

37
Mohammad Said, Op. cit, hlm. 133-134

38
Badri Yatim, Op. cit, hlm. 208

39
Ibid, hal. 209
menjadi seorang pemimpin. Hal tersebut dapat dilihat secara singkat melalui
perkembangan Kerajaan Aceh Darusssalam dalam berbentuk tabel di bawah ini.
Nama Sultan Tahun
1. Sultan Ali Mughayat Syah 916-936 H (1530-1539 M)
2. Sultan Salahuddin 939-945 H (1530-1539 M)
3. Sultan Alaiddin Riayat Syah al-Qahhar 945-979 H (1539-1571 M)
4. Sultan Husain Alaiddin Riayat Syah III 979-987 H (1571-1579 M)
5. Sultan Muda 1579 M.
6.Sultan Mughal Seri Alam Pariaman 987 H (1579 M)
Syah
7. Sultan Zainal Abidin 987-988 H (1579-1580 M)
8. Sultan Alaiddin Mansyur Syah 989-995 H (1581-1587 M)
9. Sultan Mughayat Bujang 995-997 H (1587-1589 M)
10. Sultan Muda Ali Riayat Syah IV 997- 1011 H (158-1604M)
11 Sultan Muda Ali Riayat Syah V 1011-1015 H (1604-1607 M)
12.Sultan Iskandar Muda 1607-1636 M

SULTAN ISKANDAR MUDA DAN KEJAYAAN KERAJAAN


ACEH
A. Biografi Sultan Iskandar Muda
Menurut catatan R.A Hoesein Djajadiningrat dalam buku yang dikarang
oleh Rusdi Sufi, menyebutkan bahwa Sultan ‘Alauddin Ri’ayat Syah Sayyid al-
Mukammil (1588-1604) telah mempunyai enam orang anak, di antaranya empat
orang laki-laki dan dua orang putri. Anak laki-laki diberi nama Maharaja Di Raja,
Sultan Muda, Sultan Husen, dan Sultan Abangta Merah Upak. Anak pertama
meninggal pada waktu ia masih hidup, sedangkan anak kedua diangkat menjadi
tangan kanannya dalam memerintah Kerajaan Aceh, dan anak yang ketiga
ditetapkan sebagai sultan di Pedir dan putra yang terakhir meninggal di Kerajaan
Johor. Kini giliran anak perempuan yang diberi nama Putri Raja Indra Bangsa dan
Raja Putri. Putri Raja Indra Bangsa merupakan putri kesayangan dari
Sultan‘Alauddin Ri’ayat Syah Sayyid al-Mukammil. Ia telah dinikahkan dengan
Sultan Mansyur, cucu dari Sultan Alauddin Riayat Syah al-Qahhar (yang
memerintah Kerajaan Aceh tahun 1537-1571). Dari pernikahannya pada tahun
1590, lahirlah seorang bayi laki-laki yang telah diberi nama Darma Wangsa Tun
Pangkat, yang kini bergelar Sultan Iskandar Muda.40
Dari pihak leluhur ibu Iskandar Muda termasuk keturunan keluarga Raja
Darul-Kamal dan dari pihak ayah keturunan keluarga Raja Makota Alam.41
Ibunya, Putri Raja Indra Bangsa, atau nama lainnya Paduka Syah Alam, yang
merupakan anak dari Sultan ‘Alauddin Ri’ayat Syah, Sultan Aceh yang ke-10
(Sultan Aceh dari 1589-1604), merupakan anak Sultan Firman Syah cucu dari
Sultan Inayat Syah, Raja Darul-Kamal. Putri Raja Bangsa menikah dengan
mendirikan sebuah upacara besar-besaran dengan Sultan Mansur Syah, anak dari
Sultan ‘Abdul–Jalil. Sultan ‘Abdul-Jalil yang merupakan putra Sultan ‘Ala ad-Din
Riayat Syah al-Qahhar, Sultan Aceh ke-3 atau 1539-157, keturunan raja Makota
Alam yang pertama yang disebut dengan Muzaffar Syah. Jadi, sebenarnya ayah
dan ibu dari Sultan Iskandar Muda merupakan sama-sama pewaris kerajaan.42
Di saat masih kanak-kanak ia telah banyak belajar dari kakek dan teman
dekat ayahnya. Pada umurnya yang menginjak belasan tahun ia sudah belajar
memburu dan membuatkan 30 batu tulis dari logam yang di lakukan bersama
teman-temannya yang diperintahkan oleh kakeknya. Ia juga belajar mengaji
membaca Al-qur’an, selain dalam bidang-bidang keagamaan Islam seperti,
bahasa, hukum, seni budaya, kemiliteran dan ketangkasan jasmani. Ia juga

40
Ibid, hlm. 33

41
Darul al Kamal dan Mahkota Alam merupakan dua tempat pemukiman bertetangga
yang terpisah oleh sungai dan yang menggabungkannya merupakan asal mula Aceh Darus-Salam
Iskandar Muda seorang diri yang telah mewakili kedua cabang tersebut, maka ia berhak
sepenuhnya menuntut tahta.
42
Denys Lombard, Op. cit, hlm.. 230-231
kedatangan seorang guru lain untuk mengajarkan kepandaian ia dalam bermain
pedang.43
Dari segi penamaan, ia mendapatkan banyak julukan dengan berbagai
versi yang diberikan oleh neneknya ketika ia menginjak umur 3 tahun dengan
panggilan Abangta Raja Munawar Syah dan setelah ia dewasa mendapat beberapa
nama lagi seperti: Pancagah, Johan Alam Syah, Perkasa Alam Syah, Darma
Wangsa, dan Iskandar Muda. 44
Ketika usianya menginjak baligh, ayahnya menyerahkan Iskandar Muda
bersama beberapa budak pengiringnya kepada Teungku di Bitai (seorang ulama
dari keturunan Arab dari Baitul Maqdis yang begitu menguasai ilmu falak dan
ilmu firasat). Dari ulama Tengku, ia belajar khusus mempelajari ilmu nahwu,
melihat kecerdasan dan keuletan serta kemuliaan sikap dan tingkah laku Iskandar
Muda kini menjadi salah satu murid yang paling disayang oleh Teungku di Batai.
Semenjak itulah panggilan Peurkasa terhadap Iskandar Muda di dapat.45
B. Kerajaan Aceh Pada Masa Sultan Iskandar Muda Naik Tahta
Menurut laporan Agustin de Beaulieu tercantum dalam karangannya
Rusdi Sufi, Iskandar Muda diangkat sebagai seorang Sultan karena ibunya (Putri
Raja Indra Bangsa) berhasil memperdaya orang-orang yang ada di istana.
Sebelum Sultan Husain datang dari Pidie, karena mengetahui bahwa saudaranya
Sultan Aceh telah wafat dan meminta hak waris dari saudaranya tersebut. Ketika
datang ke Aceh semuanya telah berubah dan tidak ada sambutan dari para pejabat
atau pengawal istana seperti biasanya. Di mana ia mulai memasuki istana dengan
selayaknya, tetapi Sultan Iskandar Muda sebagai sultan baru itu malah menyuruh
para pengawal untuk menangkap dan memasukkannya ke dalam Penjara.46

43
Rusdi Sufi, Op. cit, hal. 35

44
H. Harun Nasution, dkk. Ensiklopedia Islam Indonesia,(Jakarta, 1992, Penerbit
Djambatan), hal.441

45
Ibid, hlm. 441

46
Rusdi Sufi, Op. cit, hlm. 37
Terdapat sebuah sumber dari Eropa yang terdapat dalam bukunya Denys
Lombard, yang telah merujuk pada suatu peristiwa gagalnya penyerbuan Don
Martin Affonso di Aceh, telah menyebutkan bahwa Iskandar Muda dinobatkan
sebagai Sultan (yaitu tanggal 29 Juni1606). Sedangkan menurut Bustanus-Salatin
ditemukannya sebuah karangan bahwa ia diangkat sebagai seorang Raja atau
Sultan sekitar pada tanggal 6 Zulhijjah 1015 (pada bulan April 1607 Masehi).
Sultan Iskandar Muda menikah dengan seorang putri dari Kesultanan Pahang,
yang lebih dikenal dengan Putroe Phang. Dari hasil pernikahannya, Sultan
Iskandar Muda dikaruniai dua anak, yaitu Meurah Pupok dan Putri Safiah. Konon,
karena terlalu cintanya sang sultan terhadap istrinya, sultan memerintahkan
pembangunan gunongan di tengah Medan Khayali (Taman Istana) sebagai tanda
cintanya. Kabarnya, sang puteri selalu sedih karena memendam rindu yang amat
sangat terhadap kampung halamannya yang berbukit-bukit. Oleh sebab itu sultan
membangun gunongan untuk mengobati rindu sang puteri. Hingga saat ini
gunongan masih dapat disaksikan dan dikunjungi oleh wisatawan. 47
Perjalanan Sultan Iskandar Muda menuju Johor dan Malaka pada 1612
sempat berhenti disebuah Tajung (pertemuan sungai Asahan dan Silau) untuk
bertemu dengan Raja Simargolang, sampai akhirnya ia menikahi salah seorang
puteri dari Raja Simargolang yang kemudian dikaruniai seorang anak
bernama Abdul Jalil (yang dinobatkan sebagai Sultan Asahan). Hal tersebut
menunjukkan bahwa perluasan kerajaannya sangat berpengaruh terhadap kerajaan
lain, karena ia sangat terampil dalam berkomunikasi dengan baik dan mempunyai
interpersonal yang bagus, sehingga dapat mempengaruhi kerajaan lain di bawah
kerajaannya dengan politik kekeluargaan setelah berhasil menikahi seorang putri
dari Raja Simargolang dan membuat semakin kuat untuk kerajaan yang dipimpin.
Sultan Iskandar Muda mulai menduduki tahta Kerajaan Aceh pada
usianya yang terbilang cukup muda (14 tahun). Ia berkuasa di Kerajaan Aceh
antara 1607 hingga 1636, atau hanya selama 29 tahun. Tetapi semua itu masih
dalam perdebatan di antara kalangan ahli sejarah. Mengacu pada Bustan al-

47
Denys Lombard, Op. cit , hal. 107
Salatin, ia dinyatakan sebagai sultan pada tanggal 6 Dzulhijah 1015 H atau
sekitar Awal April 1607. Masa kekuasaannya tersebut dikenal sebagai masa
paling gemilang dalam sejarah Kerajaan Aceh Darussalam. Ia dikenal sangat
piawai dalam membangun Kerajaan Aceh menjadi suatu kerajaan yang kuat,
besar, dan sangat disegani oleh kerajaan-kerajaan lain di Nusantara, namun juga
oleh dunia luar. Pada masa kekuasaannya, Kerajaan Aceh termasuk dalam lima
kerajaan terbesar di dunia.48
Tindakan Sultan Iskandar Muda untuk mengawali karirnya yang pertama
yaitu, mengamankan kerajaan dari golongan orang kaya yang semenjak tahun
1604 telah melakukan persengkongkolan menjadi kekuatan oposisi istana. Ia telah
menjatuhkan hukuman yang setimpal dengan segala tindakan sewenang-wenang
yang dilakukan oleh para oposisi yang tidak mau memberikan dukungan dalam
mengupayakan penegakkan kebenaran. Di satu sisi, para penerus generasi muda
sebagian besar merupakan teman dekatnya semasa kecil yang pernah belajar
mengaji bersama dan saling memberikan dukungan yang luar biasa di antara satu
sama lain. Dari situlah mengapa ia disebut sebagai Sultan Iskandar Muda, tidak
salah lagi karena ia mempunyai dukungan utama dan mempunyai balatentara dari
orang-orang yang telah memiliki semangat juang.49
Aceh terdiri dari beberapa kaum dan sukee (suku), maka Sultan Iskandar
Muda mengangkat dan menetapkan pimpinan adat terhadap masing-masing
kelompok sukee. Selain untuk menyatukan di antara mereka, pengangkatan adat
tersebut untuk mempermudah dalam menerapkan berbagai program pemerintahan.
Supaya menjamin kelanggengan Kerajaan Aceh di bawah panji-panji persatuan,
kedamaian dan kemakmuran Sultan Iskandar Muda pada saat berkuasa, ia telah
membagi aturan hukum dan tata negara ke dalam empat bidang yang kemudian
dijabarkan secara praktis sesuai dengan tatanan kebudayaan masyarakat Aceh.
1. Pertama, bidang hukum yang diserahkan kepada Syaikhul Islam atau Qadhi
Malikul Adil. Hukum merupakan asas tentang jaminan terciptanya keamanan
48
Nisa,SultanIskandarMuda,Http://media.acehprov.go.id/uploads/
sultan_iskandar_muda.pdf. Diunduh hari Senin, tanggal 16-05-2016, jam 10:58:59. Wib

49
Ibid
dan perdamaian, dengan adanya hukum diharapkan bahwa peraturan formal
ini dapat menjamin dan melindungi segala kepentingan rakyat.
2. Kedua, bidang adat yang diserahkan kepada kebijakan sultan dan penasehat.
Bidang ini merupakan perangkat undang-undang yang berperan besar dalam
mengatur sebuah tata negara mengenai martabat hulubalang dan pembesar
kerajaan.
3. Ketiga, bidang Resam yang merupakan urusan panglima. Resam adalah
peraturan yang telah menjadi adat istiadat (kebiasaan) dan diimpelentasikan
melalui perangkat hukum dan adat. Artinya, setiap peraturan yang tidak
diketahui kemudian ditentukan melalui resam yang di lakukan secara gotong-
royong.
4. Keempat, bidang Qanun yang merupakan kebijakan Maharani Putro Phang
sebagai permasaisuri Sultan Iskandar Muda. Aspek ini telah berlaku
semenjak berdirinya Kerajaan Aceh.50
Selain itu sultan juga telah menerapkan delapan wasiat di antaranya
sebagai berikut:
Wasiat pertama: Hendaklah semua orang tanpa terkecuali supaya selalu ingat
kepada Allah dan memenuhi janji serta mentaati peraturannya.
Wasiat kedua: Setiap raja jangan sampai menghina para alim ulama dan para
cendikiawan.
Wasiat ketiga: Raja jangan sampai cepat percaya apabila mendapatkan informasi
atau berita yang disampaikan kepadanya.
Wasiat keempat: Setiap Raja hendaklah memperkuat pertahanan dan
keamanannya.
Wasiat kelima: Bagi para Raja diwajibkan untuk merakyat, untuk sering turun ke
desa melihat-lihat keadaan rakyatnya.
Wasiat keenam: hendaknya para raja menjalankan hukum berdasarkan Al-
Qur‘an dan Sunnah Rasul.

50
ibid
Wasiat ketujuh: Sebagai seorang raja tidaklah pantas untuk berhubungan dengan
orang jahat.
Wasiat yang kedelapan: Seorang raja wajib menjaga harta dan keselamatan
rakyatnya dan dilarang bertindak zalim.
Detik-detik terakhir sebelum Sultan Iskandar Muda meninggal, ia telah
memerintahkan kepada pengawalnya untuk melenyapkan orang-orang Portugis
yang telah ada di kerajaannya. Hal tersebut ia lakukan karena rasa kesal terhadap
orang-orang Portugis yang telah menghancurkan cita-citanya, atau balas dendam
atas kekalahan perang Aceh di Malaka pada tahun 1629. Akibat peperangan
tersebut angkatan perang Aceh menjadi lemah, terutama armada lautnya. Seperti
telah disebutkan sebelumnya Aceh melakukan serangan secara tiba-tiba terhadap
Malaka Portugis, dan Aceh lebih awal telah melakukan penaklukkan-penaklukkan
kerajaan Melayu di Semenanjung Malayu. Hal tersebut meskipun angkatan perang
Aceh secara gemilang dapat ditaklukkan kerajaan-kerajaan tersebut, tetapi banyak
juga tentara Aceh yang binasa.
Akhir pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, kerajaan Aceh
kini menjadi lemah akibat kekurangan penduduknya. Hal ini akibat banyak
ekspansi yang dilakukannya terhadap kerajaan-kerajaan Melayu di Semenanjung
tanah Melayu.51

KEBIJAKAN-KEBIJAKAN SULTAN ISKANDAR MUDA


A. Perluasan Wilayah Pada Masa Sultan Iskandar Muda
Daerah-daerah yang menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kesultanan
Aceh Darussalam, dari masa awalnya hingga semuanya terjadi karena berkat andil
dari Sultan Iskandar Muda, yang mencakup hampir seluruh wilayah Aceh,
termasuk Tamiang, Pedir, Meureudu, Samalanga, Peusangan, Lhokseumawe,
Kuala Pase, serta Jambu Aye. Selain itu, Kesultanan Aceh Darussalam juga
berhasil menaklukkan seluruh negeri disekitar Selat Malaka termasuk Johor dan
Malaka, kejayaan pemerintahan Kesultanan Aceh Darussalam di bawah

51
Rusdi Sufi, Op.cit, hlm 83-84
pemerintahan Sultan Iskandar Muda mulai mengalami kemunduran pasca
penyerangan ke Malaka pada 1629. 52
Sultan Iskandar Muda sekarang memegang tempat-tempat kunci
terpenting yang akan melancarkan armadanya melintasi selat. 53 Namun pandangan
Sultan Iskandar Muda telah beralih terhadap Kerajaan Johor dan ingin
menghancurkannya, serta Raja Abdallah yang sangat terkenal dengan Raja
Sabrang. Tidak lama kemudian Sultan Johor telah dikirim kembali ke negerinya,
setelah kembalinya dari Aceh ia telah melanggar kembali bahkan telah
mengadakan perundingan bersama orang-orang Portugis. Sehingga membuat
Sultan Iskandar Muda semakin murka terhadapnya, kini sebuah armada Aceh
telah berbelok ke Johor sehingga mendapati tanah kosong dan Raja Ala ad-Din
terpaksa di bawah oleh orang-orang Aceh. Di saat dalam perjalanan pulang
armada Aceh telah bertemu dengan orang-orang Portugis yang berada di bawah
pimpinan Miranda dan Menduga dan pertempuran tersebut tidak dapat dielakkan
lagi, sehingga banyak dari golongan Portugis yang kalah dan tertawan.54
Akan tetapi tidak hanya negeri-negeri kecil saja yang ada dikepulauan
Nusantara yang merasakan sepak terjang Sultan Iskandar Muda, dan Malaka-pun
tidak di diamkan begitu saja bahkan ia mendapatkan serangan dan menjadi duri di
mata Aceh, sekitar tahun 1629 ia telah mengirimkan sesuatu kekuatan besar yang
berada dibawah orang-orang kaya dari Sri Maharaja dan Laksamana.
Sebagaimana dengan usaha orang-orang terdahulu, ekspedisi ini mendapatkan
kekalahan, setelah pengepungan yang cukup lama dan kelompok Portugis telah
mendapat bantuan dari pihak Johor dan Patani, terpaksalah orang-orang Aceh
mundur dan meninggalkan banyak korban dan kehilangan beberapa pasukannya
diantaranya Sri Maharaja dan Laksamana yang telah ditawan.
Tindakan selanjutnya yang diambil ialah mengkonsolidasikan kekuatan-
kekuatan yang ada sebelumnya terpecah akibat adanya pertengkaran antar saudara

52
A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islamdi Indonesia,(Jakarta; Bulan Bintang, 1990)
hlm. 3
53
Denys Lombard, Op.cit, hlm. 134

54
Raden Hoesein Djajadiningrat, Op. cit, hlm. 49
di Kerajaan Aceh. Setelah itu ia telah melanjutkan ekspansi-ekspansi yang pernah
dilakukan oleh Sultan ‘Alauddin Al-Qahhar kedaerah-daerah tetangganya. Dari
tahun 1612-1621 Iskandar Muda telah banyak berhasil menaklukkan sejumlah
perluasan kerajaaan yang ada disekitar Selat Malaka dan pantai bagian Timur dan
barat pulau Sumatera. Pada tahun 1612, kerajaan Deli telah melepaskan diri dari
pengaruh Aceh (sejak masa Sultan ‘Alauddin Riayat Syah Sayyid al-Mukammil
memerintah) akan tetapi, Sultan Iskandar Muda telah memasukan kembali
kedalam pengaruh kerajaan Aceh. 55
B. Pengembangan Ekonomi
Kewajiban pertama yang harus dilakukan dari kerajaan ialah meminta
sebagian administrasi dari setiap kapal yang singgah dari berbagai negara. Pada
awal abad ke 17 M, beacukai kini rupanya telah bertambah banyak. Meskipun
para pedagang banyak yang mengeluh akibat tingginya pajak yang telah
ditentukan oleh Sultan Iskandar Muda, karena adanya sebuah perbedaan di antara
orang muslim dengan orang Kristen. Telah di sebutkan dalam teks adat karena
adanya perbedaan yang tidak jelas. Bea cukai yang telah dipungut oleh Sultan
Iskandar Muda sangatlah tinggi bagi orang Kristen, sedangkan bagi kaum muslim
tidak disuruh untuk membayar bea cukai akan tetapi, sebelum dagangan tersebut
masuk ke Aceh semuanya diperiksa dengan teliti. Sedangkan Bangsa Belanda dan
Inggris harus membayar bea cukai sebesar 7 persen dari barang dagangan yang ia
turunkan ke darat, berbeda dengan yang negara lain membayar dengan emas.
Akan tetapi, barang dagangan mereka ditaksirkan oleh bea cukai dengan diberi
harga 50 persen lebih tinggi dari harga yang aslinya. Dengan demikian kondisi
mereka telah dikatakan tidak lebih baik dari orang Kristen, dan masih ada
beberapa pembayaran dan pajak lainnya sehingga bea cukai masuk diperhitungkan
sebanyaka 10 persen.56
Masa Sultan Iskandar Muda, perekonomian Kerajaan Aceh berkembang
sangat pesat, dengan tanahnya yang subur, dapat menghasilkan banyak lada.

55
Ibid, hlm. 54

56
Ibid, hlm. 149-150
Kekuasaan Aceh atas daerah-daerah pantai timur dan barat Sumatera menambah
jumlah ekspor ladanya. Penguasaan Aceh atas beberapa daerah di Semenanjung
Malaka menyebabkan bertambahnya badan ekspor penting timah dan lada.
Aceh dapat berkuasa atas Selat Malaka  yang merupakan jalan dagang
internasional. Selain bangsa Belanda dan Inggris, bangsa asing lainnya seperti
Arab, Persia, Turki, India, Siam, Cina, Jepang, juga berdagang dengan Aceh.
Barang- barang yang di ekspor Aceh seperti beras, lada (dari Minangkabau),
rempah-rempah dari Maluku), emas, perak dan timah57
C. Sistem Hukum Dan Kemajuan Pada Masa Sultan Iskandar Muda
Selanjutnya, pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636), masa
Kesultanan Aceh Darussalam merupakan masa sebuah kemegahan dan
kebanggaan, dalam bidang penerbitan susunan pemerintahan terutama dalam hal
mengadakan penertiban perdagangan, kedudukan rakyat terhadap pemerintah,
kedudukan sesama anggota pemerintahan, kedudukan rakyat sesama rakyat, dan
sebagainya. Sultan Iskandar Muda juga telah menyusun perundang-undangan
yang begitu terkenal dengan sebutan Meukuta Alam, yang telah dijadikan sebuah
landasan dasar bagi para sultan-sultan sebelumnya. Penertiban hukum yang telah
dibangun Sultan Iskandar Muda memperluas sayapnya atas kebesarannya sampai
ke luar negeri, antara lain India, Arab, Turki, Mesir, Belanda, Inggris, Portugis,
Spanyol, dan Tiongkok. Dari beberapa negeri tetangga yang telah mengambil
aturan-aturan hukum di Aceh untuk diteladani dan ditiru, terutama karena
peraturan itu berunsur dengan kepribadian yang dijiwai sepenuhnya oleh hukum-
hukum agama. Dengan demikian, adat Meukuta Alam yang dicetuskan pada masa
pemerintahan Sultan Iskandar Muda adalah adat yang bersendi syara`. Hukum
yang berlaku di Kesultanan Aceh Darussalam ada dua yakni hukum Islam dan
hukum adat.58
Menurut A. Hasjmy dalam karang bukunya Sejarah Kebudayaan Islam
di Indonesia, susunan pemerintahan Kesultanan Aceh Darussalam pada masa
57
Ibid, hlm. 151

58
Aninomous, Sejarah Sultan Iskandar muda,
http://www.tendasejarah.com/2012/11/sejarah-sultan-iskandar-muda.html, diunduh hari Jum’at,
tanggal 27-6-2016, 10:30 wib.
Sultan Iskandar Muda menempatkan Sultan sebagai penguasa tertinggi
pemerintahan, baik dalam bidang eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Sebagai
penguasa tertinggi, Sultan memiliki hak-hak istimewa, antara lain:
 Pembebasan orang dari segala macam hukuman. 
 Membuat mata uang. 
 Memperoleh hak panggilan kehormatan “Deelat” atau “Yang Berdaulat”. 
 Mempunyai kewenangan untuk mengumumkan dan memberhentikan perang.
Dalam menjalankan sebuah roda kepemerintahan Kesultanan Aceh
Darussalam itu semua harus dibantu oleh dua puluh empat (24) lembaga
pendukung dalam Qanun Meukuta Alam Sultan Iskandar Muda. Adapun lembaga
yang harus tunduk terhadap sultan di antaranya: Kadhi Malikul Adil, Mufti Besar,
Keurukun Katibul Muluk, dan Perdana Mentri.59

SIMPULAN
Masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda dikenal sebagai masa paling
gemilang dalam sejarah Kerajaan Aceh Darussalam, walaupun disisi lain kontrol
dan manajemen kerajaan ketat yang dilakukan oleh Sultan Iskandar Muda,
menyebabkan banyak pemberontakan dikemudian hari karena gaya
kepemimpinannya yang otoriter. Ia sangat dikenal sangat piawai dalam
membangun kerajaan Aceh menjadi suatu kerajaan yang kuat, besar dan sangat
disegani oleh kerajaan-kerajaan lain di Nusantara dan dari dunia luar. Pada masa
kekuasaannya Kerajaan Aceh termasuk dalam lima kerajaan terbesar di dunia
Daftar Pustaka
BUKU:
Abdurahman, Dudung. Metodologi Penelitian Sejarah Islam, cet1,
Yogyakarta: penerbit Ombak, 2011.

Djajadiningrat, Raden Hoesein. Kesultanan Aceh, Banda Aceh, Maret


1984, Museum Negeri Aceh.

Hasjmy, A. Sejarah Kebudayaan Islamdi Indonesia, Jakarta; Bulan


Bintang, 1990.

59
Rusdi Sufi, Op.cit, hlm. 42-44
H.Nasution, Harun, dkk. Ensiklopedia Islam Indonesia, Jakarta, Penerbit
Djambatan, 1992.

Hadi, Amirul. Aceh: Sejarah, Budaya dan Tradisi, Jakarta: Pustaka Obor
Indonesia, 2010.
Kasdi, Aminudin. Memahami Sejarah, Surabaya: Unesa University
Press, 2008.

Lombard, Denys. Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-


1636), Jakarta, Kepustakaan Populer Gramedia, 2006.

Madjid, M. Dien. Ilmu Sejarah: Sebuah Pengantar, cet1, Jakarta:


Prenada Media Group, 2014.

Mansur Suryanegara, Ahmad. API SEJARAH, Bandung, PT. Grafindo


Media Pratama, 2009.

Ridyasmara, Rizki. Gerilya Salib di Serambi Mekah: Dari zaman


Portugis hingga paska Tsunami, Cet.1, (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar,2006).

Soekmono,R. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3,


Yogyakarta:Kanisius 1973.

Said, Mohammad, Aceh Sepanjang Abad jilid 1, Medan, Waspada,


1981.

Sufi, Rusdi. Pahlawan Nasional Sultan Iskanda Muda, (Jakarta: proyek


Inventarisasi dan Dokumntasi Sejarah Nasional, 1995).

Sulasman, metodologi penelitiaan sejarah teori, metode, contoh aplikasi,


Bandung: Pustaka Setia, 2014.

Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia,


2008.

Suwondo, Bambang. 1977/1978, Sejarah Daerah Propinsi Daerah


Istimewa Aceh, Jakarta,Balai Pustaka

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, cet. VII Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada, 2000.

Zuhri, Saefuddin. Sejarah Kebangkatan Islam Dan Perkembangannya


Di Indonesia, (TK. PT. Al Ma’arif, 1979)
INTERNET:
Nisa, Sultan Iskandar Muda,
http://www1-media.acehprov.go.id/uploads/sultan-iskandar-muda.pdf, diunduh
hari Senin, tanggal 24-Januari-2016, jam 10:58:59.
WIBSultan_Iskandar_Muda.pdf, di unduh pada hari senin tanggal 16-05-2016,
jam 10:58:59 wib

Putri, Dezy Nazia. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam,


http://chaerolriezal.blogspot.co.id/2014/02/sejarah-masuk-dan-berkembangnya-
islam.html, diunduh hari Minggu, tanggal 24-Januari-2016, jam 14.30. wib

Anda mungkin juga menyukai