Anda di halaman 1dari 7

LKPD : KERAJAAN ISLAM DI SUMATERA

Nama :
Kelas : IX (Sembilan)
Semester : Ganjil

Tujuan Pembelajaran
Peserta didik mampu:

1. Menjelaskan Kerajaan Islam di sumatera( Samodera Pasai,Aceh dan


Malaka) dengan benar.
2. Menidentifikasi Kerajaan Islam di sumater (Samodera Pasai,Aceh dan
Malaka) dengan benar.
3. Menjelaskan peran Kerajaan Islam dalam proses penyebaran Islam di
Indonesia dengan benar.
4. Menguraikan keteladanan para raja kerajaan Samodera Pasai,Aceh dan
Malaka) yang ikut andil dalam penyebaran Islam di Indonesia dengan
benar.

Persiapan
1. Mempersiapkan media/alat peraga/alat bantu bisa berupa tulisan manual di
papan tulis, kertas karton (tulisan yang besar dan mudah dilihat/dibaca, atau
dapat juga menggunakan multimedia berbasis ICT atau media lainnya.
2. Pembelajaran dimulai dengan guru mengucapkan salam dan berdoa bersama,
dilanjutkan dengan memeriksa kehadiran, kerapian berpakaian, posisi tempat
duduk disesuaikan disesuaikan dengan metode yang akan digunakan.
3. Guru mengajukan pertanyaan secara komunikatif tentang materi sesuai
dengan pokok bahasan.
4. Menyampaikan tujuan pembelajaran.

Pelaksanaan
Setelah membaca dan menelaah materi pembelajaran “Kerajaan Islam di
sumatera(Samodera Pasai,Aceh dan Malaka) ” jawablah pertanyaan berikut:

1. Sebutkan Kerajaan Islam di Sumatera dengan benar!


2. Jelaskan dengan singkat sejarah Kerajaan Islam di Sumatera (Samodera
pasai,Aceh dan Malaka) dengan benar!
3. Sebutkan nama-nama raja kerajaan (Samodera pasai,Aceh dan Malaka)
dengan benar!
4. Jelaskan penyebab dari runtuhnya kerajaan Islam (Samodera pasai,Aceh dan
Malaka) dengan benar!
5. Jelaskan hikmah mempelajari keteladanan para raja kerajaan Islam
(Samodera pasai,Aceh dan Malaka) dengan benar!

Penutup
Setelah membaca, menelaah dan merefleksikan materi pembelajaran tentang
“Kerajaan Islam di Sumatera,” guru dengan melibatkan siswa mengambil
kesimpulan dan siswa mencatat kesimpulan tersebut. Guru selanjutnya menutup
pembelajaran dan berdoa sejenak.
Sejarah Kerajaan Samudera Pasai : Raja, Lokasi, Masa
Kejayaan, dan Peninggalan
Penulis Dini Daniswari | Editor Dini Daniswari

Kompas.com - Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh. Kerajaan Samudera Pasai


merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kerajaan Samuderan pasai didirikan oleh
Meurah Silu pada 1267 M. Setelah masuk Islam, Meurah Silu berganti nama Malik Al Saleh. Ia
bergelar Sultan Malik Al Saleh. Sultan Malik Al Saleh memerintah pada tahun 1285-1297. Pada
masa pemerintahannya, ia didatangi seorang musafir dari Venetia (Italia) pada 1292 yang
bernama Marcopolo. Melalui catatan Marcopolo ini lah diketahui bahwa raja Samudera Pasai
bergelar Sultan. Wilayah kerajaan menjadi daerah di nusantara yang pertam kali dikunjungi oleh
para pedagang dan pelayar. Hal ini dikarenakan, letaknya yang strategis di jalur perdagangan
internasional, yakni di pesisir utara Sumatera, tepatnya di dekat Kota Lhokseumawe, Aceh. Baca
juga: Sejarah Selat Malaka, Letak, dan Jalur Perdagangan Sejak Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Samudera Pasai berhasil mencapai puncak kejayaan pada pemerintahan Sultan
Mahmud Malik Az Zahir atau Sultan Malik al Tahir II (1326-1345).

Samudera Pasai Mencapai Kejayaan Di bawah pemerintahan Sultan Mahmud Malik Az


Zahir, Samudera Pasai berkembang menjadi pusat perdagangan internasional.

Setiap tahun, Kerajaan Samudera Pasai mampu mengekspor lada, sutra, kapur barus,
dan emas dalam jumlah besar. Pada masa ini pemerintahan Samudera Pasai terus menjalin
hubungan dengan kerajaan-kerajaan Islam di India maupun Arab. Di masa kejayaannya,
Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas yang disebut dirham. Uang tersebut digunakan
sebagai uang resmi kerajaan. Disamping sebagai pusat perdagangan, Samudera Pasai juga
merupakan pusat perkembangan agama Islam

Dengan letaknya yang strategis, Samudera Pasai berkembang menjadi kerajaan Maritim.
Samudera Pasai menggantikan peranan Sriwijaya di Selat Malaka. Kerajaan Samudera Pasai
memiliki pengaruh di pelabuhan-pelabuhan penting di Pidie, Perlak, dan lain-lain. Catatan
Sejarah Kerajaan Samudera Pasai Bukti-bukti arkeologis tentang keberadan Kerajaan Samudera
Pasai ditemukan melalui makam raja-raja Pasai di kampung Gedong, Aceh Utara. Makam
tersebut terletak di Desa Beuringin, dekat reruntuhan bangunan pusat kerajaan. Wilayah ini
berjarak 17 km sebelah timur Lhokseumawe.

Salah satu dari makam-makam raja tersebut terdapat nama Sultan Malik Al Saleh. Dari
karya tulis Hikayat Raja Pasai, yang pada awal teks tertulis 1360 H, menandai dimulainya
perkembangan sastra Melayu klasik di bumi nusantara. Baca juga: Peninggalan Kerajaan
Samudera Pasai Dari catatan kunjungan Ibnu Batutah, utusan Sultan Delhi, Samudera Pasai
merupakan pelabuhan penting dan istananya disusun dan diatur sesuai gaya India. Sedangkan,
patihnya bergelar Amir. Bahasa Melayu kemudian digunakan Syaikh Abdurrauf al-Singkili untuk
menuliskan buku-bukunya. Sejalan dengan itu, ilmu tasawuf berkembang. Diantara, buku
tasawuf yang diterjemahkan dalam bahasa Melayu adalah Durru al-Manzum, karya Maulana Abu
Ishak. Kitab tersebut diterjemahkan dalam bahasa Melayu oleh Makhdum Patakan atas
permintaan Sultan Malaka. Melalui kitab tersebut diinformasikan mengenai pembangunan Islam
di Asia Tenggara pada waktu itu.
Dirham, mata uang kuno Kerajaan Samudera Pasai

(Editor: Nibras Nada Nailufar) Sumber: acehprov.go.id dan kompas.com

KERAJAAN ACEH

Mengenal Sejarah, Raja dan Kejayaan Kerajaan Aceh, Ini 5


Faktanya

Jakarta - Traveler tahu Kerajaan Aceh? Disebut juga sebagai Kesultanan Aceh,
Kerajaan Aceh merupakan Kerajaan Islam di Indonesia yang ada di Provinsi Aceh.
Kerajaan Aceh didirikan pada tahun 1496 oleh Ali Mughayat. Menurut Sumatra and the
Malay Peninsula, 16th Century dalam Digital Atlas of Indonesian History, kerajaan ini
didirikan di wilayah Kerajaan Lamuri dan mengalami ekspansi, hingga menyatukan kawasan
Daya, Pedir, Lidie sampai Nakur.
1. Sejarah Kerajaan Aceh
Didirikan pada tahun 1946 di wilayah Kerajaan Lamuri yang terlebih dahulu ada, pemimpin
tertinggi di Kerajaan Aceh berada pada penguasaan Sultan. Pada saat itu, Kerajaan Aceh
banyak dikendalikan oleh orang kaya.
Dalam cerita Aceh, pada tahun 1579, ada Sultan yang diturunkan dari jabatannya karena
membagikan harta kerajaan kepada pengikutnya, dia bernama Sultan Sri Alam. Akhirnya,
posisinya digantikan oleh Sultan Zainal Abidin.
Namun, Sultan Zainal Abidin terbunuh hanya beberapa bulan setelah dinobatkan
menggantikan Sultan Sri Alam. Ini disebabkan karena sifatnya yang kejam dan kecanduan
dalam berburu.Makkah. Sultan Zainal Abidin pun digantikan dengan Alaiddin Riayat. Tapi,
pada kepemimpinannya dia melakukan penumpasan kepada orang kaya yang berlawanan
dengan sistem kepemimpinannya.
Kemudian, masa kejayaan Kesultanan Aceh akhirnya terjadi di kepemimpinan Sultan
Iskandar Muda, yaitu pada tahun 1607-1636. Kala itu, Aceh berhasil menaklukkan wilayah
Pahang yang merupakan sumber utama timah.
Pada tahun 1629, Kesultanan Aceh melakukan perlawanan, yaitu menyerang Portugis di
wilayah Malaka. Upaya ini dilakukan untuk melakukan perluasan dominasi Aceh atas Selat
Malaka dan Semenanjung Melayu. Tapi sayang, ekspedisi ini gagal.

2. Kondisi Perekonomian
Terletak di jalur lintas pelayaran dan perdagangan Selat Malaka, Kerajaan Aceh
berfokus pada laku perkembangan ekonomi di bidang pedagangan. Saat pemerintahan Sultan
Alaudin Riayat, Aceh mengalami perkembangan menjadi Bandar utama di Asia untik
pedagang mancanegara dari Belanda, Inggris, Arab, Persia hingga Turki.
Adapun yang diperdagangkan dari Aceh yaitu lada beras, barang tambang, seperti
timah, perak, emas, lalu rempah-rempah yang berasal dari Maluku. Sementara itu, di wilayah
Aceh, terdapat pedagang mancanegara yang menawarkan barang dagangan atau proses
impor.
Banda Aceh - Sebagian besar masyarakat di luar Aceh masih belum dapat
membedakan gelar teuku dan teungku. Dua gelar itu padahal disandang orang tertentu dan
memiliki arti berbeda. Gelar teuku sudah tidak asing di telinga masyarakat karena beberapa
publik figur di tanah air menyandang gelar itu. Sebut saja Teuku Wisnu, Teuku Ryan, Teuku
Rassya Islamay Pasya, Teuku Rifky Harsya dan banyak lagi.
Dikutip dari buku Uleebalang dari Kesultanan Hingga Revolusi Sosial (1514-1946)
karya Hasbullah, gelar teuku dan teungku telah ada sejak masa Kesultanan Aceh. Pada tahun
1874, masih terdapat tiga jenis elit dalam masyarakat Tanah Rencong yaitu Sultan,
uleebalang (teuku) dan ulama (teungku). Uleebalang disebut berperan sebagai perpanjangan
tangan kekuasaan atau pejabat dari Sultan Aceh dengan dikukuhkan, namun tidak diciptakan
oleh syahbandar. Uleebalang juga diberi tugas mengepalai nanggroe atau negeri oleh Sultan
Aceh. Para uleebalang ini juga disebut semacam 'sultan' atau 'raja kecil' yang memimpin
nanggroe. Uleebalang ini diberi gelar teuku untuk laki-laki dan cut untuk perempuan.
"Gelar teuku dan cut diperuntukkan untuk keluarga uleebalang/raja dan keluarganya di
'wilayah otonom' yang tunduk kepada Sultan Aceh. Gelar ini berlaku secara turun-temurun,
meskipun mereka tidak menjabat sebagai uleebalang," tulis Hasbullah dalam bukunya.
Setelah ratusan tahun berlalu, kelompok uleebalang akhirnya memiliki kedudukan yang sama
dengan masyarakat umum sejak 1962 lalu. Hal itu terjadi setelah berakhirnya perang DI/TII
Aceh dan Teungku Muhammad Daud Beureueh kembali ke NKRI.
Meski uleebalang sudah tidak ada, nama teuku masih tetap dipakai di Aceh. Bila seorang
ayah bergelar teuku mempunyai anak laki-laki, maka nama depan anaknya juga anak dibuat
teuku.
Sementara teungku merupakan gelar keagamaan yang diberikan kepada santri, atau guru
yang memiliki pengetahuan mengenai kitab-kitab keagamaan. Dikutip dari situs Majelis Adat
Aceh (MAA) Aceh Jaya, gelar teungku diberikan baik kepada pria maupun wanita.
"Orang-orang yang memberikan pengajaran dasar mengaji Al-Qur'an juga sering diberi gelar
teungku, termasuk juga orang-orang yang sudah menunaikan ibadah haji," tulis Kasubbag
Pendataan dan dokumentasi adat MAA, Rafi'i dalam situs tersebut.

KERAJAAN MALAKA
Kerajaan Malaka: Sejarah, Kejayaan, dan Runtuhnya
Kerajaan Malaka adalah salah satu kerajaan Islam terbesar di Asia Tenggara yang berdiri
pada abad ke-15. Kerajaan ini berpusat di Melaka, sebuah kota pelabuhan yang strategis di
dekat Selat Malaka. Kerajaan ini menguasai jalur pelayaran dan perdagangan antara Timur
dan Barat, serta menyebarkan pengaruh budaya dan agama Islam ke berbagai daerah di
Nusantara.

Pendiri dan Perkembangan Kerajaan Malaka


Pendiri Kerajaan Malaka adalah Parameswara, seorang pangeran Hindu keturunan
Palembang yang melarikan diri dari serangan Majapahit dan Siam. Ia tiba di Singapura pada
tahun 1390 dan menjadi raja di sana. Namun, pada tahun 1398, ia terpaksa meninggalkan
Singapura karena diserang oleh Siam lagi. Ia kemudian berlayar ke utara dan menemukan
sebuah tempat yang disebut Melaka.

Menurut legenda, Parameswara terinspirasi oleh seekor rusa melintas yang berhasil
mengalahkan anjing pemburunya. Ia menganggap itu sebagai pertanda baik dan memutuskan
untuk mendirikan kerajaan baru di Melaka. Ia juga mengubah namanya menjadi **Iskandar
Syah** setelah masuk Islam pada tahun 1414.

Kerajaan Malaka berkembang pesat berkat letak geografisnya yang menguntungkan


sebagai pelabuhan persinggahan bagi para pedagang dari Timur dan Barat. Melaka juga
menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara tetangga seperti Siam, Jawa, Sumatera,
India, Cina, dan Arab. Kerajaan ini mendapat perlindungan dari Cina yang mengirimkan
armada lautnya untuk menjaga keamanan Melaka dari serangan musuh.

Puncak Kejayaan Kerajaan Malaka


Puncak kejayaan Kerajaan Malaka dicapai pada masa pemerintahan Sultan Mansur
Syah yang berkuasa antara tahun 1459-1477. Ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya
hingga mencakup Pahang, Kedah, Trengganu, dan sejumlah daerah di Sumatera. Ia juga
memperkuat sistem pemerintahan dan administrasi kerajaan dengan menetapkan hukum
Islam sebagai dasar hukum.

Kerajaan Malaka menjadi pusat perdagangan dan penyebaran Islam di Asia Tenggara.
Banyak pedagang, ulama, sastrawan, dan seniman yang datang ke Melaka untuk berdagang
atau belajar. Budaya Melayu berkembang pesat dengan munculnya karya-karya sastra seperti
Hikayat Hang Tuah, Sulalatus Salatin (Sejarah Melayu), dan Undang-undang Melaka.

Penyebab Runtuhnya Kerajaan Malaka


Kerajaan Malaka mengalami kemunduran setelah kematian Sultan Mansur Syah.
Para penerusnya tidak mampu mempertahankan kestabilan dan kemakmuran kerajaan. Selain
itu, kerajaan ini juga menghadapi ancaman dari bangsa Eropa yang mulai menjelajahi Asia
Tenggara untuk mencari rempah-rempah.

Pada tahun 1511, Portugis yang dipimpin oleh Alfonso de Albuquerque menyerang
Melaka dengan armada besar. Meskipun Melaka berusaha bertahan dengan bantuan Cina,
namun akhirnya kalah dan jatuh ke tangan Portugis. Sultan Mahmud Syah terpaksa melarikan
diri ke Johor dan mendirikan Kesultanan Johor sebagai penerus Kerajaan Malaka.

Dengan runtuhnya Kerajaan Malaka, berakhir pula kejayaan Melayu di Asia


Tenggara. Namun, warisan budaya dan agama Islam yang ditinggalkan oleh Kerajaan Malaka
tetap hidup dan berkembang di berbagai daerah di Nusantara hingga kini.

Anda mungkin juga menyukai