Anda di halaman 1dari 23

I.

KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI NUSANTARA

KERAJAAN-KERAJAAN BESAR ISLAM INDONESIA /NUSANTARA


DI MASA SILAM

Indonesia pernah menjadi mercusuar peradaban ketika tanah dan airnya berada di masa
kepemimpinan kerajaan-kerajaan besar Islam. Reputasi sebagai destinasi dagang dunia menemukan
masa kejayaannya di periode ini. Nusantara menjadi spot penting dalam peta perdagangan dunia.
Banyak kapal dagang asing yang datang membeli kekayaan alam gugusan pulau ini. Islamisasi
yang tadinya merupakan produk dialog antara orang Arab dan pribumi, menjadi pintu gerbang bagi
munculnya pengaruh Islam dalam kerajaan Nusantara. Oleh sebab banyaknya kerajaan Islam yang
pernah bertahta di negeri ini, agar lebih fokus maka akan dibahas secara satu per satu seperti di
bawah ini:

1. Kerajaan Perlak
Munculnya kerajaan ini dalam sejarah Nusantara merupakan reaksi dari ramainya kapal-
kapal dagang Timur Tengah yang bertransaksi di bandar-bandar sekitar Selat Malaka. Mereka
melewati pesisir barat Sumatra, masuk ke selat Sunda melalui Singapura menuju Kanton (China).
Pembukaan jalur baru ini membawa keuntungan bagi perkembangan Perlak. Memasuki abad ke-8,
Perlak sudah dikenal oleh dunia internasional sebagai bandar dagang yang aman dan ramai. Di
bandar ini, para saudagar Islam bukan hanya melakukan kegiatan jual beli, tetapi juga menjalin
dialog intensif. Komunikasi serta percampuran budaya yang kian intens antara penduduk setempat
dengan pedagang Timur Tengah turut mempermudah pendirian kerajaan Perlak. Raja pertamanya
bernama Sayid Maulana Abdul Aziz Syah, seorang keturunan Arab Quraisy. Ia memerintah 1161-
1186 dan bergelar Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah.
Kemajuan Perlak mulai terasa ketika menginjak masa pemerintahan raja kelima, yakni
Sultan Mahdum Alaiddin Abdul Kadir Syah (memerintah 1239-1243). Di masa ini regulasi kerajaan
mengalami amandemen. Guna menyokong peran kerajaan mengupayakan kesejahteraan yang lebih
efektif, ditetapkanlah suatu kebijakan mengangkat Mufti Besar sebagai pendamping raja. Selain itu
reorganisasi manajemen kekayaan negara diadakan dengan pendirian lembaga perbendaharaan dan
baitul mal. Mulai masa ini pula, dalam memimpin kerajaan, raja dibantu oleh Jawatan Kadhi Besar.
Perkembangan Islam baru meluas dan menguat di seluruh Aceh dengan pusatnya di Perlak,
ketika kerajaan dipimpin oleh raja keenam bergelar Sultan Mahdum Alaiddin Amin Syah bin Malik
Abdul Kadir (memerintah 1243-1267). Kekerabatan antarkerajaan Muslim mulai terjalin dengan
baik di masa ini. Sang Raja memiliki dua anak perempuan yang dipersunting oleh dua raja besar; 1)
Putri Ganggang Sari menikah dengan Sultan Malikussaleh, Raja Samudra Pasai pertama; 2) Putri
Ratna Kemala menikah dengan Raja Iskandar Syah dari Tumasik (leluhur raja-raja Malaka).
Selain itu, intensitas perdagangan Perlak juga mengalami kenaikan. Sultan membuka spot
perdagangan baru yakni Pelabuhan Basma yang terletak di antara Kuala Perlak dan Kuala Jambo
Air. Dengan kata lain, letaknya di tengah dua aliran sungai. Di masa ini pula dibangun lembaga
pendidikan terkemuka bernama Dayah Cot Kala di Bajeun.2 Salah satu guru besarnya bernama
Teungku Muhammad Amin atau yang lebih dikenal dengan sebutan Teungku Cot Kala.

2. Kerajaan Linge
Kerajaan ini merupakan satu diantara kerajaan yang belum banyak diketahui umum. Jika
sebelumnya, ketika membaca sejarah Aceh yang dikenal hanya kerajaan Perlak, Samudra Pasai dan
Aceh Darussalam, maka seyogyanya kerajaan ini
diperkenalkan sebagai bentuk pembaruan sejarah. Kerajaan ini merupakan bentuk dinamika
dakwah di pedalaman Aceh. Selain itu, hal yang bisa ditelisik lainnya adalah adanya
kesinambungan kekerabatan antarkerajaan di Aceh. Meurah Ishak adalah Pengeran Perlak yang
mendirikan kerajaan Linge. Keturunannya yang bernama Adi Genali adalah ayah Meurah Johan
yang kelak mendirikan kerajaan Aceh yang dikemudian hari berganti menjadi Aceh Darussalam.
Kerajaan Lingge di dataran tinggi Gaoyo (sekarang Aceh Tengah) semakin berkembang, ketika
diperintah oleh Adi Genali raja ke 4 yang dinobatkan tahun 1025. Seiring dengan semakin
sejahteranya kehidupan masyarakatnya, Adi Genali membentuk Sarak Opat dan mendirikan
kerajaan-kerajaan kecil (satelit) di daerah Seurule, Samar Kilang dan di pinggiran Danau Laut
Tawar dan Gayo Lues. Raja Adi Genali kemudian mempersunting seorang putri kerajaan Johor dan
dikaruniai 4 orang anak: Johansyah, Joharsyah, Meurah Lingge, dan Jampuk Lingge.

3. Kerajaan Samudra Pasai


Kerajaan Samudra Pasai merupakan gabungan dari dua kerajaan, yakni Samudra dan Pasai.
Kerajaan ini berada di wilayah yang kini masuk dalam wilayah Lhokseumawe, Aceh Utara.
Diperkirakan kemunculan kerajaan ini adalah sekitar abad 13. Berdirinya kerajaan ini tidak terlepas
dari keberadaan pedagang Muslim yang awalnya bertransaksi di pesisir yang sudah ada sejak abad
7.
Bukti berdirinya kerajaan ini tidak terlepas dari penemuan nisan kubur di wilayah Samudra
Pasai. Dari nisan ini, diperoleh informasi mengenai raja pertama Samudra Pasai yang meninggal
pada bulan Ramadhan tahun 696 H, diperkirakan bertepatan dengan angka tahun masehi 1297.
Munculnya Samudra Pasai ke panggung politik Asia Tenggara erat kaitannya dengan
kondisi politik Sriwijaya yang ketika mendekati abad 13 sudah mulai melemah pengaruhnya.
Daerah-daerah yang semula berada dalam kuasanya, perlahan mulai memisahkan diri. Situasi
tersebut dimanfaatkan oleh para pedagang Muslim, tidak hanya untuk membentuk kampung niaga,
namun juga menyelenggrakan pemerintahan yakni dengan mengangkat Meurah Silu, kepala
Gampong Samudra, menjadi raja pertama Samudra Pasai dengan gelar Sultan Malikussaleh.
Dikabarkan pada masa kepemimpinan Sultan Malikussaleh pernah datang rombongan
utusan Syarif Mekkah yang dipimpin Syekh Ismail al-Zarfy. Ia menyebut Samudra Pasai sebagai
kerajaan Islam yang telah memiliki berbagai lembaga kenegaraan yang teratur, disamping pula
angkatan laut dan darat yang kuat. Beberapa lembaga terkait juga disebutkannya, seperti:
(a). Lembaga Kabinet, yang menjadi ketuanya adalah Sri Kaya Khiatuddin, (b). Lembaga
Mahkamah Agung, yang menjadi Mufti Besarnya (Syaikhul Islam) bernama Syekh Ali bin Ali al-
Makarany. (c). Lembaga Kementerian Luar Negeri yang menjadi menterinya adalah Bawa Kaya Ali
Hisamuddin al-Malabary. Wilayah kerajaan ini semakin meluas, manakala Sultan Malikussahir, raja
kedua (memerintah 1297-1326), memasukkan kerajaan Perlak sebagai bawahan Samudra Pasai.
Ketika tampuk pemerintahan berada di tangan Sultan Ahmad Malikuzzahir, pernah datang seorang
pengembara Muslim Marokko bernama Ibnu Batuttah mengunjungi Pasai. Ia berangkat dari
kerajaan Delhi menuju Tiongkok pada tahun 1345. Di tengah perjalanan inilah setelah mengunjungi
Sri Lanka, ia mendatangi Pasai. Ia menceritakan kebaikan raja dan melihat percampuran budaya
Persia dan Gujarat dalam Istana Pasai.
4. Kerajaan Aceh Darussalam
Kerajaan Aceh Darussalam merupakan kerajaan yang berdiri di Aceh Besar, Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam sekarang. Aceh Darussalam dapat tumbuh besar dikarenakan letak
geografisnya yang strategis, yakni di bibir pantai utara Aceh yang menjadi jalur dagang
internasional. Selain itu, kerajaan ini juga dikenal karena daerah kekuasaannya yang amat luas,
hampir meliputi seluruh Sumatra dan sebagian Semenanjung Melayu.
Banyak peristiwa besar yang terjadi dalam bentangan kisah kerajaan ini. Aceh menjadi
pesaing terkuat Portugis yang telah menguasai Malaka pada 1511. Portugis mengalami kesulitan
untuk mengembangkan sayap pengaruhnya karena selalu mendapat ancaman dari Aceh
Darussalam.
Iskandar Muda (1602-1635) menjadi raja terbesar kerajaan ini. keahliannya memimpin negeri
membuat rakyat Aceh makmur sejahtera. Perdagangan internasional yang tertata baik membawa
pengaruh bagi pembangungan infrastruktur Aceh Darussalam, salah satu yang paling menonjol
adalah aspek pendidikan. Pada masanya, Aceh dikenal sebagai salah satu pusat keilmuan
internasional. Dalam Bustanussalatin dijelaskan banyak ulama Timur Tengah yang datang untuk
mengajar di Aceh. Pelajar yang ada di kerajaan ini, bukan hanya dari Aceh dan sekitarnya,
melainkan ada pula yang dari Patani, Padang dan Jawa
Munculnya Aceh sebagai pusat intelektual regional maupun internasional tidak terlepas dari
peran ulamanya. Hamzah Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani. Keduanya merupakan sosok sufi
yang banyak mempunyai pengikut. Puisi-puisi sufi Hamzah Fansuri memiliki kandungan spiritual
yang tinggi sehingga ia termasuk dalam penyair terbesar Nusantara. Syamsuddin as-Sumatrani
dikenal sebagai penasehat kerajaan semasa Iskandar Muda. Nuruddin ar-Raniri dan Abdurrauf
Singkel merupakan sosok ulama yang memiliki pengaruh yang besar pula bagi perkembangan Aceh
pasca Iskandar Muda. Julukan kiblat intelektual dunia amat berkaitan dengan peran serta ulama
tersebut. Kaderisasi ulama di Aceh tetap berkesinambungan sampai masa kini.
Di masa Iskandar Muda, banyak hal-hal populis yang mendapat perhatian serius pihak
kerajaan. Pernah ada beberapa kebijakan unik yang berlaku di masa ini. Sebagaimana diketahui,
penghinatan kepada kerajaan adalah kesalahan terbesar yang wajib dijatuhi hukuman berat. Sang
raja memiliki cara unik dalam mengeliminir upaya pejabat kerajaan yang berseberangan dengan
pandangannya. Begitu mengetahui ada yang seperti demikian, selama tiga hari sekali orang itu akan
dipanggi untuk bertugas sebagai “penjaga malam" (peronda) dengan tanpa membawa senjata.
Hukuman serupa juga dijatuhkan kepada pencuri harta rampasan perang.
Perdagangan Aceh, termasuk yang terbaik di Nusantara. Tenggelamnya wibawa Malaka yang
dikuasai Portugis memiliki berkah tersendiri bagi melebarnya pasar-pasar di pesisir. Barang-barang
dagangan banyak dipasok dari wilayah kerajaan. Pejabat kerajaan memiliki langkah tersendiri, guna
menjaga agar distribusi barang jangan sampai terputus yang mengakibatkan kekosongan stok,
utamanya bagi komoditas unggulan seperti rempah-rempah.
Di masa Iskandar Muda, petugas kerajaan sering mengadakan tinjauan lapangan untuk
memastikan agar kebutuhan barang dagang pokok dapat terus diproduksi. Secara berkala mereka
mendatangi para petani dan melakukan sistem bagi hasil yang menguntungkan kedua belah pihak.
Tidak berhenti sampai di situ, pihak kerajaan juga mengatur barang tersebut hingga ke pasar
internasional di pesisir pantai Aceh.
Sebagai contoh, ketika panen beras datang, petugas kerajaan mengawasinya dengan ketat.
Hasil penen kemudian digudangkan dan disimpan sampai akhir musim panen. Setelah persediaan
beras disishkan untuk konsumsi kerajaan dan rakyat, barulah sisanya dilempar ke pasar untuk
dijual. Ketika musim paceklik tiba, Iskandar Muda melakukan monopoli beras. Regulasi beras ini
efektif menjadikan Aceh sebagai salah satu lumbung padi terkemuka di zamannya. Beras menjadi
komoditas lain yang laku di luar wilayah.
Penghasilan lain juga didapatkan dari pajak maritim. Agustin de Beaulieu, seorang anggota
armada dagang Prancis yang pernah mengunjungi Aceh pada 1620-1621, menceritakan tentang
pajak kelautan ini. Bagian terbesar dari berbagai pajak perniagaan masuk ke kas kerajaan dengan
legalisasi cap raja atau bukti pembayaran pajak. Pajak yang masuk sekitar 50 – 60 real ketika waktu
keluar pajaknya harus dibayar separuhnya. Pajak yang terbesar didapat dari saudagar Inggris dan
Belanda.
Berbagai bentuk model perpajakan diatur dalam kitab undang-undang Adat Aceh. Dalam
kitab ini juga dibukukan mengenai peraturan bahwa orang asing yang meninggal di Aceh dan tidak
mempunyai ahli waris, maka kekayaannya jatuh ke tangan kerajaan. Bentuk penghasilan lain juga
didapat melalui peraturan Hak Tawan Karang. Hak ini terjadi apabila ditemukan kapal orang asing
yang karam atau masih dapat diselamtkan ke darat, barang-barangnya menjadi milik kerajaan.
Hibah dari pedagang asing yang akan berniaga di Aceh bagi raja juga merupakan pendapatan besar
lainya. Hibah ini biasanya berupa emas dan barang berharga lainnya.
5. Kerajaan Palembang
Munculnya kerajaan Palembang tidak bisa dilepaskan kaitannya dengan diaspora Adipati
Majapahit bernama Ario Damar ke Palembang pada 1447. Awalnya, ia adalah penganut Hindu,
namun beberapa waktu kemudian ia memutuskan menjadi Muslim dan namanya berganti menjadi
Ario Abdillah atau Ario Dillah dengan gelar Panembahan Palembang. Proses menjadi Muslim yang
relatif singkat itu menunjukkan sudah ada pemukiman orang Muslim di Palembang.
Suatu ketika, Ario Abdillah mendapat anugrah istri dari Kertabumi, Raja Majapahit,
bernama Putri Campa. Pada tahun 1435 ia melahirkan anak yang diberi nama Raden Patah, raja
pertama Demak
Hubungan Palembang terbangun dengan baik dengan Majapahit dan berlanjut terus hingga
terjadi perombakan tata kekuasaan di Jawa. Ketika Demak yang menjadi kerajaan utama Islam di
Jawa bahkan ketika digantikan Pajang, Palembang masih menjadi negara bagian dari Jawa.
Kerjasama kedua pemerintahan mengalami kelonggaran ketika Mataram menjadi penguasa Islam di
Jawa selanjutnya. Ketika Palembang di bawah kepemimpinan Pangeran Madi Ing Soko bergelar
Pangeran Ratu Sultan Jamaluddin Amangkurat I yang memerintah pada 1587-1622, Palembang
menjadi daerah protektorat kerajaan Mataram.
Ketika pengaruh Mataram atas Palembang agak memudar, pada 1653, Pangeran Ario
Kesumo Abdul Rahim memproklamirkan Kesultanan Palembang Darussalam. Daerah kekuasaan
kerajaan ini mencakup daerah-daerah sebagian Lampung Utara hingga Krui, Pulau Bangka
Belitung dan eks Keresidenan Palembang. Sultan Palembang pertama ini memerintah hingga 1707.
Palembang mencapai masa kejayaannya ketika menginjak paruh kedua abad 18. Sultan
Susuhunan Mahmud Badaruddin II memerintah secara bijaksana dan membuka pasaran timah yang
luas, sehingga keutungannya digunakan untuk membangun kerajaan. Sumber daya timah yang
melimpah menemukan pasaran yang tepat di Palembang. Pelabuhan di sana sudah menjadi tujuan
saudagar antarpulau dan antarbenua. Jalur perdagangan ke Jawa, Riau, Malaka, Siam dan China
sejak lama sudah terbangun dimanfaatkan untuk menyejahterakan rakyat
Pola terbentuknya Palembang hampir mirip dengan Demak, yakni kelanjutan dari dinasti
atau kerajaan Hindu-Budha yang berjaya sebelumnya. Sriwijaya telah memiliki daerah pengaruh
yang sedemikian luas di kawasan Sumatra Selatan. Palembang kemudian melajutkan kejayaan
tersebut. Ini merupakan suatu pelajaran berharga bagi negara ini. para leluhur mengajarkan untuk
mengupayakan stabilitas negara ketika masa peralihan kekuasaan.

6. Kerajaan Jambi
Pada abad 11, Jambi pernah menjadi kerajaan bahari terbesar di Nusantara, yaitu tempat
berpijak bagi kerajaan Sriwijaya, sebelum dipindahkan ke Palembang. Setelah kerajaan tersebut
surut, Jambi mengalami kehilangan pamor sehingga keadaannya dilupakan sejarah. Memasuki abad
16, terjadi pemusatan beberapa bandar besar di Nusantara, yakni Aceh, Johor, Pelembang, tak
terkecuali Jambi. Membludaknya gelombang kedatangan pedagang asing membuat perekonomian
Jambi kembali berdenyut dan menapaki masa keemasannya.
Selain mendapat keuntungan sebagai pelabuhan trasit, penjualan lada juga termasuk
penyumbang perbendaharaan kerajaan. Lada tersebut dipasok dari daerah pedalaman, yakni
Minangkabau dan didistribusikan ke pasar pelabuhan melalui jalur sungai Batanghari. Komoditas
rempah ini menjadi elemen tunggal penggerak roda niaga Jambi. Tanpa lada, dapat dipastikan
pelabuhan di sana sepi pengunjung, karena tidak ada lagi barang bernilai yang menjadi
substitusinya (penggantinya).
Kerajaan Jambi pernah menjadi vassal kerajaan Mataram. Kedudukan ini di kemudian hari sering
digunakan sebagai tameng yang menghalau Palembang maupun Banten yang berupaya memperluas
kekuasaan dengan menudundukkan Jambi. Mengetahui hal tersebut, Palembang pun sungkan untuk
melancarkan pelebaran pengaruhnya, mengingat Palembang masih menaruh hormat kepada
Mataram.
Sistem pemerintahan di kerajaan Jambi tergolong unik. Jalannya pemerintahan dipegang
oleh raja “yang tua” yang lazim disebut Sultan dan raja “yag muda” atau Pangeran Ratu (putra
mahkota). Masing-masing dari mereka memiliki basis pendukung kekuasaannya tersendiri dan
diperkenankan membuat tanda kebesaran yang satu sama lain berbeda. Terbelahnya kekuasaan
inilah yang membuat Jambi berbeda dengan kerajaan lain. Otoritas kerajaan tidaklah tertalu otoriter
mengingat kompromi antardua raja kerapkali terjadi. Hal ini amat berbeda dengan Aceh dan
Mataram ayang keputusan tunggal melulu berada di tangan rajanya. Fungsi dua raja ini semata-
mata bukanlah menandakan dua kepemimpinan yang berbeda, namun justru dimaknai sebagai
bentuk integritas Jambi.
Perekonomian di Jambi lebih banyak didominasi oleh peran para saudagar asing. Di antara
mereka ada yang diplot sebagai pejabat syahbandar yang diberi mandat untuk mengorganisasikan
sistem pelayaran dan perdagangan yang baik. Batanghari menjadi penyokong utama lancarnya
distribusi barang dari pedalaman ke pesisir. Laiknya beberapa kerajaan di Kalimantan, sungai
berperan besar sebagai jalur tak tergantikan dalam menjaga agar stok barang tetap tersedia.
Optimalisasi peran sungai agaknya menjadi perhatian di masa kini. Memori masa lalu
sebagai salah satu kampiun perdagangan dunia, bukan hanya disematkan pada daerah pesisir
semata, namun melihat pula pada peran sungainya. Merupakan suatu langkah menguntungkan jika
potensi sungai negeri ini kembali dibangkitkan sehingga diharapkan menjadi alternatif pendapatan
negara. Implikasi dari modernisasi peran sungai salah satunya adalah mendayagunakan peran para
petani pedalaman.

7. Kerajaan Islam di Riau

Dalam Suma Oriental yang ditulis oleh Tome Pires disebutkan ada tiga kerajaan Islam
bernama Siak, Kampar dan Indragiri, yang sekarang masuk dalam wilayah Riau. Belum dapat
dipastikan, sejak kapan ketiga kerajaan ini mulai menganut Islam, namun diberitakan, sudah ada
pedagang-pedagang Islam dari Arab dan daerah Timur Tengah lainnya, memegang peran penting
dalam perdagangan dan pelayaran di perairan Malaka pada abad 7 dan 8 Masehi.
Berdasarkan informasi Tome Pires, Kerajaan Siak, Kampar dan Indragiri memiliki relasi
niaga yang kuat dengan bandar Malaka, bahkan mengirimkan upeti ke kerajaan itu. Ketiga kerajaan
ini memang diakui sebagai vassal kerajaan Malaka. Keadaan ini terjadi ketika Malaka diperintah
oleh Sultan Mansur Syah (w.1477). Bahkan, pada era kepemerintahan anaknya, Sultan Alauddin
Riayat Syah (w.1488) sebagian pulau di Selat Malaka, termasuk Lingga, Riau berada dibawah
kekuasaan Malaka.
Ketiga kerajaan ini memiliki hasil alam yang melimpah. Tome Pires menyebutkan beberapa
komoditas negeri-negeri itu antara lain adalah Siak menghasilkan padi, madu, lilin, rotan, bahan-
bahan apotek dan emas. Kampar menjadi distributor emas, lilin, madu, biji-bijian dan kayu gaharu.
Sedangkan Indragiri memiliki hasil alam serupa dengan Kampar, namun emasnya didapatkan dari
Minangkabau.
Meskipun peran serta pengaruh ketiga kerajaan ini tidaklah sebesar Malaka dan Aceh
Darussalam, keberadaan mereka justru amat penting sebagai lumbung hasil alam yang menarik para
saudagar asing. Sebagaimana disebutkan oleh Slamet Muljana, kerajaan Malaka sendiri bukanlah
kerajaan yang kaya dari hasil alamnya. Kerajaan ini hanya memfasilitasi dan memanjakan penjual
dan pembeli dengan membangun pusat perkulakan yang memadai, sedangkan komoditasnya
berasal dari negeri-negeri lain. Lada ungulan disana berasal dari Banten, beras dari Jawa,
sedangkan komoditas penting lainnya didapatkan dari Sumatra Timur.
Kerjasama ketiga kerajaan Riau dengan Malaka tersebut merupakan gambaran tentang
pentingnya mengkonsentrasikan beberapa provinsi maupun daerah sebagai lumbung komoditas
alam serta hasil bumi tertentu. Memang, hal itu sudah ada di masa kini, namun penanganannya
belumlah maksimal. Wawasan kesejarahan ini diharapkan mampu membentuk paradigma berpikir
ekonomi yang lebih partisipatif terhadap pertumbuhan bangsa.

8. Kerajaan Demak

Demak merupakan pewaris terdepan dari kejayaan Majapahit dan menjadi sentral
penyebaran Islam awal di pulau Jawa. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah sekitar abad 15
dibantu oleh beberapa orang ulama yang kemudian dikenal sebagai Wali Songo. Pola dakwah
mereka yang akomodatif dengan tradisi, serta memberikan solusi bagi persoalan-persoalan aktual
masyarakat kala itu, menyebabkan dakwah mereka kian meluas, yang berarti pula ikut melebarkan
pengaruh Demak di pedalaman Jawa. Wawasan terbuka (inklusif) dalam syiar Islam memang
menjadi strategi jitu kesuksesan dakwah para wali.
Banyak produk budaya hasil pembauran Islam dan Jawa yang semula dijadikan alat
dakwah, kini menjadi kekayaan kebudayaan bangsa ini. salah satunya adalah Gapura. Bangunan
kembar ada di sisi kiri kanan jalan, merupakan salah satu buah kecerdasan Sunan Kalijaga, salah
satu anggota Wali Songo. Gapura berasal dari bahasa Arab “ghafura” yang berarti “ampunan”.
Awalnya, bangunan ini dibangun sebagai pintu pertunjukan wayang. Seorang yang akan menonton
pertujukkan wayang, harapanya setelah melewati bangunan ini lalu mendapat ampunan Tuhan.
dengan cara simpatik ini, orang menjadi tidak takut dan semakin mantab menjadi Muslim.
Ekonomi kerajaan banyak disokong dari aspek kemaritiman. Hal ini terjadi setelah
Trenggono, raja Demak kedua, melakukan serangkaian penguatan pengaruh politik di Jawa. Upaya
ini membawa angin segar bagi perluasan dakwah Islam bahkan hingga menyentuh sebrang lautan,
yakni sampai ke Kalimantan Selatan. Perlahan wilayah pantai Jawa berada dibawah kontrol Demak.
Tercatat beberapa pelabuhan besar seperti Sunda Kelapa, Cirebon, Gresik dan daerah sekitar sungai
Serayu menyatakan kesetiaan pada Demak.
Salah satu aspek yang menonjol dari kerajaan ini adalah di ranah dakwah Islamnya.
Besarnya kerajaan ini bergantung pada luasnya dakwah para wali. Akulturasi budaya yang kerap
digunakan dalam dakwah mencerminkan bahwa Islam dapat menjadi agama dominan di negeri ini
adalah dilakukan dengan jalan yang damai, penuh harmoni dan jauh dari kekerasan seperti yang
belakangan terjadi. Strategi dakwah Walisongo terbukti efektif mengajak penduduk Jawa untuk
kembali bangkit dan berkarya berpayungkan pemerintahan dan agama baru.

9. Kerajaan Pajang

Kerajaan Pajang didirikan oleh Jaka Tingkir, menantu Sultan Demak yang terakhir (Sultan
Trenggono). Jaka Tingkir dinobatkan menjadi Sultan Pajang bergelar Adiwijaya. Ia memperluas
pengaruh ke beberapa daerah sekitarnya: Jipang, Demak, dan daerah pesisir utara Jawa seperti
Jepara dan Pati dan ke arah barat sampai Banyumas.
Kendati kiprah Kerajaan Pajang dalam bentangan sejarah Jawa tergolong singkat, namun
keberadaannya amat penting sebagai stabilisator bagi kekuatan-kekuatan yang bertikai. Ketika elite
istana terlibat persengketaan suatu masalah, Jaka Tingkir muncul untuk mengurai dan meredam
peristiwa tersebut. Dengan kelihaian serta kecerdasannya, ia mampu membuka belenggu lingkaran
kekuasaan yang semula didominasi oleh silang sengkarut ambisi pewaris tahta. Sosok Joko Tingkir
menunjukkan bahwa ketika istana mengalami kebuntuan, rakyat akan selalu siap menampilkan
sosok alternatif guna menyelamatkan pemerintahan.
Perpindahan kekuasaan dari Demak ke Pajang hingga Mataram diliputi oleh pergeseran
pusat pemerintahan dari daerah pinggir pantai ke pedalaman, yang ikut pula menggantikan
perspektif maritim menjadi agraris.

10. Kerajaan Mataram


Berdirinya kerajaan Mataram tidak bisa dilepaskan dari peristiwa keterlibatan Ki Gede
Pemanahan membantu Sultan Adiwijaya, Raja Pajang, menumpas pasukan pemberontak yang
dipimpin Aria Penangsang dari Jipang. Sebagai hadiah, Sultan memberikan daerah Mataram
sebagai daerah yang dipimpinnya.
Pada 1577, Ki Gede Pemanahan menempati keraton barunya di Mataram. Kemudian, ia
digantikan oleh putranya Senopati pada 1584, yang penobatannya direstui Sultan Pajang. Ia
merupakan sosok pemimpin yang agresif dalam menegakkan kedaulatannya. Pajang dan Demak
dikuasainya pada 1588, menyusul kemudian Madiun (1590), Jepara (1599) dan (1619).
Raja besar lainnya yang melanjutkan apa yang dilakukan oleh Senapati adalah Sultan Agung
(1613-1646). Seperti Senapati, Sultan Agung juga mewarisi keberanian untuk melanjutkan
perluasan wilayah Mataram Wirasaba dan Lasem didudukinya, masing-masing pada 1615 dan
1616, menyusul kemudian Pasuruan (1617), Tuban (`1619) dan Madura (1624). Surabaya yang
menjadi musuh bebuyutan Mataram ditundukannya pada 1625. Selajutnya, Giri (1636) dan
Blambangan (1639). Prestasi ini seakan menggenapi apa yang sebelumnya dilakukan Senapati.
Mataram masa ini sebagai penguasa utama Pulau Jawa, kendati bagian Barat belum banyak
ditundukkan.
Berbeda dengan kerajaan Islam Jawa pada umumnya yang kotarajanya bertempat di pesisir
pantai, Mataram memilih tempat yang agak ke dalam, yakni di sekitar Yogyakarta. Perubahan tata
ruang ini, tentu saja berpengaruh besar bagi perpolitikan Jawa. Di masa pemerintahan Sultan
Agung, legitimasi terpusat di pedalaman seimbang dengan administrasi desentralistik. Wibawa
istana tetap dapat mengontrol kuasa-kuasa daerah. Ini merupakan bentuk warisan berharga, betapa
jejaring ini menimbulkan kekuatan yang besar. Untuk kerajaan yang berpusat di pedalaman, ini
merupakan suatu strategi yang jitu untuk tetap menjaga stabilitas wilayah kerajaan (mancanegara).
Mataram banyak mengajarkan negeri ini untuk selalu sigap mempersiapkan negeri dalam
mengantisipasi bahaya disintegrasi. Upaya yang digagas Mataram adalah suatu awal untuk
mewujudkan Jawa yang bersatu serta bersama menciptakan kesejahteraan. Daya tahan Mataram
yang notabene awalnya hanya tanah perdikan, seakan mengingatkan bahwa kekerdilan serta
keterbatasan yang dewasa ini dialamatkan ke negeri ini kemudian lahir dalam wujud
ketidakpercayaan bernegara, merupakan sesuatu yang harus dijauhi.

11. Kerajaan Cirebon


Awalnya, Cirebon merupakan daerah bawahan Kerajaan Sunda Pajajaran dan menjadi salah
satu pelabuhan kerajaan tersebut. ketika Tome Pires mengunjungi pelabuhan ini sekitar tahun 1513,
diberitakan bahwa Cirebon sudah menjadi wilayah vassal Demak. Pemuka di Cirebon bernama
Lebe Usa yang merupakan bawahan Pate Rodin (Raden Patah). Komoditas utama Cirebon adalah
beras dan bahan makanan lainnya.
Merujuk pada Purwaka Caruban Nagari karya Pangeran Arya Cerbon yang ditulis pada
1720, diperkirakan kehadiran Islam erat kaitannya dengan kedatangan Syarif Hidayatullah pada
1470 dan mensyiarkan Islam di Gunung Sembung dibantu oleh Haji Abdullah Iman (Pengeran
Cakrabuana), pamannya, yang telah menetap di Cirebon sebelumnya. Syarif Hidayatullah
kemudian menikah dengan Pakungwati, putri pamannya. Menginjak tahun 1479, ia menggantikan
mertunya sebagai penguasa Cirebon.
Untuk memperkuat posisinya, ia mendirikan keraton yang diberi nama Pakungwati,
letaknya di sebelah timur Keraton Kasepuhan kini. Nama Syarif Hidayatullah belakangan lebih
dikenal sebagai Susuhunan Jati atau Sunan Gunung Jati, salah seorang anggota Wali Songo. Ia juga
mendapat gelar sebagai Pandita-Ratu, mengingat perannya selain sebagai ulama yang merangkap
sebagai pemimpin Cirebon. Mulai saat itu, pengiriman upeti ke Pakuan Pajajaran dihentikan.
Di masa kepemimpinannya pengajaran Islam semakin diperluas. Untuk menunjang dakwah
di pusat kekuasaan serta mewadahi gairah umat dalam menjalankan ritual keagamaan, dibangunlah
Masjid Agung Sang Ciptarasa di sayap barat alun-alun keraton Pakungwati. Dakwah Islam pun
mulai digelar dan diintensifkan ke wilayah yang lebih jauh antara lain ke Kuningan, Telaga, Galuh
(sekitar 1528-1530), dan Banten antara 1525-1526 dibantu putranya Maulana Hasanuddin.
Menginjak tahun 1527, ia merestui Fadhillah Khan, yang tak lain adalah menantunya namun
mengabdi di Demak, untuk menyerbu Sunda Kalapa yang masih dikuasai Kerajaan Sunda yang
sejak tahun 1522 telah menjalin kerjasama dengan Portugis.
Sejarah berdirinya Cirebon, laiknya sejarah pendirian Demak dan Banten adalah suatu fase
penguatan Islam awal di tanah Jawa. Spirit keislaman di masa kerajaan-kerajaan itu amatlah kental
dan dengan kharisma seorang tokoh dapat dibentuk sebagai formula perubahan tatanan sosial.
Tidak mudah kiranya merubah suatu tradisi dan keberaturan yang telah lama berurat akar.
Tersebarnya Islam di kemudian hari menjadi bukti, bahwa upaya penguatan Islam dilakukan secara
ramah, partisipatif dan simpatik menuai hasil yang baik, tanpa harus mengupayakan perebutan
kekuasaan. Spirit keislaman telah ditempa menjadi suatu suguhan yang menjanjikan perubahan
sosial dan renovasi atas tatanan lama yang telah macet.

12. Kerajaan Banten


Banten merupakan kerajaan yang berdiri berkat dakwah Sunan Gunung Jati di ujung barat
pantai utara Jawa pada sekitar 1525. Di sana, selain mengajarkan Islam, Sunan Gunung Jati melatih
penduduk setempat untuk berdagang.
Raja Pajajaran memberi keluasan aktivitas dakwah dan raja pun tertarik untuk mengenal
Islam. Guna mengintensifkan syiar Islam, pada tahun 1527, Sunan Gunung Jati menetap di
pelabuhan Sunda. Dari sini perluasan agama semakin menyebar di pelabuhan Jawa Barat lainnya
termasuk beberapa wilayah Pajajaran. Ketika Sunan Gunung Jati memutuskan kembali ke Cirebon,
estafet dakwahnya diteruskan oleh anaknnya, Maulana Hasanuddin, yang menikah dengan putri
Demak kemudian diangkat menjadi Panembahan Banten pada 1552. Di masanya, Islam semakin
luas tersebar hingga ke Lampung dan Sumatra Selatan.
Relasi bisnis dan persahabatan Banten menjangkau kerajaan-kerajaan besar di Nusantara
seperti Cirebon, Lampung, Goa, Ternate dan Aceh. Disamping itu, hubungan dagang dengan dunia
internasional juga disambungkan, seperti dengan Persia (Iran), Hindusatan, Arab, Inggris, Prancis,
Denmark, Jepang, Pegu (Myanmar), Filipina, Cina dan sebagainya. keunggulan Banten dari segi
perdagangan tidak hanya tercatat dalam harian Belanda (dagregisters), tetapi ditemukan dalam
pecahan keramik dan benda lainnya yang berasal dari Cina, Jepang maupun Eropa.
Kerajaan Banten dibawah Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1676) melakukan perombakan besar di
bidang politik, sosio-budaya dan ekonomi. Ia sosok yang visioner dalam pembangunan kerajaan.
Keuntungan kerajaan digunakan untuk membangun keraton di Tirtayasa, membuat jalan dari
Pontang ke Tirtayasa-bahkan membuat persawahan di sepanjang jalan tersebut serta membangun
pemukiman di sebelah utara Untung Jawa.

13. Kerajaan Pontianak


Kerajaan Pontianak didirikan oleh pendakwah Arab yang terhitung masih keluarga Sayid,
bernama Syarif Abdurrahman al-Qadri. Ia adalah putra dari ulama dari Hadramaut bernama Habib
Husein al-Qadri. Syarif Abdurrahman merupakan pribadi yang luwes bergaul dengan raja-raja
lainnya. Terbukti, ketika penobatannya menjadi Sultan Pontianak pertama pada tahun 1778, Raja
Haji dari Riau menjadi pemimpin prosesi tersebut. walaupun baru pada 1778 ia ditasbihkan menjadi
raja, namun sebenarnya sudah sejak 1771 ia memimpin Kerajaan Pontianak hingga tahun 1808.
Awalnya, ia banyak berkecimpung dalam dunia dakwah sebagaimana leluhurnya, namun
ketika melihat peluang terbuka, ia merintis membangun kerajaan. Ia merintis kerajaan dimulai
dengan membangun pemukiman di daerah pertemuan antara Sungai Landak dan Sungai Kapuas
pada tanggal 23 Oktober 1771. Di tempat itu didirikan Masjid Jami’ Syarif Abdurrahman al-Qadri
dan Istana al-Qadri.
Setelah masa Syarif Abdurrahman al-Qadri, raja-raja yang memerintah Pontianak adalah:
Syarif Kasim al-Qadri (1808-1819), Syarif Osman al-Qadri (1819-1855), Syarif Hamid al-Qadri
(1855-1872), Syarif Yusuf al-Qadri (1872-1895), Syarif Muhammad al-Qadri (1895-1944), Syarif
Thaha al-Qadri (1944-1945) dan Syarif Hamid al-Qadri II (1945-1950).
Kerajaan Pontianak merupakan salah satu pencapaian penting orang Arab di Nusantara.
Untuk kesekian kalinya dibuktikan, orang Arab sejatinya merupakan etnis yang turut pula mengisi
lembar sejarah bangsa. Orang Arab menunjukkan, kehadiran mereka di Nusantara bukan hanya
didorong oleh kepentingan dakwah dan perniagaan, namun juga menjurus ke arah strategis, yakni
ikut membangun dakwah Islam di pedalaman Kalimantan, melalui hadirnya kerajaan. Kasus ini
menunjukkan bahwa suksesnya dakwah di suatu kawasan hendaknya turut didukung pula oleh
penguasa.

14. Kerajaan Banjar


Terbentuknya Kerajaan Banjar merupakan suatu keunikan tersendiri. Pola terciptanya
kerajaan berangkat dari persengketaan elite kerajaan Banjarmasin pra-Islam pada tahun 1526 antara
Pangeran Tumenggung dan Pangeran Samudra.
Pangeran Samudra yang dibantu pasukan Kesultanan Demak berhasil keluar sebagai
pemenang. Ia menjadi Raja Banjarmasin Muslim pertama. Pada 1612 ibukota kerajaan pindah dari
Banjarmasin ke Martapura terjadi ketika raja kedua, Sultan Rahmatullah, bertahta. Dalam
perjalanannya, kerajaan ini pun sempat berada dalam masa ketegangan ketika VOC membantu
Sultan Tamjidillah I (berkuasa 1745-1778) merebut tahta dari Sultan Kuning yang masih kecil.
mengijak 1747, Tamjidillah menandatangani kontrak dagang dengan VOC.
Struktur pemerintahan Banjar dipengaruhi model penyelenggaraan kerajaan Demak.
Meskipun begitu, raja-raja Banjar tidaklah seabsolut raja-raja Jawa. Umumnya, ukuran menjadi
Raja Banjar adalah kekayaannya. Otoritas raja pun tidak seluas seperti raja Jawa. Raja yang
berkuasa mendapat kontrol dari dewan kerajaan yang berisi bangsawan, keluarga raja serta pejabat
birokrasi tinggi yang tergabung dalam Dewan Mahkota.
Lada menjadi komoditas penting di Banjarmasin pada abad 16 dan 17. Penanaman lada
yang luas amat mungkin terjadi, mengingat banyak lahan tidur yang belum digarap oleh rakyat.
Mereka bebas menanam sebanyak mungkin lada asalkan membayar pajak pada kerajaan. Puncak
kemakmuran lada terjadi pada abad 18, di mana orang Tiongkok menjadi pelanggan utamanya.
Selain itu, profesi lain yang menjanjikan di kerajaan ini adalah kerajinan kendi dan pertukangan.
Luasnya perhutanan membuat negeri ini kaya dengan kayu, sehingga membuat bisnis
pengolahannya menjadi sesuatu yang menguntungkan.
Berdirinya kerajaan Banjar Islam ikut memberi nuansa baru bagi kehidupan sosio-budaya
disana. Pola yang terdapat disini agak mirip dengan kasus runtuhnya Majapahit dan terbentuknya
Demak. Unsur Islam perlahan mengadakan perombakan besar-besaran dan menggantikan tradisi
Hindu. Kendati terjadi perebutan tahta antara penguasa Hindu dan Islam, namun fenomena lain
terjadi di tataran bawah. Islam menyebar ke lingkungan masyarakat dengan cara yang damai dan
berpadu dengan warisan-warisan lama.
Banyak pelajaran yang dipetik dari proses pendirian kerajaan Banjar Islam. Pertikaian faksi
politik kerajaan yang berkesudahan dengan menguatnya pengaruh Islam di Banjar tidak serta merta
membawa kerusakan di bidang sosio-budaya. Antara politik dan budaya sejatinya merupakan dua
tanah yang berbeda. Jika politik lebih banyak berbicara kompetisi untuk berkuasa, maka budaya
melulu membicarakan keharmonisan. Bercampurnya Islam dalam tinggalan ajaran Hindu,
merupakan strategi akomodatif yang belakangan menjadi faktor pemompa tersiarnya agama baru
ini hingga belakangan menjadi agama dominan dalam masyarakat Banjar.

15. Kerajaan Makassar (Goa-Talo)


Kerajaan Makassar sesungguhnya merupakan gabungan dari dua kerajaan, yakni Goa dan
Tallo. Dua kerajaan ini telah mentradisikan hubungan yang baik, sehingga belakangan, nama kedua
kerajaan ini melebur menjadi kerajaan Makassar. Nama Makassar diambil dari nama ibukota Goa
yang di masa kini telah berganti nama menjadi Ujung Pandang.
Menurut catatan, masuknya pengaruh Islam ke kerajaan terjadi ini pada tahun 1602 atau
1603. Hal ini ditandai ketika Raja Goa bernama Karaeng Toninggalo
menerima tiga ulama asal Minangkabau bernama Datuk ri Bandang, Datuk ri Tiro dan
Datuk Patiamang. Meskipun raja Goa baru masuk Islam pada awal abad 17, sudah banyak
diberitakan tentang aktivitas perdagangan orang Islam di Goa jauh sebelum itu. Bahkan, ketika
Malaka jatuh ke tangan Portugis pada 1511, banyak saudagar Islam yang berpindah niaga ke negeri
Nusantara lainnya, salah satunya ke Makassar.
Satu hal yang menonjol dari orang Makassar dan orang Bugis, tetangganya yang juga
mendirikan kerajaan Wajo, Soppeng Luwu dan Sindereng, adalah perspektif kemaritiman mereka
yang kuat. Dua bangsa ini dikenal sebagai para pelaut ulung yang keberadaannya tersebar hampir di
seluruh perairan Indonesia. Dari mereka dapat dipelajari tentang pentingnya pemanfaatan kekayaan
laut guna mencapai kemaslahatan bersama. Sepenuhnya disadari, di negeri ini bentangan air adalah
lebih besar daripada bentangan darat. Sudah sepatutnya masyarakat masa kini memanfaatkan
potensi serta ketahanan laut yang semaksimal mungkin, seperti Makassar yang Bugis yang berjaya
di ranah kelautannya.
Hal tersebut bukanlah tanpa sebab, pengaruh dari posisi geografis kerajaan adalah
katalisatornya. Letak kerajaan Goa-Tallo yang terhampar di semenanjung barat daya pulau
Sulawesi amat strategis sebagai tempat transaksi rempah-rempah. Kerajaan ini sebenarnya tidak
memiliki komoditas lain yang diperdagangkan, kecuali beras. Jadi, pasar di sana amat bergantung
dari pasokan pedagang-pedagang kepulauan, sedangkan pihak kerajaan hanya memfasilitasinya.
Selain itu, pelabuhan di sana juga menjadi bandar transit bagi nelayan kepulauan Maluku yang
mengisi perbekalan mereka untuk melanjutkan pelayaran. Sebagian orang Maluku inilah yang
membawa rempah-rempah dari daerahnya kemudian dipasarkan di Goa-Tallo.
Barang dagangan ternyata bukan hanya berasal dari pasokan daerah lain. Terkadang, upeti
dari kerajaan bawahan juga dijadikan komoditas dagang yang menguntungkan. Upeti itu berupa
hasil alam berupa kayu cendana, kayu merah dan belerang. Sistem barter masih digunakan dalam
transaki ekonomi. Pedagang dari Jawa, Bugis dan Melayu membawa barang-barang unggulan dari
daerahnya yang kemudian ditukarkan dengan rempah-rempah.

16. Kerajaan Buton


Kerajaan Buton terletak di kawasan yang sekarang dikenal sebagai Sulawesi Tenggara.
Sebagian wilayahnya masih termasuk ujung bawah Sulawesi, yakni Poleang dan Rumbia.
Sedangkan sebagian yang lain, terhampar di gugus pulau mencakup Pulau Buton Muna (pulau
terbesar pertama) dan Pulau Wuna. Selain itu terdapat pula pulau-pulau lainnya seperti Pulau
Kabaena serta kumpulan pulau yang disebut Kepulauan Tukang Besi. Termasuk pula dalam
kekuasaan Buton adalah pulau-pulau kecil seperti: Tikola, Tobea Besar, Tobea Kecil, Mangkasar,
Batauga, Kadatuang, Masirieng, Siompo. Kepulauan Tukang Besi terdiri dari pulau: Wangi-Wangi
atau Wanci-Wanci, Kaledupa, Tomea dan Binongko.
Kerajaan ini didirikan oleh pemuka masyarakat lokal Buton bernama Betoambari. Ketika ia
pergi ke Kamaru yang terletak di timur Buton, ia menikah dengan Putri Kamaru dan bertambah lagi
wilayah kekuasaan Buton. Di masa ini, Islam belum dianut oleh elite kerajaan Buton. Baru ketika
bertahta keturunan Betoambari ke empat, bernama Marhum, sebagai Raja Buton, agama Islam
mulai tersebar di Buton. Gelar “Sultan” baru digunakan ketika Lakilaponto bertahta pada 1491-
1537 dengan gelar Sultan Qaimuddin (peletak agama). Di masanyalah hubungan Buton dan Muna
terajut. Ia juga dikenal sebagai raja yang membawahi dua kerajaan itu.
Terdapat kesulitan tersendiri dalam memetakan etnisitas orang Buton. Penduduk Buton
dapat diklasifikasi dalam lima kelompok besar: orang Buton yang mendiami Pulau Buton, orang
Muna yang mendiami Pulau Muna, orang Maronene yang mendiami Poleang dan Rumbia dan
orang Kabaena yang tinggal di Pulau Kabaena. Di perairan Buton, juga banyak tersebar sekawanan
kelompok Suku Bajau. Kompleksnya komposisi masyarakat di sana seakan menjadi bukti bahwa
ternyata suatu kerajaan bisa eksis di atas keragaman. Kurang lebih sama seperti Indonesia di masa
kini.
Berdirinya Kerajaan Buton tidak terlepas dari realitas geografisnya yang menjadi tempat
aktivitas pelayaran dan perdagangan. Masyarakat yang majemuk, sebagaimaa telah disebutkan,
tercipta dari suatu momen pertemuan. Untuk kasus Buton, mereka dipertemukan dalam bingkai
kepentingan ekonomi. Kesempatan berniaga yang semakin luas terjalin berimplikasi pada
tumbuhnya nuansa pergaulan antarmanusia seperti menguatnya kepemerintahan sederhana
(chiefdom), kemudian menjadi kerajaan (kingdom) lalu di masa setelahnya menjadi state (negara).
Wawasan bahari yang telah menjadi ciri khas di kerajaan ini, menemukan suatu hasil uji, betapa
potensi kelautan dapat digunakan sebagai ajang temu budaya atau temu ekonomi yang dapat
dilanjutkan ke tahap penyelenggaraan sistem pemerintahan.

17. Kerajaan Ternate


Islam secara resmi masuk ke Kepulauan Maluku pada abad 9 M, dibawa oleh para pedagang
Arab, Persia dan Melayu pada rentang abad ke 5–11 M. Ternate merupakan satu di antara empat
kerajaan yang terkenal di Maluku. Yang lain adalah kerajaan Tidore, Bacan dan Jailolo. Ternate
dikenal sebagai salah satu tujuan belanja para saudagar asing adalah karena di wilayahnya tumbuh
semerbak tumbuhan cengkeh yang menjadi satu diantara rempah-rempah penting yang dikapalkan
ke pasar dunia.
Perdagangan lintas benua di Ternate membawa serta para saudagar Arab untuk
memperkenalkan agama Islam di tengah penduduk pribumi. Perlahan namun pasti, Islam mulai
dianut orang banyak. Para pendakwah Islam juga tak jemu mengadakan pertemuan dengan
penguasa setempat. Lewat dakwah simpatik, seorang Kolani (penguasa pra-Islam Ternate) bernama
Gapi Baguna menerima ajaran Islam Datuk Maulana Husin. Raja Ternate itu kemudian masuk
Islam dan berganti nama menjadi Marhum.
Terdapat kesamaan dari sisi pendapatan ekonomi dari kerajaan-kerajaan Maluku, yakni dari
penjualan rempah-rempah. Keuntungan dari hasil perdagangan sebagian digunakan membangun
fasilitas umum, seperti masjid yang megah dan unik serta madrasah. Oleh sebab banyaknya masjid
yang pembangunannya disponsori kerajaan, membuat hubungan rakyat dan penguasa amatlah
dekat. Tak jarang dua golongan ini terlibat dalam suatu momen perayaan yang membaur tanpa ada
sekat-sekat pembeda strata sosial yang tajam. Dalam satu kesempatan, gubernur Portugis bernama
De Mesquita pernah menyaksikan ketika prosesi pelantikan Baabullah menjadi raja ke 4 Ternate,
rakyat banyak yang bersorak-sorai merayakan pengangkatan tersebut.

18. Kerajaan Tidore


Kerajaan Tidore merupakan kerajaan kedua yang diislamkan setelah Ternate. Sama seperti
kerajaan tetangganya, Tidore dikenal para pelaut asing sebagai penghasil rempah unggulan.
Cengkeh menjadi primadona yang dikapalkan oleh kapal dagang asing ke negeri mereka.
Penghasilan dari keuntungan penjualan sebagian dugunakan untuk membangun fasilitas
masyarakat.
Adalah Kalano Ciriati, Raja Tidore yang kemudian masuk Islam dipandu oleh para
pedagang Arab. Setelah menjadi Muslim, ia dan putranya kemudian berganti nama menjadi Sultan
Jamaluddin dan Mansur. Nama Mansur digunakan sebagai bentuk pengabadian bahwa sebelumnya
pernah ada seorang ulama Arab yang menyebarkan Islam di Tidore. Kebersislaman mereka
belakangan juga diikuti oleh keluarga kerajaan dan masyarakat luas.
Demi menguatnya dakwah Islam, kalangan istana menyeponsori pembangunan fasilitas
keagamaan seperti masjid dan madrasah. Ulama-ulama pun ditempatkan di sana guna memandu
keimanan masyarakat serta memberikan pengajaran agama.
Upaya melebarkan jelajah dakwah Islam mendapat tantangan dari para misonaris Kristen
Portugis dan Spanyol. Bangsa asing itu juga melakukann pemaksaan dominasi pembelian cengkeh
yang mengancam eksistensi pasar pribumi. Ketegangan tersebut di kemudian hari memicu
peperangan panjang. Portugis bukan lagi memandang pribumi Muslim sebagai mitra dalam
berdagang, melainkan sebagai musuh yang harus ditumpas. Selama beberapa periode raja-raja
Tidore disibukkan dengan penghentian serangan-serangan Portugis yang berencana meguasai
Tidore. Tidore menjadi salah satu benteng umat Islam di kawasan Indonesia Timur yang
membendung pengaruh Kristenisasi asing.

19. Kerajaan di Nusa Tenggara


Kehadiran Islam di Nusa Tenggara, diantaranya Lombok, diperkirakan sejak abad ke 16.
Tokoh penyebar Islam awal di kepulauan ini adalah Sunan Prapen (w. 1605), putra Sunan Giri.
Berbeda dengan Lombok, di Sumbawa Islam diperkenalkan oleh para pendakwah dari Makassar
antara tahun 1504-1550.
Dari Lombok ajaran Islam menyebar ke Pejanggik, Parwa, Bayan dan tempat-tempat
lainnya hingga seluruh Lombok memeluk Islam. Dari Lombok, diceritakan bahwa Sunan Prapen
melanjutkan syiarnya ke Sumbawa. Kerajaan Islam Lombok yang beribukota di Selaparang dengan
rajanya yang bernama Prabu Rangkesari. Di masanya, Selaparang berada pada periode emasnya,
hingga mampu menjadi penguasa utama di Lombok. Relasi luar negeri dihubungkan dengan negeri-
negeri lain, utamanya Demak. Banyak pula pedagang-pedagang luar negeri yang berdatangan ke
Lombok.
Tatkala VOC berupaya mendominasi jalur dagang di belahan timur Nusantara, kerajaan
Goa, yang sebelumnya terlibat ketegangan dengan VOC, mengambil langkah menutup jalur niaga
ke Lombok dan Sumbawa dan belakangan memasukkan kedua daerah itu ke dalam pengaruhnya.
Kerajaan-kerajaan yang ada di Sumbawa barat mengakui kekusaan Goa pada 1618, Bima pada
1633, Selaparang pada 1640, serta daerah-daerah sekitarnya, sehingga pada abad 17 seluruh
kerajaan Islam Lombok masuk dalam kekuasaan Goa. Hubungan antara kerajaan Goa dan Lombok
semakin harmonis ketika kedua kerajaan berbesanan. Pasca ditandatanganinya Perjanjian Bongaya
antara VOC dam Goa, kerajaan-kerajaan di Nusa Tenggara memasuki masa kolonialisme Belanda.
Selain Lombok dan Sumbawa, adalah Kerajaan Bima, yang menjadi salah satu kerajaan lain
yang eksis di Nusan Tenggara. Raja pertamanya yang masuk Islam bernama Ruma Ma Bata Wadu
yang bergelar Sultan Bima I atau Sultan Abdul Kadir (memerintah 1611-1640). Raja ini merupakan
menantu raja Goa dan baru masuk Islam di akhir masa pemerintahannya.25 Kerajaan ini terlibat
aktif dalam peperangan panjang melawan upaya kolonisasi VOC. Perang panjang itu membuat
kerajaan melemah dan akhirnya tunduk pada VOC. Saat VOC ingin memperbaharui kontraknya
dengan Bima pada 1668, Raja Bima kala itu, Tureli Nggampo menolaknya.
Beberapa kerajaan kecil tetangganya juga gigih mempertahankan wibawanya dari
cengkeraman VOC. Menginjak 1675, Raja Tambora yang bernama Kelongkong bersama staf
kerajaannya diwajibkan menyerahkan pusaka kerajaan berupa keris-keris keramat kepada seorang
perwira Belanda bernama Holsteijn. Terjadi peristiwa yang menghebohkan pada tahun 1691, yakni
ketika permaisuri kerajaan Dompu terbunuh, Sultan Bima kala itu ditangkap dan diasingkan ke
Makassar. Di sana ia dipenjara sampai ajal menjemputnya.
Di masa setelahnya, yakni selama abad 18, baik Bima, Lombok, Sumbawa dan lainnya
semakin gencar melawan penjajah. Mereka yang dianggap sebagai biang keladi perang ditangkap
dan diasingkan Belanda.
Ditinjau dari sudut pandang ekonomi, gugus pulau Nusa Tenggara dan sekitarnya
menyimpan gelaran hasil alam yang tak kalah bernilai tinggi dengan yang ada di belahan Nusantara
lainnya. Timor misalnya, tanahnya ditumbuhi kayu cendana yang menjadi komoditas ekspor di
Cina. Oleh sebab melimpahnya komoditas tersebut, ada pepatah yang menyebutkan bahwa “Tuhan
telah menciptakan Timor untuk kayu cendana, Banda untuk pala, sedangkan pulau-pulau Maluku
untuk cengkeh.”
Sumbawa adalah penghasil dyewood atau kayu brazil. Pulau Lombok bersama Bali, adalah
salah satu lumbung padi terkemuka Nusantara. Dua pulau ini juga menghasilkan bahan-bahan
makanan yang biasa dikonsumsi para pelaut ketika berlayar. Flores atau Solor merupakan penghasil
belerang. Budak juga menjadi komoditas lain yang laku keras di pasaran. Tingginya jumlah budak
di gugus kepulauan ini adalah dampak dari peperangan antarkerajaan atau antarsuku. Mereka yang
kalah harus merelakan penduduknya dijual sebagai budak.
Pengetahuan mengenai kerajaan-kerajaan kecil seperti ini amat relevan seiring dengan
semakin mengglobalnya informasi, agaknya perlu diketengahkan sebagai pembaharuan informasi
dalam sejarah. Nuansa baru tampilan kerajaan kecil diharapkan mampu memberikan suatu lecutan
semangat bahwa kecil tubuh bukan berarti kecil semangat. Peserta didik diharapkan mampu
menangkap filosofi bahwa negara yang sekarang menjadi besar adalah yang telah melewati fase-
fase sulit dalam perkembangannya.

II. PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI INDONESIA/NUSANTARA


sejarah penyebaran agama Islam di Indonesia? sejarah Agama Islam di Indonesia dibawa oleh para
pedagang dari Gujarat, Persia, dan Bangsa Arab. Agama Islam menjadi Agama yang paling banyak
pemeluknya di Indonesia karena penyebaran dilakukan dengan berbagai cara, bagaimana agama
Islam bisa tersebar di Indonesia :
 Perdagangan
Pada abad ke-7 M, bangsa Indonesia kedatangan para pedagang Islam dari Gujarat/India, Persia,
dan Bangsa Arab. Saat berdagang terjadilah komunikasi antara penjual dan pembeli, atas interaksi
ini maka terjadilah penyebaran agama Islam. Sebagai seorang muslim mempunyai kewajiban
berdakwah maka para pedagang Islam juga menyampaikan dan mengajarkan agama dan
kebudayaan Islam kepada orang lain, akhirnya banyak pedagang Indonesia memeluk agama Islam
dan merekapun menyebarkan agama Islam dan budaya Islam yang baru dianutnya kepada orang
lain. Secara bertahap agama dan budaya Islam tersebar dari pedagang Gujarat/India, Persia, dan
Bangsa Arab kepada bangsa Indonesia. Proses penyebaran Islam melalui perdagangan sangat
menguntungkan dan lebih efektif dibanding cara lainnya.

 Perkawinan
Sebagian para pedagang Islam ada yang menetap di Indonesia dan para pedagang ini menikah
dengan wanita Indonesia, terutama putri raja atau bangsawan. Karena pernikahan itulah, maka
banyak keluarga raja atau bangsawan masuk Islam. Ketika keluarga raja dan bangsawan memeluk
agam islam, akhirnya diikuti oleh rakyatnya. Dengan demikian Islam cepat berkembang.
 Pendidikan
Perkembangan Islam yang cepat menyebabkan muncul tokoh ulama yang menyebarkan Islam
melalui pendidikan dengan mendirikan pondok-pondok pesantren. Pesantren adalah tempat pemuda
pemudi menuntut ilmu yang berhubungan dengan agama Islam. Setelah para pelajar tersebut selesai
dalam menuntut ilmu mengenai agama Islam, mereka mengajarkan kembali ilmu yang
diperolehnya kepada masyarakat sekitar, hingga akhirnya masyarakat sekitar menjadi pemeluk
agama Islam.
 Politik
Seorang raja mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar dan memegang peranan penting
dalam proses penyebaran agama Islam tersebut. Jika raja sebuah kerajaan memeluk agama Islam,
maka rakyatnya akan memeluk agama Islam juga. Alasannya karena masyarakat Indonesia
memiliki kepatuhan yang tinggi terhadap rajanya. Demi kepentingan politik maka Raja akan
mengadakan perluasan wilayah kerajaan, yang diikuti dengan penyebaran agama Islam.
 Melalui Dakwah di Kalangan Masyarakat
Masyarakat Indonesia sendiri memilki para pendakwah yang menyebarkan Islam di lingkungannya,
seperti Dato’ri Bandang menyebarkan agama Islam di daerah Gowa, Sulawesi Selatan; Tua
Tanggang Parang menyebarkan Islam di daerah Kutai, Kalimantan Timur; Penghulu dari Demak
menyebarkan agama Islam di kalangan para bangsawan Banjar, Kalimantan Selatan; Para Wali
menyebarkan agama Islam di Jawa dan ada 9 wali yang terkenal, mereka memegang beberapa
peran di kalangan masyarakat sebagai penyebar agama Islam, pendukung kerajaan-kerajaan Islam,
penasihat raja-raja Islam dan pengembang kebudayaan daerah yang telah disesuaikan dengan
budaya Islam. Atas perannya para wali sangat terkenal di kalangan masyarakat.
 Seni Budaya
Perkembangan Islam juga melalui seni budaya, seperti bangunan (masjid), seni pahat, seni tari, seni
musik, dan seni sastra. Beberapa seni ini banyak dijumpai di Jogjakarta, Solo, dan Cirebon. Seni ini
dibuat dengan cara mengakrabkan budaya daerah setempat dengan ajaran Islam yang disusupkan
ajaran tauhid yang dibuat sederhana, sehalus dan sedapat mungkin memanfaatkan tradisi lokal.
Peranan Para Wali dan Ulama
Salah satu cara penyebaran agama Islam ialah dengan cara mendakwah. Di samping sebagai
pedagang, para pedagang Islam juga berperan sebagai mubaligh. Ada juga para mubaligh yang
datang bersama pedagang dengan misi agamanya. Penyebaran Islam melalui dakwah ini berjalan
dengan cara para ulama mendatangi masyarakat objek dakwah, dengan menggunakan pendekatan
sosial budaya. Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis budaya setempat yang
dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya. Di samping itu, para ulama ini juga mendirikan pesantren-
pesantren sebagai sarana pendidikan Islam. Di Pulau Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh
Walisongo (9 wali). Wali ialah orang yang sudah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan
diri kepada Allah. Para wali ini dekat dengan kalangan istana. Merekalah orang yang memberikan
pengesahan atas sah tidaknya seseorang naik tahta. Mereka juga adalah penasihat sultan. Karena
dekat dengan kalangan istana, mereka kemudian diberi gelar sunan atau susuhunan (yang dijunjung
tinggi).
Kesembilan wali tersebut adalah seperti berikut.
(1) Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim). Inilah wali yang pertama datang ke Jawa pada abad ke-
13 dan menyiarkan Islam di sekitar Gresik. Dimakamkan di Gresik, Jawa Timur.
(2) Sunan Ampel (Raden Rahmat). Menyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Beliau
merupakan perancang pembangunan Masjid Demak.
(3) Sunan Derajad (Syarifudin). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan agama di sekitar Surabaya.
Seorang sunan yang sangat berjiwa sosial.

(4) Sunan Bonang (Makdum Ibrahim). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan Islam di Tuban,
Lasem, dan Rembang. Sunan yang sangat bijaksana.
(5) Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/Jaka Said). Murid Sunan Bonang. Menyiarkan Islam di Jawa
Tengah. Seorang pemimpin, pujangga, dan filosof. Menyiarkan agama dengan cara menyesuaikan
dengan lingkungan setempat.
(6) Sunan Giri (Raden Paku). Menyiarkan Islam di luar Jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa
Tenggara, dan Maluku. Menyiarkan agama dengan metode bermain.
(7) Sunan Kudus (Jafar Sodiq). Menyiarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah. Seorang ahli seni
bangunan. Hasilnya ialah Masjid dan Menara Kudus.
(8) Sunan Muria (Raden Umar Said). Menyiarkan Islam di lereng Gunung Muria, terletak antara
Jepara dan Kudus, Jawa Tengah. Sangat dekat dengan rakyat jelata.
(9) Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Menyiarkan Islam di Banten, Sunda Kelapa, dan
Cirebon. Seorang pemimpin berjiwa besar.

5 Cara Walisongo Menyebarkan Agama Islam di Nusantara


Masyarakat muslim di pulau Jawa tentu mengenal siapa itu Walisongo. Mereka adalah 9 orang yang
menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa sehingga bisa diterima dengan baik oleh masyarakat.
Masyarakat yang saat itu sudah menganut kepercayaan dan agama lain, tentu tidak bisa dengan
mudah diajak menganut agama Islam. Karena itulah, para wali ini memiliki cara tersendiri untuk
mengajak masyarakat kepada Islam.
1. Wayang Sebagai Media Dakwah
Di Jawa sejak dulu sebenarnya sudah mengenal dengan cerita pewayangan. Pagelaran wayang ini
diselenggarakan pada waktu-waktu tertentu seperti upaca kelahiran, pernikahan, atau upacara tolak
bala. Karena itulah biasanya ada kegiatan menambahkan sesaji saat menjalankan prosesi wayangan.

Wayang sebaga media dakwah


Setelah agama Hindhu, Budha dan Islam masuk ke Jawa, wayang menjadi salah satu alat untuk
menyebarkan agama. Walisongo juga menggunakan wayang sebagai media dakwah. Karena itulah
kemudian muncul nama lakon dan cerita yang disesuaikan dengan agama Islam. Seperti Layang
Kalimosodo yang mengajarkan kalimat syahadat, atau para tokoh Punakawan yang merupakan
penasihan Pandawa dan membawa misi agama Islam. Jika dibandingkan dengan cerita Pandawa
dari India, maka tidak akan ditemukan lakon-lakon Punakawan.
2. Seni Gamelan dan Tembang
Seni musik gamelan dan lagu tembang yang biasanya memang lekat dengan kepercayaan Jawa
zaman dulu juga menjadi salah satu media untuk menyebarkan agama Islam. Hanya saja, lagu
tembang yang diciptakan tentu berbeda dengan tembang lain karena disisipi dengan ajaran Islam.

Sunan Kalijaga
Tembang Tombo Ati yang mengajari ajaran Islam misalnya, sebenarnya adalah ciptaan Sunan
Bonang. Sedangkan lagu lir ilir merupakan ciptaan Sunan Kalijaga. Kedua tembang ini bertujuan
untuk mengajak masyarakat agar lebih bertakwa. Kemudian ada juga tembang Sinom dan Kinanthi
yang merupakan ciptaan Sunan Muria yang dibuat dengan tujuan yang sama.
3. Perayaan dan Adat yang Diarahkan Agar Lebih Islami
Sunan Kalijaga paham betul bahwa masyarakat Jawa menyukai perayaan apalagi jika diiringi
dengan musik gamelan. Karena itulah para wali kemudian menyelenggarakan Sekaten dan Grebeg
Maulud yang diselenggarakan pada hari lahir Nabi Muhammad SAW.
Gamelan saat perayaan Sekaten
Dalam perayaan ini, gamelan diperdengarkan untuk mengundang penduduk. Kemudian diikuti
dengan dakwah dan pemberian sedekah Raja berupa gunungan. Dengan cara ini, maka masyarakat
kemudian semakin tertarik untuk mempelajari Islam.
Selain itu, tradisi adat Jawa yang mengirim sesaji dan selamatan kemudian diubah dan diarahkan
dengan cara yang lebih Islami. Selamatan dilakukan tapi niat dan doanya bukan kepada dewa, tapi
kepada Allah. Dan makanan tidak digunakan sebagai sesaji untuk dewa, tapi dibagikan sebagai
sedekah kepada penduduk setempat.
4. Pendidikan
Selain cara-cara akulturasi budaya, Islam juga disebarkan melalui pendidikan pondok pesantren.
Pesantren ini mendidik para santri dari berbagai daerah agar lebih memahami dan mampu
mengamalkan tentang Islam.

Ilustrasi pesantren tempo dulu

Setelah para santri tamat pendidikan pesantren, mereka kemudian bisa mendirikan pesantren baru
di daerah asalnya. Dengan demikian agama Islam bisa berkembang dan menyebar dengan lebih
cepat.
5. Banyak Membantu Masyarakat
Salah satu langkah terbaik untuk membuat seseorang tertarik untuk mempelajari agama adalah
dengan memberi contoh lewat akhlak. Nah, para wali ini mencontohkan sikap yang lembut, dan
suka membantu sehingga mereka banyak disukai oleh masyarakat.

Sunan Giri

Sunan Giri misalnya terkenal di kalangan kasta rendah yang selalu ditindas oleh mereka dari kasta
yang lebih tinggi. Ia menjelaskan bahwa dalam Islam semua kedudukan manusia adalah sama. Para
wali juga membantu masyarakat dalam hal pengobatan, membantu membuat aliran air untuk sawah
masyarakat, dan masih banyak lagi. Dengan menunjukkan sikap seperti inilah banyak orang yang
kemudian tertarik untuk mendalami Islam.
Pada masa itu, masyarakat Jawa memang masih lekat dengan kepercayaan nenek moyang. Islam
yang baru masuk Nusantara akan sulit berkembang jika disebarkan dengan cara yang agresif atau
melalui kekerasan. Maka dari itu para wali kemudian berusaha mengenalkan Islam kepada
masyarakat dengan cara yang lebih bersahabat. Ternyata usaha ini juga berhasil, terbukti dengan
banyaknya penganut agama Islam pada masa itu hingga sekarang.

III. WARISAN KEBUDAYAAN KERAJAAN ISLAM DI NUSANTARA

1.Budaya
Hasil kebudayaan islam yang penting akan diuraikan sebagai berikut.:
a.Kesusastraan
Perkembangan pesat seni sastra terutama terdapat di Malaka dan Jawa.di Malaka,kesusastraan
merupakan hal yang baru sedangkan di Jawa merupakan perkembangan dari kesusastraan yang
sudah ada sejak masa hindu-budha.
Beberapa bentuk dan jenis kesustraan yang berkembang pada masa islam meliputi:
1)Hikayat
Hikayat yang ditulis pada umumnya dalam dua bentuk yaitu syair dan prosa.syair yang tertua
ditulis pada tahun 1380,yang dipahatkan di atas batu nisan dari makam putrid raja pasi di Minje
Tujoh,Aceh.hal yang menarik adalah syair ini ditulis dalam bahasa Jawa Kuno,padahal kesustraan
yang digubah dan berkembang pada masa kerajaan islam ini banyak ditulis dengan huruf arab.
Hikayat juga ada yang digubah menjadi cerita sejarah,yang dikenal dengan sebutan babad.di
melayu dikenal dengan istilah sajarah,solasilah(silsilah),dan tambo.bebrapa hikayat yang berlatar
peristiwa sejarah adalah hikayat salasilah peruk,hikayat raja-raja pasai dan hikayat hang tuah
2)Babad
Babad adalah cerita sejarah yang umumnya menguraikan tentang peristiwa yang telah terjadi pada
masa lampau.Babad yang ditulis pada masa perkembangan kebudayaan islam diantaranya babad
tanah jawi dan babad giyanti.
Babad giyanti yang ditulis oleh Yasadipura berisi tentang peristiwa yang berhubungan dengan
pecahnya kerajaan Mataram,akibat penerapan politik devide et impera.selain itu,ada pula cerita
yang tergolongg ke dalam babad,yaitu cerita panji yang berkembang luas tidak hanya di
nusantara,tetapi juga berkembang di beberapa Negara di Asia Tenggra.

3)Suluk
Suluk merupakan salah satu jenis kesusastraan yang berkembang pada masa pengaruh islam.suluk
berisi tentang hal-hal yang berhubungan dengan ajaran tasawuf yang sifatnya sangat
pantheistis,yaitu bersatunya manusia dengan tuhan.selain itu,jenis kesusastraan yang dikenal sejenis
suluk adalah primbon.Primbon adalah kitab yang memuat tentang keajaiban-
keajaiban,ramalan,penentuan tentang hari baik dan buruk,dan pemberian nama terhadap suatu
kejadian atau peristiwa.kitab suluk umumnya tidak memiliki judul dan nama penulis.
Suluk yang terkenal diantaranya Suluk Sukarsa,isinya bercerita tentang seorang bernama Sukarsa
yang berusaha mencari ilmu sejati untuk memperoleh kesempurnaan dalam kehidupan.contoh suluk
lainnya yaitu Suluk Wujil,yang berupa kumpulan nasihat dari Sunan Bonang yang diberikan kepada
Wujil,orang yang bertubuh kerdi bekas abdi dari raja majapahit.
B.Kesenian,Pahat,Ukir,Lukis dan Seni Pertunjukan
Sejak masuknya pengaruh agama dan kebudayaan islam,seni pahat,seni ukir,seni lukis,dan
pembuatan relief yang pada masa Hindu-Budha berkembang pesat pada masa ini mengalami
penurunan pesat kecuali di Bali.keterampilan seni pahat,seni lukis,dan ukir menjadi sangat terbatas
dengan objek yang terbatas pula,seperti pola dedaunan,motif bunga,pemandangan alam dan pola-
pola geometris.Pola tersebut sebenarnya sudah ada pada masa Hindu-Budha,tetapi mendapat
tambahan pola baru dengan menggunakan huruf Arab sehingga tercipta aliran seni baru yang
disebut dengan seni kaligrafi.meskipun cabang kesenian seperti seni pahat,ukir,lukis pada masa ini
menjadi sangat terbatas,namun seni pertunjukan wayang masih terus dipertahankan.bahkan
memperoleh banyak penyempurnaan,baik dalam bentuk,tokoh dan gamelan pengiring serta
tembang yang dilakukan oleh para wali.hal ini terjadi karena pada penyebaran islam,terutama di
Jawa para wali menggunakan wayang sebagai media dakwah.
C.Seni Arsitektur
1)Masjid
Masjid adalah bangunan yang digunakan oleh para pengikut islam sebagai tempat untuk
salat.menurut pandangan islam,Allah berada dimana saja sehingga untuk menyembah-Nya dapat
dimana saja asalkan sesuai dengan ketentuan.
Adapun ciri-ciri Masjid:
a)Bentuk bangunannya bujur sangkar
b)Memiliki atap yang ditopang oleh empat buah tiang utama
c)Ruangan sebelah barat tersedia tempat yang melengkung ke dalam untuk pimpinan salat,yang
disebut mihrab.
d)Di sebelah kanan Mihrab tersedia mimbar yang digunakan sebagai tempat khatib berkhotbah
sebelum salat Jum’at dimulai.
e)Oleh karena setiap melaksanakan salat harus menghadap kiblat,masjid pada umumnya
menghadap ke timur ke arah kakbah di mekkah.
Tata letak bangunan masjid pada masa awal pengaruh islam selalu dibangun di dekat keraton
Sagama.pembangunan masjid pada masa awal islam masih dilengkapi dengan gapura pada bagian
depan dan berbentuk candi bentar ataupun kori agung.bangunan ini merupakan ciri khas dari
bangunan yang masih dipengaruhi oleh unsur-unsur hindu.selain unsur hindu,bangunan masjid di
nusantra juga diperkaya dengan unsur budaya daerah dan budaya bangsa lainnya sehingga
bentuknya pun menjadi semakin kaya dan beragam.contohnya daerah Minangkabau banyak masjid
yang menggunakan atap gonjong seperti atap rumah gadang,masjid kebon jeruk di jakarta yang
memperlihatkan pengaruh seni arsitektur Belanda
2) Bangunan Makam
Pada makam islam kuno,seperti makam Maulana Malik Ibrahim,makam raja-raja pasai,dan makam
yang terdapat di kompleks pemakaman Tralaya Majapahit tidak dijumpai makam yang diberi
cungkup.makam kuno yang berada di Tralaya hanya menggunakan jirat yang didatangkan dari luar
nusantara.peletakan makam para bangsawan islam terutama di Jawa,memiliki ciri yang khusus
seperti dibangun di atas perbukitan,diletakkan berkelompok-kelompok menurut hubungan
kekerabatan,diberi batas tembok,dan terdapat gapura pada pintu masuk.
Di Sulawesi Selatan terdapat kompleks makam-makam raja-raja Gowa dan Tallo yang bentuk
makamnya seperti peti dan ditutup dengan Jirat yang disebut kubang,kegiatan mengunjungi makam
pada masa perkembangan islam disebut dengan ziarah,yang pada masa Hindu-Budha juga telah
dilakukan kunjungan seperti pada masa islam ke candi-candi tempat para leluhur di-
dharmakan.tujuan ziarah sebenarnya untuk mengagungkan kebesaran Tuhan dan mendoakan agar
arwah mereka yang meninggal mendapatkan karunia-Nya.
Sejarah agama Islam di Indonesia juga meninggalkan banyak macam peninggalan sejarah yang
masih dirawat sampai saat ini. Tentu kita perlu tahu apa saja peninggalan sejarah dari kerajaan
Islam, yaitu :
1. Masjid Agung Demak

Masjid Agung Demak adalah salah satu masjid paling tua yang ada di Negara Indonesia dan
merupakan Peninggalan Kerajaan Islam di Indonesia. Masjid ini berada di Kampung Kauman,
Kelurahan Bintoro, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah. Masjid Demak
dipercayai warga setempat pernah menjadi tempat berkumpulnya para wali yang
menyebarkan agama Islam di pulau Jawa yang dikenal sebagai Walisongo. Pendiri dari masjid
Agung Demak adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan Demak sekitar tahun ke-15)
2. Masjid Gedhe Kauman
Mesjid Gedhe Kauman Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah masjid raya dari Kesultanan
Yogyakarta, atau Masjid Besar milik Provinsi Yogyakarta, yang berlokasi di sebelah bagian barat
kompleks Alun-alun Utara dari Keraton Yogyakarta. Masjid Gedhe Kauman didirikan oleh Sri
Sultan Hamengku Buwono I bersama dengan Kyai Faqih Ibrahim Diponingrat (penghulu keraton
Yogyakarta pertama) dan Kyai Wiryokusumo sebagai arsitek dari masjid ini. Masjid tersebut
didirikan pada hari Ahad Wage, 29 Mei 1773 M atau 6 Robi’ul Akhir 1187 H.
3. Masjid Ampel
Masjid Ampel adalah sebuah bangunan masjid kuno yang berlokasi di kelurahan Ampel,
kecamatan Semampir, kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Masjid ini memiliki luas 120 x 180
meter persegi ini dibangun pada tahun 1421 oleh Sunan Ampel, yang didekat masjid ini terdapat
kompleks pemakakaman Sunan Ampel.
Masjid ini pada saat sekarang menjadi objek wisata religi di kota Surabaya, masjid ini dikelilingi
oleh bangunan yang memiliki arsitektur Tiongkok dan Arab. Disamping kiri dari halaman masjid,
terdapat sebuah sumur yang diyakini warga setempat sebagai sumur yang bertuah, biasanya
digunakan oleh mereka yang yakin sebagai penguat janji atau sumpah
4. Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat

Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta adalah istana dari Kesultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini terletak di Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, Republik Indonesia. Walaupun kesultanan ini secara resmi telah menyatakan menjadi
bagian dari Republik Indonesia pada tahun 1950, kompleks keraton ini masih difungsikan sebagai
tempat tinggal dari sultan dan rumah tangga istananya yang masih tetap menjalankan tradisi dari
kesultanan hingga sekarang.
Keraton Yogyakarta mulai dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca
dari Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Lokasi dari keraton ini konon cerita warga setempat
adalah bekas dari sebuah pesanggarahan yang memilik nama Garjitawati. Pesanggrahan
Garijitawati digunakan untuk istirahat dari iring-iringan jenazah raja-raja dari KesultananMataram
yang akan dimakamkan di Kompleks Pemakaman Imogiri. Versi lain mengatakan bahwa lokasi dari
keraton ini adalah sebuah mata air yang bernama Umbul Pacethokan, yang terletak di tengah hutan
Beringan.
5. Keraton Surosowan
Peninggalan Kerajaan Islam di Indonesia selanjutnya adalah Keraton Surosowan. Keraton
Surosowan adalah bangunan keraton di daerah Banten. Keraton ini didirikan sekitar tahun 1522-
1526 pada masa kekuasaan Sultan Maulana Hasanuddin, yang kemudian dikenal oleh masyarakat
sekitar sebagai pendiri dari Kesultanan Banten.
Pada masa Sultan Banten berikutnya bangunan keraton tersebut direnovasi bahkan sampai
melibatkan ahli arsitektur dari Belanda, yang bernama Hendrik Lucasz Cardeel yang memeluk
agama Islam yang diberi gelar Pangeran Wiraguna. Dinding pembatas keraton ini setinggi 2 meter
mengitari area keraton sekitar kurang lebih 3 hektare. Keraton Surowowan mirip dengan benteng
Belanda yang kokoh dengan dilengkapi bastion (sudut benteng yang berbentuk intan) di keempat
sudut bangunan keraton ini. Sehingga pada masa jayanya Kesultanan Banten juga disebut sebagai
6. Pemakaman Imogiri
Permakaman Imogiri, Pasarean Imogiri, atau Pajimatan Girirejo Imogiri adalah sebuah kompleks
permakaman yang terletak di Imogiri, Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi DI Yogyakarta.
Permakaman ini dianggap suci dan kramat oleh warga sekitar karena yang dimakamkan disini
adalah raja-raja dan keluarga raja dari Kesultanan Mataram. Makam Imogiri didirikan pada
tahun 1632 oleh Sultan Mataram III Prabu Hanyokrokusumo yang merupakan keturunan dari
Sultan Panembahan Senopati Raja Mataram pertama. Makam ini berada di atas perbukitan yang
masih satu bagian dengan Pegunungan Seribu.
7. Hikayat Amir Hamzah

Hikayat Amir Hamzah adalah sebuah sajak Melayu yang asal mulanya dari Islam – Parsi yang
mengkisahkan tentang kegagahan perjuangan dari Amir Hamzah dalam melakukan dakwah,
menyebarluaskan agama Islam, dari Masyrik sampai Magrib. Kedudukan dari Hikayat Amir
Hamzah sangat populer di masyarakat bangsa Melayu dan biasanya dibaca oleh prajurit ketika mau
berangkat berperang agar timbul semangat dan keberanian ketika berperang.
Sajak ini juga telah diterjemahkan dalam banyak bahasa di dunia dan bahasa di nusantara yaitu
bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Bali, bahasa Sasak, Bahasa Palembang, dan bahasa Aceh serta
bahasa internasional yaitu bahasa Arab, bahasa Hindi, dan bahasa Turki. Salah satu dari
penulis/penyelenggara naskah yang membukukan Hikayat Amir Hamzah adalah Abdul Samad
Ahmad dengansebuah judal yaitu “Hikayat Amir Hamzah (Siri Warisan Sastera Klasik)”. (Baca)
8. Hikayat Hang Tuah
Peninggalan Kerajaan Islam di Indonesia selanjutnya adalah hikayat Hang Tuah. Hikayat Hang
Tuah adalah sebuah karya klasik sastra Melayu yang terkenal dan mengisahkan tentang Hang Tuah.
Pada zaman kemakmuran Kesultanan Malaka, ada seorang bernama Hang Tuah,
yaitu laksamana yang amat terkenal. Dia berasal dari kelas rendah, dan dilahirkan dalam sebuah
gubuk rusak. Tetapi karena keberaniannya, dia amat dikasihi dan dia mendapat kenaikan
pangkatnya. Maka dia menjadi seorang duta dan mewakili negeranya dalam segala urusan
kenegaraan.
Hang Tuah mempunyai sahabat karib yang bernama Hang Jebat, Hang Kesturi, Hang
Lekir dan Hang Lekiu. Dalam hikayat ini diceritakan bahwa Hang Tuah sangat setia terhadap Sri
Sultan. Bahkan ketika dia dikhianati sahabat karibnya, yaitu Hang Jebat yang melakukan
pemberontakan untuk membelanya akhirnya malah dibunuh oleh Hang Tuah.
8. Sjair Abdoel Moeloek
Sjair Abdoel Moeloek adalah syair yang dibuat pada tahun 1847, yang menurut beberapa sumber
ditulis oleh Raja Ali Haji atau putrinya yang bernama Saleha. Syair ini menceritakan tentang
seorang wanita yang sedang menyamar sebagai pria yang bertujuan untuk membebaskan suaminya
yang merupakan tawanan dari Sultan Hindustan, Sultan menawan karena berhasil melakukan
serangan ke kerajaan mereka. Buku syair ini bertemakan tentang penyamaran gender yang
dianggap menata ulang tentang hierarki dari pria dan wanita serta bangsawan dan pelayan. Tema ini
sering ditemukan di sastra kontemporer Jawa dan Melayu.
Sjair Abdoel Moeloek telah berkali-kali dicetak ulang dan diterjemahkan. Syair ini sering diangkat
menjadi lakon panggung dan menjadi dasar cerita dari Sair Tjerita Siti Akbari karya Lie Kim
9. Grebeg Besar Demak

Grebeg Besar Demak adalah sebuah acara budaya tradisional besar dari Kesultanan Demakdan
sebagai Peninggalan Kerajaan Islam di Indonesia. Tradisi Grebeg Besar Demak ini diadakan setiap
tahun pada tanggal 10 Dzulhijah saat Idul Adha. Dimeriahkan oleh karnaval kirap budaya yang
dilaksanakan dari Pendopo Kabupaten Demak hingga ke Makam Sunan Kalijaga yang berada di
Desa Kadilangu, yang jaraknya sekitar 2 kilometer dari tempat acara dimulai.
Demak adalah kerajaan Islam pertama dipulau jawa dan pusat dari penyebaran agama Islam dipulau
Jawa. Berbagai cara dilakukan oleh para Walisongo dalam menyebarluaskan agama Islam, yaitu
dengan cara pendekatan para Wali melalui jalan mengajarkan agama Islam lewat kebudayaan atau
adat istiadat yang telah ada. Karena itu setiap tanggal 10 Dzulhijah umat Islam memperingati Hari
Raya Idul Adha dengan melakukan Sholat Ied dan dilanjutkan dengan acara menyembelih hewan
qurban dan kemudian dilaksanakan acara Grebeg Besar Demak. Pada masa itu, hanya dilaksanakan
dilingkungan Masjid Agung Demak saja dan juga disisipi dengan syiar-syiar keagamaan, sebagai
upaya dari penyebarluasaan agama Islam dipulau jawa oleh Wali Sanga.
10. Masjid Raya Baiturrahman
Masjid Raya Baiturrahman adalah sebuah bangunan masjid dari Kesultanan Aceh yang didirikan
oleh Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam pada abad 1022 H/1612 M. Bangunan ini indah dan
megah yang mirip dengan Taj Mahal yang ada di India ini berlokasi di Kota Banda Aceh dan
menjadi titik pusat dari segala kegiatanyang di Aceh Darussalam.
Sewaktu Negara Belanda menyerang Kesultanan Aceh pada agresi yang dilakukan tentara Belanda
pada Bulan Shafar 1290 Hijriah/10 April 1873 Masehi, Masjid Raya Baiturrahman dibakar oleh
tentara Belanda. Pada tahun 1877 Belanda mendirikan kembali Masjid Raya Baiturrahman untuk
menarik simpati masyarakat Aceh dan meredam kemarahan dari Bangsa Aceh. Pada masa itu
Kesultanan Aceh masih berada di bawah kekuasaan Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat
yang adalah Sultan Aceh paling akhir.
11. Istana Maimun

Istana Maimun adalah istana dari Kesultanan Deli yang merupakan salah satu ikon dari
kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, yang berlokasi di Jalan Brigadir Jenderal Katamso,
Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Medan Maimun.
Didesain oleh arsitek yang berasal dari Italia dan didirikan oleh Sultan Deli yang bernama Sultan
Mahmud Al Rasyid. Pembangunan dari istana ini dilakukan pada tanggal 26 Agustus 1888 dan
selesai pada tanggal 18 Mei 1891. Istana Maimun ini memiliki luas mencapai 2.772 m 2 dan
memiliki 30 ruangan. Istana Maimun sendiri terdiri dari 2 lantai dan mempunyai 3 bagian yaitu
bangunan induk, bangunan sayap kiri dan bangunan sayap kanan. Bangunan istana tersebut
menghadap ke arah utara dan pada sisi depan bangunan istana ini terdapat sebuah bangunan Masjid
Al-Mashun atau Masjid Raya Medan.
12. Keraton Surakarta Hadiningrat
Keraton Surakarta adalah istana milik Kasunanan Surakarta yang berlokasi di Kota Surakarta,
Provinsi Jawa Tengah. Keraton ini dibangun oleh Susuhunan Pakubuwana II pada
tahun 1744 sebagai ganti dari Istana/Keraton Kartasura yang hancur lebur akibat Geger
Pecinan 1743.
Susuhunan Pakubuwana II pada saat itu memerintahkan Tumenggung Hanggawangsa dan
Tumenggung Mangkuyudha, serta komandan dari pasukan Belanda yang bernama J.A.B. van
Hohendorff, untuk mencari lokasi ibu kota/keraton yang baru. Dibangunlah keraton baru di Desa
Sala, tidak jauh dari sungai Bengawan Solo. Untuk melakukan pembangunan keraton, Susuhunan
Pakubuwana II membeli tanah dari akuwu (lurah) Desa Sala yang bernama Ki Gede Sala.
13. Tabuik

Tabuik adalah perayaan lokal dalam rangka


merayakan Asyura yaitu gugurnya Imam Husain, cucu dari Nabi Muhammad, yang dilaksanakan
oleh masyarakat Minangkabau di daerah pantai Provinsi Sumatera Barat, khususnya di Kota
Pariaman. Festival ini menampilkan sebuah drama dari Pertempuran Karbala, dan dengan
memainkan drum tassa dan dhol. Upacara mengarungkan tabuik ke laut dilaksanakan setiap tahun
di Kota Pariaman pada tanggal 10 Muharram sejak 1831. Upacara Tabuik diperkenalkan di daerah
ini oleh Pasukan Tamil Muslim Syi’ah dari Negeri India, yang tinggal didaerah sini pada masa
pemerintahan dari Negara Inggris di Sumatera bagian barat.
Disusun oleh :

WIDIA NURAISAH
WIDIA ASTIANI
ADAH HADI MUKHLISIN
EEP SAEPULOH

XI - IPS

MA ULUL ALBAB CIWIDEY


2019 - 2020

Anda mungkin juga menyukai