Indonesia pernah menjadi mercusuar peradaban ketika tanah dan airnya berada di masa
kepemimpinan kerajaan-kerajaan besar Islam. Reputasi sebagai destinasi dagang dunia menemukan
masa kejayaannya di periode ini. Nusantara menjadi spot penting dalam peta perdagangan dunia.
Banyak kapal dagang asing yang datang membeli kekayaan alam gugusan pulau ini. Islamisasi
yang tadinya merupakan produk dialog antara orang Arab dan pribumi, menjadi pintu gerbang bagi
munculnya pengaruh Islam dalam kerajaan Nusantara. Oleh sebab banyaknya kerajaan Islam yang
pernah bertahta di negeri ini, agar lebih fokus maka akan dibahas secara satu per satu seperti di
bawah ini:
1. Kerajaan Perlak
Munculnya kerajaan ini dalam sejarah Nusantara merupakan reaksi dari ramainya kapal-
kapal dagang Timur Tengah yang bertransaksi di bandar-bandar sekitar Selat Malaka. Mereka
melewati pesisir barat Sumatra, masuk ke selat Sunda melalui Singapura menuju Kanton (China).
Pembukaan jalur baru ini membawa keuntungan bagi perkembangan Perlak. Memasuki abad ke-8,
Perlak sudah dikenal oleh dunia internasional sebagai bandar dagang yang aman dan ramai. Di
bandar ini, para saudagar Islam bukan hanya melakukan kegiatan jual beli, tetapi juga menjalin
dialog intensif. Komunikasi serta percampuran budaya yang kian intens antara penduduk setempat
dengan pedagang Timur Tengah turut mempermudah pendirian kerajaan Perlak. Raja pertamanya
bernama Sayid Maulana Abdul Aziz Syah, seorang keturunan Arab Quraisy. Ia memerintah 1161-
1186 dan bergelar Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah.
Kemajuan Perlak mulai terasa ketika menginjak masa pemerintahan raja kelima, yakni
Sultan Mahdum Alaiddin Abdul Kadir Syah (memerintah 1239-1243). Di masa ini regulasi kerajaan
mengalami amandemen. Guna menyokong peran kerajaan mengupayakan kesejahteraan yang lebih
efektif, ditetapkanlah suatu kebijakan mengangkat Mufti Besar sebagai pendamping raja. Selain itu
reorganisasi manajemen kekayaan negara diadakan dengan pendirian lembaga perbendaharaan dan
baitul mal. Mulai masa ini pula, dalam memimpin kerajaan, raja dibantu oleh Jawatan Kadhi Besar.
Perkembangan Islam baru meluas dan menguat di seluruh Aceh dengan pusatnya di Perlak,
ketika kerajaan dipimpin oleh raja keenam bergelar Sultan Mahdum Alaiddin Amin Syah bin Malik
Abdul Kadir (memerintah 1243-1267). Kekerabatan antarkerajaan Muslim mulai terjalin dengan
baik di masa ini. Sang Raja memiliki dua anak perempuan yang dipersunting oleh dua raja besar; 1)
Putri Ganggang Sari menikah dengan Sultan Malikussaleh, Raja Samudra Pasai pertama; 2) Putri
Ratna Kemala menikah dengan Raja Iskandar Syah dari Tumasik (leluhur raja-raja Malaka).
Selain itu, intensitas perdagangan Perlak juga mengalami kenaikan. Sultan membuka spot
perdagangan baru yakni Pelabuhan Basma yang terletak di antara Kuala Perlak dan Kuala Jambo
Air. Dengan kata lain, letaknya di tengah dua aliran sungai. Di masa ini pula dibangun lembaga
pendidikan terkemuka bernama Dayah Cot Kala di Bajeun.2 Salah satu guru besarnya bernama
Teungku Muhammad Amin atau yang lebih dikenal dengan sebutan Teungku Cot Kala.
2. Kerajaan Linge
Kerajaan ini merupakan satu diantara kerajaan yang belum banyak diketahui umum. Jika
sebelumnya, ketika membaca sejarah Aceh yang dikenal hanya kerajaan Perlak, Samudra Pasai dan
Aceh Darussalam, maka seyogyanya kerajaan ini
diperkenalkan sebagai bentuk pembaruan sejarah. Kerajaan ini merupakan bentuk dinamika
dakwah di pedalaman Aceh. Selain itu, hal yang bisa ditelisik lainnya adalah adanya
kesinambungan kekerabatan antarkerajaan di Aceh. Meurah Ishak adalah Pengeran Perlak yang
mendirikan kerajaan Linge. Keturunannya yang bernama Adi Genali adalah ayah Meurah Johan
yang kelak mendirikan kerajaan Aceh yang dikemudian hari berganti menjadi Aceh Darussalam.
Kerajaan Lingge di dataran tinggi Gaoyo (sekarang Aceh Tengah) semakin berkembang, ketika
diperintah oleh Adi Genali raja ke 4 yang dinobatkan tahun 1025. Seiring dengan semakin
sejahteranya kehidupan masyarakatnya, Adi Genali membentuk Sarak Opat dan mendirikan
kerajaan-kerajaan kecil (satelit) di daerah Seurule, Samar Kilang dan di pinggiran Danau Laut
Tawar dan Gayo Lues. Raja Adi Genali kemudian mempersunting seorang putri kerajaan Johor dan
dikaruniai 4 orang anak: Johansyah, Joharsyah, Meurah Lingge, dan Jampuk Lingge.
6. Kerajaan Jambi
Pada abad 11, Jambi pernah menjadi kerajaan bahari terbesar di Nusantara, yaitu tempat
berpijak bagi kerajaan Sriwijaya, sebelum dipindahkan ke Palembang. Setelah kerajaan tersebut
surut, Jambi mengalami kehilangan pamor sehingga keadaannya dilupakan sejarah. Memasuki abad
16, terjadi pemusatan beberapa bandar besar di Nusantara, yakni Aceh, Johor, Pelembang, tak
terkecuali Jambi. Membludaknya gelombang kedatangan pedagang asing membuat perekonomian
Jambi kembali berdenyut dan menapaki masa keemasannya.
Selain mendapat keuntungan sebagai pelabuhan trasit, penjualan lada juga termasuk
penyumbang perbendaharaan kerajaan. Lada tersebut dipasok dari daerah pedalaman, yakni
Minangkabau dan didistribusikan ke pasar pelabuhan melalui jalur sungai Batanghari. Komoditas
rempah ini menjadi elemen tunggal penggerak roda niaga Jambi. Tanpa lada, dapat dipastikan
pelabuhan di sana sepi pengunjung, karena tidak ada lagi barang bernilai yang menjadi
substitusinya (penggantinya).
Kerajaan Jambi pernah menjadi vassal kerajaan Mataram. Kedudukan ini di kemudian hari sering
digunakan sebagai tameng yang menghalau Palembang maupun Banten yang berupaya memperluas
kekuasaan dengan menudundukkan Jambi. Mengetahui hal tersebut, Palembang pun sungkan untuk
melancarkan pelebaran pengaruhnya, mengingat Palembang masih menaruh hormat kepada
Mataram.
Sistem pemerintahan di kerajaan Jambi tergolong unik. Jalannya pemerintahan dipegang
oleh raja “yang tua” yang lazim disebut Sultan dan raja “yag muda” atau Pangeran Ratu (putra
mahkota). Masing-masing dari mereka memiliki basis pendukung kekuasaannya tersendiri dan
diperkenankan membuat tanda kebesaran yang satu sama lain berbeda. Terbelahnya kekuasaan
inilah yang membuat Jambi berbeda dengan kerajaan lain. Otoritas kerajaan tidaklah tertalu otoriter
mengingat kompromi antardua raja kerapkali terjadi. Hal ini amat berbeda dengan Aceh dan
Mataram ayang keputusan tunggal melulu berada di tangan rajanya. Fungsi dua raja ini semata-
mata bukanlah menandakan dua kepemimpinan yang berbeda, namun justru dimaknai sebagai
bentuk integritas Jambi.
Perekonomian di Jambi lebih banyak didominasi oleh peran para saudagar asing. Di antara
mereka ada yang diplot sebagai pejabat syahbandar yang diberi mandat untuk mengorganisasikan
sistem pelayaran dan perdagangan yang baik. Batanghari menjadi penyokong utama lancarnya
distribusi barang dari pedalaman ke pesisir. Laiknya beberapa kerajaan di Kalimantan, sungai
berperan besar sebagai jalur tak tergantikan dalam menjaga agar stok barang tetap tersedia.
Optimalisasi peran sungai agaknya menjadi perhatian di masa kini. Memori masa lalu
sebagai salah satu kampiun perdagangan dunia, bukan hanya disematkan pada daerah pesisir
semata, namun melihat pula pada peran sungainya. Merupakan suatu langkah menguntungkan jika
potensi sungai negeri ini kembali dibangkitkan sehingga diharapkan menjadi alternatif pendapatan
negara. Implikasi dari modernisasi peran sungai salah satunya adalah mendayagunakan peran para
petani pedalaman.
Dalam Suma Oriental yang ditulis oleh Tome Pires disebutkan ada tiga kerajaan Islam
bernama Siak, Kampar dan Indragiri, yang sekarang masuk dalam wilayah Riau. Belum dapat
dipastikan, sejak kapan ketiga kerajaan ini mulai menganut Islam, namun diberitakan, sudah ada
pedagang-pedagang Islam dari Arab dan daerah Timur Tengah lainnya, memegang peran penting
dalam perdagangan dan pelayaran di perairan Malaka pada abad 7 dan 8 Masehi.
Berdasarkan informasi Tome Pires, Kerajaan Siak, Kampar dan Indragiri memiliki relasi
niaga yang kuat dengan bandar Malaka, bahkan mengirimkan upeti ke kerajaan itu. Ketiga kerajaan
ini memang diakui sebagai vassal kerajaan Malaka. Keadaan ini terjadi ketika Malaka diperintah
oleh Sultan Mansur Syah (w.1477). Bahkan, pada era kepemerintahan anaknya, Sultan Alauddin
Riayat Syah (w.1488) sebagian pulau di Selat Malaka, termasuk Lingga, Riau berada dibawah
kekuasaan Malaka.
Ketiga kerajaan ini memiliki hasil alam yang melimpah. Tome Pires menyebutkan beberapa
komoditas negeri-negeri itu antara lain adalah Siak menghasilkan padi, madu, lilin, rotan, bahan-
bahan apotek dan emas. Kampar menjadi distributor emas, lilin, madu, biji-bijian dan kayu gaharu.
Sedangkan Indragiri memiliki hasil alam serupa dengan Kampar, namun emasnya didapatkan dari
Minangkabau.
Meskipun peran serta pengaruh ketiga kerajaan ini tidaklah sebesar Malaka dan Aceh
Darussalam, keberadaan mereka justru amat penting sebagai lumbung hasil alam yang menarik para
saudagar asing. Sebagaimana disebutkan oleh Slamet Muljana, kerajaan Malaka sendiri bukanlah
kerajaan yang kaya dari hasil alamnya. Kerajaan ini hanya memfasilitasi dan memanjakan penjual
dan pembeli dengan membangun pusat perkulakan yang memadai, sedangkan komoditasnya
berasal dari negeri-negeri lain. Lada ungulan disana berasal dari Banten, beras dari Jawa,
sedangkan komoditas penting lainnya didapatkan dari Sumatra Timur.
Kerjasama ketiga kerajaan Riau dengan Malaka tersebut merupakan gambaran tentang
pentingnya mengkonsentrasikan beberapa provinsi maupun daerah sebagai lumbung komoditas
alam serta hasil bumi tertentu. Memang, hal itu sudah ada di masa kini, namun penanganannya
belumlah maksimal. Wawasan kesejarahan ini diharapkan mampu membentuk paradigma berpikir
ekonomi yang lebih partisipatif terhadap pertumbuhan bangsa.
8. Kerajaan Demak
Demak merupakan pewaris terdepan dari kejayaan Majapahit dan menjadi sentral
penyebaran Islam awal di pulau Jawa. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah sekitar abad 15
dibantu oleh beberapa orang ulama yang kemudian dikenal sebagai Wali Songo. Pola dakwah
mereka yang akomodatif dengan tradisi, serta memberikan solusi bagi persoalan-persoalan aktual
masyarakat kala itu, menyebabkan dakwah mereka kian meluas, yang berarti pula ikut melebarkan
pengaruh Demak di pedalaman Jawa. Wawasan terbuka (inklusif) dalam syiar Islam memang
menjadi strategi jitu kesuksesan dakwah para wali.
Banyak produk budaya hasil pembauran Islam dan Jawa yang semula dijadikan alat
dakwah, kini menjadi kekayaan kebudayaan bangsa ini. salah satunya adalah Gapura. Bangunan
kembar ada di sisi kiri kanan jalan, merupakan salah satu buah kecerdasan Sunan Kalijaga, salah
satu anggota Wali Songo. Gapura berasal dari bahasa Arab “ghafura” yang berarti “ampunan”.
Awalnya, bangunan ini dibangun sebagai pintu pertunjukan wayang. Seorang yang akan menonton
pertujukkan wayang, harapanya setelah melewati bangunan ini lalu mendapat ampunan Tuhan.
dengan cara simpatik ini, orang menjadi tidak takut dan semakin mantab menjadi Muslim.
Ekonomi kerajaan banyak disokong dari aspek kemaritiman. Hal ini terjadi setelah
Trenggono, raja Demak kedua, melakukan serangkaian penguatan pengaruh politik di Jawa. Upaya
ini membawa angin segar bagi perluasan dakwah Islam bahkan hingga menyentuh sebrang lautan,
yakni sampai ke Kalimantan Selatan. Perlahan wilayah pantai Jawa berada dibawah kontrol Demak.
Tercatat beberapa pelabuhan besar seperti Sunda Kelapa, Cirebon, Gresik dan daerah sekitar sungai
Serayu menyatakan kesetiaan pada Demak.
Salah satu aspek yang menonjol dari kerajaan ini adalah di ranah dakwah Islamnya.
Besarnya kerajaan ini bergantung pada luasnya dakwah para wali. Akulturasi budaya yang kerap
digunakan dalam dakwah mencerminkan bahwa Islam dapat menjadi agama dominan di negeri ini
adalah dilakukan dengan jalan yang damai, penuh harmoni dan jauh dari kekerasan seperti yang
belakangan terjadi. Strategi dakwah Walisongo terbukti efektif mengajak penduduk Jawa untuk
kembali bangkit dan berkarya berpayungkan pemerintahan dan agama baru.
9. Kerajaan Pajang
Kerajaan Pajang didirikan oleh Jaka Tingkir, menantu Sultan Demak yang terakhir (Sultan
Trenggono). Jaka Tingkir dinobatkan menjadi Sultan Pajang bergelar Adiwijaya. Ia memperluas
pengaruh ke beberapa daerah sekitarnya: Jipang, Demak, dan daerah pesisir utara Jawa seperti
Jepara dan Pati dan ke arah barat sampai Banyumas.
Kendati kiprah Kerajaan Pajang dalam bentangan sejarah Jawa tergolong singkat, namun
keberadaannya amat penting sebagai stabilisator bagi kekuatan-kekuatan yang bertikai. Ketika elite
istana terlibat persengketaan suatu masalah, Jaka Tingkir muncul untuk mengurai dan meredam
peristiwa tersebut. Dengan kelihaian serta kecerdasannya, ia mampu membuka belenggu lingkaran
kekuasaan yang semula didominasi oleh silang sengkarut ambisi pewaris tahta. Sosok Joko Tingkir
menunjukkan bahwa ketika istana mengalami kebuntuan, rakyat akan selalu siap menampilkan
sosok alternatif guna menyelamatkan pemerintahan.
Perpindahan kekuasaan dari Demak ke Pajang hingga Mataram diliputi oleh pergeseran
pusat pemerintahan dari daerah pinggir pantai ke pedalaman, yang ikut pula menggantikan
perspektif maritim menjadi agraris.
Perkawinan
Sebagian para pedagang Islam ada yang menetap di Indonesia dan para pedagang ini menikah
dengan wanita Indonesia, terutama putri raja atau bangsawan. Karena pernikahan itulah, maka
banyak keluarga raja atau bangsawan masuk Islam. Ketika keluarga raja dan bangsawan memeluk
agam islam, akhirnya diikuti oleh rakyatnya. Dengan demikian Islam cepat berkembang.
Pendidikan
Perkembangan Islam yang cepat menyebabkan muncul tokoh ulama yang menyebarkan Islam
melalui pendidikan dengan mendirikan pondok-pondok pesantren. Pesantren adalah tempat pemuda
pemudi menuntut ilmu yang berhubungan dengan agama Islam. Setelah para pelajar tersebut selesai
dalam menuntut ilmu mengenai agama Islam, mereka mengajarkan kembali ilmu yang
diperolehnya kepada masyarakat sekitar, hingga akhirnya masyarakat sekitar menjadi pemeluk
agama Islam.
Politik
Seorang raja mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar dan memegang peranan penting
dalam proses penyebaran agama Islam tersebut. Jika raja sebuah kerajaan memeluk agama Islam,
maka rakyatnya akan memeluk agama Islam juga. Alasannya karena masyarakat Indonesia
memiliki kepatuhan yang tinggi terhadap rajanya. Demi kepentingan politik maka Raja akan
mengadakan perluasan wilayah kerajaan, yang diikuti dengan penyebaran agama Islam.
Melalui Dakwah di Kalangan Masyarakat
Masyarakat Indonesia sendiri memilki para pendakwah yang menyebarkan Islam di lingkungannya,
seperti Dato’ri Bandang menyebarkan agama Islam di daerah Gowa, Sulawesi Selatan; Tua
Tanggang Parang menyebarkan Islam di daerah Kutai, Kalimantan Timur; Penghulu dari Demak
menyebarkan agama Islam di kalangan para bangsawan Banjar, Kalimantan Selatan; Para Wali
menyebarkan agama Islam di Jawa dan ada 9 wali yang terkenal, mereka memegang beberapa
peran di kalangan masyarakat sebagai penyebar agama Islam, pendukung kerajaan-kerajaan Islam,
penasihat raja-raja Islam dan pengembang kebudayaan daerah yang telah disesuaikan dengan
budaya Islam. Atas perannya para wali sangat terkenal di kalangan masyarakat.
Seni Budaya
Perkembangan Islam juga melalui seni budaya, seperti bangunan (masjid), seni pahat, seni tari, seni
musik, dan seni sastra. Beberapa seni ini banyak dijumpai di Jogjakarta, Solo, dan Cirebon. Seni ini
dibuat dengan cara mengakrabkan budaya daerah setempat dengan ajaran Islam yang disusupkan
ajaran tauhid yang dibuat sederhana, sehalus dan sedapat mungkin memanfaatkan tradisi lokal.
Peranan Para Wali dan Ulama
Salah satu cara penyebaran agama Islam ialah dengan cara mendakwah. Di samping sebagai
pedagang, para pedagang Islam juga berperan sebagai mubaligh. Ada juga para mubaligh yang
datang bersama pedagang dengan misi agamanya. Penyebaran Islam melalui dakwah ini berjalan
dengan cara para ulama mendatangi masyarakat objek dakwah, dengan menggunakan pendekatan
sosial budaya. Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis budaya setempat yang
dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya. Di samping itu, para ulama ini juga mendirikan pesantren-
pesantren sebagai sarana pendidikan Islam. Di Pulau Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh
Walisongo (9 wali). Wali ialah orang yang sudah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan
diri kepada Allah. Para wali ini dekat dengan kalangan istana. Merekalah orang yang memberikan
pengesahan atas sah tidaknya seseorang naik tahta. Mereka juga adalah penasihat sultan. Karena
dekat dengan kalangan istana, mereka kemudian diberi gelar sunan atau susuhunan (yang dijunjung
tinggi).
Kesembilan wali tersebut adalah seperti berikut.
(1) Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim). Inilah wali yang pertama datang ke Jawa pada abad ke-
13 dan menyiarkan Islam di sekitar Gresik. Dimakamkan di Gresik, Jawa Timur.
(2) Sunan Ampel (Raden Rahmat). Menyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Beliau
merupakan perancang pembangunan Masjid Demak.
(3) Sunan Derajad (Syarifudin). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan agama di sekitar Surabaya.
Seorang sunan yang sangat berjiwa sosial.
(4) Sunan Bonang (Makdum Ibrahim). Anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan Islam di Tuban,
Lasem, dan Rembang. Sunan yang sangat bijaksana.
(5) Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/Jaka Said). Murid Sunan Bonang. Menyiarkan Islam di Jawa
Tengah. Seorang pemimpin, pujangga, dan filosof. Menyiarkan agama dengan cara menyesuaikan
dengan lingkungan setempat.
(6) Sunan Giri (Raden Paku). Menyiarkan Islam di luar Jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa
Tenggara, dan Maluku. Menyiarkan agama dengan metode bermain.
(7) Sunan Kudus (Jafar Sodiq). Menyiarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah. Seorang ahli seni
bangunan. Hasilnya ialah Masjid dan Menara Kudus.
(8) Sunan Muria (Raden Umar Said). Menyiarkan Islam di lereng Gunung Muria, terletak antara
Jepara dan Kudus, Jawa Tengah. Sangat dekat dengan rakyat jelata.
(9) Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Menyiarkan Islam di Banten, Sunda Kelapa, dan
Cirebon. Seorang pemimpin berjiwa besar.
Sunan Kalijaga
Tembang Tombo Ati yang mengajari ajaran Islam misalnya, sebenarnya adalah ciptaan Sunan
Bonang. Sedangkan lagu lir ilir merupakan ciptaan Sunan Kalijaga. Kedua tembang ini bertujuan
untuk mengajak masyarakat agar lebih bertakwa. Kemudian ada juga tembang Sinom dan Kinanthi
yang merupakan ciptaan Sunan Muria yang dibuat dengan tujuan yang sama.
3. Perayaan dan Adat yang Diarahkan Agar Lebih Islami
Sunan Kalijaga paham betul bahwa masyarakat Jawa menyukai perayaan apalagi jika diiringi
dengan musik gamelan. Karena itulah para wali kemudian menyelenggarakan Sekaten dan Grebeg
Maulud yang diselenggarakan pada hari lahir Nabi Muhammad SAW.
Gamelan saat perayaan Sekaten
Dalam perayaan ini, gamelan diperdengarkan untuk mengundang penduduk. Kemudian diikuti
dengan dakwah dan pemberian sedekah Raja berupa gunungan. Dengan cara ini, maka masyarakat
kemudian semakin tertarik untuk mempelajari Islam.
Selain itu, tradisi adat Jawa yang mengirim sesaji dan selamatan kemudian diubah dan diarahkan
dengan cara yang lebih Islami. Selamatan dilakukan tapi niat dan doanya bukan kepada dewa, tapi
kepada Allah. Dan makanan tidak digunakan sebagai sesaji untuk dewa, tapi dibagikan sebagai
sedekah kepada penduduk setempat.
4. Pendidikan
Selain cara-cara akulturasi budaya, Islam juga disebarkan melalui pendidikan pondok pesantren.
Pesantren ini mendidik para santri dari berbagai daerah agar lebih memahami dan mampu
mengamalkan tentang Islam.
Setelah para santri tamat pendidikan pesantren, mereka kemudian bisa mendirikan pesantren baru
di daerah asalnya. Dengan demikian agama Islam bisa berkembang dan menyebar dengan lebih
cepat.
5. Banyak Membantu Masyarakat
Salah satu langkah terbaik untuk membuat seseorang tertarik untuk mempelajari agama adalah
dengan memberi contoh lewat akhlak. Nah, para wali ini mencontohkan sikap yang lembut, dan
suka membantu sehingga mereka banyak disukai oleh masyarakat.
Sunan Giri
Sunan Giri misalnya terkenal di kalangan kasta rendah yang selalu ditindas oleh mereka dari kasta
yang lebih tinggi. Ia menjelaskan bahwa dalam Islam semua kedudukan manusia adalah sama. Para
wali juga membantu masyarakat dalam hal pengobatan, membantu membuat aliran air untuk sawah
masyarakat, dan masih banyak lagi. Dengan menunjukkan sikap seperti inilah banyak orang yang
kemudian tertarik untuk mendalami Islam.
Pada masa itu, masyarakat Jawa memang masih lekat dengan kepercayaan nenek moyang. Islam
yang baru masuk Nusantara akan sulit berkembang jika disebarkan dengan cara yang agresif atau
melalui kekerasan. Maka dari itu para wali kemudian berusaha mengenalkan Islam kepada
masyarakat dengan cara yang lebih bersahabat. Ternyata usaha ini juga berhasil, terbukti dengan
banyaknya penganut agama Islam pada masa itu hingga sekarang.
1.Budaya
Hasil kebudayaan islam yang penting akan diuraikan sebagai berikut.:
a.Kesusastraan
Perkembangan pesat seni sastra terutama terdapat di Malaka dan Jawa.di Malaka,kesusastraan
merupakan hal yang baru sedangkan di Jawa merupakan perkembangan dari kesusastraan yang
sudah ada sejak masa hindu-budha.
Beberapa bentuk dan jenis kesustraan yang berkembang pada masa islam meliputi:
1)Hikayat
Hikayat yang ditulis pada umumnya dalam dua bentuk yaitu syair dan prosa.syair yang tertua
ditulis pada tahun 1380,yang dipahatkan di atas batu nisan dari makam putrid raja pasi di Minje
Tujoh,Aceh.hal yang menarik adalah syair ini ditulis dalam bahasa Jawa Kuno,padahal kesustraan
yang digubah dan berkembang pada masa kerajaan islam ini banyak ditulis dengan huruf arab.
Hikayat juga ada yang digubah menjadi cerita sejarah,yang dikenal dengan sebutan babad.di
melayu dikenal dengan istilah sajarah,solasilah(silsilah),dan tambo.bebrapa hikayat yang berlatar
peristiwa sejarah adalah hikayat salasilah peruk,hikayat raja-raja pasai dan hikayat hang tuah
2)Babad
Babad adalah cerita sejarah yang umumnya menguraikan tentang peristiwa yang telah terjadi pada
masa lampau.Babad yang ditulis pada masa perkembangan kebudayaan islam diantaranya babad
tanah jawi dan babad giyanti.
Babad giyanti yang ditulis oleh Yasadipura berisi tentang peristiwa yang berhubungan dengan
pecahnya kerajaan Mataram,akibat penerapan politik devide et impera.selain itu,ada pula cerita
yang tergolongg ke dalam babad,yaitu cerita panji yang berkembang luas tidak hanya di
nusantara,tetapi juga berkembang di beberapa Negara di Asia Tenggra.
3)Suluk
Suluk merupakan salah satu jenis kesusastraan yang berkembang pada masa pengaruh islam.suluk
berisi tentang hal-hal yang berhubungan dengan ajaran tasawuf yang sifatnya sangat
pantheistis,yaitu bersatunya manusia dengan tuhan.selain itu,jenis kesusastraan yang dikenal sejenis
suluk adalah primbon.Primbon adalah kitab yang memuat tentang keajaiban-
keajaiban,ramalan,penentuan tentang hari baik dan buruk,dan pemberian nama terhadap suatu
kejadian atau peristiwa.kitab suluk umumnya tidak memiliki judul dan nama penulis.
Suluk yang terkenal diantaranya Suluk Sukarsa,isinya bercerita tentang seorang bernama Sukarsa
yang berusaha mencari ilmu sejati untuk memperoleh kesempurnaan dalam kehidupan.contoh suluk
lainnya yaitu Suluk Wujil,yang berupa kumpulan nasihat dari Sunan Bonang yang diberikan kepada
Wujil,orang yang bertubuh kerdi bekas abdi dari raja majapahit.
B.Kesenian,Pahat,Ukir,Lukis dan Seni Pertunjukan
Sejak masuknya pengaruh agama dan kebudayaan islam,seni pahat,seni ukir,seni lukis,dan
pembuatan relief yang pada masa Hindu-Budha berkembang pesat pada masa ini mengalami
penurunan pesat kecuali di Bali.keterampilan seni pahat,seni lukis,dan ukir menjadi sangat terbatas
dengan objek yang terbatas pula,seperti pola dedaunan,motif bunga,pemandangan alam dan pola-
pola geometris.Pola tersebut sebenarnya sudah ada pada masa Hindu-Budha,tetapi mendapat
tambahan pola baru dengan menggunakan huruf Arab sehingga tercipta aliran seni baru yang
disebut dengan seni kaligrafi.meskipun cabang kesenian seperti seni pahat,ukir,lukis pada masa ini
menjadi sangat terbatas,namun seni pertunjukan wayang masih terus dipertahankan.bahkan
memperoleh banyak penyempurnaan,baik dalam bentuk,tokoh dan gamelan pengiring serta
tembang yang dilakukan oleh para wali.hal ini terjadi karena pada penyebaran islam,terutama di
Jawa para wali menggunakan wayang sebagai media dakwah.
C.Seni Arsitektur
1)Masjid
Masjid adalah bangunan yang digunakan oleh para pengikut islam sebagai tempat untuk
salat.menurut pandangan islam,Allah berada dimana saja sehingga untuk menyembah-Nya dapat
dimana saja asalkan sesuai dengan ketentuan.
Adapun ciri-ciri Masjid:
a)Bentuk bangunannya bujur sangkar
b)Memiliki atap yang ditopang oleh empat buah tiang utama
c)Ruangan sebelah barat tersedia tempat yang melengkung ke dalam untuk pimpinan salat,yang
disebut mihrab.
d)Di sebelah kanan Mihrab tersedia mimbar yang digunakan sebagai tempat khatib berkhotbah
sebelum salat Jum’at dimulai.
e)Oleh karena setiap melaksanakan salat harus menghadap kiblat,masjid pada umumnya
menghadap ke timur ke arah kakbah di mekkah.
Tata letak bangunan masjid pada masa awal pengaruh islam selalu dibangun di dekat keraton
Sagama.pembangunan masjid pada masa awal islam masih dilengkapi dengan gapura pada bagian
depan dan berbentuk candi bentar ataupun kori agung.bangunan ini merupakan ciri khas dari
bangunan yang masih dipengaruhi oleh unsur-unsur hindu.selain unsur hindu,bangunan masjid di
nusantra juga diperkaya dengan unsur budaya daerah dan budaya bangsa lainnya sehingga
bentuknya pun menjadi semakin kaya dan beragam.contohnya daerah Minangkabau banyak masjid
yang menggunakan atap gonjong seperti atap rumah gadang,masjid kebon jeruk di jakarta yang
memperlihatkan pengaruh seni arsitektur Belanda
2) Bangunan Makam
Pada makam islam kuno,seperti makam Maulana Malik Ibrahim,makam raja-raja pasai,dan makam
yang terdapat di kompleks pemakaman Tralaya Majapahit tidak dijumpai makam yang diberi
cungkup.makam kuno yang berada di Tralaya hanya menggunakan jirat yang didatangkan dari luar
nusantara.peletakan makam para bangsawan islam terutama di Jawa,memiliki ciri yang khusus
seperti dibangun di atas perbukitan,diletakkan berkelompok-kelompok menurut hubungan
kekerabatan,diberi batas tembok,dan terdapat gapura pada pintu masuk.
Di Sulawesi Selatan terdapat kompleks makam-makam raja-raja Gowa dan Tallo yang bentuk
makamnya seperti peti dan ditutup dengan Jirat yang disebut kubang,kegiatan mengunjungi makam
pada masa perkembangan islam disebut dengan ziarah,yang pada masa Hindu-Budha juga telah
dilakukan kunjungan seperti pada masa islam ke candi-candi tempat para leluhur di-
dharmakan.tujuan ziarah sebenarnya untuk mengagungkan kebesaran Tuhan dan mendoakan agar
arwah mereka yang meninggal mendapatkan karunia-Nya.
Sejarah agama Islam di Indonesia juga meninggalkan banyak macam peninggalan sejarah yang
masih dirawat sampai saat ini. Tentu kita perlu tahu apa saja peninggalan sejarah dari kerajaan
Islam, yaitu :
1. Masjid Agung Demak
Masjid Agung Demak adalah salah satu masjid paling tua yang ada di Negara Indonesia dan
merupakan Peninggalan Kerajaan Islam di Indonesia. Masjid ini berada di Kampung Kauman,
Kelurahan Bintoro, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah. Masjid Demak
dipercayai warga setempat pernah menjadi tempat berkumpulnya para wali yang
menyebarkan agama Islam di pulau Jawa yang dikenal sebagai Walisongo. Pendiri dari masjid
Agung Demak adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan Demak sekitar tahun ke-15)
2. Masjid Gedhe Kauman
Mesjid Gedhe Kauman Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah masjid raya dari Kesultanan
Yogyakarta, atau Masjid Besar milik Provinsi Yogyakarta, yang berlokasi di sebelah bagian barat
kompleks Alun-alun Utara dari Keraton Yogyakarta. Masjid Gedhe Kauman didirikan oleh Sri
Sultan Hamengku Buwono I bersama dengan Kyai Faqih Ibrahim Diponingrat (penghulu keraton
Yogyakarta pertama) dan Kyai Wiryokusumo sebagai arsitek dari masjid ini. Masjid tersebut
didirikan pada hari Ahad Wage, 29 Mei 1773 M atau 6 Robi’ul Akhir 1187 H.
3. Masjid Ampel
Masjid Ampel adalah sebuah bangunan masjid kuno yang berlokasi di kelurahan Ampel,
kecamatan Semampir, kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Masjid ini memiliki luas 120 x 180
meter persegi ini dibangun pada tahun 1421 oleh Sunan Ampel, yang didekat masjid ini terdapat
kompleks pemakakaman Sunan Ampel.
Masjid ini pada saat sekarang menjadi objek wisata religi di kota Surabaya, masjid ini dikelilingi
oleh bangunan yang memiliki arsitektur Tiongkok dan Arab. Disamping kiri dari halaman masjid,
terdapat sebuah sumur yang diyakini warga setempat sebagai sumur yang bertuah, biasanya
digunakan oleh mereka yang yakin sebagai penguat janji atau sumpah
4. Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta adalah istana dari Kesultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini terletak di Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, Republik Indonesia. Walaupun kesultanan ini secara resmi telah menyatakan menjadi
bagian dari Republik Indonesia pada tahun 1950, kompleks keraton ini masih difungsikan sebagai
tempat tinggal dari sultan dan rumah tangga istananya yang masih tetap menjalankan tradisi dari
kesultanan hingga sekarang.
Keraton Yogyakarta mulai dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca
dari Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Lokasi dari keraton ini konon cerita warga setempat
adalah bekas dari sebuah pesanggarahan yang memilik nama Garjitawati. Pesanggrahan
Garijitawati digunakan untuk istirahat dari iring-iringan jenazah raja-raja dari KesultananMataram
yang akan dimakamkan di Kompleks Pemakaman Imogiri. Versi lain mengatakan bahwa lokasi dari
keraton ini adalah sebuah mata air yang bernama Umbul Pacethokan, yang terletak di tengah hutan
Beringan.
5. Keraton Surosowan
Peninggalan Kerajaan Islam di Indonesia selanjutnya adalah Keraton Surosowan. Keraton
Surosowan adalah bangunan keraton di daerah Banten. Keraton ini didirikan sekitar tahun 1522-
1526 pada masa kekuasaan Sultan Maulana Hasanuddin, yang kemudian dikenal oleh masyarakat
sekitar sebagai pendiri dari Kesultanan Banten.
Pada masa Sultan Banten berikutnya bangunan keraton tersebut direnovasi bahkan sampai
melibatkan ahli arsitektur dari Belanda, yang bernama Hendrik Lucasz Cardeel yang memeluk
agama Islam yang diberi gelar Pangeran Wiraguna. Dinding pembatas keraton ini setinggi 2 meter
mengitari area keraton sekitar kurang lebih 3 hektare. Keraton Surowowan mirip dengan benteng
Belanda yang kokoh dengan dilengkapi bastion (sudut benteng yang berbentuk intan) di keempat
sudut bangunan keraton ini. Sehingga pada masa jayanya Kesultanan Banten juga disebut sebagai
6. Pemakaman Imogiri
Permakaman Imogiri, Pasarean Imogiri, atau Pajimatan Girirejo Imogiri adalah sebuah kompleks
permakaman yang terletak di Imogiri, Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi DI Yogyakarta.
Permakaman ini dianggap suci dan kramat oleh warga sekitar karena yang dimakamkan disini
adalah raja-raja dan keluarga raja dari Kesultanan Mataram. Makam Imogiri didirikan pada
tahun 1632 oleh Sultan Mataram III Prabu Hanyokrokusumo yang merupakan keturunan dari
Sultan Panembahan Senopati Raja Mataram pertama. Makam ini berada di atas perbukitan yang
masih satu bagian dengan Pegunungan Seribu.
7. Hikayat Amir Hamzah
Hikayat Amir Hamzah adalah sebuah sajak Melayu yang asal mulanya dari Islam – Parsi yang
mengkisahkan tentang kegagahan perjuangan dari Amir Hamzah dalam melakukan dakwah,
menyebarluaskan agama Islam, dari Masyrik sampai Magrib. Kedudukan dari Hikayat Amir
Hamzah sangat populer di masyarakat bangsa Melayu dan biasanya dibaca oleh prajurit ketika mau
berangkat berperang agar timbul semangat dan keberanian ketika berperang.
Sajak ini juga telah diterjemahkan dalam banyak bahasa di dunia dan bahasa di nusantara yaitu
bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Bali, bahasa Sasak, Bahasa Palembang, dan bahasa Aceh serta
bahasa internasional yaitu bahasa Arab, bahasa Hindi, dan bahasa Turki. Salah satu dari
penulis/penyelenggara naskah yang membukukan Hikayat Amir Hamzah adalah Abdul Samad
Ahmad dengansebuah judal yaitu “Hikayat Amir Hamzah (Siri Warisan Sastera Klasik)”. (Baca)
8. Hikayat Hang Tuah
Peninggalan Kerajaan Islam di Indonesia selanjutnya adalah hikayat Hang Tuah. Hikayat Hang
Tuah adalah sebuah karya klasik sastra Melayu yang terkenal dan mengisahkan tentang Hang Tuah.
Pada zaman kemakmuran Kesultanan Malaka, ada seorang bernama Hang Tuah,
yaitu laksamana yang amat terkenal. Dia berasal dari kelas rendah, dan dilahirkan dalam sebuah
gubuk rusak. Tetapi karena keberaniannya, dia amat dikasihi dan dia mendapat kenaikan
pangkatnya. Maka dia menjadi seorang duta dan mewakili negeranya dalam segala urusan
kenegaraan.
Hang Tuah mempunyai sahabat karib yang bernama Hang Jebat, Hang Kesturi, Hang
Lekir dan Hang Lekiu. Dalam hikayat ini diceritakan bahwa Hang Tuah sangat setia terhadap Sri
Sultan. Bahkan ketika dia dikhianati sahabat karibnya, yaitu Hang Jebat yang melakukan
pemberontakan untuk membelanya akhirnya malah dibunuh oleh Hang Tuah.
8. Sjair Abdoel Moeloek
Sjair Abdoel Moeloek adalah syair yang dibuat pada tahun 1847, yang menurut beberapa sumber
ditulis oleh Raja Ali Haji atau putrinya yang bernama Saleha. Syair ini menceritakan tentang
seorang wanita yang sedang menyamar sebagai pria yang bertujuan untuk membebaskan suaminya
yang merupakan tawanan dari Sultan Hindustan, Sultan menawan karena berhasil melakukan
serangan ke kerajaan mereka. Buku syair ini bertemakan tentang penyamaran gender yang
dianggap menata ulang tentang hierarki dari pria dan wanita serta bangsawan dan pelayan. Tema ini
sering ditemukan di sastra kontemporer Jawa dan Melayu.
Sjair Abdoel Moeloek telah berkali-kali dicetak ulang dan diterjemahkan. Syair ini sering diangkat
menjadi lakon panggung dan menjadi dasar cerita dari Sair Tjerita Siti Akbari karya Lie Kim
9. Grebeg Besar Demak
Grebeg Besar Demak adalah sebuah acara budaya tradisional besar dari Kesultanan Demakdan
sebagai Peninggalan Kerajaan Islam di Indonesia. Tradisi Grebeg Besar Demak ini diadakan setiap
tahun pada tanggal 10 Dzulhijah saat Idul Adha. Dimeriahkan oleh karnaval kirap budaya yang
dilaksanakan dari Pendopo Kabupaten Demak hingga ke Makam Sunan Kalijaga yang berada di
Desa Kadilangu, yang jaraknya sekitar 2 kilometer dari tempat acara dimulai.
Demak adalah kerajaan Islam pertama dipulau jawa dan pusat dari penyebaran agama Islam dipulau
Jawa. Berbagai cara dilakukan oleh para Walisongo dalam menyebarluaskan agama Islam, yaitu
dengan cara pendekatan para Wali melalui jalan mengajarkan agama Islam lewat kebudayaan atau
adat istiadat yang telah ada. Karena itu setiap tanggal 10 Dzulhijah umat Islam memperingati Hari
Raya Idul Adha dengan melakukan Sholat Ied dan dilanjutkan dengan acara menyembelih hewan
qurban dan kemudian dilaksanakan acara Grebeg Besar Demak. Pada masa itu, hanya dilaksanakan
dilingkungan Masjid Agung Demak saja dan juga disisipi dengan syiar-syiar keagamaan, sebagai
upaya dari penyebarluasaan agama Islam dipulau jawa oleh Wali Sanga.
10. Masjid Raya Baiturrahman
Masjid Raya Baiturrahman adalah sebuah bangunan masjid dari Kesultanan Aceh yang didirikan
oleh Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam pada abad 1022 H/1612 M. Bangunan ini indah dan
megah yang mirip dengan Taj Mahal yang ada di India ini berlokasi di Kota Banda Aceh dan
menjadi titik pusat dari segala kegiatanyang di Aceh Darussalam.
Sewaktu Negara Belanda menyerang Kesultanan Aceh pada agresi yang dilakukan tentara Belanda
pada Bulan Shafar 1290 Hijriah/10 April 1873 Masehi, Masjid Raya Baiturrahman dibakar oleh
tentara Belanda. Pada tahun 1877 Belanda mendirikan kembali Masjid Raya Baiturrahman untuk
menarik simpati masyarakat Aceh dan meredam kemarahan dari Bangsa Aceh. Pada masa itu
Kesultanan Aceh masih berada di bawah kekuasaan Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat
yang adalah Sultan Aceh paling akhir.
11. Istana Maimun
Istana Maimun adalah istana dari Kesultanan Deli yang merupakan salah satu ikon dari
kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, yang berlokasi di Jalan Brigadir Jenderal Katamso,
Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Medan Maimun.
Didesain oleh arsitek yang berasal dari Italia dan didirikan oleh Sultan Deli yang bernama Sultan
Mahmud Al Rasyid. Pembangunan dari istana ini dilakukan pada tanggal 26 Agustus 1888 dan
selesai pada tanggal 18 Mei 1891. Istana Maimun ini memiliki luas mencapai 2.772 m 2 dan
memiliki 30 ruangan. Istana Maimun sendiri terdiri dari 2 lantai dan mempunyai 3 bagian yaitu
bangunan induk, bangunan sayap kiri dan bangunan sayap kanan. Bangunan istana tersebut
menghadap ke arah utara dan pada sisi depan bangunan istana ini terdapat sebuah bangunan Masjid
Al-Mashun atau Masjid Raya Medan.
12. Keraton Surakarta Hadiningrat
Keraton Surakarta adalah istana milik Kasunanan Surakarta yang berlokasi di Kota Surakarta,
Provinsi Jawa Tengah. Keraton ini dibangun oleh Susuhunan Pakubuwana II pada
tahun 1744 sebagai ganti dari Istana/Keraton Kartasura yang hancur lebur akibat Geger
Pecinan 1743.
Susuhunan Pakubuwana II pada saat itu memerintahkan Tumenggung Hanggawangsa dan
Tumenggung Mangkuyudha, serta komandan dari pasukan Belanda yang bernama J.A.B. van
Hohendorff, untuk mencari lokasi ibu kota/keraton yang baru. Dibangunlah keraton baru di Desa
Sala, tidak jauh dari sungai Bengawan Solo. Untuk melakukan pembangunan keraton, Susuhunan
Pakubuwana II membeli tanah dari akuwu (lurah) Desa Sala yang bernama Ki Gede Sala.
13. Tabuik
WIDIA NURAISAH
WIDIA ASTIANI
ADAH HADI MUKHLISIN
EEP SAEPULOH
XI - IPS