1. Sultan Malikussaleh Kerajaan Samudera Pase merupakan Kesultanan
Kerajaan Islam yang bermula di Aceh, dan menyebar ke Nusantara, serta Asia, yang menerapkan pemikiran Islam sebagai inspirasi, inovasi, konstruksi, dan pionir membangun prinsip peradaban islam di Asia dan Indonesia. Dengan usaha yang gemilang, Kesultanan ini, telah mencetak dan melahirkan sejumlah kader Ulama Islam, yang sangat berpengaruh sebagai leadership untuk mensyiarkan peradaban Islam di Aceh, Nusantara, dan Asia. Atas struktur pemerintahan yang lengkap dan islami, telah berhasil membangun peradaban islam, terutama menetapkan fondasi hakiki islami terhadap pengembangan perdagangan rakyat, menerapkan mata uang emas dirham, membuka perdagangan luar negeri, mencetak kepemimpinan berkarakter menegakkan kebenaran, amanah, cerdas dan komunikatif, membangun politik islam musyawarah, serta inovator perancang peradaban islam 2. Sejarah Aceh pada abad ke-13 dipastikan kita akan mengenal tokoh Meurah Silu, ia adalah putra Meurah Gajah dan Putri Betong, setelah di nobatkan menjadi seorang Sultan, berganti nama menjadi Malikussaleh. Namanya menjadi legendaris yang mewarnai cerita-cerita rakyat Aceh maupun hikayat-hikayat yang menceritakan tentang sosok Malikussaleh, bagaikan untaian mutiara yang selalu dikagumi, disanjung dan dibanggakan oleh masyarakat Aceh sampai saat ini. Malikussaleh semasa hidupnya ketika ia menjadi raja, memiliki kepribadian yang baik, amanah, cerdas dan inovasi. Hal ini dapat kita lihat sebagaimana yang tercantum pada inskripsi yang terdapat pada bagian depan nisan kepala makam Malikussaleh. Tejemahan bebasnya berbunyi: “Kubur ini kepunyaan hamba yang dihormati, yang diampuni, yang taqwa, yang menjadi penasihat, yang terkenal, yang berketurunan, yang mulia, yang kuat beribadah, pernakluk, yang bergelar Sultan Malikussaleh”. 3. Dalam sejarah Islamisasi di tanah Jawa, terkenallah sembilan nama ulama besar ini terkenal kemudian dengan sebutannya Wali Songo, (sembilan wali) yang beberapa di antara mereka adalah berasal dari Pasai Aceh. Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa di mulai dari abad ke 14. namun tokoh ulama yang sangat terkenal dan memiliki pengaruh yang besar ialah: Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Drajad, Sunan Muria, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, Sunan Gunung Jati. Menurut KH. Mohammad Dahlan, Para Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan, namun hubungan antara mereka memiliki keterkaitan yang erat satu sama lainnya, baik dalam ikatan darah (orang tua dengan anak) atau karena pernikahan, maupun dalam hubungan sebagai guru dengan murid. 4. Inovator Pusat Penyebaran Islam di Nusantara dan Asia. Dari kerajaan Samudera Pasai ini kemudian Islam menyebar ke tiga jalur jurusan. Tiga jalur jurusan penyebaran tersebut bisa kita lihat, pertama ke arah Pidie, Aceh besar, Daya, Trumon, Barus, Pariaman, dan sekitarnya sepanjang pesisir selatan pulau Sumatra. Kedua, ke arah Malaka dan pulau-pulau sekelilingnya, ketika Islam sudah masuk ke Malaka kemudian perkembangannya terus-menerus berlanjut ke daerah-daerah Melayu yang lainya, terutama setelah berdiri kerajaan Malaka. ketiga ke arah pesisir utara pulau Sumatra dan ke pulau Jawa. 5. Membangun Kerjasama Dengan Bangsa lain.Kemudian, Malikussaleh merasa bahwa sudah saatnya mengembangkan kerajaannya dengan meningkatkan kerjasama atau hubungan diplomatik dengan negara Cina (Mongol). Ia mengirim utusan untuk menghadap Kaisar Mongol pada tahun 1282. Strategi politik yang dilancarkan Malikussaleh memang sungguh tepat mengingat Pasai baru saja didirikan dan masih dibutuhkan dukungan dari negara-negara. Pasai yang sudah menjadi pelabuhan yang sering disinggahi kapal-kapal asing dari Arab, India, Cina, bahkan pelaut dari Italia Marco Polo pun pernah mengunjungi Pasai pada tahun 1292. Kunjungan Marco Polo ke Pasai memberi bukti bahwa kekayaan Kesultanan Islam pertama di Asia Tenggara ini terkenal berkat adanya jalinan perdagangan dan hubungan multilateral.besar, menyangkut keberadaan pelabuhan Pasai dalam perdagangan internasional. 6. Pengembang Politik Islam.Ketika kerajaan Samudra Pasai mengalami kemajuan politik pada pucak-puncak ke-emas-sannya, dan periode kekuasaannya juga mengalami masa yang cukup panjang. Dilihat dari masa kekuasaan sultan-sultan Samudera Pasai, yaitu Samudra Pasai adalah kerajaan yang melintas dari abad ke- 11 hingga awal abad ke-16. Menurut sumber generik, masa kekuasaan para sultan Samudra-Pasai adalah sebagai berikut: (1) Maharaja Mahmud Syah (Meurah Giri), berkuasa dari tahun 1042-1078. (2) Maharaja Mansur Syah, berkuasa dari tahun 1078-1133. (3) Maharaja Khiyasyuddin Syah, berkuasa dari tahun 1133-1155. (4) Maharaja Nurdin Sultan Al Kamil, berkuasa dari tahun 1155-1210. (5) Sultan Malikus Saleh, berkuasa dari tahun 1261-1289. (6) Sultan Muhammad Malikul Dzahir, berkuasa dari tahun 1289-1326. (7) Sultan Ahmad Malikul Dzahir, berkuasa dari tahun 1326-1350. (8) Sultan Zainuddin Malikul az Zahir, berkuasa dari tahun 1350- 1394. (9) Sultan Zainal Abidin berkuasa dari tahun 1383-1400. (10) Malikah Nihrasiyah Rawangsa Khadiyu, berkuasa dari tahun 1400-1427. (11) (belum diketahui), berkuasa dari tahun 1427-1513. (12) Sultan Mahmud Malik Az-Zahir berkuasa dari tahun 1513-1524. Sultan-sultan inilah yang menjadi paragon of beauty bagi rakyat Aceh sekarang ini 7. Pengembang Ekonomi Islam.Dilihat dari perspektif ekonomi, Pasai adalah sebuah masyarakat dengan struktur yang lengkap. Terutama untuk masalah perdagangan, Samudera Pasai sudah memiliki pelabuhan, bandar, pasar dan mata uang. Kota Pasai, selain sebagai tempat transaksi perdagangan yang terletak di pesisir itu, juga menjadi ibukota kerajaan. Samudera-Pasai (atau Pase jika mengikuti sebutan masyarakat setempat) bukan hanya tercatat sebagai kerajaan yang sangat berpengaruh dalam pengembangan Islam di Nusantara. Pada masa pemerintahan Sultan Malik az-Zahir, Samudera-Pasai berkembang menjadi pusat perdagangan internasional. Pelabuhannya diramaikan oleh pedagang-pedagang dari Asia, Afrika, Cina, dan Eropa. Secara ekonomi di masa itu, Pasai telah mengalami kemajuan yang pesat, karena peran sultan dalam mengambil kebijakan dengan mengadakan hubungan-hubungan dengan kerajaan-kerajaan yang lain di sekitarnya. Dalam membina hubungan regional Samudera-Pasai dengan kerajaan lainnya sudah di buktikan dengan antusiasnya para pedagang dari luar untuk mengadakan transaksi ekonomi di kotanya. Mengenai sistem mata uang Pasai menggunakan mata uang emas atau deureuham. Uang emas ini beratnya 0,57 gram, mutu 18 karat dengan garis tengah 1 sentimeter, yang menjadi alat untuk melakukan transaksi perdagangan. Berdasarkan adanya mata uang emas deureuham itu yang ditemukan sebagai salahsatu peninggalan Kerajaan Pasai, hal itu menunjukkan bahwa Kerajaan Samudera-Pasai mengalami kemakmuran pada masanya. Karena sebuah kerajaan yang dapat menerbitkan uang emas sendiri pada masa itu, menandakan bahwa kerajaan itu cukup makmur menurut ukuran pada masa itu. Mata uang yang ditemukan ternyata tercatat ada seorang raja wanita yang namanya tertera di salahsatu mata uang yang pernah diterbitkan oleh Kerajaan Pasai. 8. Pembangun Peradaban Islam. Setelah Malikussaleh mendirikan sebuah kerajaan Islam di Aceh, dampaknya sungguh besar dalam pertumbuhan dan perkembangan Islam di Indonesia dikemudian hari. Dan sebagai wujud yang nyata dimasa sekarang adalah julukan daerah Aceh yang disebut dengan kota ”Serambi Mekkah”, menurut Hamka apabila Sunan Bonang, salahsatu dari walisongo sebelum ke Mekkah, ia harus memperdalam ilmunya di Kota Pasai, lalu Kerajaan Malaka yang juga diislamkan oleh Pasai meminta fatwa hukum Islam dari ulama Pasai untuk memecahkan masalah-masalah agama. Sultan Malikussaleh adalah pengembang negara islam pertama di Aceh dan nusantara, dan rakyatnya makmur sejahtera , penyebar dienul islam, serta sudah menggunakan mata uang emas “ deureuham”, dalam hubungan dagang secara lokal dan internasional. Kepemimpinannya yang religius, adil, cerdas, dermawan, transformatif, dan berwawasan universal, menjadikan Sultan terkenal ke seluruh Aceh dan Nusantara. 9. Itulah mutiara dari Pasai, sehingga segala hak dan kewajiban bagi setiap warga terjamin sesuai dengan inti ajaran Allah SWT. Atau dengan kata lain mutiara yang dapat kita temukan dalam Samudera Pasai di mana perubahan bukan berarti kerusakan baik bersifat reformasi atau revolusi sekalipun, umumnya yang difahami oleh para praktisi politik yang pro status quo, perubahan sering diartikan sebagai kerusakan .Khalifah Ali bin Abu Thalib, pernah berkata; “...hikmah itu bagaikan mutiara yang hilang... “. Maka hikmah yang dapat kita temukan pada Samudera Pasai di masa Sultan Malikussaleh dan generasi pelanjutnya, adalah kita temukan dua mutiara yang telah lama hilang, yakni adanya perubahan sistem politik, dari sistem politk kerajaan kepada sistem politik kesultanan Sejarah tentang kejayaan Kerajaan Pasai yang dirintis oleh Malikussaleh di masa lampau menjadi kebanggaan bagi Bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Aceh, yang merasa bahwa seandainya Malikussaleh tidak berjuang untuk mendirikan sebuah kerajaan Islam, belum tentu ajaran Islam mampu meluas sampai sekarang di Indonesia. Walau setelah era kerajaan Islam, yaitu jaman kolonial Barat menguasai Nusantara, namun ajaran Islam tak pernah hilang dan berkurang dibandingkan dengan ajaran agama- agama lainnya. 10. Wassalam ,Demikian, semoga bermanfaat. Prof. Ahadi Arifin