Anda di halaman 1dari 13

MAKALA

PENGUATAN IDEOLOGI ASWAJA

(Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Aswaja 2 )

Di susun oleh:

1. MUSLIM WARDANA
2. MUGIYANTO

MATA KULIAH

ASWAJA 2

Dosen Pengampu:

Dr. H. Warisno, M.Pd.I

SEKOLAH TINNGI AGAMA ISLAM ( STAI ) AL MA`ARIF

KALIREJO LAMPUNG TENGAH

TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

AssalamungalaikumWarohmatullohiWabarokatuh

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai.Makala ini di buat
dalam rangka pembelajaran mata kuliah aswaja 2.Tentang pemahaman
penanaman idiologi aswaja dan hal-hal yang berkaitan yang di perlukan.Dengan
suatu masalah dapat di selesaikan.

Penulis mengucapkan banyak trimakasih kepada bapak Dr. H Warisno,


M.Pd.I.selaku dosen aswaja 2 STAI AL MA`arif Kalirejo dan kepada pihak yang
telah memberikan bimbingan serta arahan dalam penulisan makala ini. Dalam
menyusun makala ini yang berjudul “ penguatan idiologi aswaja “ sebagai
pembelajaran bagi kami .Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih
banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman Kami.Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamungalaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Sendang Agung, 10 April 2022


Penyusun

Kelompok

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................

KATA PENGANTAR ....................................................................................

DAFTAR ISI ...................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................

A. Latar Belakang .....................................................................................


B. Rumusan Masalah ................................................................................
C. Tujuan ..................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................

A. Ideologi Aswaja ...................................................................................


B. Penguatan Ideologi ASWAJA..............................................................
C. Implementasi Penguatan Nila-Nilai ASWAJA Dalam Pendidikan .....

BAB III PENUTUP ........................................................................................

A. Kesimpulan ..........................................................................................
B. Saran .....................................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perlahan tapi pasti, perubahan nalar moderasi Islam di Indonesia


ditengarai dalam ancaman. Karena gerakan Islam transnasional membawa
paham baru yang berbeda dengan akar dan budaya bangsa Indonesia yang
telah lama terbangun. Hasil survey pada tahun 2012 tentang toleransi
agama di Indoonesia, menunjukkan bahwa toleransi beragama orang
Indonesia tergolong rendah, kalaupun masyarakat beragama siap hidup
berdampingan dalam kehidupan sosial, namun ketika terkait dengan
pembangunan tempat ibadah, ada kecenderungan kelompok mayoritas
tidak menyetujui..

Keadaan ini banyak mendapat respon beragam, terutama oleh


Nahdlatul Ulama yang ada dan lahir jauh sebelum Indonesia merdeka.
Bagi NU, Islam sebagai agama dan negara-bangsa ibarat jiwa dan raga,
keduanya membentuk satu entitas yaitu Islam Indonesia. Terutama
Nahdlatul Ulama (NU), ia memiliki karakteristik yang berbeda yang
mampu menggambarkan adaptasi mereka dengan negara. Karakteristik itu
adalah Aswaja yang di dalamnya mempunyai nilai ideologi Islam moderat.
Maka, penguatan ideologi aswaja dalam masa-masa ini merupakan hal
yang perlu dilakukan guna menghadapi persoalan yang mungkin muncul
di masa yang akan datang.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan ideologi ASWAJA?
2. Bagaimanakah penguatan ideologi ASWAJA?

4
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui ideologi aswaja.
2. Untuk mengatahui penguatan dalam ideologi aswaja.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. IDEOLOGI ASWAJA

1. Ideologi

Ideologi adalah kata yang tersusun dari dua kata ideo dan logi.
Ideo disarikan dari bahasa Yunani eidos, dan bahasa Latin idea, yang
memiliki arti pengertian, ide atau gagasan. Dalam kamus ilmiah
populer, definisi ini hampir sama dengan pengertian dari ide,
yaitu rancangan yang tersusun di dalam pikiran atau gagasan
cita-cita. Sementara itu, ideologi secara utuh diartikan sebagai
kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian)
yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup, cara
berpikir seseorang atau suatu golongan, paham, teori, atau tujuan yang
merupakan satu program sosial pilitik.

Jika digunakan sebagai kata kerja dalam bahasa Yunani, yaitu


oida memiliki arti mengetahui, melihat dengan budi. Ini selaras dengan
bahasa Jawa, idep yang artinya tahu, melihat. Sedangkan logi yang
dalam bahasa Yunani adalah logos, berarti gagasan, pengertian, kata,
dan ilmu. Jadi secara etimologis dapat diterangkan bahwa ideologi
berarti pengetahuan tentang ide-ide (science of ideas)

Secara istilah ideologi adalah sebuah kata yang mulai muncul


pada akhir abad ke-18 atau tahun 1796. Ideologi dikemukakan oleh
filsuf Perancis bernama Destutt de Tracy dan kemudian dipakai
Napoleon. Dalam hal ini ideologi tidak muncul hanya sebatas sebagai
gagasan atau kerangka berpikir, melainkan sebuah gagasan atau
kerangka berpikir yang diikuti dan dianut sekelompok besar manusia
atau bangsa, sehingga ideologi bersifat menggerakkan untuk dapat

6
merealisasikan gagasan tersebut. Jadi gagasan belum bisa disebut
ideologi, apabila belum dianut oleh banyak orang dan diperjuangkan
serta diwujudkan, dengan aksi-aksi yang berkesinambungan. Ideologi
yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah sebuah gagasan, ide
atau kerangka berpikir (sudut pandang) organisasi yang dianut dan
diperjuangkan untuk dapat diwujudkan dalam setiap gerakan
organisasi yang tercermin dari perilaku individu anggotanya
secara berkelanjutan.

2. Aswaja

Aswaja (Ahlussunnah Wal Jama‟ah) secara bahasa berasal dari


padanan kata bahasa Arab, yakni terdiri dari kata Ahlun yang artinya
keluarga, golongan atau pengikut. Kemudian Ahlussunnah, berarti
orang- orang yang mengikuti sunnah (perkataan, pemikiran atau amal
perbuatan Nabi Muhammad SAW.). Dan al Jama‟ah yang berarti
sekumpulan orang yang memiliki tujuan. Jika dikaitkan dengan
madzhab, Aswaja memiliki arti sebagai sekumpulan orang yang
berpegang teguh pada salah satu imam madzhab dengan tujuan
mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.

Sedangkan secara istilah Aswaja berarti golongan umat Islam


yang dalam bidang Tauhid menganut pemikiran Imam Abu Hasan Al
Asy‟ari dan Abu Mansur Al Maturidi, sedangkan dalam bidang ilmu
fiqih menganut Imam Madzhab 4 (Hanafi, Maliki, Syafi i, Hambali)
serta dalam bidang tasawuf menganut pada Imam Al Ghazali dan
Imam Junaid al Baghdadi26.

Istilah Aswaja ini sesuai dengan penjelasan Rais Akbar Nahdlatul


Ulama, KH. Hasyim Asy‟ari yang memberikan tashawur
(gambaran) tentang Aswaja versi NU sebagaimana ditegaskan dalam
alqanun al-asasi.

7
B. PENGUATAN IDEOLOGI ASWAJA
1. Bidang Aqidah

Konsep Aqidah Dalam bidang aqidah penganut paham Aswaja


mengikuti al- Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan al-Imam Abu
Manshur al- Maturidi. Dua ulama besar tersebut dijadikan sebagai
panutan atau mazhab aqidah dalam paham Aswaja pada umumnya,
karena keduanya diyakini sebagai ulama yang tetap berpegang teguh
pada aqidah Islam sebagaimana yang dibawa oleh Rasulullah SAW
dan menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat mengotorinya. Kendati
demikian Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi
bukanlah orang yang mendirikan paham Ahlussunnah wal Jama’ah
ini, akan tetapi keduanya adalah orang yang konsisten dan tetap
berpegang teguh pada ajaran-ajaran Nabi Muhammad SAW yang
mana cara beragama Nabi dan para sahabatnya dahulu adalah paham
Ahlussunnah Wal Jama’ah itu sendiri. Dengan kata lain, Aswaja
bukanlah sebuah ajaran baru dalam Islam, melainkan ia adalah
metodologi atau manhaj al-Fikr orang-orang yang mengikuti
Sunnah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya

2. Bidang Fiqih

Dalam bidang fiqh mengikuti salah satu mazhab empat, yaitu Abu
Hanifah an-Nu’man bin Tsabit bin Zutha al-Kufi (Imam Abu
Hanifah), Abu Abdillah Maliki bin Anas bin Abi ‘Amir al- Ashbahi
al-‘Arabi (Imam Malik Ibn Anas), Abu Abdillah bin Idris bin Abbas
bin Ustman bin Syafi’ bin as-Sa’ib bin ‘Ubaid bin Abdi Yazid bin
Hasyim bin al-Muththalib bin ‘Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab al-
Qurasyi al-Muththalibi as-Syafi’i al-Makki (Imam as- Syafi’i) dan
yang terakhir adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin
Hanbal bin Hilal as-Syaibani (Imam Ahmad Ibn Hanbal). Dalam
konteks Aswaja Indonesia tetap mengakui dan menghormati

8
keberadaan empat mazhab tersebut namun dalam praktiknya secara
mayoritas mengikuti al-Imam as-Syafi’i. Tradisi bermazhab sudah
menjadi kebiasaan dalam penganut paham Aswaja, hal ini
dilakukan bukan semata-mata karena kebetulan belaka, melainkan
hal tersebut dilakukan adalah untuk kemaslahatan bersama agar
umat Islam tidak bertaklid secara serampangan.

3. Bidang Tasawuf

Dalam bidang tasawuf mengikuti Abu al-Qasim al-Junaid bin


Muhammad bin al-Junaid al-Khazzaz al-Qawariri al-Nahawandi al-
Baghdadi (Abu al-Junaid al-Baghdadi) dan Abu Hamid
Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali at-Thusi
(Abu Hamid al-Ghazali). Penganut paham Aswaja mengikuti
kedua tokoh sufi tersebut dengan alasan karena keduanya semasa
bahkan pemikirannya masih dinilai murni atau bersih dari ajaran-
ajaran yang menyalahi prinsip-prinsip dalam akidah Ahlussunnah wal
Jama’ah yang senatiasa berpegang teguh terhadap Risalah Islamiyah
yang diajarkan Rasulullah SAW

C. IMPLEMENTASI PENGUATAN NILAI-NILAI ASWAJA DALAM


PENDIDIKAN

Menurut kh hasyim asy`ari implementasi penguatan nilai-nilai ideologi


aswaja telah di tuangkan didalam lembaga dan organisasi NU. Di antaranya
adalah pikiran pikiran yang sangat menarik dan tepat untuk dikembangkan
dalam kurikulum pendidikan adalah sebagai berikut:

1. Taswasuth ( pemikiran moderat ).

Pertama, pengenalan tentang fikrah tawasuthiyah (pemikiran


moderat). Model pemikiran ini, dalam tataran praktisnya dapat
menyeimbangkan seseorang (peserta didik/pelajar) dalam hal menelaah
dalil-dalil aqli dan naqli. Ini penting sekali posisinya dalam hal keberislaman

9
seseorang agar tidak mudah terjatuh pada ideologi kanan yang terlalu
eksklusif-skriptualis ketika memahami nash-nash agama dan tidak seimbang
dalam memposisikan antara pikiran (rasio) dan nash. Selain itu, juga dapat
menjaga keseimbangan agar seseorang tidak hanyut dalam ideologi kiri
yang terlalu mendewa-dewakan rasio (akal) dan terkesan mengesampingkan
aspek objektivitas nash. Karena apabila pemikiran atau paradigma seseorang
dalam beragama tidak seimbang bisa jadi ia jatuh pada paham ideologi
kanan yang pada akhirnya akan membawa seseorang itu menuju pola
beragama Salafi Wahabi. Begitupula sebaliknya apabila hanyut dalam
paham ideologi kiri yang pada akhirnya membawa dirinya kepada pola
beragama liberal. Keduanya sangat berbahaya apabila sampai
menjangkit keseluruhan umat Islam yang ada di Indonesia.

2. Tasamuh ( toleransi )

Pengenalan tentang fikrah tasamuhiyah (pemikiran toleran). Pada tipe


pemikiran ini dalam tataran praktisnya dapat mengingatkan seseorang
(peserta didik/pelajar) tentang keberagaman Indonesia dari Sabang sampai
Merauke, ada banyak suku, ras, bangsa, budaya, adat- istiadat, dan agama.
Yang mana dari keberagaman itu pada hakikatnya berwajah dua, wajah
yang pertama dari keberagaman itu bisa menampakkan kekuatan apabila
semua elemen yang berbeda-beda itu bersatu padu dan bergotong-royong
dalam hidup beragama, berbangsa dan bernegara. Wajah yang kedua dari
keberagaman itu bisa menampakkan kehancuran apabila seluruh elemen
yang berbeda-beda tersebut terus-menerus mempertajam perbedaan dan
tidak bersatu padu dalam hidup bersama (bermasyarakat). Oleh karenanya,
maka, fikrah tasamuhiyah dapat menjadi instrumen dalam mengantarkan
seseorang kepada pemikiran yang toleran, baik toleran dalam hidup
beragama maupun dalam hidup berbangsa dan bernegara.

3. Ishlahiyah.

Pengenalan tentang fikrah ishlahiyah (pemikiran reformatif).

10
Pemikiran reformatif yang dimaksud adalah reformatif dalam segala hal
yang berorientasi pada kebaikan bersama (umat), bukan reformatif dalam
artian politik ideologis yang cenderung mengarah kepada perbuatan-
perbuatan radikal. Pemikiran yang satu ini dalam fungsi praktisnya dapat
mengantarkan seseorang pada pola pikir yang transformatif. Karena
ishlahiyah di sini pada hakikatnya adalah menuju perubahan yang lebih baik
(al-ishlah ila ma huwa ashlah), jika hari ini dinilai sudah baik, maka
bagaimana hari esok bisa menjadi lebih baik lagi dan begitu seterusnya.
Artinya dengan kata lain, fikrah ishlahiyah mengisyaratkan agar umat Islam
tidak stagnan, baik dalam pemikiran maupun tindakan.

4. Tathuwariyah

Fikrah tathawwuriyah (pemikiran dinamis). Pemikiran ini sebagai


lanjutan dari fikrah ishlahiyah, yaitu menuntun umat kepada pola pikir yang
dinamis sehingga tetap bisa survive dalam menghadapi segala macam situasi
dan kondisi zaman. Artinya, dengan kata lain, fikrah tathawwuriyah
sebagai instrumen umat untuk tetap eksis mengikuti derap langkah
zamannya (kontekstual). Dalam hal ini ada adagium terkenal yang biasa
diucapkan oleh kelompok Aswaja, yaitu “al muhafazat ‘ala al qadim al salih
wa al akhdhu bi al jadidi al aslah” (memelihara yang lama yang masih baik
dan mengambil yang baru yang lebih baik). Kaidah ini menuntut
keseimbangan antara merawat tradisi lama dan tradisi baru. Kesemuanya
boleh dipelihara dalam waktu bersamaan selama tradisi dan budaya itu
baik untuk kemaslahatan umat manusia dan tidak bertentangan dengan
kaidah- kaidah agama, maka adagium tersebut secara subtantif bermakna
positif terhadap dinamisasi pemikiran umat Islam.

5. Manhajiyah

Fikrah manhajiyah (pemikiran metodologis), pemikiran ini dalam


penghayatan praktisnya dapat membawa umat pada pola pikir metodologis.
Artinya tidak serampangan dalam hidup beragama, terlebih sesuatu yang

11
berkaitan dengan keyakinan atau aqidah, hukum, permasalahan agama yang
bersifat ushuliyyah maupun permasalahan agama yang bersifat furu’iyyah.
Sehubungan dengan hal itu, kelompok Aswaja sebagaimana yang telah
diuraikan di atas, dalam menjalani kehidupan agamanya tidak pernah lepas
dari menggunakkan kerangka berfikir para ulama salaf yang sebenar-benar
salaf, seperti Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi sebagai
tokoh yang dijadikan pegangan dalam bidang syariat. Selain itu ada Imam
as-Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Malik bin Anas dan Imam Abu
Hanifah sebagai ulama yang dijadikan pegangan dalam bidang fiqh, serta
ulama seperti Abu Hamid al-Ghazali dan Abu Junaid al-Baghdadi sebagai
figur yang dijadikan pedoman dalam bidang akhlak (tasawuf). Oleh karena
itu, siapa Aswaja dan bagaimana karakteristiknya, akhirnya dengan
pengenalan fikrah manhajiyah ini setidaknya bisa terjawab dengan jelas.
Dengan begitu, maka umat tidak bingung dalam memilah dan memilih
siapa kelompok Aswaja itu.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ahlussunnah wal Jama’ah ala KH. Hasyim Asy’ari secara garis besar
tidak jauh berbeda dengan paham Ahlussunnah wal Jama’ah pada masa Abu
Hasan al-Asy’ari, disamping hal itu, KH. Hasyim Asy’ari secara geneologis
mazhab teologinya memang mengikuti Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu
Manshur al-Maturidi, sedangkan Abu Hasan al-Asy’ari dan KH. Hasyim
Asy’ari keduanya sama-sama menganut mazhab asy-Syafi’i (Imam Syafi’i )
pendekatan dalam penguatan nilai-nilai Aswaja sebagai counter pemikiran
radikalisme yang tidak kalah penting adalah dengan cara meng-insert
pemikiran-pemikiran yang bersifat ideologis (Aswaja) sebagaimana yang
sudah dijelaskan mengenai pemikiran tawasuthiyyah, tasamuhiyah,
tathawwuriyah, ishlahiyah dan manhajiyah. Kesemuanya itu adalah
kerangka berfikir (paradigma) yang dalam penghayatannya dapat
mengantarkan pelakunya pada pemikiran dan tingkah laku moderasi yang
berorientasi pada nilai-nilai santun, ramah dan toleran dalam kehidupan
beragama, berbangsa maupun bernegara

B. Saran.

Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat


banyakkesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki
makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang
membangundari para pembaca

13

Anda mungkin juga menyukai