MAKALAH
OLEH:
NISA QURROTA AYUNI (2240018007)
HAFIDA DEVIAN F. (2240018008)
IMMA RACHMAWATI (2240018009)
I. Cover ........................................................................................................
II. BAB I PENDAHULUAN........................................................................
A. Latar Belakang.....................................................................................
B. Rumusan Masalah..............................................................................
C. Tujuan Makalah..................................................................................
C. Tokoh-tokoh NU ....................................................................................
A. Kesimpulan.............................................................................................
Daftar Pustaka........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nahdatul ‘ulama sebagai organisasi keagamaan (Jam’iyah Islamiyah) besar, malah
mungkin “terbesar” dalam anggotanya di indonesia, sejak berdirinya pada tanggal 31
Januari 1926 M telah menyatakan diri sebagai organisasi Islam berhaluan “Ahlussunnah
wal Jama’ah”, yang dalam aqidah mengikuti aliran Asy’ariyah-Maturidiyah, dalam
syari’ah fiqih mengikuti salah satu madzab empat Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali,
dan dalam Tashawuf mengikuti AL-Junaidi dan Al-Ghazali. Disamping itu, dalam
mukhtamar NU di Situbondo 1994, dirumuskan watak dan karakter NU sebagai
organisasi (Jam’iyah) dan komunitas NU (Jama’ah), mempunyai sikap kemasyarakatan
dan budaya (sosio-kultural) yang Tawassuth (moderat), Tasamuh (toleran),
dan Tawazun (harmoni). Kepemimpinan NU selama ini dipercayakan kepada para Ulama
yang dipandang memiliki dimensi kepemimpinan yang memadai, yakni dimensi
kepemimpinan ilmiah, kepemimpinan sosial, kepemimpinan spiritual dan kepemimpinan
administratif. Organisasi NU ini sejak dulu mempunyai kepedulian terhadap kehidupan
bangsa dan negara (politik), dan partisipasinya dalam masalah berbangsa dan bernegara
tersebut telah diwujudkan dengan berbgai macam manifestasi politik, mulai dari gerakan
kebangsaan, perang merebut kemerdekaan, masuk dalam pemerintahan menjadi partai
politik dan aktifitas politik praktis lainnya. Sampai menjadi kekuatan moral bangsa yang
ikut mempengaruhi warna politik nasional. Semua sikap, prilaku dan kiprah, serta
perannya dalam semua hal tersebut ternyata tidak terlepas dari akar dan nilai-nilai
teologis ysng diyakini dan norma-norma syariah yang dijunjung tinggi, serta kesadaran
sepiritual/rohaniah yang dihayati, yakni keyakinan ahlussunnah wal jama’ah, serta
doktrin-doktrin dan metodologi pemahamannya. Visi kejam’iyahan dan kejama’ahan ini
kiranya tidak di ambil secara kebetulan, tetapi karena kesadaran dan pertimbangan
obyektif, bahwa NU didirikan untuk kemaslahatan bangsa indonesia yang dipluralistik
(majemuk) baik dalam keagamaan, kesukuan, kedaerahan maupun kebudayaannya. NU
merasa membawa missi keislamannya sebagai rahmat bagi kehidupan semesta (rahmatan
li al’alamin).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dan sejarah NU?
2. Apa visi, misi, tujuan dan nilai dasar perjuangan NU?
3. Siapakah tokoh-tokoh NU?
4. Apa saja ragam peran NU?
5. Bagaimana usaha NU dalam mempertahankan dan mengembangkan aswaja?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian dan sejarah NU.
2. Untuk mengetahui visi, misi, tujuan dan nilai dasar perjuangan NU.
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh NU.
4. Untuk mengetahui beragam peran NU.
5. Untuk mengetahui usaha NU dalam mempertahankan dan mengembangkan
aswaja.
BAB II PEMBAHASAN
Visi NU
Visi NU yaitu menjadikan wadah perjuangan ulama’ dan pengikutnya yang bergerak
dalam bidang agama dan sosial kemasyarakatan demi terwujudnya Khoiru Ummah.
Misi NU
Dalam bidang agama mengupayakan terlaksananya ajaran islam yang menganut faham
ahlussunnah wal jama’ah dan menurut salah satu mazhab empat dalam masyarakat dengan
melaksanakan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar.
Dalam bidang sosial, mengupayakan terwujudnya kesejahteraan lahir dan batin bagi
rakyat Indonesia.
Dalam bidang usaha lain, mengembangkan usaha-usaha lain yang bermanfaat bagi
masyarakat banyak guna terwujudnya Khoiru Ummah.
Tujuan didirikannya NU ini diantaranya adalah : Memelihara, Melestarikan,
Mengembangkan dan Mengamalkan ajaran Islam Ahlu al-Sunnah Wal Jama’ah yang
manganut salah satu pola madzhab empat: Imam Hanafi, Imam Maliki,Imam Syafi’i dan
Imam Hanbali, Mempersatukan langkah para ulama dan pengikut-pengikutnya, dan
Melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat,
kemajuan bangsa dan ketinggian harkat serta martabat manusia. Kendala utama yang
menghambat kemampuan umat melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar dan menegakkan
agama dan karena kemiskinan dan kelemahan dibidang ekonomi.
NU juga digali dari intisari perjalanan sejarah khidmahnya dari masa ke masa.16 Dasar-
dasar pendirian faham keagamaan NU tersebut menumbuhkan sikap kemasyarakatan yang
bercirikan pada pokok ajaran aswaja, dalam sikap kemasyarakatan, Khittah NU menjelaskan
4 prinsip nilai Asjawa yaitu terdiri dari:
1.) Sikap Tasamuh Tasamuh bearsal dari kata yang berarti toleransi.Tasamuh berarti
sikap tenggang rasa, saling menghormati dan saling menghargai sesama manusia
untuk melaksanakan hak-haknya.Pada hakikatnya sikap tasamuh telah dimiliki oleh
manusia sejak masih kanak-kanak, tetapi masih perlu untuk dibimbing.17 Sikap
tasamuh tersebut adalah toleran terhadap perbedaan pandangan baik dalam masalah
keagamaan, terutama hal-hal yang bersifat furu’ dan menjadi masalah khilafiyah,
serta dalam masalah kemasyarakatan dan kebudayaan.
2.) Amar Ma’ruf Nahi Munkar Secara harfiah Amar Ma’ruf Nahi munkar adalah
menyuruh kepada perbuatan yang baik dan melarang kepada perbuatan yang
mungkar. Secara etimologi ma’ruf berarti yang dikenal sedangkan munkar adalah
suatu yang tidak dikenal. Menurut pendapat Muhammad Abduh mendefinisikan
Ma’ruf berarti apa yang di kenal (baik) oleh akal sehat dan hati nurani. Sedangkan
Munkar adalah sesuatu yang tidak di kenal baik oleh akal maupun hati
nurani.22Pendapat dari Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya‟ Ulumuddin bahwa
aktivitas “amarma’ruf dan nahi munkar” adalah kutub terbesar dalam urusan agama.
Ia adalah sesuatu yang penting, dank arena misi itulah, maka Allah mengutus para
nabi dan rasul, dan jika “Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar” hilang maka syiar
kenabian hilang, agama menjadi rusak, kesesatan tersebar, kebodohan akan
merajalela, satu negeri akan binasa.Amar ma’ruf adalah ketika seseorang
memerintahkan orang lain untuk bertauhid kepada Allah menaati-Nya, bertaqarrub
kepada-Nya, berbuat baik kepada sesame manusia, sesuai dengan jalan fitrah dan
kemaslahatan. Munkar secara bahasa istilah adalah seluruh perkara yang diingkari,
dilarang, dan di cela, di cela pelakunya oleh syari‟at, maka termasuk ke dalam
bentuk maksiat dan bid‟ah. Dan merupakan perkara yang buruk, dan paling
buruknya adalah sifat syirik kepada Allah SWT, mengingkari keesaannya dalam
peribadahan atau ketuhanan-Nya, atau pada nama dan sifat-sifat-Nya.
3.) Sikap Tawasuth dan I’tidal Tawasuth adalah suatu langkah pengambilan jalan
tengah bagi dua kutub pemikiran yang ekstrem (tatharruf), misalnya antara
Qadariyyah dan Jabariyyah, antara skiptualisme ortodokos dengan rasionalisme
Mu‟tazilah dan antara Sufismesalafi dan Sufisme falsafi. Dalam pengambilan jalan
tengah ini juga disertai dengan sikap al-iqtishad (moderat) yang tetap memberikan
ruang dialog bagi para pemikir yang berbeda-beda.Sifat tengah yang berintikan
kepada prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus
ditengah-tengah kehidupan bersama.Dengan sikap dasar ini akan selalu bersikap
dan bertindak lurus dan selalu bersifat membangun serta menghindari segala bentuk
pendekatan yang bersifat tatharruf(ekstrim).Sikap ini merupakan kelanjutan dari
semangat toleransi dan berperan sebagai mediasi.
4.) Sikap Tawazun Tawazun adalah sikap seimbang dalam berkhidmah. Menyerasikan
khidmah kepada Allah SWT, khidmah kepada sesama manusia serta khidmah
kepada lingkungan hidupnya.Menyelaraskan kepentingan masa lalu, masa kini dan
masa mendatang.Dalam mengambil beragam keputusan, NU selalu mendasarkan
pada syura (musyaarah). Konsep ini mempertimbangkan aspek-aspek
keseimbangan dan kemaslahatan bersama (al-mashalih al-‘ammah).Ketika ada
perselisihan pendapat, yang harus dikedepankan adalah al-mujadalah billatihiya
ahsan (perdebatan rasional yang diorientasikan untuk kebaikan).Kata tawazun
diambil dari al-Waznu atau alMizan yang berarti penimbang.
C. Tokoh- Tokoh NU
1. K.H. Hasyim Asy’ari (1817-1947), Tebu Ireng Jombang, Pendiri NU & rais
Akbar (1926-1947)
2. K.H. Bisri Syamsuri (1886-1980), Denayar Jombang, Pendiri NU, A’wan pertama
(1926) & Rais Aam (1971-1980).
3. K.H. Abdullah Wahab Chasbullah (1888-1971),Tambak Beras Jombang, Pendiri
NU, Katib pertama (1926) & Rais Aam (1947-1971).
4. K.H. Abdul Chamid Faqih, Sedayu Gresik, Pendidri NU & Pengusul nama NU
“Nuhudlul Ulama”.
5. K.H. Ridwan Abdullah (1884-1962), Surabaya, Pendiri NU & Pencipta lambang
NU
6. K.H. Abdul Halim, Leuwemunding Cirebon, Pendiri NU
7. K.H. Mas Alwi bin Abdul Aziz, Surabaya, Pendiri NU & pencipta nama NU
“Nahdlatul Ulama”.
8. K.H. Ma’shum (1870-1972), Lasem, Pendiri NU.
9. K.H. A Dachlan Achjad, Malang, Pendiri NU & Wakil Rais pertama (1926).
10. K.H. Nachrowi Thahir (1901-1980), Malang, Pendiri NU & A’wan pertama
(1926).
11. K.H. R Asnawi (1861-1959), Kudus, Pendiri NU & Mustasyar pertama (1926).
12. Syekh Ghanaim (tinggal di Surabaya, asal dari Mesir), Pendiri NU & Mustasyar
pertama (1926).
13. K.H. Abdullah Ubaid (1899-1938), Surabaya, Pendiri NU & A’wan pertama.
D. Beragam Peran NU
Metode pengajaran dan kurikulum yang digunakan sebagian besar merupakan perpaduan dari
pengetahuan agama dan pengetahuan umum. NU juga mendirikan Lembaga Ma’arif pada
tahun 1938 guna mengkoordinasi kerjasama dalam kegiatan pendidikan.
NU juga mulai mengembangkan perekonomian masyarakat dengan mendirikan koperasi pada
tahun 1929 di Surabaya. Koperasi ini sangat berperan dalam penjualan barang dan
mengorganisis barter dalam masyarakat. Koperasi yang didirikan NU ini semakin
berkembang hingga akhirnya pada tahun 1937 jangkauannya semakin luas dan
dibentuklah Syirkah Mu’awanah.
2. Peran NU Masa Pemerintahan Jepang
Peran NU tidak berhenti sampai di situ, sejak kedatangan jepang, peran NU semakin
diperhitungkan. Jepang yang kala itu sedang membutuhkan basis massa untuk membantu
Jepang dalam Perang Pasifik, akhirnya Jepang melakukan mobilisasi terhadap rakyat
pedesaan di Indonesia. Sementara kaum ulama dan kiai diberikan jabatan resmi agar mau
membantu Jepang. Misalnya saja dengan menjadikan Hasyim Asy’ari sebagai
ketua Shumubu (Kepala Kantor Urusan Agama).
NU juga memainkan perannya dalam organisasi Masyumi bentukan Jepang. Sebagian besar
tokoh NU dijadikan pengurus, seperti Hasyim Asy’ari yang diangkat sebagai ketua pertama
Masyumi, dan juga Wahab Chasbullah yang diangkat sebagai Penasehat Dewan Pelaksana.
Selain itu puluhan ribu anggota NU juga dilatih secara militer dalam PETA (Pembela Tanah
Air).
Tokoh NU juga terlibat sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sehingga terlibat
langsung dalam perumusan pernyataan kemerdekaan. Kebijakan Jepang tersebut mau tak
mau menarik sejumlah anggota NU ke ranah politik.
Resolusi ini berarti bahwa penolakan terhadap kembalinya kekuatan kolonial yang mengakui
kekuasaan suatu pemerintah republik baru sesuai dengan Islam. Resolusi jihad ini juga
terbukti dengan penentangan NU terhadap beberapa perjanjian dan konsesi diplomatic yang
diadakan pemerintah seperti Perjanjian Renville (1946), Perjanjian Linggarjati (1948) dan
juga Konferensi Meja Bundar atau KMB (1949).
2. NU dalam Tubuh Masyumi
Pada tanggal 3 November 1945, pemerintah mengeluarkan Maklumat No. X yang berisi
anjuran tentang berdirinya partai-partai politik. Umat Islam dengan segera menyambut
bahagia adanya keputusan tersebut, sehingga tanggal 7 November dibentuklah Masyumi.
Sementara NU yang telah berdiri sebelumnya sebagai jam’iyah kemudian bergabung dengan
Masyumi pasca mengadakan Muktamar NU XVI di Purwokerto tahun 1946.
Bergabungnya NU dalam Masyumi menjadi pengalaman berharga bagi NU. Ia mulai
mengalami liku-liku politik, sesuatu yang baru bagi NU. Menurut NU, politik dapat dijadikan
media untuk memperluas peran ulama.
Tokoh NU, Hasyim Asy’ari diangkat sebagai Ketua Umum Majelis Syuro (Dewan Penasehat
Keagamaan). Sementara tiga tokoh NU lainnya menduduki jabatan menteri sebagai wakil
Masyumi, yakni Wahid Hasjim, Masjkur, dan K. H. Fathurrahman Kafrawi. Tokoh lainnya
yang juga berkiprah di pemerintahan adalah Wahab Chasbullah sebagai anggota Dewan
Pertimbangan Agung.
Majelis Syuro ini memiliki peran yang sangat penting dalam tubuh Masyumi, antara lain yang
tercantum dalam anggaran rumah tangga di bawah ini:
Majelis Syuro berhak mengusulkan hal-hal yang bersangkut paut dengan politik
kepada pimpinan partai.
Dalam soal politik yang bersangkut paut dengan masalah hukum agama, maka
pimpinan partai meminta fatwa dari majelis Syuro.
Keputusan Majelis Syuro mengenai hukum agama bersifat mengikat pimpinan partai .
Jika muktamar/ dewan partai berpendapat lain daripada keputusan Majelis Syuro,
maka pimpinan partai dapat mengirimkan utusan untuk berunding dengan
Majelis Syuro dan hasil perundingan itu merupakan keputusan tertinggi.
3. NU sebagai Partai Politik
Hubungan antara Masyumi dengan NU berubah pada 1952, yang mana NU memutuskan
untuk keluar dari Masyumi dan mendirikan partai politik sendiri. Keputusan untuk keluar dari
Masyumi yang diambil oleh NU ini dibarengi dengan penyampaian beberapa amanat kepada
pengurus, yakni:
Selain itu NU juga mengambil langkah untuk membentuk sebuah fraksi tersendiri di
parlemen. Parlemen tersebut beranggotakan 8 orang anggota NU, yakni: K.H.A. Wahab
Hasbullah, K.H.M. Ilyas, M. Sholeh Suryaningprojo, M. Ali Prataningkusumo, A.A. Achsin,
K.H. Idham Chalid, As. Bamid, Zainul Arifin (yang kemudian digantikan oleh Saefud din
Zuhri).
5. NU dalam Pemilu 1955
Dalam rangka mempersiapkan pemilu tahun 1955, NU mengadakan Muktamar Alim Ulama
se Indonesia pada tanggal 11-15 April 1953 di Medan. Dalam muktamar tersebut diputuskan
wajib hukumnya bagi umat Islam untuk mengambil bagian dalam pemilu, baik untuk anggota
DPR maupun Konstituante. Pada pemilu 1955, partai NU mendapatkan 6.955.141 suara dan
mendapat bagian 45 kursi di parlemen.
Suara besar yang diperoleh NU dalam pemilu ini tidak lain karena basis pendukung NU yang
sangat kuat, terutama di pedesaaan. Selain itu NU juga mengubah strategi kampanyenya yang
awalnya memiliki slogan yang senada dengan Masyumi, namun pada perkembangannya agak
diubah dengan juga menggandeng PNI. Pasca pemilu, terbentuklah Kabinet Ali
Sastroamidjojo II (Ali – Roem – Idham), yang mana merupakan gabungan dari ketiga partai
yakni Masyumi (Muhammad Roem), PNI (Ali sastroamidjojo), dan NU (Idham Chalid).
Melalui pemilu 1955, NU berhasil mencapai sasaran yang ditetapkan pada 1952 yakni
menggerakkan masyarakat tradisional untuk menyatakan aspirasi sosial dan keagamaannya
sehingga Islam tradisional mampu mendapat tempat di tengah-tengah kehidupan berbangsa.
Partai ini juga berhasil melembagakan peran ulama dalam sebuah negara melalui
keberadaannya dalam parlemen dan keberhasilannya menguasai Departemen Agama.
A. KESIMPULAN
-Dari materi-materi yang sudah disampaikan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) Didirikan pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926).
Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari sebagi Rais Akbar,
-Nahdlatul Ulama menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, sebuah pola pikir yang
mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli
(skripturalis), Jumlah warga Nahdlatul Ulama atau basis pendukungnya diperkirakan
mencapai lebih dari 40 juta orang, dari beragam profesi.
-Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi karena secara sosial-ekonomi memiliki masalah
yang sama, selain itu mereka juga sangat menjiwai ajaran Ahlusunnah Wal-Jamaah dan pada
umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat
pendidikan rakyat dan cagar budaya NU
-Untuk dapat memahami tentang isi makalah kami, kami petik dari inti sari pemakalah yaitu:
a. Pengertian dan sejarah NU
b. Visi, misi, tujuan dan nilai dasar perjuangan NU
c. Tokoh-tokoh NU
d. Beragam peran NU
e. Usaha NU dalam mempertahankan dan mengembangkan aswaja
Daftar pustaka
Ensiklopedia Islam, Departemen Pendidikan Nasional. (PT. Ichtiar Baru Van Hoeve :
Jakarta. 2003).
KH. Husin Muhammad, Memahami Sejarah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Yang toleran
dan Anti Ekstrim (ed), dalam Imam Baehaqi (ed) , Kontroversi ASWAJA, LkiS, Yogyakarta,
1999,
Muzadi, Hasyim Nahdlatul Ulama di Tengah Agenda Persoalan Bangsa, ( Logos, Jakarta
: 1999, )
Ma’arif, Samsul Mutiara-mutiara Dakwah K.H. Hasyim Asy’ari, ( Jakarta : Kanza
2011 )